Jenifer tersenyum dalam tidurnya. Hangat pelukan Edward dan embusan segar napas laki-laki tampan itu kini kembali membersamainya. 'Miss you too, Ed.' batin Jenifer yang langsung bergelung dalam mimpi indahnya. Sedangkan Edward juga tersenyum lega. Jenifer tidak menolak atau mengusirnya. Gadis itu memang berbeda dengan wanita-wanita yang pernah dikencaninya. Tentu ia langsung memeluk tubuh berisi itu dari belakang. Mengeratkan pelukannya yang selalu membuatnya terasa damai, seperti kembali ke rumahnya. Di mana hatinya bisa tenang berlabuh. 'Lucky me.' ***Pagi harinya, Keduanya masih bergelung di bawah selimut. Saling memeluk erat, seakan takut terpisahkan.Manik biru Jenifer berseri saat matanya terbuka, wajah tampan Edward berada tepat di hadapannya. Bahkan napas mereka beradu, membaur menjadi satu. Jari tangannya tidak mampu ia tahan untuk tidak menyentuh rahang tegas dan wajah tampan Edward. Dilanjutkan dengan menyentuh kedua alis tebal, Mata dan hidung mancung CEO muda itu. Jema
"Edward …, emkh …," Jesica merancu nama Edward sambil memejamkan matanya. Dalam khayalannya, wanita cantik berambut pirang itu sedang bercinta dengan Edward. Walaupun saat ini laki-laki yang sedang menindihnya adalah Alex, mantan kekasih dan cinta pertama. Laki-laki yang mengambil kehormatannya di saat usia belia. Karena terlalu mencintai Edward, Jesica berfantasi, memimpikan Edward yang mencumbunya. Memberikan kenikmatan yang sangat ia rindukan. Sentuhan dan kehangatan laki-laki tampan itu, masih membekas sampai sekarang. Mampu menghapus semua jejak masa lalu yang ditinggalkan oleh beberapa laki-laki yang pernah bercinta dengannya. Saat itu Edward masih sangat amatir dan tidak berpengalaman. Namun bagi Jessica, Edward mempunyai daya tarik dan pesona tersendiri. Tampan dan imut, dua perpaduan yang membuatnya jatuh hati hingga sampai detik ini.Tubuh Jesica menggelinjang, lalu menegang. Ketika setelah sekian lama bisa merasakan nikmat. Kewanitaannya kini telah banjir oleh cairan pelep
"Hati-hati, Jen." Edward menggandeng tangan Jenifer sejak turun dari mobil. Ia tidak membiarkan siapa pun untuk menyenggol atau mengenai tubuh maupun gaun pestanya Jenifer. "Ed, jangan berlebihan." bisik Jenifer."Kenapa?" Edward menaikkan alisnya. "Kau adalah tunanganku dan aku akan dengan sangat senang hati memperhatikan dan memanjakanmu." ucap Edward sambil mengelus punggung polos Jenifer.Jenifer merinding, kulitnya meremang mendapat sentuhan telapak tangan Edward yang berulang, bahkan sampai di atas pinggulnya."Ada apa?" Edward memperhatikan raut wajah Jenifer yang terlihat tidak nyaman."Ed, Jeny, ayo bergegaslah. Kita naik dengan lift yang sama!" panggil Casandra yang berusaha menahan pintu besi itu dengan kedua tangannya."Casei, hati-hati. Tanganmu bisa terluka." Eric memperingatkan istrinya yang masih saja bertingkah sama seperti sebelum menikah dulu. Seorang wanita yang sangat pintar adu otot dalam melawan penjahat."Maaf, Mom." Edward buru-buru mengiringi langkah Jenifer
