Setelah semalaman tidak bisa tidur pagi-pagi sekali Edward sudah menyambangi kafe milik Jennifer yang berlokasi tepat di depan kantor William Corporation. Edward memutuskan sebelum berangkat kerja, ia ingin melihat Jennifer terlebih dahulu. Dalam semalam saja rindunya sudah tidak dapat dibendung. Edward membayangkan satu minggu ke depan tanpa bisa melihat Jennifer membuatnya sangat frustasi."Selamat pagi," sapa Edward kepada Ema, asisten pribadinya Jennifer."Selamat pagi, Tuan Williams.""Ema, apakah Nona Watson sudah berangkat pagi ini?" "Maaf Tuan, hari ini Nona Watson tidak akan berangkat ke kafe." "Apa?!" mata Edward terbelalak karena terkejut mendengar ucapan Ema yang mengatakan bahwa Jennifer hari ini tidak akan berada di kafe."Kenapa tidak berangkat?""Saya tidak tahu, Tuan. Semalam Nona Watson mengirimkan pesan kepada saya katanya ada hal penting yang harus diurus. Sehingga hari ini Nona Watson tidak akan datang ke kafe dan menyuruh saya untuk menghandle pekerjaan yang ber
"Tian," Samantha mendesah saat dirinya mencapai klimaks. Saat ini Samantha sedang duduk di pangkuan Bastian. Laki-laki muda yang sudah menjadi kekasihnya selama empat bulan itu sulit untuk ditolak kemauannya. Bastian sangat bersemangat. Kejantanannya yang masih menyatu dengan kewanitaannya Samantha terasa dicengkram karena Samantha telah mencapai klimaks."Tian, aku lapar." rengek Samantha."Tunggu sebentar, aku hampir keluar." Bastian menggeram sambil memeluk tubuh polos Samantha ketika dirinya mengeluarkan cairan pelepasannya."S-sam," Bastian sudah tidak tahan lagi. Cairan pelepasannya masuk ke dalam kewanitaannya Samantha.Bastian terkekeh, ia mengecup bibir Samantha lalu mengelus perut buncit wanita itu dengan sayang. "Dia baik-baik saja, kan?""Dia baik," ucap Samantha sambil mengelus perut buncitnya."Tadi aku takut dia terluka ketika aku memelukmu."Samantha terkekeh lalu turun dari pangkuannya Bastian."Kenapa turun?""Kau lupa? Aku sudah lapar dan Bos sudah menunggu kita."
"Edward," Jenifer menggelinjang saat lidah Edward sudah melingkari puncak dadanya. Jujur Jennifer juga sangat merindukan Edward. Ia tidak peduli jika ada orang lain yang mendengar atau memergoki dirinya Dan Edward yang sedang make out.Edward tertawa kecil lalu menjilat bibir bawahnya, bagi Edward. Tubuh Jennifer bagaikan candu. Manis, legit dan menggigit. "Lima hari lagi aku akan merasakannya," Edward menelusupkan jarinya di kewanitaan Jennifer.Jennifer hanya tersipu malu. Kedua pipi chubbynya merona. Warna merah muda yang membuat Edward semakin gemas."K-kau tidak akan menyesal, kan? Jika rasanya di luar ekspektasimu?"Edward menghentikan gerakan tangannya yang sedang mengaduk kewanitaannya Jennifer."Aku mencintaimu, mencintai dirimu. Bukan karena tubuhmu atau rasa kewanitaanmu. Apapun itu, aku akan menyukai dan terus menjaganya karena hatiku telah memilihmu." Edward menarik jarinya."Jika bukan karena cinta. Aku sudah mencari wanita lain di luar sana untuk memuaskan nafsuku. Baga
"Sayang, Jenny." Cassandra masuk ke dalam kamarnya Edward di mana Jennifer sedang mendapatkan sentuhan make-up terakhir sebelum mereka turun ke bawah menuju gereja untuk melangsungkan pernikahan."Tante," jawab Jennifer malu-malu."Mulai sekarang, kau harus memanggilku Mommy. Jangan panggil Tante, sebentar lagi kau sudah akan menjadi istri sahnya Edward. Otomatis akan menjadi menantu mommy jadi panggilan Mommy lebih pas daripada memanggilku Tante.""Oke," Jennifer tersipu malu."Mommy ingin lihat," Cassandra memegang dagu Jennifer lalu memeriksa wajahnya. "Wah, dengan di make-up seperti ini, kau tambah cantik. Pasti putraku akan terpesona dengan penampilanmu hari ini." puji Cassandra.Tentu Jennifer dalam hatinya mengiyakan kata-kata Cassandra. Karena hari-hari biasa pun Edward akan memujinya dan tatapan matanya terlihat begitu tulus memujanya."Kau tidak menjawab berarti apa yang Monmy katakan pasti benar, kan?" Jennifer hanya tersenyum mengulum bibirnya."Kau santai saja setelah me
Mata Edward berkaca-kaca, impiannya untuk menikahi Jennifer akhirnya terwujud. Kini Jennifer hanya berjarak beberapa meter darinya. Terlihat anggun dengan rambut pirangnya yang disanggul. Wajahnya tertutup oleh wedding veil yang tembus pandang. Gaun pengantin yang simple tapi terlihat elegan. Sesuai dengan permintaan Edward yang menginginkan bagian dadanya yang tertutup. Namun Edward masih mengizinkan desainer yang merancang baju pengantin dengan model punggung terbuka, mengekspos punggung mulus Jennifer. Gaun itu berekor lumayan panjang dengan taburan kristal Swarovski."Edward, saya serahkan putri kesayangan saya padamu. Bahagiakan hidupnya. Jika kau menyakitinya saya tidak akan tinggal diam. Saya pasti akan membuat perhitungan padamu. Saya tidak akan takut dengan derajat dan uangmu." Robert meletakkan tangan Jennifer di telapak tangan kanannya Edward."Terima kasih atas kepercayaannya, Tuan Watson. Saya berjanji akan menyayangi dan membahagiakan Jennifer untuk seumur hidup saya."
