"Benarkah?" Edward semakin intens menggerakkan jarinya di depan kewanitaan Jennifer yang terhalang kain tipis. Celana dalam, lingerie yang membuat Edward ingin merobeknya. Ia lalu menarik tubuh Jennifer hingga tubuhnya terbaring di atas ranjang. Edward menarik tali-tali kecil di punggung dan pinggang Jennifer. Sehingga tubuh berisi itu kini telah polos tanpa sehelai benang pun.Jantung Jennifer berdebar menantikan Edward untuk menyatukan tubuh mereka.Selesai melucuti lingerienya Jennifer. Edward membuka sabuk lalu melepasnya. Membuka pengait pada celana kainnya lalu melepasnya. Tinggal celana bokser yang sudah terlihat menggembung karena kejantanan Edward sudah mengeras dari tadi."K-kau tidak ingin blow job?" tanya Jennifer malu-malu."Nanti saja, biarkan aku memuaskanmu." Edward membuka kedua kaki Jennifer lalu menundukkan kepalanya. Lidah basahnya langsung menelusup di antara lipatan daging berwarna merah muda itu."Ed," Jennifer mendesah saat Edward menusuk kewanitaannya dengan l
Jennifer membuka matanya lalu mengangguk pelan. "Astaga…." Edward mendesah. Ini rasanya … Tuhan sangat baik padanya. Dirinya sangat berengsek selama bertahun-tahun berpetualang dengan banyak wanita. Meniduri mereka tanpa melibatkan perasaan. Banyak yang mengejarnya setelah one-night stand dengannya. Namun Edward sudah berprinsip bahwa hubungan akan berakhir setelah selesai bercinta. Tapi kini, istri yang berstatus janda ternyata masih suci. Belum terjamah oleh laki-laki lain. "Ed," panggil Jennifer yang melihat Edward termenung. Edward terkesiap, "Iya sayang," Edward mengecup kening Jennifer. "Ed, sakit." keluh Jennifer. "Ya Tuhan," Edward lupa jika ia baru saja menembus selaput dara Jennifer lalu mendiamkannya. Harusnya ia harus pelan-pelan bergerak agar Jennifer bisa klimaks dan mengurangi rasa sakit di kewanitaannya. "Maafkan aku, sayang." Edward mengulum puncak dada Jennifer lalu menggerakkan pinggulnya secara perlahan. Jennifer pun mendesah karena kepintaran Edward mengalih
Ponsel Edward bergetar menandakan sebuah panggilan masuk. Ia pelan-pelan menarik tangannya yang melingkar di tubuh Jennifer. Jennifer tertidur sangat lelap setelah malam pertama mereka yang mereka lakukan satu minggu setelah pernikahan mereka.Edward mengambil boksernya yang berada di atas lantai lalu memakainya. "Halo," ucap Edward lirih, ia pergi ke balkon agar tidak membangunkan Jennifer.[ Bos, saya sudah mengirimkan nama pulau, harga dan gambar-gambar pulau. Lengkap dengan fasilitas dan data-data kekurangan dan kelebihan pulau tersebut. ]"Oke, akan kuperiksa sekarang. Segera beli pulau yang kupilih. Keluarkan kemampuanmu dalam nego suatu barang. Aku percaya padamu."[ Baik, Bos. ]"Oh ya, untuk satu minggu ke depan. Aku akan pergi berbulan madu ke pulau yang akan kubeli nanti. Semua pekerjaan aku serahkan padamu. Tony juga akan membantumu setelah urusan di LA telah selesai."[ Tapi, Bos …. ]"Jangan membantah, di sini bosnya aku atau dirimu?" ucap Edward ketus.[ Oke, Bos. Saya
