Share

Bab 29

Penulis: Ajeng padmi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-20 19:30:12

“Siapa yang menghubungimu kenapa  tidak diangkat?”

Alisya langsung membatu saat mendengar pertanyaan itu, dia bahkan tak berani menoleh untuk menatap Pandu yang sedang menyetir di sampingnya.

Kenapa dia begitu ceroboh tidak menaruh ponsel  itu di rumah atau mematikannya sebelum pergi.

Sekarang apa yang harus dia lakukan.

Alisya ingat dengan kemarahan Pandu saat terakhir kali Pram menghubunginya, laki-laki itu bahkan mengambil ponselnya malah lebih memilih membelikannya ponsel baru dari pada  mengembalikannya. Padahal ponsel itu adalah ponsel lama Alisya yang dia miliki sejak dia bekerja dan tentu saja di sana ada banyak sekali foto-foto dengan orang tuanya, juga Pram yang merupakan sahabatnya.

Sejak beberapa hari yang lalu sikap Pandu memang sangat baik padanya, setelah ayahnya menegur laki-laki itu dengan keras, tapi Alisya yakin perubahan itu hanya sementara. Apalagi jika dia mengingat pembicaraan Rahasia Pandu dan ayahnya membuat
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
risna saman
kok aku curiga sama bi Titin ya. apa jangan jangan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 30

    "Ada apa denganmu apa memang begini sifat aslimu!"Alisya terduduk di kursi rodanya dengan lemas. Dia tadi lepas kendali. Alisya menyesali kecerobohannya ini, biasanya dia akan berpikir panjang dalam bertindak. Keinginannya untuk menemukan pelaku membuatnya sangat ceroboh.Seharusnya dia bersikap tenang, lagi pula dia bisa berobat pada dokter yang direkomendasikan Pram dan sudah ada kemajuan untuk itu.Alisya memejamkan matanya dan menatap Pandu yang menatapnya dengan wajah marah. "Maaf... maafkan aku. Aku hanya ingin sembuh," kata Alisya lirih. "Apa kamu pikir dokter itu tidak mau menyembuhkanmu!" Alisya menahan keinginannya sekuat tenaga untuk menggatakan yang sebenarnya. Bisa saja Pandu adalah orang yang menginginkannya untuk tidak bisa berjalan lagi, entah dengan tujuan apa. "Aku tidak tahu," katanya dengan mata berkaca-kaca. Alisya makin menunduk saat pandangan Pandu makin membara padanya. "Jadi apa yang kamu inginkan?" Dibalik tabir air matanya Alisya menatap Pandu de

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-21
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 31

    "Kemana saja kamu, Lis!" semprot Pram begitu Alisya menghubunginya. laki-laki itu bahkan tidak peduli dengan kata halo yang belum dia ucapkan. Alisya meringis dan menjauhkan ponselnya sedikit dari telinga. "Aku sudah menghubungi ponselmu ribuan kali, untung saja aku tidak datang dengan polisi untuk menyerbu rumah suamimu!" Berlebihan memang, tapi itulah Pram laki-laki itu akan mengomel tak karuan saat dia tidak bisa menghubungi Alisya, bahkan meski alasan kenapa dia menghubunginya bisa sangat remeh. Seperti dulu, batin wanita itu geli. "Aku bersama mas Pandu, kamu ingat bukan bagaimana dia tidak suka aku bertelponan dengan orang lain yang dia sukai apalagi laki-laki," balas Alisya dengan lembut. "Seharusnya suamimu itu memang dirawat di rumah sakit jiwa!" ini bukan komentar pedas pertama Pram untuk Pandu tapi tetap saja membuat Alisya sedikit cemberut. "Sudahlah, itu tidak penting," gerutu Alisya. "Ada apa kamu sampai mengirim orang?" "Orang yang membuntuti kalian."

