"Ed," desah Jenifer ketika rasa hangat lidah Edward menyesap puncak dadanya. Jenifer hanya pasrah ketika Edward bergantian mengulum, melilitkan lidahnya di kedua puncak dadanya secara bergantian. Mata Jenifer terpejam karena mulai merasakan gelenyar nikmat yang bergulung-gulung menghantam pertahanan kewarasannya.Setelah puas bermain-main dengan kedua buah dada favoritnya. Edward lalu menjilat setiap inci kulitnya Jenifer, dimulai dari belahan dadanya Jenifer dan mulai turun ke bawah hingga tali pusat gadis itu. Sambil menggelitik tali pusatnya Jenifer. Edward membuka kaki Jenifer lalu menekuknya sehingga kewanitaannya Jenifer ikut terbuka. Dan Jenifer tahu ke mana arah tujuannya Edward. Jenifer sudah hafal jika kekasihnya itu akan membuatnya menahan napas karena mempermainkan kewanitaannya dengan lidah, bibir dan jarinya."Ed …." Jenifer mulai merintih nikmat. Edward memainkan klirotisnya Jenifer sedangkan lidah dan bibirnya tak henti-hentinya menyesap kedua bibir kewanitaannya Jennif
"Aku ingin kau sembuh, oleh sebab itu aku membawamu ke sini." ucap Alex yang tidak bergeming saat Jessica memukulinya. "Alex, Alex, bajingan! Aku tidak mau, lepaskan aku!" Jessica terus berteriak dan meronta. Semua orang yang berada di klinik Dan jalanan yang mereka lalui melirik karena teriakan keras dari Jessica.Alex menurunkan Jessica setelah sampai di ruang psikolog yang bernama Anne Davis."Nona Davis," Sapa Alex.Tuan Lewis, akhirnya Anda datang. Ini ….""Dia Jessica Hall, teman wanita saya. Dia yang pernah saya ceritakan via telepon.""Apa? Kau menceritakan kehidupanku dengan orang lain? Kurang ajar sekali dirimu, Alex! Kau tidak berhak ikut campur dengan kehidupanku, bajingan!" Jessica mulai emosi dengan memukul dadanya Alex."Nona, Nona Hall tenang, tenanglah Nona. Saya hanya ingin membantu Nona. Anggaplah saya teman Nona. Bagaimana kalau kita ngobrol tentang kehidupan kita." rayu Anne."Kau pikir aku bodoh, hah?! Kau ingin menyelidiki privasiku. Kau ingin mengorek rahasia
"Sayang," Edward memandang Jenifer dengan tatapan memohon."Jangan lama-lama," bisik Jenifer."Aku tidak janji," Edward langsung membuka kancing kemejanya Jennifer lalu membuka pengait bra nya. Seperti biasa, Edward langsung menghisap puncak dadanya Jenifer."Ed, geli." Jennifer menggelinjang dan ingin bangun dari pangkuannya Edward. Namun Edward lebih gesit memeluk punggung Jennifer sehingga gadis itu tidak bisa menghindari lumatan panas mulutnya Edward. Jennifer pun akhirnya pasrah, mendesahkan nama Edward sambil meremas rambut tebalnya.Edward perlahan bangkit dari duduknya lalu mengangkat tubuh Jenifer. Jennifer seperti anak koala yang menempel pada Edward. Sedangkan Edward menenggelamkan wajahnya di belahan dadanya Jenifer. Ranjang king size miliknya menjadi tujuannya Edward. Ia perlahan menurunkan tubuh Jenifer di ranjang lalu menindihnya."Jen, aku menginginkanmu. Aku sangat menginginkanmu saat ini." Edward berusaha membuka resleting celana jeansnya Jennifer."Ed," Jennifer mera
Setelah semalaman tidak bisa tidur pagi-pagi sekali Edward sudah menyambangi kafe milik Jennifer yang berlokasi tepat di depan kantor William Corporation. Edward memutuskan sebelum berangkat kerja, ia ingin melihat Jennifer terlebih dahulu. Dalam semalam saja rindunya sudah tidak dapat dibendung. Edward membayangkan satu minggu ke depan tanpa bisa melihat Jennifer membuatnya sangat frustasi."Selamat pagi," sapa Edward kepada Ema, asisten pribadinya Jennifer."Selamat pagi, Tuan Williams.""Ema, apakah Nona Watson sudah berangkat pagi ini?" "Maaf Tuan, hari ini Nona Watson tidak akan berangkat ke kafe." "Apa?!" mata Edward terbelalak karena terkejut mendengar ucapan Ema yang mengatakan bahwa Jennifer hari ini tidak akan berada di kafe."Kenapa tidak berangkat?""Saya tidak tahu, Tuan. Semalam Nona Watson mengirimkan pesan kepada saya katanya ada hal penting yang harus diurus. Sehingga hari ini Nona Watson tidak akan datang ke kafe dan menyuruh saya untuk menghandle pekerjaan yang ber
"Tian," Samantha mendesah saat dirinya mencapai klimaks. Saat ini Samantha sedang duduk di pangkuan Bastian. Laki-laki muda yang sudah menjadi kekasihnya selama empat bulan itu sulit untuk ditolak kemauannya. Bastian sangat bersemangat. Kejantanannya yang masih menyatu dengan kewanitaannya Samantha terasa dicengkram karena Samantha telah mencapai klimaks."Tian, aku lapar." rengek Samantha."Tunggu sebentar, aku hampir keluar." Bastian menggeram sambil memeluk tubuh polos Samantha ketika dirinya mengeluarkan cairan pelepasannya."S-sam," Bastian sudah tidak tahan lagi. Cairan pelepasannya masuk ke dalam kewanitaannya Samantha.Bastian terkekeh, ia mengecup bibir Samantha lalu mengelus perut buncit wanita itu dengan sayang. "Dia baik-baik saja, kan?""Dia baik," ucap Samantha sambil mengelus perut buncitnya."Tadi aku takut dia terluka ketika aku memelukmu."Samantha terkekeh lalu turun dari pangkuannya Bastian."Kenapa turun?""Kau lupa? Aku sudah lapar dan Bos sudah menunggu kita."
