"Untuk kamu, sesuai janji saya." Airyn sedang tidak ada kerjaan—Arion pun baru datang, sejak tadi Airyn sibuk menyelesaikan susunan puzzle milik Arion sambil menikmati kentang goreng yang dia beri bumbu pedas. "Buka, isinya bukan jebakan tikus. Kamu menyebalkan sekali, seolah sedang mencurigai saya yang tidak-tidak."Airyn terkikik berhasil mengerjai Arion, kemudian mimik wajahnya kembali ceria. "Apa, nih? Aku takut dalamnya ular mainan. Meski mainan, aku tetap takut dan geli."Arion bersandar di sofa, selesai melepaskan jas, dasi, dan membuka tiga kancing teratas kemejanya. Dia kepanasan setelah dari luar. "Kamu kira saya terpikir untuk membeli barang tidak berguna seperti itu?""Jangan marah-marah dong, aku cuman menerka dalamnya. Emosian banget dari tadi pagi, ngalah-ngalahin cewek lagi PMS." Airyn geleng-geleng, keheranan."Kamu menyulut sekali, ingin saya kunyah."Airyn cekikikan geli, segera membuka kotak yang lagi-lagi terlihat cantik dengan pita lucu di atasnya. Dia senang sek
"Tidak usah dipikirin ucapan bunda. Maaf jika mengganggu kamu." Arion menunggu Airyn mandi di kamarnya, dia membawakan pakaian baru dari Megan. "Pakai ini, punya bunda. Masih baru, cocok warnanya buat kamu."Airyn mengambil dress itu, mengangguk kecil. "Pak Arion, bilangin ya ke bunda, kalau kita nggak ada hubungan apa-apa. Aku nggak mau mereka salah paham. Kita udah omongin ini sebelumnya dan Bapak setuju.""Kalau saya beneran suka kamu gimana, Ai?"Ucapan Arion sontak menghentikan langkahan Airyn menuju ruang pakaian. Dia terdiam beberapa saat dengan debaran dada kembali kencang, tidak tahu harus menanggapinya seperti apa. Bahkan untuk sekadar menatap Arion, Airyn tidak bisa."Saya suka kamu sejak pertama kali kita ketemu. Kamu pikir saya bersikap baik selama ini hanya semata-mata ingin menolong kamu? Kamu benar tidak sadar dengan sikap dan perhatian saya, Ai?"Mau tidak mau, Airyn menghadap Arion. Dia berusaha tersenyum, sementara matanya mulai berlinang. "Pak, jangan kayak gini. A
Matahari menerobos habis-habisan melalui jendela yang terbuka lebar, angin pun ikut andil menerpa dream catcher yang tergantung di tengah jendela. Para burung dengan gagah mengepakkan sayap sambil berkicau bak alunan lagu yang sangat merdu.Cuaca pagi ini sangat cerah, namun sama sekali tak mengganggu dua insan yang tengah tertidur pulas di bawah selimut yang sama. Saking besarnya tubuh sang pria, membuat si gadis tenggelam dalam dekapannya. Semalaman penuh, Arion memberi kehangatan untuk Airyn setelah berhasil mengintimidasi gadis itu. Arion senang, Airyn cukup penurut meski terpaksa karena takut."Heuh, berisik!" decak Airyn ketika ponsel di nakas berulang kali berdering. Dia menggeliat pelan sembari pengumpulkan nyawa, menggaruk kepala yang tiba-tiba gatal sambil menguap lebar.Ketika sadar posisinya tengah berada di dada seseorang, Airyn langsung terlonjak dan menjauh. Refleks, gerakan tangkas Airyn membangunkan Arion."Ai, sakit." Arion mengeluh memegangi dadanya yang kena pukula