"Tunggu …!"Jenifer berlari sekencangnya, berusaha menjauhi Edward. Air matanya berlinang sangat deras, tidak pernah ia menangis semengenaskan ini. Bahkan saat perceraiannya dengan Anthony atau putusnya hubungan dengan Gustaf. Edward adalah laki-laki pertama yang membuatnya jatuh cinta hingga ia tidak bisa mengukur kedalamannya. Edward pula laki-laki pertama yang mengenalkannya dengan kenikmatan bercinta secara oral maupun make out.Angannya melayang tinggi saat laki-laki itu memujinya dan menatapnya dengan tatapan penuh cinta. Jennifer yakin dengan instingnya jika laki-laki itu tulus mencintainya. Tapi kenapa tadi, Edward mengatakan malu bersamanya? Atau Kah selama ini matanya telah buta karena pesona ketampanannya dan perilaku manisnya yang pura-pura memujanya? Ah sungguh Jenifer tidak bisa berpikir jernih, segalanya terlihat abu-abu dan membingungkan. Harus kepada siapa ia percaya setelah peristiwa ini.Edward berusaha mengejar Jenifer, tapi ponselnya bergetar tiada henti. Ia seger
Jennifer terdiam menatap keluar lewat jendela kamarnya. Gadis itu pulang ke kota Texas setelah menunggu kedatangan Edward selama satu jam di apartemennya. Namun laki-laki yang ditunggunya itu, tidak menampakkan batang hidungnya. Edward juga tidak menghubunginya maupun mengirimkan sebuah pesan padanya. Gadis itu menjadi putus asa. Jennifer memutuskan untuk menenangkan diri dan kembali ke rumah ayahnya di Kota Texas. Saat tiba di Texas pada dini hari, ayahnya kaget dengan kedatangan Jennifer yang tiba-tiba tanpa memberikan kabar. Bahkan kakak laki-lakinya yang bernama Jason, menduga-duga jika sudah terjadi sesuatu dengan adik kesayangannya."Ed, aku rindu," bisik Jenifer. Sejak pergi meninggalkan apartemennya, tak sedetik pun matanya bisa terpejam. Bahkan pikirannya selalu tertuju pada mantan tunangannya itu. Ah, mantan tunangan. Memang benar ia sudah memutuskan pertunangannya dengan Edward. Walaupun laki-laki itu tidak menerima keputusan sepihaknya. Tapi apa bedanya? Bahkan sekarang sa
Edward semakin emosi saat melihat sesuatu yang tidak diharapkan berada di hadapannya. Anthony berada di atas tubuh Jenifer karena saat melintasi gadis itu. Laki-laki itu terpelanting dan menabrak Jenifer. Tanah yang basah membuat Anthony tidak seimbang dalam berjalan.Edward tidak tahan lagi menahan amarah. Dirinya yang tadinya sengaja bersembunyi langsung keluar dan bergegas mendekati mereka berdua."Anthony, apa yang kau lakukan? Cepat bangun dari atas tubuhku." Jennifer berusaha mendorong tubuh Anthony setelah kaget karena dirinya tiba-tiba ditabrak oleh mantan suaminya itu.""I-iya, maaf," Anthony berpura-pura untuk bangun. Padahal ia menikmati momen itu dan ingin merasakan lebih lama kelembutan dada montok Jenifer yang berada di bawahnya."Anthony, cepat bangun!" teriak Jenifer karena merasa tidak nyaman. Ia risih jika bersentuhan dengan laki-laki lain selain Edward. Apalagi mengenang masa lalunya yang buruk bersama Anthony. Jennifer merasa muak."Maaf, Jen. Aku sedang …." Anth
"Hentikan, Jason. Hentikan!" Robert terperangah melihat putra kandungnya sedang memukuli seseorang. Laki-laki setengah baya itu mendorong tubuh Jason hingga terjatuh ke belakang."Apa yang kau lakukan hah?! bentak Robert.Jennifer langsung menghambur menghampiri Edward. "Bagaimana keadaanmu, Ed?" Jennifer menangis sedangkan Edward sudah tidak bisa bergerak. Laki-laki itu sudah sangat lemah dan merasakan sakit di sekujur tubuhnya."Tenang, Sayang. Jangan menangis. Biar Papa akan memanggil ambulans kemari." Robert dengan cekatan merogoh saku celananya lalu menelepon ambulans.Anthony yang sedang duduk di rerumputan, merasa iri ketika Jennifer sangat mengkhawatirkan Edward laki-laki yang telah memukulnya dengan membabi buta."Pa, dia telah menyakiti Jenny itu sebabnya kenapa Jenu pulang ke rumah kita dan bersedih." ucap Jason."Apapun masalahnya, kau tidak berhak untuk main tangan. Semuanya harus kita selesaikan secara baik-baik dan semua keputusan berada di tangan adikmu. Bagaimanapun j