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-22
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 32

    “Apa kita langsung pulang nyonya?” tanya Alan setelah mobil melaju membelah jalanan dan Alisya sama sekali tidak membuka mulutnya. Alisya memang lumayan pendiam, apalagi setelah menghadapi hampir semua orang dalam rumah Pandu yang membencinya, tapi jika bersama orang yang bersikap baik padanya, dia juga bersikap baik san sangat ramah. Salah satunya pada Alan sang sopir. Biasanya wanita itu berbasa-basi mengatakan ini itu untuk memulai perjalanan tapi kali ini, Alisya bungkam dengan wajah mendung. “Iya??” “Apa kita langsung pulang? Atau nyonya ingin mampir ke tempat lain?” tanya Alan lagi. Alisya memeluk tas dalam pangkuannya dengan erat. “Apa mas Pandu yang menyuruhmu menjemputku?” Bukannya menjawab wanita itu malah menanyakan keberadaan suaminya. Sudah biasa memang Alisya diabaikan dan dihina oleh Pandu, tapi melihat sikapnya tadi pagi membuat Alisya merasa ada sedikit harapan untuk rumah tangganya tapi semua langsung terhempas begitu saja saat mendapati Pandu bahkan tak mau r

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-23
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 33

    Neraka apalagi yang akan diciptakan penghuni rumah ini untuknya? Ini bahkan belum sebulan Sekar tinggal di sini tapi Alisya sudah mengalami berbagai penindasan yang dilakukan wanita itu. Alisya boleh berkoar kalau dia sudah bersiap untuk segala kemungkinan yang ada, tapi dia juga tidak bisa menahan amarah dalam dirinya saat kejutan yang terlalu manis sampai terasa pahit ini dia terima. Alisya bukan wanita lemah. Akan tetapi batu karang pun  tidak  bisa tegak berdiri jika terhantam terjangan ombak ribuan kali. Butuh setidaknya beberapa detik untuk Alisya bisa mencerna apa yang diucapkan laki-laki di depannya ini. Rasa sakit itu kembali menyerangnya saat menerima tuduhan tak masuk akal dari laki-laki yang dia cintai ini tapi dia saat ini dia sudah lebh siap. Pengabaian yang dilakukan Pandu tadi satu bukti dia memang tidak berharga dan Alisya berusaha meyakinkan hatinya untuk tidak lagi mengemis cinta pada sang suami. 

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-23
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 34

    “Tidak adakah makanan yang lain aku sedang tidak ingin makan nasi goreng ini.” Alisya yang baru saja menyuapkan satu sendok nasi goreng mulutnya langsung terdiam. Dia menatap Pandu yang juga mengerutkan kening, sedangkan makanan dalam piring laki-laki itu sudah hampir habis. “Kenapa bukannya kamu suka masakan Alisya biasanya?” tanya Pandu lembut pada istri mudanya itu. Alisya hanya menatap semua itu dengan wajah datar, dia sudah sangat terbiasa dengan pertunjukan kemesraan yang mereka perlihatkan tanpa mengenal tempat, bahkan meski di depannya sebagai istri pertama Pandu bahkan tak terlihat canggung. Mungkin bagi Pandu keberadaannya di sini sama seperti juru masak untuknya. “Aku jadi mual mencium bau bawang dalam nasi goreng.” “Tapi kamu harus makan , Sayang. Kasihan bayi kita dalam perutmu.” Dengan lembut Pandu menggenggam tangan Sekar dan menatapnya penuh cinta, Alisya menunduk dan melanjutkan makan nasi gorengnya, dia tahu mungkin sebentar lagi Sekar akan membuat masalah dan

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-24
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 35

    “Apa kamu baik-baik saja, Alan?” Akhirnya Alisya memang berangkat dengan Alan sebagai sopirnya dia tak tega melihat laki-laki itu kebingungan dengan keinginannya yang menaiki taksi. “Maksud nyonya?” “Apa mas Pandu atau Sekar memarahimu?” Alan tak segera menjawab dia masih berkonsentrasi pada kemudianya dan menoleh pada Alisya begitu mobil berhenti di lampu merah. “Tidak, memangnya ada apa nyonya?” “Apa mereka tidak bertanya tentang kejadian kemarin?” Alan terlihat berpikir. “Apa tentang nyonya yang menghabiskan waktu di salon?” Alisya langsung mengangguk dengan was-was. “Oh tuan hanya bertanya kemana saya mengantar nyonya dan kenapa pulang terlambat?” “Hanya itu? dia tidak menyinggung masalah orang lain? Atau menuduhmu sesuatu?” tanya Alisya yang tak puas dengan jawaban Alan. “Menuduh? Saya kira tidak nyonya, beliau hanya bertanya baik-baik dan saya jawab apa adanya. Apa ada masalah n

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-24
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 36