Setibanya di kediaman Bagas, semua orang tengah berduka. Bagas berada di dekat sang ibu, sesekali menerima semangat dan doa dari tamu yang hadir. Mata Bagas tampak sembab yang dia tutupi dengan kacamata hitam. Perasaan Airyn langsung bergerimis, seolah mengerti dengan luka yang sedang Bagas pendam di hadapan sang ibu. Pria itu tegar dan berusaha tetap tersenyum, meski nyatanya dunia terasa runtuh.Setelah Arion bicara dengan Bagas dan saling menguatkan, kini gantian Airyn yang mendekat untuk mengucapkan bela sungkawa.“Ikut juga bocil?” ledek Bagas di tengah kesedihan hati.“Pak Bagas, jangan ngeselin. Kita tunda dulu berantemnya.” Airyn mencebikkan bibir, berhasil membuat Bagas tertawa. “Tapi kalau dengan ledekin aku bisa buat Pak Bagas ketawa, aku ikhlas deh hari ini. Sehari aja, besok beda cerita.”Bagas tersenyum, mengacak rambut Airyn. “Terima kasih sudah datang.”“Iya. Pak Bagas yang kuat ya, jangan patah semangat. Sedih boleh, tapi jangan berlarut. Tuhan sayang sama Pak Bagas,
Betapa terkejutnya ketika Airyn beberes rumah, dia menemukan botol alkohol yang disembunyikan di balik televisi. Air mata langsung mengambang ketika mengetahui isinya tinggal sedikit. "Papa udah pulang? Papa minum lagi?" Perasaan Airyn sesak, sampai dia terduduk lemas di kursi. Entah apa yang merasuki, tangis Airyn pecah dengan segala pemikiran buruk yang tiba-tiba muncul. Dia sangat takut jika Guntur akan terbaring lemah tak berdaya di rumah sakit lagi seperti waktu itu. Airyn telah berkorban banyak, tidakkah Guntur memikirkan rasa kasihnya sebelum bertindak demikian?Apa hanya Airyn yang mencemaskan nyawa Guntur?Airyn pikir papanya sudah berubah, ternyata masih saja melakukan hal seperti ini diam-diam di belakangnya. Apa Guntur tidak kasihan pada Airyn?Apa Guntur tidak memikirkan hidup Airyn jika pria itu pergi selama-lamanya?"Ai, ini Mama." Sera mengetuk pintu, terdengar buru-buru.Tersadar oleh panggilan itu, Airyn buru-buru membuang botol alkohol Guntur sebelum ketahuan yang
"Siapa?" Arion menarik tangan Airyn, tidak mengizinkan gadis itu beranjak sebelum menjawab pertanyaannya."Aldo."Arion memicing. "Cowok tengil itu lagi? Ngapain dia ke sini?""Aku nggak tahu, Pak, 'kan belum ngomong sama orangnya." Setelah itu Airyn terduduk di pangkuan Arion, pria itu melingkarkan lengan pada pinggangnya. "Pak Arion, jangan kayak gini. Nggak enak berduaan di kamar dengan posisi deket-deket. Lama-lama nggak salah aku bilang Pak Arion mesum."Senyum miring terlihat, Arion tidak marah dibilang mesum. Dia menganggap itu sesuatu yang normal sebagai seorang laki-laki. "Tidak usah keluar, nanti dia juga pergi sendiri.""Pak, nggak bisa. Aldo orangnya nekat. Aku tanya dulu dia mau apa, kalau ngajakin enggak-enggak, nanti aku tolak.""Sok-sokan. Memangnya kamu bisa nolak orang? Kamu paling lemah urusan seperti itu, Ai. Dibentak dikit saja nangis."Airyn melepaskan diri, menutup mulut Arion. "Diam deh, aku udah berkali-kali kok nolak Aldo, dia juga tau. Tunggu dulu di sini ya
Ketika jam makan siang, Sera menghubungi Airyn untuk bertemu di basement. Awalnya Sera ingin ke lobby, tapi Airyn larang. Airyn tidak ingin terjadi keributan di sana untuk kedua kalinya. Kedatangan Sera dapat ditebak, wanita itu pasti ingin menagih uang sepuluh juta yang dia peras dari Arion semalam.Sejak pagi, Airyn meminimkan obrolan dengan Arion, dia bahkan berpura-pura menyibukkan diri dengan berbagai rekapan data. Paling Arion buka suara jika minta tolong print atau scan data yang dia perlukan. Tadi juga Airyn mengantarkan beberapa surat kerjasama perusahaan ke sekretaris CEO untuk ditanda tangani oleh Abimayu.Setelah makan siang, rencanya Airyn akan ikut sosialisasi salah satu bank bersama rekan yang lain di ruang rapat lantai atas. Arion sengaja meminta Airyn menghadirinya, agar tidak bosan di ruangan terus."Ai, mana uang Mama!" pintanya tanpa basa-basi. Senyum Sera merekah bahagia, sambil menengadahkan tangannya ke Airyn. "Cepetan, Mama banyak urusan, nggak bisa lama.""Ngg