"Kenapa malam-malam begini kita naik jet?" Jennifer merasa aneh karena Edward mengajaknya naik jet pribadi pada malam hari. Walaupun ia mengatakan bahwa mereka akan pergi berbulan madu, tapi malam-malam begini ke mana Edward akan mengajaknya berbulan madu? Sedangkan Edward dari tadi itu hanya mengatakan jika ada kejutan untuknya. "Kalau aku mengatakannya kepadamu itu bukan kejutan, sayang." Edward memeluk Jennifer lalu menciumi pipinya. "Ed, hentikan, geli." "Apa masih terasa sakit?" Edward mengelus kewanitaannya Jennifer. Kalau masih sakit sebaiknya kau minum obat pereda sakit." "Aku rasa tidak perlu, aku takut terlalu banyak minum obat tidak baik untuk kesehatanku." "Tapi kalau kau masih sakit bagaimana aku tega untuk menyentuhmu?" tanya Edward yang terlihat khawatir namun matanya juga mengisyaratkan jika ia sangat menginginkan Jennifer. "Oke aku akan meminum obat," Jennifer rela meminum obat pereda nyeri karena bagaimanapun setelah sekian lama Edward bisa menyentuh wanita. D
"Hati-hati, sayang!" teriak Edward yang mengikuti Jennifer berlari mengejar penyu yang sedang berlarian di pinggir pantai. Edward tertawa kecil, ia bahagia melihat Jennifer sangat ceria berlarian mengejar penyu-penyu yang merupakan penghuni tetap pulau itu. Edward memang memilih pulau yang unik itu karena hanya pulau itulah yang mempunyai pemandangan yang masih alami dan merupakan rumah bagi penyu-penyu yang akan bertelur. "Ed, ayo ke sini," Jennifer menarik James untuk mendekati penyu-penyu tersebut. "Mereka sangat lucu," Jennifer tak henti-hentinya memamerkan senyum manisnya ketika memandangi penyu penyu kecil yang baru saja menetas. "Boleh aku menangkapnya?" tanya Jennifer. "Tentu saja, mereka juga adalah milikmu, Jen." Jennifer membelalakkan matanya, ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Edward. "Tapi ini adalah penyu-penyu langka yang keberadaan mereka dilindungi oleh WFPA.Edward mengangkat bahunya. "Karena pulau ini sudah kubeli, otomatis apapun yang berada di d
"Ed," Jennifer masih ragu untuk menerima ajakan Edward bercinta di alam terbuka. Walaupun Edward mengatakan jika pulau privat itu tidak berpenghuni alias hanya terdapat mereka berdua saja. Namun Jennifer masih ragu-ragu dan merasa malu jika bercinta di alam terbuka tanpa penutup. "Sebaiknya kita lakukan di dalam villa saja." protes Jennifer yang mengambil kain pantai untuk menutupi tubuhnya. "Ayolah, Jen." Seminggu ini aku ingin berbulan madu dan melakukan hal-hal yang tidak pernah kulakukan sebelumnya hanya denganmu." "Sungguh kau tidak pernah melakukan ini dengan wanita lain sebelum aku?" tanya Jennifer ragu-ragu. Walaupun sebenarnya ia membenci untuk membahas wanita lain yang pernah ada dalam hidup Edward. Namun Jennifer juga merasa penasaran jika Edward pernah bercinta dengan wanita lain di alam terbuka seperti keinginan Edward saat ini. Edward tertawa kecil, "kau tahu. Wku tidak pernah melakukan hal-hal gila seperti yang pernah aku lakukan denganmu. Aku memang suka berganti-ga
"Sebaiknya kau di atas saja," Edward tidak tega untuk menempatkan Jennifer di posisi yang du baweh. Edward membayangkan ketika mereka bercinta di atas bebatuan yang sangat keras. Ia takut kehilangan kendali lalu memompanya dengan sekuat tenaga maka tubuh Jennifer mungkin akan memar-memar karena terantuk dengan beton yang sangat keras itu. "Kau yakin?" tanya Jennifer yang tubuhnya ditarik oleh Edward agar terduduk. "Aku yakin, karena aku tidak ingin tubuhmu memar-memar jika aku kehilangan kendali." ucap Edward jujur. Jennifer tersipu malu saat membayangkan Edward akan sangat bersemangat. Nafsu Edward sangat besar bahkan suaminya itu tidak puas hanya dengan satu kali pelepasan. Apalagi fantasi bercinta di alam terbuka adalah keinginannya. Mungkin Edward kali ini akan melakukannya berkali-kali "Hei, kau sudah berpikiran mesum, ya?" goda Edward ketika melihat kedua pipi tembam Jennifer yang berwarna kemerahan. "Kau ini," Jennifer tertawa kecil sambil memukul lengan Edward. "Ayo, t
