"Sayang, Jenny." Cassandra masuk ke dalam kamarnya Edward di mana Jennifer sedang mendapatkan sentuhan make-up terakhir sebelum mereka turun ke bawah menuju gereja untuk melangsungkan pernikahan."Tante," jawab Jennifer malu-malu."Mulai sekarang, kau harus memanggilku Mommy. Jangan panggil Tante, sebentar lagi kau sudah akan menjadi istri sahnya Edward. Otomatis akan menjadi menantu mommy jadi panggilan Mommy lebih pas daripada memanggilku Tante.""Oke," Jennifer tersipu malu."Mommy ingin lihat," Cassandra memegang dagu Jennifer lalu memeriksa wajahnya. "Wah, dengan di make-up seperti ini, kau tambah cantik. Pasti putraku akan terpesona dengan penampilanmu hari ini." puji Cassandra.Tentu Jennifer dalam hatinya mengiyakan kata-kata Cassandra. Karena hari-hari biasa pun Edward akan memujinya dan tatapan matanya terlihat begitu tulus memujanya."Kau tidak menjawab berarti apa yang Monmy katakan pasti benar, kan?" Jennifer hanya tersenyum mengulum bibirnya."Kau santai saja setelah me
Mata Edward berkaca-kaca, impiannya untuk menikahi Jennifer akhirnya terwujud. Kini Jennifer hanya berjarak beberapa meter darinya. Terlihat anggun dengan rambut pirangnya yang disanggul. Wajahnya tertutup oleh wedding veil yang tembus pandang. Gaun pengantin yang simple tapi terlihat elegan. Sesuai dengan permintaan Edward yang menginginkan bagian dadanya yang tertutup. Namun Edward masih mengizinkan desainer yang merancang baju pengantin dengan model punggung terbuka, mengekspos punggung mulus Jennifer. Gaun itu berekor lumayan panjang dengan taburan kristal Swarovski."Edward, saya serahkan putri kesayangan saya padamu. Bahagiakan hidupnya. Jika kau menyakitinya saya tidak akan tinggal diam. Saya pasti akan membuat perhitungan padamu. Saya tidak akan takut dengan derajat dan uangmu." Robert meletakkan tangan Jennifer di telapak tangan kanannya Edward."Terima kasih atas kepercayaannya, Tuan Watson. Saya berjanji akan menyayangi dan membahagiakan Jennifer untuk seumur hidup saya."
Edward berjalan mengendap-endap membuka pintu kamar hotel yang ditempati oleh Jennifer. Tadi Bastian menyampaikan pesan jika dirinya disuruh oleh Cassandra untuk menemui Jennifer. Tentu Edward sangat senang karena ia tidak sabar untuk berduaan dengan Jennifer. Mommynya sungguh sangat kejam, memisahkannya selama satu minggu ditambah dengan sekarang dipisahkan lagi sebelum pesta resepsi."Jeny sayang," Edward segera memeluk tubuh Jennifer setelah mereka bertemu. "Ed.""Ya, wifey." Edward sengaja memanggil Jennifer dengan kata istri untuk menggodanya."Wow, gaun ini membuatmu lebih cantik." puji Edward sambil mengelus punggung terbukanya Jennifer."Kau juga sangat tampan," bisik Jennifer."Aku sangat merindukanmu, masih ada waktu kan, sebelum pesta resepsi dimulai?"Seketika wajah Jennifer memerah karena paham dengan apa yang diinginkan oleh Edward."Hei, kita telah resmi menikah. Tidak ada salahnya kan kalau kita…." Edward memasukkan tangannya ke dalam gaunnya Jennifer. Entah bagaimana