Arion baru saja dari polsek, mengurus permasalahan antara Guntur dan Deri. Kedua pria itu bertengkar hebat, terlihat dari wajahnya satu sama lain babak belur.Setelah melihat kondisi Airyn dan diceritakan semuanya secara jujur oleh Arion, rupanya Guntur ingin memberi pelajaran pada Sera. Namun karena wanita itu memiliki kekasih, alhasil Deri yang menjadi tameng untuknya. Perkelahian tidak terelakkan, padahal Sera berkali-kali coba memisahkan. Meski baru sembuh, sejatinya Guntur memang ketua preman yang pandai bela diri, mau tidak mau, Deri menerima banyak luka hingga hampir melayang nyawanya dibenturkan oleh Guntur ke aspal jalan. Guntur sangat marah dan kecewa pada perlakuan Sera, apalagi yang jadi korbannya adalah Airyn—putri kesayangan yang selama ini susah payah Guntur perjuangkan.Dari sekian banyak perempuan, kenapa Sera mengorbankan Airyn demi uang? Itulah yang sangat Guntur sesalkan. Sekali dua kali bisa Guntur maafkan. Dia bahkan memilih diam belakangan ini, tapi kalau sudah
Airyn mondar-mandir di ruang tengah, sebab hingga jam delapan Arion belum juga pulang. Makan malam sudah siap, seketika rasanya tidak tenang, terlebih nomor pria itu tidak bisa dihubungi. Sebal, karena Arion tidak mengabari apa pun sebelumnya."Aneh. Kenapa rasanya nggak enak gini? Apa karena udah jadi suami istri?" Airyn menggigit kuku, memegangi dadanya yang berdebar lebih kencang. "Atau ini perasaan gugup karena kepikiran ancaman Mama tadi?""Aish! Sejak kapan khawatir banget gini sama Pak Arion? Padahal sebelumnya kamu sendiri yang nggak rela nikah sama dia, Ai."Airyn bermonolog sendiri. Tatapan dan gerak-geriknya memang menunjukkan kecemasan, tidak tenang sebelum memastikan Arion baik-baik saja. "Setidaknya kalau pulang telat, bilang!" gerutunya sebal. "Aku bisa makan dan tidur dengan tenang tanpa harus khawatir gini. Senang banget bikin merasa bersalah."Airyn mengambil ponselnya di meja, mencoba menghubungi Bagas sekali lagi. Nomor pria itu aktif, hanya saja tidak diangkat. K
Ketika jam makan siang, tiba-tiba Airyn kedatangan tamu. Sebelumnya dia tidak mengira jika yang datang adalah ibu mertua. Airyn baru saja bangun tidur, belum sempat menyiapkan apa pun karena Arion juga membebaskan Airyn untuk istirahat sepanjang hari ini. Airyn ingin menyapa sebagai basa-basi agar kelihatan tetap sopan, namun urung karena merasa sungkan. Terlebih Megan juga langsung masuk dan meninggalkannya. Wanita itu terlihat membawa sekotak kue."Kamu baru bangun jam segini?"Megan melihat sekitar ruangan tersebut. Kebetulan di wastafel masih ada piring kotor, bekas Airyn menyiapkan sandwich untuk bekal Arion tadi. Keranjang pakaian kotor mereka juga terlihat penuh karena belum dijemput jasa laundry. Niatnya memang setelah ini baru akan Airyn bereskan semuanya."M—maaf, Bun, tadi aku ketiduran. Setelah ini baru beres-beres. Bunda mau aku bikinkan minum apa?" Airyn memainkan ujung tali bathrobe-nya, gugup. Mimik Megan tidak seramah biasanya, Airyn tahu wanita itu sudah terlanjur t