"Edward," Jenifer menggelinjang saat lidah Edward sudah melingkari puncak dadanya. Jujur Jennifer juga sangat merindukan Edward. Ia tidak peduli jika ada orang lain yang mendengar atau memergoki dirinya Dan Edward yang sedang make out.Edward tertawa kecil lalu menjilat bibir bawahnya, bagi Edward. Tubuh Jennifer bagaikan candu. Manis, legit dan menggigit. "Lima hari lagi aku akan merasakannya," Edward menelusupkan jarinya di kewanitaan Jennifer.Jennifer hanya tersipu malu. Kedua pipi chubbynya merona. Warna merah muda yang membuat Edward semakin gemas."K-kau tidak akan menyesal, kan? Jika rasanya di luar ekspektasimu?"Edward menghentikan gerakan tangannya yang sedang mengaduk kewanitaannya Jennifer."Aku mencintaimu, mencintai dirimu. Bukan karena tubuhmu atau rasa kewanitaanmu. Apapun itu, aku akan menyukai dan terus menjaganya karena hatiku telah memilihmu." Edward menarik jarinya."Jika bukan karena cinta. Aku sudah mencari wanita lain di luar sana untuk memuaskan nafsuku. Baga
"Sayang, Jenny." Cassandra masuk ke dalam kamarnya Edward di mana Jennifer sedang mendapatkan sentuhan make-up terakhir sebelum mereka turun ke bawah menuju gereja untuk melangsungkan pernikahan."Tante," jawab Jennifer malu-malu."Mulai sekarang, kau harus memanggilku Mommy. Jangan panggil Tante, sebentar lagi kau sudah akan menjadi istri sahnya Edward. Otomatis akan menjadi menantu mommy jadi panggilan Mommy lebih pas daripada memanggilku Tante.""Oke," Jennifer tersipu malu."Mommy ingin lihat," Cassandra memegang dagu Jennifer lalu memeriksa wajahnya. "Wah, dengan di make-up seperti ini, kau tambah cantik. Pasti putraku akan terpesona dengan penampilanmu hari ini." puji Cassandra.Tentu Jennifer dalam hatinya mengiyakan kata-kata Cassandra. Karena hari-hari biasa pun Edward akan memujinya dan tatapan matanya terlihat begitu tulus memujanya."Kau tidak menjawab berarti apa yang Monmy katakan pasti benar, kan?" Jennifer hanya tersenyum mengulum bibirnya."Kau santai saja setelah me
Mata Edward berkaca-kaca, impiannya untuk menikahi Jennifer akhirnya terwujud. Kini Jennifer hanya berjarak beberapa meter darinya. Terlihat anggun dengan rambut pirangnya yang disanggul. Wajahnya tertutup oleh wedding veil yang tembus pandang. Gaun pengantin yang simple tapi terlihat elegan. Sesuai dengan permintaan Edward yang menginginkan bagian dadanya yang tertutup. Namun Edward masih mengizinkan desainer yang merancang baju pengantin dengan model punggung terbuka, mengekspos punggung mulus Jennifer. Gaun itu berekor lumayan panjang dengan taburan kristal Swarovski."Edward, saya serahkan putri kesayangan saya padamu. Bahagiakan hidupnya. Jika kau menyakitinya saya tidak akan tinggal diam. Saya pasti akan membuat perhitungan padamu. Saya tidak akan takut dengan derajat dan uangmu." Robert meletakkan tangan Jennifer di telapak tangan kanannya Edward."Terima kasih atas kepercayaannya, Tuan Watson. Saya berjanji akan menyayangi dan membahagiakan Jennifer untuk seumur hidup saya."