    “Aku menyesal tidak menemuimu lebih cepat.” “Kenapa?” “Seharusnya kamu bisa berjalan lebih cepat.” Alisya meletakkan botol air mineral yang sedang dia minum dan menatap Pram dengan pandangan tak terbaca. “Seharusnya kamu memakiku bukan, aku memilih pilihan yang keliru,” katanya sendu. Pram menghela napas lalutersenyum pada Alisya yang masih tampak begitu menyesal di depannya. “Ckkk dasar bodoh, bukannya hari ini harusnya hari bahagia mengapa jadi sedih seperti ini,” gerutu Pram yang langsung berdiri dari duduknya dan mengulurkan tangannya pada Alisya. “Ayo kita berlatih sekali lagi setelah itu pulang,” lanjutnya. Alisya mengangguk dengan semangat, dia menyambut tangan Pram dan memegangnya dengan kuat. Awalnya memang sulit untuk berdiri hanya berpegangan seperti itu, tapi lama-lama Alisya bisa berdiri dengan tegak dan perlahan Pram melepaskan tangannya. Sambil mengepalkan tangannya penuh tekad Alisya kembali belajar melangkah. Perlahan... sangat perlahan. Hanya dua tiga langka

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-25
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 37

    “Hentikan! Tidak jangan lakukan!” Pandu yang sudah dikuasai amarah seolah tuli dengan permohonan dan air mata Alisya. “Aku suamimu berhak atas tubuhmu bukan sopir sialan itu!” Alisya menggeleng, tentu saja dia tahu apa kewajibannya sebagai istri, tapi bukankah selama ini Pandu yang tidak menginginkannya, bukan sebaliknya. Alisya tentu saja akan dengan hati menyerahkan kehormatan yang selama ini dia jaga untuk Pandu, suaminya tapi tentu saja tidak dengan cara seperti ini. “Tidak, Mas! hentikan! Aku mohon!” derai air mata putus asa Alisya bahkan tak bisa meluluhkan hati Pandu, laki-laki itu bahkan dengan beringas langsung membuka semua pakaian Alisya. Wanita itu meronta dan mempertahanan pakaiannya sebisa mungkin, tapi tenaganya yang hanya seorang wanita tentu saja kalah jauh dengan Pandu, apalagi dia sedang sakit dan baru saja melakukan sesi terapi yang melelahkan. “Lepaskan, mas aku mohon kamu akan menyesalinya,”

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-25

Bab terbaru

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 290

    Janji satu bulan sudah terlewati tapi tak nampak tanda-tanda kalau kesibukan Pandu akan berakhir.Laki-laki malah makin sibuk dengan pergi pagi-pagi sekali bahkan sebelum matahari terbit dan pulang hampir tengah malam.Keadaan ini mengingatkan Alisya seperti saat Pandu tiba-tiba membawa pulang Sekar untuk dijadikan istri kedua.Jadi di suatu pagi yang masih gelap tapi Pandu sudah bersiap untuk pergi bekerja. Laki-laki itu mendekati sang istri.“Biar aku bantu kamu mandi sekarang aku harus menghadiri rapat pagi ini,” katanya dengan jejak kelelahan semalam yang belum juga hilang.Sejak kehamilannya semakin besar Alisya memang kesulitan untuk bahkan bangun dari duduknya, kehamilannya memang tak sebesar dulu tapi tubuhnya menjadi cepat lelah dan rasanya dia ingin sekali tidur dan bermanja pada sang suami, tapi tentu saja itu tidak mungkin jika sang suami saja lebih suka memanjakan pekerjaannya.Alisya sudah mencoba berbagai cara untuk bersabar, dia bahkan mengingatkan dirinya sendiri kala

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 289

    “Masih juga belum tidur,” gerutu Alisya.Ini hampir jam satu dini hari, dia bahkan tidak tahu suaminya pulang jam berapa tadi malam.Sudah satu bulan sejak usia kandungan Alisya menginjak bulan ke delapan Pandu selalu pulang larut malam.Awalnya Alisya menunggunya di sofa ruang tamu sambil terkantuk-kantuk dengan gelas berisi teh hangat yang sudah dingin, satu dua hari dia bisa bertahan melakukan itu, tapi pada hari ketiga Alisya menyerah karena tubuhnya tak bisa lagi berkompromi dan kantuk begitu hebat menyerangnya bahkan setelah makan malam berakhir.Dan Pandu yang sejak awal mengatakan pada sang istri untuk berhenti menunggunya pulang, dengan senang hati akan menyiapkan sendiri apa yang dia butuhkan setelah bekerja, Pandu yang sekarang memang sudah lebih bisa diandalkan dalam mengerjakan hal-hal kecil.Dia sudah bisa menyapu lantai dengan baik, membuatkan susu dan makanan untuk Bisma bahkan menggoreng telur mata sapi untuk dirinya sendiri karena harus mengumpat kulit telurnya yang

