Jennifer ketakutan ketika mendengar ayahnya akan menginap di apartemen, ia segera mengirimkan pesan kepada Edward.[ Ed, bagaimana ini? Papa, ingin menginap di apartemen barang-barangmu dan semuanya yang berhubungan denganmu pasti akan membuat apa curiga. ] Edward yang masih berbincang dengan Robert, segera mengambil ponselnya, lalu membuka pop chat dari Jenifer. Seketika alisnya mengernyit."Permisi, Tuan. Ada beberapa hal yang ingin saya diskusikan dengan asisten saya. Terkait dengan bisnis." izin Edward."Silakan, bisnis sangat penting bagi seorang laki-laki." Robert berlalu mencari keberadaan Jenifer.Edward segera keluar dari kafe lalu menghubungi nomor ponselnya Toni. "Ton, kirimkan orangmu ke kafenya Jenifer dengan segera. Ada tugas darurat untuknya." Edward yang tanggap dengan situasi, langsung menghubungi Toni yang masih berada di Los Angeles, menggantikan dirinya di kantor cabang barunya. Biasanya, segala masalah penting, Toni lah yang akan menyelesaikannya untuk Edward. Sep
"Ehm …! deheman Robert membuat Jennifer dan Edward terkesiap. Mereka kaget, tidak disangka jika Robert, sudah berada di hadapan mereka. Keduanya sangat kikuk karena kepergok sedang berciuman mesra ketika ditinggal Robert ke toilet."Papa.""Tuan Watson."Panggil keduanya hampir bersamaan."Sepertinya sudah larut malam. Bagaimana kalau kita segera pulang sekarang?" tanya Robert."Baik, saya rasa juga begitu Tuan Watson." jawab Edward. Setelah Edward membayar Bill makan mereka di restoran. Ia mengantar Robert dan Jennifer ke apartemennya. Keheningan pun terjadi di dalam mobil. Sepanjang perjalanan menuju apartemennya, baik Jennifer maupun Edward sangat canggung karena kejadian tadi. Sedangkan Robert hanya diam karena sedang memikirkan hubungan mereka. Laki-laki itu tidak menyangka bahwa putrinya dan laki-laki yang belum menjadi suaminya bisa seintim itu. "Sudah sampai, kami turun di sini saja." ucap Jenifer."Baiklah," jawab Edward. "Selamat malam, Tuan Watson.""Selamat malam, Willia
"Uhuk." Jennifer hampir saja tersedak mendengar pertanyaan dari papanya."Papa, kami ….""Papa, hanya ingin tahu, Sayang. Itu saja, kehidupan pribadimu, Papa sebenarnya tidak berhak untuk ikut campur.""Tidak, tidak, tidak apa-apa jika Papa ingin bertanya. Yang, Papa harus tahu. Kami belum melakukan hal yang melanggar batas," dusta Jennifer. Ya …, mereka memang belum melakukan penyatuan, tetapi mereka sering melakukan make out."Maksudmu?""Maksudku, Edward memang sering menginap di sini. Tapi percayalah Papa, kami belum melanggar batas peraturan antara laki-laki dan wanita sebelum menikah. "Oh," Robert tersenyum. "Baiklah, Sayang. Mari kita segera menghabiskan sarapan ini.""Iya, Papa. Selamat makan." "Selamat makan, Sayang."***Setelah sarapan selesai, Robert dan Jennifer segera turun ke bawah karena Edward sudah menunggu mereka di depan lobby apartemen."Selamat pagi, Tuan Watson." sapa Edward. "Pagi juga, Edward." jawab Robert."Pagi, Sayang." Edward langsung memeluk Jennifer s