Edward terkesiap dan Jennifer menjerit, mereka lupa jika pintu kamar hotel tidak dikunci. Karena rasa rindu dan nafsu membuat keduanya lupa jika pintu kamar tidak terkunci."Ed," Jennifer panik, ia memeluk tubuhnya sendiri."Astaga, Mommy," gerutu Edward kesal. Momen penting dalam hidupnya harus gagal karena kedatangan ibu kandungnya. Ia mengira bisa merasakan malam pertama sebelum pesta resepsi dimulai. Tidak menyangka jika akan gagal karena keteledorannya."Sial, harusnya aku tadi mengunci pintu dulu sebelum mulai." umpat Edward lesu."Ed," Jennifer menatapnya dengan wajah yang pucat.Edward tersenyum, "jangan khawatir, Jen, mereka tidak bisa melihatmu. Tubuhmu terhalangi tubuhku. Mereka hanya melihat punggungku." Edward berusaha menenangkan Jennifer yang sedang panik."Tapi …." Tidak usah malu, kita sudah resmi menikah."Maaf, karena kelalaianku, kita hampir saja kepergok sedang …." Edward tahu jika Jennifer sedang menahan malu."Maafkan aku, sayang." Edward mengecup bibir Jennifer
Edward langsung membuka resleting gaunnya Jennifer setibanya di dalam kamar pengantin mereka."Tidak akan ada lagi gangguan. Kita bisa menikmati malam pertama kita dengan tenang, Jen." Edward sangat bersemangat menarik gaun pestanya Jennifer."Ed, sabar.""Aku sudah menunggu momen ini hampir satu tahun lamanya." Napas Edward sudah memburu. Nafsunya sudah berada di ubun-ubun.Jennifer tertawa kecil untuk menutupi kegugupannya."Cup," Edward mengecup bahu terbukanya Jennifer. Ia lalu membalik tubuh Jennifer sehingga mereka berhadapan."Kau sudah siap?" Edward mengangkat dagu Jennifer ke atas sehingga pandangan mereka bertemu.Jennifer hanya mengangguk kecil.Edward langsung mencium bibir Jennifer, keduanya saling memagut. Lidah Edward langsung membelit lidahnya Jennifer. Saling bertukar saliva dan menyesap bibir lawan."Bantu aku, tolong buka pakaianku." Edward menyodorkan lehernya, meminta Jennifer untuk membuka dasinya. "Ini juga."Jennifer melepas Jasnya Edward, lalu beralih ke kanc
"Maaf, Ed," Jennifer merasa bersalah. Malam pertama mereka berakhir tidak mengenakkan."Tapi tadi …." Edward tidak melihat darah keluar dari kewanitaannya Jennifer. Bahkan tadi saat menjilatnya juga tidak menemukan apapun kecuali cairan pelepasannya Jennifer yang berwarna bening."Ya, tadi belum. Tapi sekarang …."Jennifer menyentuh kewanitaannya. Ia mengangkat telapak tangannya lalu memperlihatkannya kepada Edward."Lihat ini, maaf." entah berapa kali Jennifer mengucapkan kata maaf dalam.waktu kurang dari sepuluh menit kebersamaan mereka."Hai, hai, cukup. Kau tidak bersalah.""Tapi ….""Aku yang seharusnya minta maaf, aku tidak mempedulikanmu dan terus fokus untuk memuaskan diriku malam ini." Edward setengah duduk lalu menarik Jennifer dalam pelukannya. Ia menciumi puncak kepala Jennifer dengan sayang."Bolehkah aku ke kamar mandi? Aku ingin membersihkan ….""Ayo aku antar," Edward bangkit dari tidurnya lalu menarik tangan Jennifer."Kenapa kau tersenyum?" Jennifer heran dengan Edwa
Edward terkesiap dengan pertanyaan Jennifer. Otaknya mencoba mencari kenangan tentang dirinya yang pernah make out dengan pramugari.Jennifer menunggu jawaban dari Edward dengan harap-harap cemas. Seharusnya ia tidak bertanya tentang hal konyol ini. Bukankah ia tahu masa lalu Edward yang dipenuhi dengan berbagai macam wanita. Edward tampan dan kaya raya. Kekuasaannya tak terbatas, suaminya itu bisa mendapatkan teman tidur hanya dengan satu kedipan mata."Hei," Edward tersenyum lalu menangkup wajah Jennifer dengan kedua tangannya. "Dengar, Jeny sayang. Jujur aku tidak pernah mengingat wanita yang pernah kukencani karena aku hanya menyalurkan kebutuhan biologisku. Aku tidak pernah pakai hati, bahkan dengan Jessica, gadis yang mengambil keperjakaanku. Aku hanya membutuhkannya karena aku kecanduan. Setelah putus dengan Jessica, aku tidak akan tidur dengan wanita yang sama untuk kedua kalinya. Karena aku bosan dan tidak ingin membuat mereka jatuh cinta. Ketika selesai bercinta, selesai pula