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 288

    “Aku seperti tahanan saja,” keluh Alisya untuk kesekian kalinya. Dia menatap putus asa pada empat orang yang menatapnya, dua orang laki-laki dan dua orang perempuan. Mereka terlihat siap siaga melakukan apapun untuknya, bahkan meski mengorbankan nyawa. Ini terlalu berlebihan. Alisya sangat sadar dia menikahi siapa, meski bukan keturunan bangsawan apalagi sultan, tapi Pandu salah satu orang penting sebagai penggiat ekonomi negeri ini, dia adalah pewaris perusahaan yang di dalamnya mempekerjakan puluhan ribu karyawan. Sekarang dia salah salah satu kelemahan Pandu yang harus dijaga dengan baik, dari musuh yang bahkan tak terlihat sekalipun. Tapi tetap saja ini berlebihan. Alisya merasa dia sangat mampu menjaga dirinya sendiri dan juga anak-anaknya. Dia terbiasa bebas dan mandiri tanpa ada orang lain yang diandalkan jadi saat mendapati sekarang dia dikelilingi orang-orang yang siap siaga membantunya dia merasa... tak biasa. “Maaf, tapi dengan adanya mereka membuatku menjadi tenang

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 287

    "Benarkah Pram pernah mengalami hal seperti itu? Kapan?" Nada tak percaya dalam suara sang istri membuat Pandu menoleh dan mengernyitkan kening, dia menoleh ke bangku belakang dan melihat Bisma sudah tertidur di kursi bayinya. Untunglah kursi itu terlihat nyaman untuknya. "Kamu tidak tahu? Kok bisa?" Ingin sekali Alisya menggeplak kepala sang suami supaya ingat siapa yang telah membuatnya melakukan semua ini, tapi tentu saja dia masih tahu itu dosa."Apalah dayaku yang ingin jadi istri solehah yang menurut pada suami," kata Alisya dengan gaya ukhti-ukhti soleha yang sering dia lihat di medsos, berharap sang suami tertawa tapi Pandu malah menatap sang istri sambil tertegun."Aku tahu aku memang orang yang sangat beruntung bisa menjadi suamimu kembali," kata Pandu dengan serius. Alisya berdehem untuk mengurangi kecanggungan, apalagi sang suami mengatakan sambil menatapnya penuh arti, untung saja lalu lintas sudah menyala hijau. "Mas terlalu berlebihan, aku yang beruntung dengan m

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 286

    "Enak banget ya sampai nambah," kata Alisya geli sendiri melihat sang suami yang sudah menghabiskan mangkok soto yang keduanya. Tempat ini ternyata sebuah rumah makan khas jaman dulu yang menyediakan menu soto yang khas dengan gerobak di depan, penyajiannya menggunakan mangkuk kecil yang penuh dengan rempah dan daging, dengan nasi yang disediakan terpisah di piring. Rasanya memang enak apalagi cara memasaknya yang menggunakan arang. "Porsinya kecil," bisik Pandu sambil tersenyum mengangkat mangkuk keduanya yang sudah licin. Alisya tertawa, untuk ukuran Pandu porsi yang disuguhkan memang kecil, tapi sangat pas untuk Alisya. Bukan hanya Pandu yang menyukai rasa soto ini, tampaknya sang putra juga suka, meski dengan tambahan lontong dan kuah saja. Seperti biasa mereka makan bergantian untuk menyuapi sang putra. "Mau bawa pulang?" tanya Alisya menggoda. "Boleh saja, tanya saja orang bibi masak atau tidak," kata Pandu enteng. "Bibi tadi masak ayam bakar madu, maksudku untuk mas l