"Aku hanya menagih janjiku, Jes." Alex mengungkung tubuh Jessica, sehingga wanita itu tidak dapat bergerak. "Jika mereka benar-benar berpisah, aku akan memenuhi janjiku." Jessica mencari alasan untuk menolak keinginan Alex malam ini."Jangan mencari alasan. Aku sudah membuktikannya, tapi kau mencari-cari alasan""Aku tidak mau, kau baru saja menyentuh wanita lain." tolak Jessica."Itu karena kau selalu menolakku. Aku laki-laki normal yang punya kebutuhan. Bagaimana denganmu, setelah aku pindah ke luar negri. Berapa banyak laki-laki yang kau tiduri? Bukankah kau akan berganti pacar, satu minggu sekali?""Bukan urusanmu!""Jangan sok suci setelah bertemu dengan laki-laki pujaanmu itu!" hardik Alex."Tidak ada sangkut pautnya dengan Edward!""Kalau laki-laki itu bisa membuatmu berhenti berpetualang dari laki-laki satu ke laki-laki lainnya. Aku juga bisa berbuat yang sama. Aku mencintaimu, terima aku dan aku hanya akan menyentuh satu wanita. Yaitu kamu, cuma kamu, Jes.""Tapi masalahnya,
Tiga tahun kemudian."Edric, kembalikan bando, Kakak!" pekik Jasmine yang kesal karena Edric mengambil bando warna merah muda miliknya.Edric hanya tersenyum tipis lalu berlari menuruni tangga."Edric, berhenti!" Jasmine mengejar Edric yang sudah naik ke atas sofa.Jennifer hanya menggeleng melihat Jasmine dan Edric dari dapur. Ia sedang memeriksa para pelayan yang sedang menyiapkan makan malam. Sebentar lagi Edward pulang dari kantor dan Jennifer hanya memastikan makanan yang akan disantap oleh anggota keluarganya. Menyiapkan makan malamnya Edward masih menjadi rutinitas kesehariannya Jennifer. Ia tidak ingin Edward hanya menyantap sedikit makanannya karena tidak cocok dengan lidahnya. Edward masih tetap pemilih soal makanan. Dan Jennifer dengan senang hati memperhatikan kebutuhan perut suaminya saat di rumah."Eric, cucumu yang satu itu sangat berbeda." Cassandra dan Eric menatap keempat cucunya dari lantai dua. Mereka akan turun ke bawah menjelang kepulangan Edward dari kantor untuk
Edward merasa ingin meledak karena setelah tujuh bulan berlalu kejantanannya bisa merasakan hangatnya kewanitaan Jennifer. Pijatan lembut yang berasal dari dinding kewanitaannya Jennifer itu membuat Edward melayang."Ed," begitu pula dengan Jennifer. Ia bersorak dalam hatinya karena rasa rindu akan kehangatan sentuhan Edward terlampiaskan sudah. Rasanya nikmat dan raganya seperti melayang."I love you, Jen." Napas Edward mulai memburu. Nafsunya menggelora. Dengan pelan ia menggerakkan pinggulnya ke depan dan belakang. Gerakan lambat yang lamat-lamat menimbulkan sensasi aneh tapi memabukkan. Hampir saja Edward kelepasan dan ingin menghujam kewanitaannya Jennifer dengan keras dan cepat.'Hah, hampir saja. Maafkan Daddy, sons." Edward kembali ke mode awal. Melakukannya dengan halus dan penuh ke hati-hatian. Besarnya cinta kepada istri dan anak-anaknya meampu membuat Edward yang maniak seks bisa mengontrol nafsu yang sering membakar jiwanya."Ed, terus, lebih dalam." rancu Jennifer sambil
