Wajah Arion sangat datar seolah ingin menelan manusia yang saat ini sedang was-was duduk di hadapannya.“Pak Arion, saya … saya minta maaf. S—sebenarnya saya nggak sengaja mendorong Airyn sampai kepalanya terbentur. Saya nggak mengira bakalan separah itu. Airyn biasanya suka bohong buat menghindari saya, makanya saya tinggalin, karena saya pikir dia pura-pura pingsan.” Sera berucap panjang lebar dengan mimik sedih yang dibuat-buat, berharap Arion iba. Sera takut, sebab kali ini Arion terlihat akan balas dendam.Kalau Sera pikir-pikir, terserah dirinya mau memerlakukan Airyn seperti apa, sebab anak itu darah dagingnya. Hanya saja, Arion bisa melaporkan Sera ke polisi dengan berbagai tuduhan agar dia membusuk di penjara. Andai bukan Arion orangnya, Sera pasti melawan. Dia tipikal tidak gampang minta maaf, dan punya kepribadian sangat angkuh.“Yakin?” Sera mengangguk cepat. “Tidak perlu saya tunjukkan rekaman cctv kalian kemarin, ‘kan? Toh Anda bohong sejak awal. Saya semakin tidak minat
Arion merawat Airyn yang sedang demam tinggi setelah pemakaman Guntur. Bahkan cuaca hari ini sejak tadi tak berhenti hujan, Airyn berjam-jam kehujanan hanya untuk menangis di atas gundukan tanah sang papa. Tidak pernah Arion lihat gadis itu sangat lemah hingga tak bertenaga dengan pandangan kosong, kini dunia Airyn benar-benar direnggut habis tanpa sisa.Kata Veroni, dia dan Guntur sengaja keluar bersama untuk membelikan Airyn beberapa hadiah spesial, karena besok gadis itu berulang tahun yang ke-21. Namun, ketika Veroni asyik memilih liontin yang cocok untuk Airyn di sebuah toko perhiasan, terdengar suara gaduh tak jauh darinya. Guntur menjadi korban tabrak lari setelah berhasil membeli buket mawar merah untuk putri kesayangannya.Kelopak mawar berhamburan di jalan bersama darah yang mengalir dari kepala Guntur, menjadi saksi bisu betapa besar rasa cinta seorang papa kepada buah hatinya. Ini perayaan istimewa yang Guntur rencanakan sejak lama ketika memiliki uang lebih—sebab sebelumn
"Capek? Ayo, tidur lagi." Arion menatap jam yang menunjukkan pukul dua dini hari. Airyn betah menangis sejak dua jam yang lalu ketika dia membuka mata dan kembali menyadari keadaannya. "Demam kamu maasih tinggi, mau dirawat di rumah sakit saja?" Arion sambil mengompres Airyn, tidak berhenti merawat gadis itu meski sangat mengantuk. Akal sehat Arion mulai hilang, dia beberapa kali tertidur dan kembali bangun. Bayangkan saja, sejak kemarin Arion belum tidur sama sekali. Dia tidak bisa meninggalkan Airyn barang sekejap, gadis itu tidak boleh merasa sendirian dan terpuruk begitu dalam."Saya tahu kamu terluka, tapi jangan terlalu keras menghukum diri kamu."Wajah Airyn pucat pasi, tetapi semakin berjalannya waktu, tangis itu perlahan mulai mereda. Tersisa isak yang begitu menyayat hati, bibir Airyn yang kering terus bergetar merasakan kepiluan. Arion tidak tega melihatnya. Andai bisa berbagi kesedihan, Arion siap menanggung sebagian rasa itu agar Airyn tidak terluka sendirian."Kamu la