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 285

    Senyum tak bisa lepas dari bibir Pandu. Sambil menyetir dia beberapa kali ikut bernyanyi bersama Bisma. Lagu anak-anak yang menurut Alisya entah kenapa nadanya berubah tak karuan seperti itu. Terlihat sangat bahagia sekali. Kehamilannya kali ini memang sangat menyenangkan untuk Alisya, dia  tidak lagi merasa sendiri, ada suami dan mertuanya yang memperhatikannya, meski kadang dia sebal juga jika mereka terlalu melarangnya untuk melakukan ini itu. Bahkan si kecil Bisma juga sangat antusias saat diberi tahu dia akan punya adik kecil, anak itu suka sekali mengelus perut besar sang mama, dan berbicara dengan bahasanya sendiri. “Mas senang sekali hari ini? apa baru menang tender?” tanya Alisya usil meski dia tahu apa alasan senyum yang tersungging di wajah sang suami itu. “Iya, ini tender yang lebih berharga dari semua tender yang aku punya,” katanya sambil tersenyum. “Oh ya, bagus dong kalau begitu, pasti nilainya san

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 284

    Alisya bangun dengan tubuh yang segar keesokan harinya. Tanpa dia sangka Bisma juga sudah bangun dan berceloteh riang dengan bahasa bayinya, membuat wanita itu menghela napas lega, setidaknya hari ini suasana hati Bisma membaik. “Bisma mau main?” tanya wanita itu, tapi bukannya mengangguk seperti biasa, Bisma malah memeluk mamanya erat seolah takut untuk ditinggal. “Wah kamu masih mau tidur sambil mama peluk ya,” kata Alisya sambil memeluk putranya erat menciumi wajahnya hingga anak itu tertawa kegelian. Keseruan mereka langsung terhenti saat mendengar suara benda jatuh keras sekali dari dalam kamar satunya. Seolah mengerti ada yang tak beres anak itu terdiam, Alisya menduga kalau Pandu hanya sedang menunjukkan aksi protesnya saja, tapi itu tak membuat rasa penasarannya berakhir. Wanita itu bangun dari ranjang dan mengulurkan tangan pada Bisma untuk menggendongnya, tapi saat ingat peringatan keras sang suami, Alisya menurun

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 283

    "Jangan cuma bisa cengar-cengir seperti itu, Ndu! katakan pada kami bagaimana hasilnya." kata sang ayah geram karena sejak tadi Pandu hanya memamerkan senyum lebarnya. "Memangnya papa nggak bisa menebak dari senyumku," kata Pandu sombong. "Papa tidak mau main tebak-tebakan, jadi katakan langsung apa papa akan punya cucu lagi?" tanya laki-laki paruh baya itu lagi. Wajah laki-laki itu masih sembab, karena duka kehilangan sang ayah, tapi tidak menyurutkannya untuk tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan menantunya itu. "Saya memang hamil, Pa. seperti tebakan tante," kata Alisya merelakan diri menjawab pertanyaan mertuanya pada sang suami. Panji Wardhana terperangah sejenak, dia menatap snag istri lalu pada sang putra yang masih tersenyum lebar, lalu menatap menantunya. Alisya sudah yakin senyum lebar akan menghiasi wajah mertuanya, tapi keyakinan itu runtuh saat dia lihat air mata yang mengalir deras, dan dengan susah payah laki-laki itu mengusap air matanya. "Papa sangat senang s

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 282

    Bahkan Pandu tidak bisa menunggu sampai esok hari untuk ke dokter seperti saran istri dari omnya. “Apa mas yakin dokternya masih menerima pasien jam segini?” tanya Alisya dengan ragu.Pandu melirik sebentar pada sang istri lalu menjawab dengan acuh. “Kita lihat saja nanti.” Alisya lupa dia menikahi laki-laki tak biasa yang bisa mewujudkan yang dia inginkan selama itu bisa dibeli dengan uang. Dan membuka tempat praktek pada tengah malam sekalipun akan dilakukan sang dokter bila itu keluarga Wardhana yang meminta. “Baiklah, semoga saja memang masih buka,” kata Alisya lemah.Alisya menyandarkan tubuh lelahnya dengan mata menerawang, perlahan tangan kanannya mengelus lembut perut ratanya. Dia bukannya tidak senang kemungkinan akan hamil lagi, apalagi sang suami yang terlihat sangat bersemangat, dia tidak perlu khawatir akan mengalami masa kehamilan sendiri lagi. Yang dia khawatirkan hanya satu. Bisma. Putranya

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status