"Tidak usah dipikirin ucapan bunda. Maaf jika mengganggu kamu." Arion menunggu Airyn mandi di kamarnya, dia membawakan pakaian baru dari Megan. "Pakai ini, punya bunda. Masih baru, cocok warnanya buat kamu."Airyn mengambil dress itu, mengangguk kecil. "Pak Arion, bilangin ya ke bunda, kalau kita nggak ada hubungan apa-apa. Aku nggak mau mereka salah paham. Kita udah omongin ini sebelumnya dan Bapak setuju.""Kalau saya beneran suka kamu gimana, Ai?"Ucapan Arion sontak menghentikan langkahan Airyn menuju ruang pakaian. Dia terdiam beberapa saat dengan debaran dada kembali kencang, tidak tahu harus menanggapinya seperti apa. Bahkan untuk sekadar menatap Arion, Airyn tidak bisa."Saya suka kamu sejak pertama kali kita ketemu. Kamu pikir saya bersikap baik selama ini hanya semata-mata ingin menolong kamu? Kamu benar tidak sadar dengan sikap dan perhatian saya, Ai?"Mau tidak mau, Airyn menghadap Arion. Dia berusaha tersenyum, sementara matanya mulai berlinang. "Pak, jangan kayak gini. A
Matahari menerobos habis-habisan melalui jendela yang terbuka lebar, angin pun ikut andil menerpa dream catcher yang tergantung di tengah jendela. Para burung dengan gagah mengepakkan sayap sambil berkicau bak alunan lagu yang sangat merdu.Cuaca pagi ini sangat cerah, namun sama sekali tak mengganggu dua insan yang tengah tertidur pulas di bawah selimut yang sama. Saking besarnya tubuh sang pria, membuat si gadis tenggelam dalam dekapannya. Semalaman penuh, Arion memberi kehangatan untuk Airyn setelah berhasil mengintimidasi gadis itu. Arion senang, Airyn cukup penurut meski terpaksa karena takut."Heuh, berisik!" decak Airyn ketika ponsel di nakas berulang kali berdering. Dia menggeliat pelan sembari pengumpulkan nyawa, menggaruk kepala yang tiba-tiba gatal sambil menguap lebar.Ketika sadar posisinya tengah berada di dada seseorang, Airyn langsung terlonjak dan menjauh. Refleks, gerakan tangkas Airyn membangunkan Arion."Ai, sakit." Arion mengeluh memegangi dadanya yang kena pukula
Setibanya di kediaman Bagas, semua orang tengah berduka. Bagas berada di dekat sang ibu, sesekali menerima semangat dan doa dari tamu yang hadir. Mata Bagas tampak sembab yang dia tutupi dengan kacamata hitam. Perasaan Airyn langsung bergerimis, seolah mengerti dengan luka yang sedang Bagas pendam di hadapan sang ibu. Pria itu tegar dan berusaha tetap tersenyum, meski nyatanya dunia terasa runtuh.Setelah Arion bicara dengan Bagas dan saling menguatkan, kini gantian Airyn yang mendekat untuk mengucapkan bela sungkawa.“Ikut juga bocil?” ledek Bagas di tengah kesedihan hati.“Pak Bagas, jangan ngeselin. Kita tunda dulu berantemnya.” Airyn mencebikkan bibir, berhasil membuat Bagas tertawa. “Tapi kalau dengan ledekin aku bisa buat Pak Bagas ketawa, aku ikhlas deh hari ini. Sehari aja, besok beda cerita.”Bagas tersenyum, mengacak rambut Airyn. “Terima kasih sudah datang.”“Iya. Pak Bagas yang kuat ya, jangan patah semangat. Sedih boleh, tapi jangan berlarut. Tuhan sayang sama Pak Bagas,
Betapa terkejutnya ketika Airyn beberes rumah, dia menemukan botol alkohol yang disembunyikan di balik televisi. Air mata langsung mengambang ketika mengetahui isinya tinggal sedikit. "Papa udah pulang? Papa minum lagi?" Perasaan Airyn sesak, sampai dia terduduk lemas di kursi. Entah apa yang merasuki, tangis Airyn pecah dengan segala pemikiran buruk yang tiba-tiba muncul. Dia sangat takut jika Guntur akan terbaring lemah tak berdaya di rumah sakit lagi seperti waktu itu. Airyn telah berkorban banyak, tidakkah Guntur memikirkan rasa kasihnya sebelum bertindak demikian?Apa hanya Airyn yang mencemaskan nyawa Guntur?Airyn pikir papanya sudah berubah, ternyata masih saja melakukan hal seperti ini diam-diam di belakangnya. Apa Guntur tidak kasihan pada Airyn?Apa Guntur tidak memikirkan hidup Airyn jika pria itu pergi selama-lamanya?"Ai, ini Mama." Sera mengetuk pintu, terdengar buru-buru.Tersadar oleh panggilan itu, Airyn buru-buru membuang botol alkohol Guntur sebelum ketahuan yang
