Bukti apa yang di sembunyikan Alea. Yuk lanjut baca dan jangan lupa sumbangkan Gems kak. Agar bisa tetap eksis di aplikasi, jangan lupa baca juga cerita saya yang lainnya. 1. ISTRIKU MINTA CERAI SETELAH AKU TAGIH HUTANGNYA (Tamat) 2. KUNCI BRANGKAS RAHASIA SUAMIKU(tamat)
Maaf, Aku Pantang Cerai! (90)"Lang ada apa? Kenapa kau hancurkan kamar kita?"Alea terkejut begitu sampai kamar. Tadi mbak Dewi menghubunginya, memberitahu kalau di kamarnya terdengar benda di banting. Wanita itu juga bilang, kalau suaminya pulang awal dan langsung masuk ke kamar.Alea yang tadi pergi ke supermarket membeli bedak dan minyak kayu putih Aska segera pulang. Dia takut terjadi sesuatu pada Erlangga, ternyata ketakutannya terbukti benar."Lang tenang, katakan ada apa? Apa yang membuatmu marah seperti ini?"Alea meraih tangan Erlangga dan membawanya ke tempat tidur. Agar pria itu menjauh, dari serpihan barang-barang yang baru dia hancurkan.Alea menarik napas lega saat melihat Erlangga sudah duduk di tempat tidur. Perlahan dia juga duduk di samping suaminya, meraih tangannya untuk mengobati luka di tangan itu."Sudah tenang? Bisa katakan ada apa kau semarah ini?"Alea bertanya pelan sembari membalut tangan Erlangga dengan perban. Tersenyum saat melihat Erlangga menatapnya ta
Maaf, Aku Pantang Cerai! (91)"Bu, dedek Aska kejang!"Alea terkejut setengah mati. Baru saja dia menidurkan anaknya yang rewel tiga hari ini, kini anaknya terserang kejang. Dengan cepat Alea membawa Aska ke rumah sakit terdekat.Dengan panik dia menuju ke IGD. Dia tak mau terjadi sesuatu pada anaknya. Wanita itu terduduk lemas sendirian di depan pintu IGD, menunggu sang anak di tangani oleh dokter.Airmatanya tumpah saat mengingat, sudah tiga hari Erlangga tak pulang. Pria itu bahkan tak ingat ada anak yang terikat batin dengannya, meski tak sedarah tapi sejak dalam kandungan pria itu yang dekat dengannya."Al, apa yang terjadi dengan Aska?"Alea tersentak saat mendengar suara Erlangga. Dia hendak menghambur dalam pelukan sang suami, namun matanya melihat seorang wanita berdiri di samping Erlangga. Sialnya lagi wanita itu ...Aino.Alea segera kembali duduk lalu menunjuk ke pintu ruang IGD. Setelah itu dia terduduk sembari menunduk, dia tak mau melihat sesuatu yang membuatnya sakit hat
Maaf, Aku Pantang Cerai! (92)"Maaf suster, anak saya masuk di ruang biasa saja tak perlu VIP."Alea segera bicara pada seorang perawat, karena dia terkejut saat mengetahui anaknya di bawa ke ruangan VIP. Dia sadar biaya yang harus dia keluarkan per malamnya."Kau tak perlu pikirkan biayanya, karena aku sudah melunasinya."Alea menarik napas panjang saat melihat Erlangga masuk. Ternyata pria itu yang mengatur agar Aska masuk ruang VIP, tentu saja itu membuat Alea semakin pusing."Apa kata dokter tentang Aska yang kejang tadi pagi? Kau sudah bicara dengan dokter kan?"Erlangga bertanya tapi Alea tak bersuara, dia hanya menganggukkan kepalanya. Dia cuma berharap pria itu segera pergi."Aku harap setelah ini menjauh dari Aska. Aku tak mau dia terlalu bergantung padamu, biarkan dia terbiasa tanpa orang lain selain ibunya."Alea beranjak menuju ke sofa lalu duduk sembari menatap layar ponselnya. Seolah menunggu seseorang menghubunginya, sesekali dia mengusap wajahnya, karena benda di tangan
Maaf, Aku Pantang Cerai! (93)"Kau sudah bangun? Syukurlah."Alea memijit keningnya saat mendengar suara Erlangga. Entah karena apa pria itu kembali, tapi untung dia kembali kalau tidak mungkin dia akan pingsan hingga pagi."Bagaimana keadaanmu, apa perlu aku panggilkan dokter?""Tidak! Tidak perlu. Aku baik-baik saja hanya sedikit lelah. Kau bisa pulang sekarang karena aku ingin tidur lagi."Alea merebahkan tubuhnya lalu memejamkan mata. Dia berharap Erlangga segera pergi, tapi harapannya punah karena melihat pria itu justru berbaring di sofa."Apa yang dia lakukan? Seharusnya dia pulang. Bukankah besok dia harus ke kantor." Ucap Alea dalam hati.****"Lang, bangun sholat subuh."Alea menggoyang tubuh Erlangga agar segera bangun. Dia tak ingin pria itu terlambat sholat subuhnya."Iya sebentar."Setelah mendengar suara Erlangga, Alea segera membuka mukena yang dia pakai. Melihat itu Erlangga heran."Maaf, aku sudah sholat duluan. Tadi tidurmu nyenyak banget."Seolah mengerti apa yang s