"Dan laki-laki tampan ini hanya mencintai satu wanita." Edward memeluk Jennifer lalu menciumnya balik. Di tengah kerumunan orang yang berada di pusat kota. Mereka berciuman panas seperti di film-film romantis. Edward terbawa suasana, tangannya sudah menelusup masuk ke dalam kaosnya Jennifer. "Ed, jangan," Jennifer mendesah saat Edward mengelus puncak dadanya. Namun ia juga enggan melepaskan pelukan Edward.Nafas Edward memburu, tiba-tiba saja ia bergairah. Padahal posisi mereka berada di keramaian."Jen, aku …." Edward menarik tangannya dari dalam kaosnya Jennifer lalu merapikannya. Hampir saja ia tidak bisa mengendalikan nafsunya.Jennifer tersipu malu setelah melihat ada beberapa orang yang memperhatikan mereka.Edward terkekeh sambil meremas rambutnya. "Sudah lama saya berpisah dengan istri, saya terlalu merindukannya. Maaf semuanya," Edward mengangkat topinya sebagai tanda minta maaf."Andai kau sedang tidak datang bulan. Aku ingin menyewa kamar motel di sana." Bisik Edward samb
Tiga tahun kemudian."Edric, kembalikan bando, Kakak!" pekik Jasmine yang kesal karena Edric mengambil bando warna merah muda miliknya.Edric hanya tersenyum tipis lalu berlari menuruni tangga."Edric, berhenti!" Jasmine mengejar Edric yang sudah naik ke atas sofa.Jennifer hanya menggeleng melihat Jasmine dan Edric dari dapur. Ia sedang memeriksa para pelayan yang sedang menyiapkan makan malam. Sebentar lagi Edward pulang dari kantor dan Jennifer hanya memastikan makanan yang akan disantap oleh anggota keluarganya. Menyiapkan makan malamnya Edward masih menjadi rutinitas kesehariannya Jennifer. Ia tidak ingin Edward hanya menyantap sedikit makanannya karena tidak cocok dengan lidahnya. Edward masih tetap pemilih soal makanan. Dan Jennifer dengan senang hati memperhatikan kebutuhan perut suaminya saat di rumah."Eric, cucumu yang satu itu sangat berbeda." Cassandra dan Eric menatap keempat cucunya dari lantai dua. Mereka akan turun ke bawah menjelang kepulangan Edward dari kantor untuk
Edward merasa ingin meledak karena setelah tujuh bulan berlalu kejantanannya bisa merasakan hangatnya kewanitaan Jennifer. Pijatan lembut yang berasal dari dinding kewanitaannya Jennifer itu membuat Edward melayang."Ed," begitu pula dengan Jennifer. Ia bersorak dalam hatinya karena rasa rindu akan kehangatan sentuhan Edward terlampiaskan sudah. Rasanya nikmat dan raganya seperti melayang."I love you, Jen." Napas Edward mulai memburu. Nafsunya menggelora. Dengan pelan ia menggerakkan pinggulnya ke depan dan belakang. Gerakan lambat yang lamat-lamat menimbulkan sensasi aneh tapi memabukkan. Hampir saja Edward kelepasan dan ingin menghujam kewanitaannya Jennifer dengan keras dan cepat.'Hah, hampir saja. Maafkan Daddy, sons." Edward kembali ke mode awal. Melakukannya dengan halus dan penuh ke hati-hatian. Besarnya cinta kepada istri dan anak-anaknya meampu membuat Edward yang maniak seks bisa mengontrol nafsu yang sering membakar jiwanya."Ed, terus, lebih dalam." rancu Jennifer sambil
