Edward menyesap bibir Jenifer dengan lama. Rasa rindu yang menggunung membuatnya tidak peduli jika saat ini mereka berada di ruang rawat rumah sakit. Suara cecapan dari kedua bibir manusia itu memenuhi ruangan VVIP di rumah sakit Kensington Los Angeles.
"Ehm … permisi, Bos." Toni merasa canggung melihat bos dan kekasihnya sudah perang bibir dalam melebur rindu mereka.
Jenifer mendorong dada Edward ketika mendengar suara Toni yang menginterupsi mereka. Tautan bibir mereka terlepas sehingga Edward merasakan kehilangan. Suara desahan kecewa, keluar dari mulutnya, seiring dengan tatapan tajam kepada orang kepercayaannya itu.
'Sorry, Bos,' kata-kata tanpa suara itu membentuk di bibir Toni sebelum keluar dari ruang rawat bosnya. Tidak lupa senyuman jahil mengembang di bibir
21+ ! Selesai mengunci pintu, Jenifer, berjalan malu-malu, mendekati Edward yang berbaring di atas brankar dalam keadaan polos tanpa sehelai benang pun. "Jen," panggil Edward tidak sabar. Jenifer mengangguk sambil tersipu malu. Pipinya memerah, detak jantungnya berlarian ke sana ke Mari, karena sebentar lagi, ia akan berusaha memuaskan hasrat kekasih tampannya. "Cari posisi yang nyaman, Jen." Edward mengarahkan. "Oke," Jenifer menurut seperti seorang murid yang tunduk dengan perintah gurunya. "Sebaiknya ikat dulu rambutmu, Jen." Edward tidak ingin saat ia merasakan kenikmatan nant
"Em … Ed," panggil Jennifer yang melepaskan kejantanannya Edward dari mulutnya. "Mereka akan menunggu lama." "Biarkan saja, Jen. Aku belum keluar, please …, aku sangat tersiksa." pinta Edward yang sangat tersiksa karena belum klimaks. "Baiklah," Jenifer membuka mulutnya lalu kembali mengulum kejantanannya Edward. Ia berusaha sebisa mungkin untuk membuat kekasihnya, secepatnya mencapai puncak. Lidahnya ia liukkan menyusuri kejantananya Edward dan bibirnya tidak henti-hentinya menyesap dan melepasnya seperti menikmati sebuah lolipop. "Jen, God …," Jantung Edward berdebar kencang. Darahnya berdesir hebat dan kulitnya meremang. "Jen … nifer." Nikmat itu telah mencapai kepalanya. Edward menembakkan pelepasannya tepat di mulut kekasihnya.
21 +"Akhirnya …." Edward merentangkan tangannya yang Kaku saat tiba di apartemennya. Dengan susah payah, ia mengusir Mommynya. Laki-laki itu tidak mau diganggu oleh ibu kandungnya. Ia tidak leluasa untuk bermesraan dengan Jenifer, jika wanita itu berada di apartemennya.Apartemennya Edward masih sama, rapi, terawat dan bersih. Jenifer adakah sosok wanita yang rajin. Walaupun gadis itu bertubuh bongsor dan kelebihan berat badan untuk standar wanita seksi di negara maju seperti Amerika. Namun, tidak menghalangi aktivitas kekasihnya itu dalam mengerjakan kegiatan apa pun, termasuk membersihkan rumah."Ed, mandi dulu." Jenifer keluar dari dapur setelah meletakkan pakaian kotor milik Edward. Padahal tadi, Kekasihnya itu menyuruhnya untuk memanggil tukang laundry agar Jenifer tidak usah kerepotan. Mengurus pakaian-pakaian kotor miliknya. Namun, wanita bertubuh gempal itu menolak ide dari Edward. Alasanya simple, ia malu karena handuk dan pakaian Edward terdapat bekas-bekas cairan pelepasan
Jenifer menggigit bibir bawahnya, setiap sentuhan Edward membuatnya terhanyut lalu melambungkan angannya terbang ke atas yang berakhir dengan kepuasan yang diraihnya. Laki-laki itu sangat pandai memanjakannya. Bahkan tahu, titik-titik sensitif tubuhnya yang gampang membuatnya cepat terangsang."Aw … Jenifer terhenyak ketika Edward mengangkatnya dan mendudukkannya kembali ke atas mesin cuci. Kedua kakinya langsung dibuka lebar oleh laki-laki itu. Jenifer langsung menengadahkan kepalanya saat Edward sudah meniup kewanitaannya. Napas hangat Edward menerpa permukaan kulit kewanitaannya yang membuat Jenifer terkikik karena geli. Sesaat kemudian lidah basah kekasihnya sudah menempel dan menyesap cairan miliknya yang masih tersisa.Setelah itu, Edward mulai menusukkan lidahnya ke dalam kewanitaannya Jenifer. Tonjolan klirotisnya ia tarik-tarik dan mengusapnya pelan."Edward …," Jenifer mengerang saat Edward membenamkan wajahnya lebih dalam dan menghisap kewanitaan Jenifer dengan kuat. Gadis