Arion memeluk bahu Airyn, menguatkan sepanjang gadis itu menangis di pusara sang papa. Beberapa kali, Arion juga menyeka air mata haru. Dia tidak bisa menghentikan tangis Airyn, sebab dirinya pun tenggelam dalam duka yang sama. Arion sangat mengerti bagaimana luka Airyn.“Sebentar lagi hujan.” Arion melihat langit menggelap, beberapa kali geledek terdengar berisik di atas sana. “Kamu masih sakit, jangan kehujanan dulu.”Airyn menatap langit, lalu beralih pada Arion yang sedang menatap ke arahnya. “A—aku ternyata nggak sekuat itu, Pak Arion.” Bibirnya bergetar dengan napas tertahan, air mata kembali mengalir membasahi pipi Airyn.“Tidak apa kalau masih mau nangis, Ai. Saya tidak akan bilang kamu cengeng, tapi jangan berlarut. Kehilangan seseorang yang kita sayangi memang tidak mudah, saya paham perasaan kamu. Tenang, ya.”Perlahan, Arion mengusap air mata Airyn sambil berusaha menenangkan. Arion merapikan helaian ramput Airyn yang berantakan ke belakang telinga. Gadis yang Arion cintai
"Makanya kalau dibilangin nurut. Lagi musim hujan, banyak nyamuk di sini." Airyn membalurkan cream anti nyamuk pada permukaan tangan dan kaki Arion. Pria itu mengeluh tidak bisa tidur karena segerombol nyamuk menyerang Arion."Leher saya juga, Ai. Apa bisa sekalian ke wajah? Coba kamu lihat, ini pipi saya ada bintik merah. Nyamuk sialan!"Airyn terkekeh, umpatan Arion justru terdengar lucu. "Pipi Pak Arion merah, lain kali kalau pukul nyamuknya jangan keras, Bapak juga yang sakit. Krim ini nggak disaranin ke muka, nanti takut iritasi atau alergi.""Kamu tidak digigit nyamuk?""Udah biasa, Pak. Gantian aja, Bapak yang tidur di atas, aku di bawah. Kayaknya nyamuk bersarang di bawah kasur.""Bahaya. Gimana kalau nyamuk demam berdarah?" Arion memicing. "Tidur berdua saja di atas bagaimana?""Itu mah emang mau Bapak. Nggak mau, Pak Arion mesum!" Airyn menepis tangan Arion, cepat-cepat naik ke ranjang dan menarik selimut. "Tidur, Pak, udah larut. Besok masuk kantor, jangan bolos terus.”"Pa
Tidak sampai jamnya pulang kantor, Airyn menemui Bagas untuk minta izin pulang lebih dulu. Takutnya Sera dan Deri membuat keributan di rumah, karena mereka meminta Airyn segera datang."Kamu sudah hubungi Pak Arion?""Aku cuman berani kirim pesan, itu pun nggak dibalas sama sekali. Dari tadi pagi chat aku cuman dibaca doang, kayaknya Pak Arion terlanjur marah." Seharian mood Airyn buruk sekali akibat Arion, dia dihantui rasa bersalah."Ada masalah apa di rumah? Kalau sampai bikin kamu celaka, saya antarkan saja, mumpung lagi senggang.""Nggak usah, Pak, aku naik ojek aja biar cepat." Airyn mengangguk, kemudian melangkah cepat meninggalkan ruangan Bagas tanpa memberi penjelasan lebih lanjut.Kurang lebih lima belas menit, akhirnya Airyn tiba di rumah. Veroni ada di sana, tetapi wanita itu tidak bisa berbuat apa-apa."Lama banget, sampai Mama telepon berkali-kali dulu baru pulang." Sera menghela jengah, kemudian menyerahkan surat rumah beserta tanah kediaman mereka. "Rumah dan tanah ini
Karena tidak punya pilihan, akhirnya rumah yang selama ini Airyn tinggali sejak kecil secara resmi menjadi milik orang lain. Airyn terpaksa melepas semua kenangan di dalamnya dengan tangis yang tak terbendung. Bohong jika Airyn bilang ikhlas, hatinya berteriak tidak rela dan bahkan masih berharap ini semua mimpi.Airyn berharap ada yang menolongnya selama tiga hari ini, ternyata tidak sama sekali. Dia pun tidak bisa memberi tahu Arion, meski sangat ingin. Malu, hutangnya pun sudah tidak terhitung lagi. Airyn tidak boleh semakin terikat, apalagi setelah tahu Arion mencintainya. Jangan sampai Airyn menjadi orang paling jahat dengan memanfaatkan kebaikan Arion, sementara dirinya tak bisa membalas rasa pria itu."Kak, semuanya hilang dari genggaman aku. Aku nggak punya apa-apa lagi. Papa kecewa nggak aku pilih jalan ini?"Sejak tadi Airyn hanya bisa menggenggam Veroni erat, takut pilihannya salah."Mau tinggal sama aku aja, Ai?"Airyn menggeleng. "Aku nggak mungkin repotin Kak Oni terus,