Katanya Arion punya hadiah spesial untuk Airyn. Ternyata benar. Usai Airyn berendam dan menghabiskan banyak waktu untuk merawat diri, dia dikejutkan dengan sebuket mawar di kasur. Tidak lupa, ada kertas kecil yang terselip di sana juga membuat Airyn terkekeh kecil.—Untuk cintaku yang baik hati—Airyn suka aroma mawar segar, menciptakan senyum kecil yang mewakili isi hatinya. Masih menggunakan jubah mandi, Airyn turun ke bawah sambil memanggil Arion beberapa kali. Terdengar suara kecil dari ruang makan, lagi-lagi senyum Airyn merekah."Wow!" pujinya menutup mulut sambil menatap dengan binar takjub. Di meja makan tersedia menu makan malam mereka, Arion yang memasak. "Wangi, pasti enak. Aku laper banget, dari luluran tadi perut aku bunyi."Arion selesai memotong buah, kemudian menghampiri Airyn dan mencium pipinya. "Duduk, Sayang, waktunya isi tenaga."Dengan riang, Airyn duduk ketika Arion menarik kursi untuknya. Kenapa tiba-tiba Arion semanis ini? Airyn sampai keheranan."Kamu juga wa
"Pak Arion, ngapain?" Airyn terkesiap ketika melihat sang suami itu berdiri tak jauh dari posisinya dan Aldo. Bahkan mereka baru saja ingin memulai obrolan, seketika sungkan. "B—boleh tinggalin kami dulu, ada yang mau dibicara sebantar?""Bicara saja, anggap saya tidak ada." Arion memasukkan kedua tangannya ke saku celana, menatap dengan sorot setajam belati—seolah sedang memperingati Aldo agar tidak macam-macam pada miliknya. "Lima menit, setelah ini kamu harus mengantarkan surat ke atas. Pak Abimayu sudah menunggu."Airyn menganga, lantas terpaksa senyum karena tahu mimik Arion tengah kesal. Jangan sampai dia mendebat, nanti malah muncul masalah baru."Ada apa, Aldo? Kamu repot-repot ke sini. Lain kali bilang ya kalau mau ketemu, jangan di sini. Aku posisinya lagi magang, nggak boleh seenaknya terima tamu sembarangan di luar kepentingan dengan Pak Arion." Aldo menatap Arion sekali lagi, dia juga melempar tatap permusuhan. "Lo serius menikah dengan pria aneh ini, Ai?" tanyanya senga
Arion mengusap puncak kepala Airyn ketika wanita itu diam lagi saat dia meminta bantuan memasang dasi. Sejak mereka mandi bersama, Airyn tampak malu dan pendiam, Arion sangat memahami situasi ini untuk mereka yang baru saja menjalani kehangatan sebagai pengantin baru. Bagi Arion, Airyn justru semakin lucu dan menggemaskan.“Ini dasinya, Ai. Apa kamu masih merasa nggak nyaman? Kalau pegal, nanti aku panggil jasa pijat ke sini, kamu nggak usah ke kantor.”Airyn menggeleng cepat, menegak saliva cukup sulit. Dia juga kesusahan mengumpulkan kata yang tercekat di kerongkongan. Wajah Airyn tidak berhenti memanas, rasanya masih tidak sanggup memandangi pria di hadapannya ini.“E—enggak usah. Aku baik kok, aku nggak pa-pa. K—kamu agak nunduk dikit, badan aku nggak sampe.” Dengan pipi kemerahan paham, Airyn berusaha tetap waras. Dia tahu Arion terus saja memandanginya, sesekali berusaha memberi perhatian dengan kecupan hangat dan kalimat manis penuh kekhawatiran. Padahal Airyn baik, dia tidak k
"Ayah tidak percaya akhirnya kamu akan jatuh cinta." Abimayu tersenyum singkat. "Hanya saja, Ayah tidak bisa bohong, kami terkejut mengetahui siapa sebenarnya Airyn. Kamu dan Bagas sejak awal yang membuat kebohongan ini, Arion. Kamu kasih data diri Airyn yang berbeda ke Bunda, tidak salah jika Bunda juga kecewa dengan perbuatan kamu."Arion mengangguk, menyadari dosanya. Memang benar, selama-lamanya menyimpan dusta pasti akan ketahuan juga."Aku tahu aku salah, Yah. Aku juga awalnya terlalu takut memberi tahu siapa Airyn. Takut Ayah dan Bunda nggak setuju. Maaf kalau sikap aku masih kekanak-kanakan sekali.""Tunggu Bunda kamu lebih tenang dulu, lalu datanglah ke sini lagi untuk bicara padanya. Jangan sekarang, Ayah juga tidak bisa memaksakannya saat ini. Biarkan Bunda sendiri dulu, sambil belajar menerima.""Iya, Yah. Aku berharap Bunda bisa memahami pilihan aku. Percaya, aku tahu siapa yang terbaik untuk hidupku."Abimayu menghela panjang, memijat pangkal hidungnya. "Untuk saat ini,