"Ed," Jennifer mendesis saat kejantanan Edward mulai masuk ke dalam kewanitaannya. Sebelumnya Edward sudah menempatkan sebuah kain untuk mengganjal lutut dan telapak tangan Jennifer agar tidak terluka. Perhatian itu tidak luput dari Edward karena kenyamanan Jennifer adalah yang utama. Baginya Jennifer adalah sesuatu yang sangat berharga di atas segalanya. Edward memegang pinggang lebar Jennifer lalu mulai memompanya dari belakang. Memaju mundurkan pinggulnya untuk mencari kepuasan sehingga cairan pelepasan dari dalam kejantanannya bisa keluar. Jennifer memejamkan matanya, ia merasakan kewanitaannya berkedut. Menandakan jika sebentar lagi akan klimaks. "Ed, a-aku …." tubuh Jennifer bergetar. "Keluarkan saja, Jen." Edward menunduk memeluk tubuh Jennifer lalu menciumi punggungnya. Menyalurkan kasih sayang hanya kepada wanita bertubuh gempal itu dengan segenap jiwa raganya. "Ed… ward," akhirnya Jennifer mendesah panjang saat dirinya mengalami klimaks. Edward berhenti sejenak memberi
Tiga tahun kemudian."Edric, kembalikan bando, Kakak!" pekik Jasmine yang kesal karena Edric mengambil bando warna merah muda miliknya.Edric hanya tersenyum tipis lalu berlari menuruni tangga."Edric, berhenti!" Jasmine mengejar Edric yang sudah naik ke atas sofa.Jennifer hanya menggeleng melihat Jasmine dan Edric dari dapur. Ia sedang memeriksa para pelayan yang sedang menyiapkan makan malam. Sebentar lagi Edward pulang dari kantor dan Jennifer hanya memastikan makanan yang akan disantap oleh anggota keluarganya. Menyiapkan makan malamnya Edward masih menjadi rutinitas kesehariannya Jennifer. Ia tidak ingin Edward hanya menyantap sedikit makanannya karena tidak cocok dengan lidahnya. Edward masih tetap pemilih soal makanan. Dan Jennifer dengan senang hati memperhatikan kebutuhan perut suaminya saat di rumah."Eric, cucumu yang satu itu sangat berbeda." Cassandra dan Eric menatap keempat cucunya dari lantai dua. Mereka akan turun ke bawah menjelang kepulangan Edward dari kantor untuk
Edward merasa ingin meledak karena setelah tujuh bulan berlalu kejantanannya bisa merasakan hangatnya kewanitaan Jennifer. Pijatan lembut yang berasal dari dinding kewanitaannya Jennifer itu membuat Edward melayang."Ed," begitu pula dengan Jennifer. Ia bersorak dalam hatinya karena rasa rindu akan kehangatan sentuhan Edward terlampiaskan sudah. Rasanya nikmat dan raganya seperti melayang."I love you, Jen." Napas Edward mulai memburu. Nafsunya menggelora. Dengan pelan ia menggerakkan pinggulnya ke depan dan belakang. Gerakan lambat yang lamat-lamat menimbulkan sensasi aneh tapi memabukkan. Hampir saja Edward kelepasan dan ingin menghujam kewanitaannya Jennifer dengan keras dan cepat.'Hah, hampir saja. Maafkan Daddy, sons." Edward kembali ke mode awal. Melakukannya dengan halus dan penuh ke hati-hatian. Besarnya cinta kepada istri dan anak-anaknya meampu membuat Edward yang maniak seks bisa mengontrol nafsu yang sering membakar jiwanya."Ed, terus, lebih dalam." rancu Jennifer sambil