Sesuai janji, sore ini Airyn berkebun di kediaman Bagas. Mereka sudah mempersiapkan segala peralatan kebun untuk mempercantik taman ibu Bagas. Ada beberapa tanaman yang harus dipindah tempat, ada juga kedatangan member baru yang sempat mereka beli di perjalanan tadi. Airyn tidak sabar ingin melakukan keseruan ini, dia terlihat paling bersemangat."Kamu bawa yang ringan saja, biar saya yang angkat tanah dan pupuk. Tunggu saya di sana, tidak usah angkat tanaman yang besar, nanti kejatuhan saya yang diamuk Pak Arion.""Apa, sih? Aku nggak ada apa-apa sama Pak Arion. Jangan diledekin mulu!" Airyn menggertakkan gigi, lalu melenggang pergi membawa beberapa peralatan kebun yang ringan. Dia menyusun beberapa pot yang akan ditambahkan tanah untuk tanaman baru."Pakai, biar tidak kotor dan lecet." Bagas memberikan sarung tangan khusus berkebun, setelah itu mulai mengisi tanah pada pot yang tersedia. "Nanti kalau tanaman ini besar, perlu dipindahkan ke tempat yang baru lagi?""Iya, semoga dia tu
Airyn mondar-mandir di ruang tengah, sebab hingga jam delapan Arion belum juga pulang. Makan malam sudah siap, seketika rasanya tidak tenang, terlebih nomor pria itu tidak bisa dihubungi. Sebal, karena Arion tidak mengabari apa pun sebelumnya."Aneh. Kenapa rasanya nggak enak gini? Apa karena udah jadi suami istri?" Airyn menggigit kuku, memegangi dadanya yang berdebar lebih kencang. "Atau ini perasaan gugup karena kepikiran ancaman Mama tadi?""Aish! Sejak kapan khawatir banget gini sama Pak Arion? Padahal sebelumnya kamu sendiri yang nggak rela nikah sama dia, Ai."Airyn bermonolog sendiri. Tatapan dan gerak-geriknya memang menunjukkan kecemasan, tidak tenang sebelum memastikan Arion baik-baik saja. "Setidaknya kalau pulang telat, bilang!" gerutunya sebal. "Aku bisa makan dan tidur dengan tenang tanpa harus khawatir gini. Senang banget bikin merasa bersalah."Airyn mengambil ponselnya di meja, mencoba menghubungi Bagas sekali lagi. Nomor pria itu aktif, hanya saja tidak diangkat. K
Ketika jam makan siang, tiba-tiba Airyn kedatangan tamu. Sebelumnya dia tidak mengira jika yang datang adalah ibu mertua. Airyn baru saja bangun tidur, belum sempat menyiapkan apa pun karena Arion juga membebaskan Airyn untuk istirahat sepanjang hari ini. Airyn ingin menyapa sebagai basa-basi agar kelihatan tetap sopan, namun urung karena merasa sungkan. Terlebih Megan juga langsung masuk dan meninggalkannya. Wanita itu terlihat membawa sekotak kue."Kamu baru bangun jam segini?"Megan melihat sekitar ruangan tersebut. Kebetulan di wastafel masih ada piring kotor, bekas Airyn menyiapkan sandwich untuk bekal Arion tadi. Keranjang pakaian kotor mereka juga terlihat penuh karena belum dijemput jasa laundry. Niatnya memang setelah ini baru akan Airyn bereskan semuanya."M—maaf, Bun, tadi aku ketiduran. Setelah ini baru beres-beres. Bunda mau aku bikinkan minum apa?" Airyn memainkan ujung tali bathrobe-nya, gugup. Mimik Megan tidak seramah biasanya, Airyn tahu wanita itu sudah terlanjur t