Jennifer tengkurap dengan Edward yang berada di atasnya. Tubuh kekar itu menindih tubuh Jennifer. Napas mereka terengah-engah dan tubuh mereka basah dengan keringat. Edward benar-benar merealisasikan ucapannya tadi. Perjalanan panjang dari kota New York tidak menjadikan stamina Edward berkurang. Laki-laki itu seperti tidak mengenal kata lelah. Memasuki kewanitaan Jennifer dari depan dan belakang dalam berbagai gaya."Ed, berat." keluh Jennifer."Hehehe, maaf," Edward mengecup punggung polos Jennifer lalu berguling di sampingnya. Ia menengadah ke atas menatap langit-langit gazebo. Rasa puas membuat wajahnya berseri-seri. Mereka sudah empat tahun menikah. Tapi Edward merasa masih bergelora saat bercinta dengan Jennifer. Tidak merasa bosan dan semakin mencintai wanita itu.Edward teringat dengan ucapan Cassandra. Ibunya mengatakan jika benar-benar mencintai seseorang. Tidak akan membuat kita berpaling, semakin lama semakin besar cintanya untuk seseorang yang dicintainya. Dan Edward meras
"Puaskan aku, Jen." Edward melepas kimono handuknya Jennifer."Aku ….""Kalau begitu, biarkan aku yang akan memuaskanmu." Edward menarik tangannya Jennifer lalu mendorong tubuhnya ke atas ranjang."Jangan membuatku tersiksa dengan menolakku." Edward membuka kancing kemejanya lalu melucuti satu-persatu baju yang menempel di tubuhnya.Jujur saja Jennifer merasa tergoda oleh tubuh polos Edward yang begitu memanjakan matanya. Dada bidang, lengat berotot dan bisepnya yang mempunyai lekukan beberapa ruas. Suami tampannya itu rajin gym dan menjaga pola makannya sehingga seiring bertambahnya umur, Edward semakin memesona."Kau tidak tergoda dengan ini?" Edward sedikit narsis sambil menyentuh otot-otot di perutnya."Atau … kau sudah bosan dengan ini?" Edward yang berdiri menjulang di hadapan Jennifer sengaja menggerak-gerakkan kejantanannya yang sudah tegak mengacung.Jennifer yang berada di atas ranjang, hanya mampu menggigit bibir bawahnya dengan wajah yang sudah memerah. Bohong jika dirinya
Mereka memang sepakat untuk tidak melakukan USG untuk mengetahui jenis gender bayi. Edward dan Jennifer ingin jenis kelamin bayinya menjadi kejutan karena bayi mereka adalah cucu pertama dari keluarga Williams dan Watson. Edward yang merupakan anak tunggal dan kakak laki-laki nya Jennifer yang belum menikah.Suster jaga yang berada di ruangan itu pun menggeleng sambil tersenyum mendengar perdebatan suami istri itu. "Pasti mirip denganmu, Ed." "Oh, ya?" Senyum Edward mengembang. "Ya, karena saat mengandung aku sangat terobsesi padamu." "Benarkah?" Mata Edward berbinar karena tersanjung. "Ya, aku … aduh, Ed, panggil dokter ke mari. Rasanya sakit sekali." Jennifer mencengkram tangan Edward karena rasa sakit yang berlebih itu tiba-tiba datang. "Suster, istri saya." "Sebentar saya periksa dulu, Tuan." Sebelum memeriksa Jennifer, suster itu menghubungi Dokter terlebih dahulu." "Sepertinya sudah siap dan saat ini adalah waktu yang tepat." Suster itu menyiapkan alat-alat bantu melahirk
Jessica tidak menyangka jika hari di mana ia meminta izin mengunjungi Alex akan berakhir seperti ini. Bukan benihnya Alex, tapi benih laki-laki yang tidak dikenalnya. Jessica yang merasa bersalah karena menyebabkan Alex harus mendekam di penjara selama sepuluh tahun. Karena rasa bersalah, ia mencari hiburan dengan minum-minum di klub. Dirinya yang mabuk berat tidak sadar telah dibawa seseorang ke hotel dan berakhir bercinta dengan laki-laki yang tidak dikenal itu. Ia bahkan sudah lupa akan kejadian itu. Tapi kini benih tersebut sudah menjadi nyawa baru di rahimnya.'Bagaimana ini? Aku hamil, bagaimana kalau Alex tahu aku hamil anak laki-laki lain?'***Dua bulan kemudian."Ed," Jennifer sudah muncul di kantornya Edward. Padahal mereka baru saja bepisah selama dua jam."Sayang," Edward hanya bisa menghela napasnya saat Jennifer datang ke kantor hanya menggunakan daster tidur dan sandal rumahan. Tanpa make up dan rambutnya acak-acakan. "Kau tidak menyukai kehadiranku?" mata Jennifer