Jennifer tengkurap dengan Edward yang berada di atasnya. Tubuh kekar itu menindih tubuh Jennifer. Napas mereka terengah-engah dan tubuh mereka basah dengan keringat. Edward benar-benar merealisasikan ucapannya tadi. Perjalanan panjang dari kota New York tidak menjadikan stamina Edward berkurang. Laki-laki itu seperti tidak mengenal kata lelah. Memasuki kewanitaan Jennifer dari depan dan belakang dalam berbagai gaya."Ed, berat." keluh Jennifer."Hehehe, maaf," Edward mengecup punggung polos Jennifer lalu berguling di sampingnya. Ia menengadah ke atas menatap langit-langit gazebo. Rasa puas membuat wajahnya berseri-seri. Mereka sudah empat tahun menikah. Tapi Edward merasa masih bergelora saat bercinta dengan Jennifer. Tidak merasa bosan dan semakin mencintai wanita itu.Edward teringat dengan ucapan Cassandra. Ibunya mengatakan jika benar-benar mencintai seseorang. Tidak akan membuat kita berpaling, semakin lama semakin besar cintanya untuk seseorang yang dicintainya. Dan Edward meras
"Puaskan aku, Jen." Edward melepas kimono handuknya Jennifer."Aku ….""Kalau begitu, biarkan aku yang akan memuaskanmu." Edward menarik tangannya Jennifer lalu mendorong tubuhnya ke atas ranjang."Jangan membuatku tersiksa dengan menolakku." Edward membuka kancing kemejanya lalu melucuti satu-persatu baju yang menempel di tubuhnya.Jujur saja Jennifer merasa tergoda oleh tubuh polos Edward yang begitu memanjakan matanya. Dada bidang, lengat berotot dan bisepnya yang mempunyai lekukan beberapa ruas. Suami tampannya itu rajin gym dan menjaga pola makannya sehingga seiring bertambahnya umur, Edward semakin memesona."Kau tidak tergoda dengan ini?" Edward sedikit narsis sambil menyentuh otot-otot di perutnya."Atau … kau sudah bosan dengan ini?" Edward yang berdiri menjulang di hadapan Jennifer sengaja menggerak-gerakkan kejantanannya yang sudah tegak mengacung.Jennifer yang berada di atas ranjang, hanya mampu menggigit bibir bawahnya dengan wajah yang sudah memerah. Bohong jika dirinya
Mereka memang sepakat untuk tidak melakukan USG untuk mengetahui jenis gender bayi. Edward dan Jennifer ingin jenis kelamin bayinya menjadi kejutan karena bayi mereka adalah cucu pertama dari keluarga Williams dan Watson. Edward yang merupakan anak tunggal dan kakak laki-laki nya Jennifer yang belum menikah.Suster jaga yang berada di ruangan itu pun menggeleng sambil tersenyum mendengar perdebatan suami istri itu. "Pasti mirip denganmu, Ed." "Oh, ya?" Senyum Edward mengembang. "Ya, karena saat mengandung aku sangat terobsesi padamu." "Benarkah?" Mata Edward berbinar karena tersanjung. "Ya, aku … aduh, Ed, panggil dokter ke mari. Rasanya sakit sekali." Jennifer mencengkram tangan Edward karena rasa sakit yang berlebih itu tiba-tiba datang. "Suster, istri saya." "Sebentar saya periksa dulu, Tuan." Sebelum memeriksa Jennifer, suster itu menghubungi Dokter terlebih dahulu." "Sepertinya sudah siap dan saat ini adalah waktu yang tepat." Suster itu menyiapkan alat-alat bantu melahirk
Jessica tidak menyangka jika hari di mana ia meminta izin mengunjungi Alex akan berakhir seperti ini. Bukan benihnya Alex, tapi benih laki-laki yang tidak dikenalnya. Jessica yang merasa bersalah karena menyebabkan Alex harus mendekam di penjara selama sepuluh tahun. Karena rasa bersalah, ia mencari hiburan dengan minum-minum di klub. Dirinya yang mabuk berat tidak sadar telah dibawa seseorang ke hotel dan berakhir bercinta dengan laki-laki yang tidak dikenal itu. Ia bahkan sudah lupa akan kejadian itu. Tapi kini benih tersebut sudah menjadi nyawa baru di rahimnya.'Bagaimana ini? Aku hamil, bagaimana kalau Alex tahu aku hamil anak laki-laki lain?'***Dua bulan kemudian."Ed," Jennifer sudah muncul di kantornya Edward. Padahal mereka baru saja bepisah selama dua jam."Sayang," Edward hanya bisa menghela napasnya saat Jennifer datang ke kantor hanya menggunakan daster tidur dan sandal rumahan. Tanpa make up dan rambutnya acak-acakan. "Kau tidak menyukai kehadiranku?" mata Jennifer