Katanya Arion punya hadiah spesial untuk Airyn. Ternyata benar. Usai Airyn berendam dan menghabiskan banyak waktu untuk merawat diri, dia dikejutkan dengan sebuket mawar di kasur. Tidak lupa, ada kertas kecil yang terselip di sana juga membuat Airyn terkekeh kecil.—Untuk cintaku yang baik hati—Airyn suka aroma mawar segar, menciptakan senyum kecil yang mewakili isi hatinya. Masih menggunakan jubah mandi, Airyn turun ke bawah sambil memanggil Arion beberapa kali. Terdengar suara kecil dari ruang makan, lagi-lagi senyum Airyn merekah."Wow!" pujinya menutup mulut sambil menatap dengan binar takjub. Di meja makan tersedia menu makan malam mereka, Arion yang memasak. "Wangi, pasti enak. Aku laper banget, dari luluran tadi perut aku bunyi."Arion selesai memotong buah, kemudian menghampiri Airyn dan mencium pipinya. "Duduk, Sayang, waktunya isi tenaga."Dengan riang, Airyn duduk ketika Arion menarik kursi untuknya. Kenapa tiba-tiba Arion semanis ini? Airyn sampai keheranan."Kamu juga wa
"Pak Arion, ngapain?" Airyn terkesiap ketika melihat sang suami itu berdiri tak jauh dari posisinya dan Aldo. Bahkan mereka baru saja ingin memulai obrolan, seketika sungkan. "B—boleh tinggalin kami dulu, ada yang mau dibicara sebantar?""Bicara saja, anggap saya tidak ada." Arion memasukkan kedua tangannya ke saku celana, menatap dengan sorot setajam belati—seolah sedang memperingati Aldo agar tidak macam-macam pada miliknya. "Lima menit, setelah ini kamu harus mengantarkan surat ke atas. Pak Abimayu sudah menunggu."Airyn menganga, lantas terpaksa senyum karena tahu mimik Arion tengah kesal. Jangan sampai dia mendebat, nanti malah muncul masalah baru."Ada apa, Aldo? Kamu repot-repot ke sini. Lain kali bilang ya kalau mau ketemu, jangan di sini. Aku posisinya lagi magang, nggak boleh seenaknya terima tamu sembarangan di luar kepentingan dengan Pak Arion." Aldo menatap Arion sekali lagi, dia juga melempar tatap permusuhan. "Lo serius menikah dengan pria aneh ini, Ai?" tanyanya senga
Arion mengusap puncak kepala Airyn ketika wanita itu diam lagi saat dia meminta bantuan memasang dasi. Sejak mereka mandi bersama, Airyn tampak malu dan pendiam, Arion sangat memahami situasi ini untuk mereka yang baru saja menjalani kehangatan sebagai pengantin baru. Bagi Arion, Airyn justru semakin lucu dan menggemaskan.“Ini dasinya, Ai. Apa kamu masih merasa nggak nyaman? Kalau pegal, nanti aku panggil jasa pijat ke sini, kamu nggak usah ke kantor.”Airyn menggeleng cepat, menegak saliva cukup sulit. Dia juga kesusahan mengumpulkan kata yang tercekat di kerongkongan. Wajah Airyn tidak berhenti memanas, rasanya masih tidak sanggup memandangi pria di hadapannya ini.“E—enggak usah. Aku baik kok, aku nggak pa-pa. K—kamu agak nunduk dikit, badan aku nggak sampe.” Dengan pipi kemerahan paham, Airyn berusaha tetap waras. Dia tahu Arion terus saja memandanginya, sesekali berusaha memberi perhatian dengan kecupan hangat dan kalimat manis penuh kekhawatiran. Padahal Airyn baik, dia tidak k
"Ayah tidak percaya akhirnya kamu akan jatuh cinta." Abimayu tersenyum singkat. "Hanya saja, Ayah tidak bisa bohong, kami terkejut mengetahui siapa sebenarnya Airyn. Kamu dan Bagas sejak awal yang membuat kebohongan ini, Arion. Kamu kasih data diri Airyn yang berbeda ke Bunda, tidak salah jika Bunda juga kecewa dengan perbuatan kamu."Arion mengangguk, menyadari dosanya. Memang benar, selama-lamanya menyimpan dusta pasti akan ketahuan juga."Aku tahu aku salah, Yah. Aku juga awalnya terlalu takut memberi tahu siapa Airyn. Takut Ayah dan Bunda nggak setuju. Maaf kalau sikap aku masih kekanak-kanakan sekali.""Tunggu Bunda kamu lebih tenang dulu, lalu datanglah ke sini lagi untuk bicara padanya. Jangan sekarang, Ayah juga tidak bisa memaksakannya saat ini. Biarkan Bunda sendiri dulu, sambil belajar menerima.""Iya, Yah. Aku berharap Bunda bisa memahami pilihan aku. Percaya, aku tahu siapa yang terbaik untuk hidupku."Abimayu menghela panjang, memijat pangkal hidungnya. "Untuk saat ini,