Jennifer tengkurap dengan Edward yang berada di atasnya. Tubuh kekar itu menindih tubuh Jennifer. Napas mereka terengah-engah dan tubuh mereka basah dengan keringat. Edward benar-benar merealisasikan ucapannya tadi. Perjalanan panjang dari kota New York tidak menjadikan stamina Edward berkurang. Laki-laki itu seperti tidak mengenal kata lelah. Memasuki kewanitaan Jennifer dari depan dan belakang dalam berbagai gaya."Ed, berat." keluh Jennifer."Hehehe, maaf," Edward mengecup punggung polos Jennifer lalu berguling di sampingnya. Ia menengadah ke atas menatap langit-langit gazebo. Rasa puas membuat wajahnya berseri-seri. Mereka sudah empat tahun menikah. Tapi Edward merasa masih bergelora saat bercinta dengan Jennifer. Tidak merasa bosan dan semakin mencintai wanita itu.Edward teringat dengan ucapan Cassandra. Ibunya mengatakan jika benar-benar mencintai seseorang. Tidak akan membuat kita berpaling, semakin lama semakin besar cintanya untuk seseorang yang dicintainya. Dan Edward meras
"Puaskan aku, Jen." Edward melepas kimono handuknya Jennifer."Aku ….""Kalau begitu, biarkan aku yang akan memuaskanmu." Edward menarik tangannya Jennifer lalu mendorong tubuhnya ke atas ranjang."Jangan membuatku tersiksa dengan menolakku." Edward membuka kancing kemejanya lalu melucuti satu-persatu baju yang menempel di tubuhnya.Jujur saja Jennifer merasa tergoda oleh tubuh polos Edward yang begitu memanjakan matanya. Dada bidang, lengat berotot dan bisepnya yang mempunyai lekukan beberapa ruas. Suami tampannya itu rajin gym dan menjaga pola makannya sehingga seiring bertambahnya umur, Edward semakin memesona."Kau tidak tergoda dengan ini?" Edward sedikit narsis sambil menyentuh otot-otot di perutnya."Atau … kau sudah bosan dengan ini?" Edward yang berdiri menjulang di hadapan Jennifer sengaja menggerak-gerakkan kejantanannya yang sudah tegak mengacung.Jennifer yang berada di atas ranjang, hanya mampu menggigit bibir bawahnya dengan wajah yang sudah memerah. Bohong jika dirinya
Mereka memang sepakat untuk tidak melakukan USG untuk mengetahui jenis gender bayi. Edward dan Jennifer ingin jenis kelamin bayinya menjadi kejutan karena bayi mereka adalah cucu pertama dari keluarga Williams dan Watson. Edward yang merupakan anak tunggal dan kakak laki-laki nya Jennifer yang belum menikah.Suster jaga yang berada di ruangan itu pun menggeleng sambil tersenyum mendengar perdebatan suami istri itu. "Pasti mirip denganmu, Ed." "Oh, ya?" Senyum Edward mengembang. "Ya, karena saat mengandung aku sangat terobsesi padamu." "Benarkah?" Mata Edward berbinar karena tersanjung. "Ya, aku … aduh, Ed, panggil dokter ke mari. Rasanya sakit sekali." Jennifer mencengkram tangan Edward karena rasa sakit yang berlebih itu tiba-tiba datang. "Suster, istri saya." "Sebentar saya periksa dulu, Tuan." Sebelum memeriksa Jennifer, suster itu menghubungi Dokter terlebih dahulu." "Sepertinya sudah siap dan saat ini adalah waktu yang tepat." Suster itu menyiapkan alat-alat bantu melahirk
Jessica tidak menyangka jika hari di mana ia meminta izin mengunjungi Alex akan berakhir seperti ini. Bukan benihnya Alex, tapi benih laki-laki yang tidak dikenalnya. Jessica yang merasa bersalah karena menyebabkan Alex harus mendekam di penjara selama sepuluh tahun. Karena rasa bersalah, ia mencari hiburan dengan minum-minum di klub. Dirinya yang mabuk berat tidak sadar telah dibawa seseorang ke hotel dan berakhir bercinta dengan laki-laki yang tidak dikenal itu. Ia bahkan sudah lupa akan kejadian itu. Tapi kini benih tersebut sudah menjadi nyawa baru di rahimnya.'Bagaimana ini? Aku hamil, bagaimana kalau Alex tahu aku hamil anak laki-laki lain?'***Dua bulan kemudian."Ed," Jennifer sudah muncul di kantornya Edward. Padahal mereka baru saja bepisah selama dua jam."Sayang," Edward hanya bisa menghela napasnya saat Jennifer datang ke kantor hanya menggunakan daster tidur dan sandal rumahan. Tanpa make up dan rambutnya acak-acakan. "Kau tidak menyukai kehadiranku?" mata Jennifer