Maaf, Aku Pantang Cerai! (94)"Selamat siang Bu, Alea."Alea tersenyum menerima salam pria penjaga rumahnya. Matanya melihat mobil suaminya ada di garasi, terdengar helaan napas panjangnya untuk menghilangkan resah di hatinya.Perlahan dia melangkah menuju ke pintu masuk. Aska terlihat senang, bibir mungilnya mengeluarkan suara-suara lucu yang mengemaskan."Pa ...pa ...pa ....""Papa ya, besok kita ke tempat papa ya?"Ceklek ....Tepat saat dia bicara dengan anaknya. Pintu terbuka menampakkan wajah Erlangga yang menatapnya tajam, Alea tak berani bersuara hanya mampu menelan ludah dengan kasar."La ...Lang," cicit Alea."Berikan Aska padaku. Kau bisa siapkan makan siang karena aku sudah lapar."Tanpa menunggu persetujuan istrinya. Erlangga langsung mengambil Aska, yang kemudian tertawa senang melihat ayah sambungnya. Alea hanya bisa menarik napas lagi melihat wajah lugu anaknya."Tunggu apa lagi Al? Ini sudah siang. Waktu makan siang sudah hampir tiba, kau tak ingin aku terlambat kembal
Maaf, Aku Pantang Cerai! (95)"Alea Saraswati!"Teriakan itu cukup mengejutkan semua orang termasuk Alea. Dia terpaku karena tak pernah menyangka, kalau pria itu akan menangkap dirinya di perusahaan lain sebagai seorang pekerja.Alea menelan ludah saat melihat tatapan tajam penuh amarah itu. Perlahan dia mundur karena merasa takut, untuk pertama kalinya dia merasa tertekan saat bersama Erlangga.Ya, pria yang tadi berteriak itu memang Erlangga. Suaminya yang baru saja tau, kalau dia bekerja di tempat perusahaan akan berinvestasi."Kau sudah terlalu banyak menguji kesabaranku. Sekarang masuk!"Erlangga meraih tubuh mungil Aska, yang berada dalam dekapan Alea. Kemudian dia mendorong tubuh Alea, memasuki ruangan yang di pintu tertulis nama sang istri.Kembali semua orang terkejut saat pintu tertutup dengan suara cukup keras. Jelas semua orang tau kalau Erlangga sedang marah besar, namun tak ada yang tau alasan pria itu marah.Di dalam ruangan Alea. Erlangga melihat pintu di dalam ruangan
Maaf, Aku Pantang Cerai! (96)"Sepagi ini dia sudah keluar rumah? Kemana sebenarnya dia pergi?"Pagi itu Erlangga kembali ke rumah setelah lembur. Niatnya bertemu dan sarapan dengan Alea, karena dia merasa hubungannya dengan sang istri semakin dingin. Meski kemarahan itu belum hilang tapi dia masih sangat mencintai Alea, makanya dia bertekad untuk bicara dan menyelesaikan masalah mereka. Namun apa yang dia dapat ketika sampai rumah, sang istri justru tak ada di rumah. Bibi dan pengasuh Aska bilang kalau Alea sudah pergi dari pagi."Kau temukan dia segera, Dan. Aku ingin laporan lengkap apa yang dia lakukan di belakangku. Sebelum itu antar aku ke perusahaan Dwi Suseno, aku ingin lihat langsung perusahaan itu sebelum berinvestasi di sana.""Baik Pak Bos."Dani langsung membawa mobilnya ketempat tujuan Erlangga. Setelah itu dia langsung pergi untuk mencari Alea, tanpa mengetahui kalau wanita itu ada di dalam kantor yang di datangi Erlangga."Selamat datang Tuan Erlangga. Silakan ikut saya
Maa, Aku Pantang Cerai! (97)"Bisa gak sih menjauh sedikit saja? Gerah tau dari tadi nempel terus."Alea berusaha mendorong tubuh Erlangga. Sejak tau dirinya hamil, pria itu terus menempel dan membelai perutnya. Padahal perutnya masih rata, bahkan janin dalam perutnya masih berbentuk segumpal darah, tapi perlakuan Erlangga sungguh luar biasa."Aku mau tidur, Lang. Bisa gak menjauh sedikit, berat kepalamu di dadaku." Yah, saat ini pria itu bahkan meletakkan kepalanya di dada Alea, sedang tangannya terus membelai perut istrinya, dia bahkan menyingkap daster sang istri hanya untuk membelai dan mencium perut rata itu. Tentu saja membuat Alea gerah menerima sikap lebai sang suami."Ini mau menyingkir, gak sih?" Alea mulai kesal."Gak! Aku mau dekat-dekat dengan anakku juga." Erlangga juga tak mau kalah.Plak ....Tiba-tiba Alea memukul tangan Erlangga yang mulai bergerak kemana-mana. Wanita itu sudah kesal, karena suaminya terus menempel di tubuhnya dan sekarang mulai meraba dadanya pula.