Edward berjalan mengendap-endap membuka pintu kamar hotel yang ditempati oleh Jennifer. Tadi Bastian menyampaikan pesan jika dirinya disuruh oleh Cassandra untuk menemui Jennifer. Tentu Edward sangat senang karena ia tidak sabar untuk berduaan dengan Jennifer. Mommynya sungguh sangat kejam, memisahkannya selama satu minggu ditambah dengan sekarang dipisahkan lagi sebelum pesta resepsi."Jeny sayang," Edward segera memeluk tubuh Jennifer setelah mereka bertemu. "Ed.""Ya, wifey." Edward sengaja memanggil Jennifer dengan kata istri untuk menggodanya."Wow, gaun ini membuatmu lebih cantik." puji Edward sambil mengelus punggung terbukanya Jennifer."Kau juga sangat tampan," bisik Jennifer."Aku sangat merindukanmu, masih ada waktu kan, sebelum pesta resepsi dimulai?"Seketika wajah Jennifer memerah karena paham dengan apa yang diinginkan oleh Edward."Hei, kita telah resmi menikah. Tidak ada salahnya kan kalau kita…." Edward memasukkan tangannya ke dalam gaunnya Jennifer. Entah bagaimana
Edward terkesiap dan Jennifer menjerit, mereka lupa jika pintu kamar hotel tidak dikunci. Karena rasa rindu dan nafsu membuat keduanya lupa jika pintu kamar tidak terkunci."Ed," Jennifer panik, ia memeluk tubuhnya sendiri."Astaga, Mommy," gerutu Edward kesal. Momen penting dalam hidupnya harus gagal karena kedatangan ibu kandungnya. Ia mengira bisa merasakan malam pertama sebelum pesta resepsi dimulai. Tidak menyangka jika akan gagal karena keteledorannya."Sial, harusnya aku tadi mengunci pintu dulu sebelum mulai." umpat Edward lesu."Ed," Jennifer menatapnya dengan wajah yang pucat.Edward tersenyum, "jangan khawatir, Jen, mereka tidak bisa melihatmu. Tubuhmu terhalangi tubuhku. Mereka hanya melihat punggungku." Edward berusaha menenangkan Jennifer yang sedang panik."Tapi …." Tidak usah malu, kita sudah resmi menikah."Maaf, karena kelalaianku, kita hampir saja kepergok sedang …." Edward tahu jika Jennifer sedang menahan malu."Maafkan aku, sayang." Edward mengecup bibir Jennifer
Edward langsung membuka resleting gaunnya Jennifer setibanya di dalam kamar pengantin mereka."Tidak akan ada lagi gangguan. Kita bisa menikmati malam pertama kita dengan tenang, Jen." Edward sangat bersemangat menarik gaun pestanya Jennifer."Ed, sabar.""Aku sudah menunggu momen ini hampir satu tahun lamanya." Napas Edward sudah memburu. Nafsunya sudah berada di ubun-ubun.Jennifer tertawa kecil untuk menutupi kegugupannya."Cup," Edward mengecup bahu terbukanya Jennifer. Ia lalu membalik tubuh Jennifer sehingga mereka berhadapan."Kau sudah siap?" Edward mengangkat dagu Jennifer ke atas sehingga pandangan mereka bertemu.Jennifer hanya mengangguk kecil.Edward langsung mencium bibir Jennifer, keduanya saling memagut. Lidah Edward langsung membelit lidahnya Jennifer. Saling bertukar saliva dan menyesap bibir lawan."Bantu aku, tolong buka pakaianku." Edward menyodorkan lehernya, meminta Jennifer untuk membuka dasinya. "Ini juga."Jennifer melepas Jasnya Edward, lalu beralih ke kanc