Dengan segala ketidaksiapan, serba buru-buru, dan perasaan campur aduk—kini Airyn sudah resmi menikah dengan Arion. Mereka melakukan pemberkatan nikah tanpa gaun pengantin, tanpa tamu undangan, dan tanpa pesta. Bahkan Airyn hanya mengenakan dress yang Bagas belikan secara dadakan, untung Arion peka untuk memanggil penata rias, meski riasan wajah Airyn pun tetap natural.Orang tua Arion tahu, sebab sebelum mengucapkan janji suci, mereka sempat bicara dulu melalui telepon. Abimayu marah dan kecewa mengetahui pemberitaan yang beredar luas menjadi konsumsi massa, kemudian semakin dibuat jantungan dengan keputusan sepihak Arion untuk menikahi Airyn.Abimayu ingin bantu menyelesaikan masalah, mencari jalan keluar bersama tanpa pernikahan secara buru-buru ini, tetapi Arion tetap keras dengan pendiriannya. Megan menangis tersedu-sedu, tidak ingin bicara sepatah kata pun karena terlampau kecewa. Belum lagi ketika Megan mengetahui siapa sebenarnya Airyn. Tidak pernah terbayang olehnya akan memi
Arion melipat kedua tangannya di dada, menatap Airyn yang tampak ngos-ngosan. “Habis lari maraton kamu?” tanyanya setengah mencibir. Belum ada satu jam setelah Arion antarkan tadi, gadis itu kembali muncul di hadapannya. “Luka kamu sembuh?”“Bukan waktunya bertanya, Pak.” Arion menaikkan sebelah alis. Tidak sempat mencecar lebih lanjut, Airyn menerobos masuk. “Gawat, Pak Arion. Kita dapat masalah besar!” paniknya masih berusaha mengatur napas. Pusat kota sedang macet, dia rela lari-larian dari perempatan jalan menuju ke gedung apartemen ini. Kira-kira jaraknya sekitar lima ratus meter, dengan posisi matahari berada di atas kepala.“Minum dulu. Pelan-pelan saja, saya santai orangnya.” Arion mengambilkan air, membukakan tutupnya juga. Kurang perhatian apa lagi dia? Modelan begini saja masih ditolak puluhan kali oleh Airyn.“Pak, Mama laporin Bapak ke polisi.”Tidak kaget, Arion justru tertawa. “Bapak jangan ketawa, aku serius. Mama udah pergi dari tadi buat bikin laporan. Gimana ini?”
“Pak, udah!” Airyn berusaha menjauhkan wajah, tetapi Arion masih sibuk mengecupi pipinya sambil memeluk. Entah kenapa, setiap dipangku dengan posessif, jantung Airyn berdebar tidak keruan. Dia bahkan tidak bisa berpikir jernih, semacam hilang kendali diri.“Diam, saya lagi isi daya. Meski hari libur, kerjaan saya menumpuk. Saya perlu energi.”“Kayak hp aja perlu isi daya segala. Manusia cuman perlu istirahat, Pak.”“Saya bukan manusia, mungkin saya semacam malaikat.” Arion terkekeh, menaikkan bahu tak peduli jika Airyn mencibir kepercayaan dirinya setinggi langit. “Nyaman sekali pelukan sama kamu, saya jadi semangat. Pegal saya hilang, tanpa dipijat.”“Aku pengap, mulai sesak napas. Lama banget isi dayanya, udah terhitung setengah jam lebih. Aku belum beberes, belum siapin sarapan. Memangnya Pak Arion nggak laper?”“Kalau sama kamu, saya tidak kenal laper.”Airyn tertawa cemooh. “Udah, Pak, jangan kebanyakan bercanda dan ngegombal. Aku mau cepat pulang, Pak Arion suka ngulur waktu.”“