"Jen, bertahanlah." Edward langsung mengambil pakaian di lemari lalu mengenakannya. Ia lalu membantu Jennifer mengenakan piyama handuk untuk mempercepat waktu.Jantung Edward berdebar saat Jennifer pingsan dalam gendongannya. Ia berteriak saat melihat beberapa orang sedang berdiri di depan lift apartemennya."Minggir, minggir, istriku pingsan dan kami butuh lift secepatnya."Beruntung beberapa orang itu mengerti dengan keadaan gawat yang sedang dialami oleh Edward dan Jennifer."Terima kasih," ucap Edward saat seseorang menekan tombol open untuknya."Sayang, jangan tidur. Bangunlah, Jen." Edward menjejakkan kakinya beberapa kali. Waktu terasa sangat lambat agar lift yang mereka tumpangi sampai ke lantai dasar.Beruntung mobil Edward terparkir persis di depan pintu lift, sehingga ia tidak usah berjalan jauh untuk mencarinya."Sayang, bertahanlah." Edward membaringkan Jennifer di jok belakang mobilnya. Ia tidak menghubungi sopir pribadinya karena akan memakan waktu lebih lama jika menun
"Itu tidak ada hubungannya, kita berdua sudah periksa ke dokter ahli kandungan dan hasilnya kita sehat-sehat saja. Rahimmu bagus, sel telurmu dan spermaku juga normal.""Tapi kenapa aku belum hamil juga." Jennifer menggigit bibirnya.Edward sangat gemas. Ingin ia menjelaskan dengan suara yang lebih lantang tapi takut membuat Jennifer semakin sedih."Anggap saja, Tuhan ingin kita mempunyai banyak waktu untuk bermesraan. Sebelum menikah kau tidak mengizinkanku untuk menyentuhmu. Aku sangat tersiksa selama hampir setahun lamanya. Mungkin ini balasan dari Tuhan agar aku bisa memanjakan nafsuku untuk menyalurkannya padamu, Sayang.""Tapi ….""Mari manfaatkan waktu yang ada agar hubungan kita semakin erat. Setelah kita punya anak nanti, pasti aku tidak bisa menguasaimu sepenuhnya. Kasih sayangmu akan terbagi. Dan pasti mereka berdua menjadi milik anak kita." Edward mencubit puncak dadanya Jennifer yang hanya tertutup oleh selimut."Ed, jangan mulai.""Aku serius, Jen. Aku yakin kau pasti in
"Tunggu, aku panggil, Dokter." Jennifer ingin memencet tombol yang berada di atas ranjangnya Edward."Tidak perlu, Jen. Hanya sedikit sakit.""Tapi aku khawatir lukamu akan memburuk.""Tidak, Sayang. Hanya tersenggol tanganmu dan sedikit nyeri. Itu saja.""Tapi," wajah Jennifer terlihat khawatir."Cium aku.""Apa?""Aku tidak perlu Dokter, cium saja aku untuk meredakan rasa nyeri di perutku."Jennifer tersenyum lalu dengan senang hati melumat bibir Edward dengan sepenuh hati. "Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa dirimu, Ed. Jangan pernah tinggalkan aku." ucap Jennifer tulus."Aku menagih janjimu, Jen.""Janji yang mana?" "Kau bilang akan mengabulkan apapun permintaanku padamu.""Oh itu," pipi Jennifer bersemu merah. "Kau belum mengiyakan permintaanku." Jennifer balik menagih."Yang mana?""Ed ….""Hahaha, aduh, aduh." Edward memegang perutnya. Karena tertawa membuat jahitan di perut Edward bergerak dan itu menimbulkan rasa nyeri."Ed, kau baik-baik saja?""Aku baik-baik saja, Say