"Jen, bertahanlah." Edward langsung mengambil pakaian di lemari lalu mengenakannya. Ia lalu membantu Jennifer mengenakan piyama handuk untuk mempercepat waktu.Jantung Edward berdebar saat Jennifer pingsan dalam gendongannya. Ia berteriak saat melihat beberapa orang sedang berdiri di depan lift apartemennya."Minggir, minggir, istriku pingsan dan kami butuh lift secepatnya."Beruntung beberapa orang itu mengerti dengan keadaan gawat yang sedang dialami oleh Edward dan Jennifer."Terima kasih," ucap Edward saat seseorang menekan tombol open untuknya."Sayang, jangan tidur. Bangunlah, Jen." Edward menjejakkan kakinya beberapa kali. Waktu terasa sangat lambat agar lift yang mereka tumpangi sampai ke lantai dasar.Beruntung mobil Edward terparkir persis di depan pintu lift, sehingga ia tidak usah berjalan jauh untuk mencarinya."Sayang, bertahanlah." Edward membaringkan Jennifer di jok belakang mobilnya. Ia tidak menghubungi sopir pribadinya karena akan memakan waktu lebih lama jika menun
"Itu tidak ada hubungannya, kita berdua sudah periksa ke dokter ahli kandungan dan hasilnya kita sehat-sehat saja. Rahimmu bagus, sel telurmu dan spermaku juga normal.""Tapi kenapa aku belum hamil juga." Jennifer menggigit bibirnya.Edward sangat gemas. Ingin ia menjelaskan dengan suara yang lebih lantang tapi takut membuat Jennifer semakin sedih."Anggap saja, Tuhan ingin kita mempunyai banyak waktu untuk bermesraan. Sebelum menikah kau tidak mengizinkanku untuk menyentuhmu. Aku sangat tersiksa selama hampir setahun lamanya. Mungkin ini balasan dari Tuhan agar aku bisa memanjakan nafsuku untuk menyalurkannya padamu, Sayang.""Tapi ….""Mari manfaatkan waktu yang ada agar hubungan kita semakin erat. Setelah kita punya anak nanti, pasti aku tidak bisa menguasaimu sepenuhnya. Kasih sayangmu akan terbagi. Dan pasti mereka berdua menjadi milik anak kita." Edward mencubit puncak dadanya Jennifer yang hanya tertutup oleh selimut."Ed, jangan mulai.""Aku serius, Jen. Aku yakin kau pasti in
"Tunggu, aku panggil, Dokter." Jennifer ingin memencet tombol yang berada di atas ranjangnya Edward."Tidak perlu, Jen. Hanya sedikit sakit.""Tapi aku khawatir lukamu akan memburuk.""Tidak, Sayang. Hanya tersenggol tanganmu dan sedikit nyeri. Itu saja.""Tapi," wajah Jennifer terlihat khawatir."Cium aku.""Apa?""Aku tidak perlu Dokter, cium saja aku untuk meredakan rasa nyeri di perutku."Jennifer tersenyum lalu dengan senang hati melumat bibir Edward dengan sepenuh hati. "Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa dirimu, Ed. Jangan pernah tinggalkan aku." ucap Jennifer tulus."Aku menagih janjimu, Jen.""Janji yang mana?" "Kau bilang akan mengabulkan apapun permintaanku padamu.""Oh itu," pipi Jennifer bersemu merah. "Kau belum mengiyakan permintaanku." Jennifer balik menagih."Yang mana?""Ed ….""Hahaha, aduh, aduh." Edward memegang perutnya. Karena tertawa membuat jahitan di perut Edward bergerak dan itu menimbulkan rasa nyeri."Ed, kau baik-baik saja?""Aku baik-baik saja, Say