"Ish … jahat." cebik Jenifer.Edward membelai pipi dan rambut Jenifer dengan sayang. Mereka duduk di lantai saling berhadapan. Tatapan penuh cinta terpancar dari sepasang mata mereka. Keduanya terhanyut dalam pesona masing-masing."Jangan memandangiku seperti itu," Jenifer mengerutkan bibirnya.Edward tertawa kecil lalu melumat bibir Jenifer dengan lembut. Tubuh Jenifer ditarik dalam pelukannya, kedua tubuh polos mereka saling menempel dan tentu saja dada mòntok Jenifer tertekan oleh dada Edward."Ed …," Jenifer terengah dan mencoba mendorong tubuh Edward."Maaf, rasanya, aku tidak pernah puas untuk bermanja denganmu." Edward merapikan rambut pirang Jenifer yang sebagian menutupi wajahnya. Dan begitu pun sebaliknya, Jenifer sebenarnya sangat memuja Laki-laki tampan di depannya itu. Laki-laki yang hangat memberikan kepuasan dan kenyamanan. Laki-laki pertama yang begitu memujanya. Laki-laki yang selalu memperhatikannya, dan laki-laki yang sangat posesif. Padahal fisiknya mempunyai banyak
"Pak, jangan salahkan Bastian. Saya juga ikut andil dalam hal ini. Bastian, sebenarnya banyak menolong saya. Saya sedang hamil dan suami saya entah pergi ke mana bersama selingkuhannya. M-mungkin karena hormon kehamilan, saya sangat menginginkan disentuh laki-laki. S-saya yang menggoda Bastian, memintanya untuk menyentuh tubuh saya. Jadi jika Anda ingin memberikan sanksi, hukumlah Saya, Pak. Bastian sama sekali tidak bersalah dalam hal ini. Percayalah …." ucap Samantha penuh dengan penyesalan.Edward membuang napasnya kasar. Samantha adalah bekas sekretaris daddynya, wanita itu sangat cekatan dan dapat diandalkan dalam bekerja. Dia juga sangat loyal kepada perusahaan. Mendedikasikan penuh, seluruh perhatian dan tenaganya untuk membantu Edward di saat awal, ia menggantikan posisi daddynya sebagai CEO Williams Corporation. Namun, ia menyadari, Samantha berubah murung setelah satu bulan umur pernikahannya. Suatu hari, Edward memergoki sekretarisnya itu sedang menangis di ujung koridor
"Biar aku yang menemui orang itu." Edward mengambil kaos dan branya Jenifer lalu menyerahkannya kepada gadis itu. Jenifer yang bersembunyi di bawah meja bartender, mengangguk lalu mulai memakai bra dan kaosnya. "Sial, mengganggu saja." umpat Edward kesal, sebelum menemui tamu sang misterius."Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya Edward kepada laki-laki setengah baya yang sedang berdiri di depan pintu. Laki-laki itu mirip dengan … "Saya ingin bertemu dengan pemilik kafe ini." Laki-laki itu menatap Edward lekat dari ujung rambut hingga kaki, membuat laki-laki tampan itu merasa tidak nyaman. Pandangan laki-laki setengah baya itu terasa tajam, seakan menguliti Edward. Jenifer yang baru saja selesai memakai pakaiannya terlonjak kaget. Hatinya berdebar-debar tidak karuan. Suara laki-laki itu sangat dikenalnya. Suara yang ia rindukan. Terakhir bertemu pada Natal, tahun lalu dan terakhir melakukan video call, tiga hari yang lalu. "Papa," gumam Jenifer lirih. Seketika pikirannya kosong,
Jennifer ketakutan ketika mendengar ayahnya akan menginap di apartemen, ia segera mengirimkan pesan kepada Edward.[ Ed, bagaimana ini? Papa, ingin menginap di apartemen barang-barangmu dan semuanya yang berhubungan denganmu pasti akan membuat apa curiga. ] Edward yang masih berbincang dengan Robert, segera mengambil ponselnya, lalu membuka pop chat dari Jenifer. Seketika alisnya mengernyit."Permisi, Tuan. Ada beberapa hal yang ingin saya diskusikan dengan asisten saya. Terkait dengan bisnis." izin Edward."Silakan, bisnis sangat penting bagi seorang laki-laki." Robert berlalu mencari keberadaan Jenifer.Edward segera keluar dari kafe lalu menghubungi nomor ponselnya Toni. "Ton, kirimkan orangmu ke kafenya Jenifer dengan segera. Ada tugas darurat untuknya." Edward yang tanggap dengan situasi, langsung menghubungi Toni yang masih berada di Los Angeles, menggantikan dirinya di kantor cabang barunya. Biasanya, segala masalah penting, Toni lah yang akan menyelesaikannya untuk Edward. Sep