"Jen, bertahanlah." Edward langsung mengambil pakaian di lemari lalu mengenakannya. Ia lalu membantu Jennifer mengenakan piyama handuk untuk mempercepat waktu.Jantung Edward berdebar saat Jennifer pingsan dalam gendongannya. Ia berteriak saat melihat beberapa orang sedang berdiri di depan lift apartemennya."Minggir, minggir, istriku pingsan dan kami butuh lift secepatnya."Beruntung beberapa orang itu mengerti dengan keadaan gawat yang sedang dialami oleh Edward dan Jennifer."Terima kasih," ucap Edward saat seseorang menekan tombol open untuknya."Sayang, jangan tidur. Bangunlah, Jen." Edward menjejakkan kakinya beberapa kali. Waktu terasa sangat lambat agar lift yang mereka tumpangi sampai ke lantai dasar.Beruntung mobil Edward terparkir persis di depan pintu lift, sehingga ia tidak usah berjalan jauh untuk mencarinya."Sayang, bertahanlah." Edward membaringkan Jennifer di jok belakang mobilnya. Ia tidak menghubungi sopir pribadinya karena akan memakan waktu lebih lama jika menun
"Itu tidak ada hubungannya, kita berdua sudah periksa ke dokter ahli kandungan dan hasilnya kita sehat-sehat saja. Rahimmu bagus, sel telurmu dan spermaku juga normal.""Tapi kenapa aku belum hamil juga." Jennifer menggigit bibirnya.Edward sangat gemas. Ingin ia menjelaskan dengan suara yang lebih lantang tapi takut membuat Jennifer semakin sedih."Anggap saja, Tuhan ingin kita mempunyai banyak waktu untuk bermesraan. Sebelum menikah kau tidak mengizinkanku untuk menyentuhmu. Aku sangat tersiksa selama hampir setahun lamanya. Mungkin ini balasan dari Tuhan agar aku bisa memanjakan nafsuku untuk menyalurkannya padamu, Sayang.""Tapi ….""Mari manfaatkan waktu yang ada agar hubungan kita semakin erat. Setelah kita punya anak nanti, pasti aku tidak bisa menguasaimu sepenuhnya. Kasih sayangmu akan terbagi. Dan pasti mereka berdua menjadi milik anak kita." Edward mencubit puncak dadanya Jennifer yang hanya tertutup oleh selimut."Ed, jangan mulai.""Aku serius, Jen. Aku yakin kau pasti in
"Tunggu, aku panggil, Dokter." Jennifer ingin memencet tombol yang berada di atas ranjangnya Edward."Tidak perlu, Jen. Hanya sedikit sakit.""Tapi aku khawatir lukamu akan memburuk.""Tidak, Sayang. Hanya tersenggol tanganmu dan sedikit nyeri. Itu saja.""Tapi," wajah Jennifer terlihat khawatir."Cium aku.""Apa?""Aku tidak perlu Dokter, cium saja aku untuk meredakan rasa nyeri di perutku."Jennifer tersenyum lalu dengan senang hati melumat bibir Edward dengan sepenuh hati. "Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa dirimu, Ed. Jangan pernah tinggalkan aku." ucap Jennifer tulus."Aku menagih janjimu, Jen.""Janji yang mana?" "Kau bilang akan mengabulkan apapun permintaanku padamu.""Oh itu," pipi Jennifer bersemu merah. "Kau belum mengiyakan permintaanku." Jennifer balik menagih."Yang mana?""Ed ….""Hahaha, aduh, aduh." Edward memegang perutnya. Karena tertawa membuat jahitan di perut Edward bergerak dan itu menimbulkan rasa nyeri."Ed, kau baik-baik saja?""Aku baik-baik saja, Say