"Siapa?" Arion menarik tangan Airyn, tidak mengizinkan gadis itu beranjak sebelum menjawab pertanyaannya."Aldo."Arion memicing. "Cowok tengil itu lagi? Ngapain dia ke sini?""Aku nggak tahu, Pak, 'kan belum ngomong sama orangnya." Setelah itu Airyn terduduk di pangkuan Arion, pria itu melingkarkan lengan pada pinggangnya. "Pak Arion, jangan kayak gini. Nggak enak berduaan di kamar dengan posisi deket-deket. Lama-lama nggak salah aku bilang Pak Arion mesum."Senyum miring terlihat, Arion tidak marah dibilang mesum. Dia menganggap itu sesuatu yang normal sebagai seorang laki-laki. "Tidak usah keluar, nanti dia juga pergi sendiri.""Pak, nggak bisa. Aldo orangnya nekat. Aku tanya dulu dia mau apa, kalau ngajakin enggak-enggak, nanti aku tolak.""Sok-sokan. Memangnya kamu bisa nolak orang? Kamu paling lemah urusan seperti itu, Ai. Dibentak dikit saja nangis."Airyn melepaskan diri, menutup mulut Arion. "Diam deh, aku udah berkali-kali kok nolak Aldo, dia juga tau. Tunggu dulu di sini ya
Ketika jam makan siang, Sera menghubungi Airyn untuk bertemu di basement. Awalnya Sera ingin ke lobby, tapi Airyn larang. Airyn tidak ingin terjadi keributan di sana untuk kedua kalinya. Kedatangan Sera dapat ditebak, wanita itu pasti ingin menagih uang sepuluh juta yang dia peras dari Arion semalam.Sejak pagi, Airyn meminimkan obrolan dengan Arion, dia bahkan berpura-pura menyibukkan diri dengan berbagai rekapan data. Paling Arion buka suara jika minta tolong print atau scan data yang dia perlukan. Tadi juga Airyn mengantarkan beberapa surat kerjasama perusahaan ke sekretaris CEO untuk ditanda tangani oleh Abimayu.Setelah makan siang, rencanya Airyn akan ikut sosialisasi salah satu bank bersama rekan yang lain di ruang rapat lantai atas. Arion sengaja meminta Airyn menghadirinya, agar tidak bosan di ruangan terus."Ai, mana uang Mama!" pintanya tanpa basa-basi. Senyum Sera merekah bahagia, sambil menengadahkan tangannya ke Airyn. "Cepetan, Mama banyak urusan, nggak bisa lama.""Ngg
Arion baru saja dari polsek, mengurus permasalahan antara Guntur dan Deri. Kedua pria itu bertengkar hebat, terlihat dari wajahnya satu sama lain babak belur.Setelah melihat kondisi Airyn dan diceritakan semuanya secara jujur oleh Arion, rupanya Guntur ingin memberi pelajaran pada Sera. Namun karena wanita itu memiliki kekasih, alhasil Deri yang menjadi tameng untuknya. Perkelahian tidak terelakkan, padahal Sera berkali-kali coba memisahkan. Meski baru sembuh, sejatinya Guntur memang ketua preman yang pandai bela diri, mau tidak mau, Deri menerima banyak luka hingga hampir melayang nyawanya dibenturkan oleh Guntur ke aspal jalan. Guntur sangat marah dan kecewa pada perlakuan Sera, apalagi yang jadi korbannya adalah Airyn—putri kesayangan yang selama ini susah payah Guntur perjuangkan.Dari sekian banyak perempuan, kenapa Sera mengorbankan Airyn demi uang? Itulah yang sangat Guntur sesalkan. Sekali dua kali bisa Guntur maafkan. Dia bahkan memilih diam belakangan ini, tapi kalau sudah
Airyn berdecak geram, bahkan tadi tak segan memukul dada Arion yang tengah cengengesan tanpa dosa. Usai memperbaiki penampilannya, Airyn keluar dari kamar mandi, berusaha menetralkan detak jantung yang hampir saja kehilangan fungsi akibat ulah Arion.“Aldo, maaf ya. Tadi aku buang air.”Melihat wajah Airyn merona kemerahan, Aldo gesit menempelkan tangan pada dahinya. “Cuman hangat, tapi muka lo merah. Gue kira demam tinggi. Lo nggak kenapa-kenapa, ‘kan?”“A—ah! Aku? Aku nggak pa-pa kok, a—aku baik-baik aja. Ini merah karena habis aku usap pakai tisu. Aku sehat, besok udah boleh pulang. Kamu repot banget jengukin aku.” Airyn duduk di sofa, mempersilakan Aldo juga sambil mencicipi beberapa makanan yang ada di meja itu.Aldo menatap Airyn, sebelum akhirnya mengamati seluruh penjuru ruangan mewah yang sepertinya sangat tidak mungkin untuk Airyn inap meski hanya satu hari satu malam. Aldo bisa memperhitungkan semua biayanya yang cukup menguras kantong.“Gue pikir tadi salah kamar.” Aldo t