Dengan segala ketidaksiapan, serba buru-buru, dan perasaan campur aduk—kini Airyn sudah resmi menikah dengan Arion. Mereka melakukan pemberkatan nikah tanpa gaun pengantin, tanpa tamu undangan, dan tanpa pesta. Bahkan Airyn hanya mengenakan dress yang Bagas belikan secara dadakan, untung Arion peka untuk memanggil penata rias, meski riasan wajah Airyn pun tetap natural.Orang tua Arion tahu, sebab sebelum mengucapkan janji suci, mereka sempat bicara dulu melalui telepon. Abimayu marah dan kecewa mengetahui pemberitaan yang beredar luas menjadi konsumsi massa, kemudian semakin dibuat jantungan dengan keputusan sepihak Arion untuk menikahi Airyn.Abimayu ingin bantu menyelesaikan masalah, mencari jalan keluar bersama tanpa pernikahan secara buru-buru ini, tetapi Arion tetap keras dengan pendiriannya. Megan menangis tersedu-sedu, tidak ingin bicara sepatah kata pun karena terlampau kecewa. Belum lagi ketika Megan mengetahui siapa sebenarnya Airyn. Tidak pernah terbayang olehnya akan memi
Arion melipat kedua tangannya di dada, menatap Airyn yang tampak ngos-ngosan. “Habis lari maraton kamu?” tanyanya setengah mencibir. Belum ada satu jam setelah Arion antarkan tadi, gadis itu kembali muncul di hadapannya. “Luka kamu sembuh?”“Bukan waktunya bertanya, Pak.” Arion menaikkan sebelah alis. Tidak sempat mencecar lebih lanjut, Airyn menerobos masuk. “Gawat, Pak Arion. Kita dapat masalah besar!” paniknya masih berusaha mengatur napas. Pusat kota sedang macet, dia rela lari-larian dari perempatan jalan menuju ke gedung apartemen ini. Kira-kira jaraknya sekitar lima ratus meter, dengan posisi matahari berada di atas kepala.“Minum dulu. Pelan-pelan saja, saya santai orangnya.” Arion mengambilkan air, membukakan tutupnya juga. Kurang perhatian apa lagi dia? Modelan begini saja masih ditolak puluhan kali oleh Airyn.“Pak, Mama laporin Bapak ke polisi.”Tidak kaget, Arion justru tertawa. “Bapak jangan ketawa, aku serius. Mama udah pergi dari tadi buat bikin laporan. Gimana ini?”
“Pak, udah!” Airyn berusaha menjauhkan wajah, tetapi Arion masih sibuk mengecupi pipinya sambil memeluk. Entah kenapa, setiap dipangku dengan posessif, jantung Airyn berdebar tidak keruan. Dia bahkan tidak bisa berpikir jernih, semacam hilang kendali diri.“Diam, saya lagi isi daya. Meski hari libur, kerjaan saya menumpuk. Saya perlu energi.”“Kayak hp aja perlu isi daya segala. Manusia cuman perlu istirahat, Pak.”“Saya bukan manusia, mungkin saya semacam malaikat.” Arion terkekeh, menaikkan bahu tak peduli jika Airyn mencibir kepercayaan dirinya setinggi langit. “Nyaman sekali pelukan sama kamu, saya jadi semangat. Pegal saya hilang, tanpa dipijat.”“Aku pengap, mulai sesak napas. Lama banget isi dayanya, udah terhitung setengah jam lebih. Aku belum beberes, belum siapin sarapan. Memangnya Pak Arion nggak laper?”“Kalau sama kamu, saya tidak kenal laper.”Airyn tertawa cemooh. “Udah, Pak, jangan kebanyakan bercanda dan ngegombal. Aku mau cepat pulang, Pak Arion suka ngulur waktu.”“