"Tuan, saya ….""Baiklah, aku tidak akan bertanya lebih lanjut. Hanya satu pesanku, kalau sampai kau mempermainkan hidup putriku. Aku tidak akan melepaskanmu. Walaupun statusmu lebih tinggi dan lebih kaya, aku tidak takut. Aku akan membuat perhitungan denganmu. Ingat itu!""Jangan khawatir, Tuan. Jennifer adalah hidup saya, mana mungkin saya akan menyakitinya. Saya sangat mencintainya, melebihi dari apapun." ucap Edward tulus."Baiklah, aku tidak ingin mendengar janji-janjimu. Buktikan saja di masa yang akan datang. Aku pamit pergi dulu, jaga putriku baik-baik.""Baik, Tuan. Sampai jumpa, secepatnya saya akan bertamu ke rumah Anda di Texas."Robert dari kejauhan melambaikan tangan kepada Jennifer lalu memasuki kereta yang sudah terbuka pintunya."Papa, bicara apa padamu? Kenapa dia memanggilmu, sepertinya terlihat sangat serius." tanya Jenifer setelah Edward menghampirinya. "Tidak ada, Sayang. Hanya obrolan kecil antara sesama laki-laki." dusta Edward. "Baiklah, kalau kau tidak ingin
"Sial, mengundangku untuk wawancara tapi tidak memberiku fasilitas menunjang. Dasar mau untung banyak, menyisihkan laba sedikit untuk biaya transportasi saja tidak mau." umpat Jessica setelah keluar dari kereta api cepat. Jesica baru saja dibooking untuk mengisi sebuah acara peluncuran produk make up suatu merk terbaru di salah satu stasiun televisi swasta. Sialnya, manajernya ceroboh, tidak teliti dalam membaca kontrak kesepakatan kerja. Sehingga transportasi dan pengeluaran lain harus ditanggung pribadi oleh Jessica. Manajernya yang gagal membooking tiket pesawat karena semua maskapai penerbangan telah penuh. Memilih pulang menggunakan kereta api cepat agar bisa segera pulang ke New York. Besok adalah hari ulang tahun Edward. Entah mengapa, ia merasa harus ada di kota ini walaupun kesempatan untuk bisa menemuinya sangatlah kecil. Setelah laki-laki tampan itu mendeklarasikan hubungannya dengan seorang wanita bertubuh gemuk.Panggilan dari Alex, beberapa kali sudah mengusik ketenagan
"Hei, Jen." Edward menarik tangan Jenifer yang baru keluar dari mobilnya. Gadis itu masih marah karena peristiwa tadi. Dilihat oleh seseorang dalam keadaan yang tidak mengenakan rasanya ingin menghilang dari muka bumi ini."Ed, lepaskan tanganku. Sudah waktunya untuk bekerja." saat ini mereka berada di depan kantor Williams Corporation dan kafe miliknya Jenifer."Aku tahu, tapi aku tidak ingin kita berpisah seperti ini. Kau dalam keadaan marah." ucap Edward memelas."Aku tidak marah, aku hanya ingin sendiri.""Ayolah, Sayang."Suara ponselnya Edward berdering, sehingga menghentikan percakapan mereka."Halo, nanti saja setelah saya tiba di kantor." jawab Edward singkat." Edward berbicara sambil menggenggam tangan Jenifer dan tidak mau melepaskannya."Nanti malam, kita tidur di apartemen masing-masing." ucapan Jennifer singkat itu membuat Edward terbuka mulutnya karena kaget dan kecewa."Jen, itu …?" Ponsel Edward kembali berdering. Sedangkan Jennifer sudah berhasil melepaskan tanganny
Jenifer tersenyum dalam tidurnya. Hangat pelukan Edward dan embusan segar napas laki-laki tampan itu kini kembali membersamainya. 'Miss you too, Ed.' batin Jenifer yang langsung bergelung dalam mimpi indahnya. Sedangkan Edward juga tersenyum lega. Jenifer tidak menolak atau mengusirnya. Gadis itu memang berbeda dengan wanita-wanita yang pernah dikencaninya. Tentu ia langsung memeluk tubuh berisi itu dari belakang. Mengeratkan pelukannya yang selalu membuatnya terasa damai, seperti kembali ke rumahnya. Di mana hatinya bisa tenang berlabuh. 'Lucky me.' ***Pagi harinya, Keduanya masih bergelung di bawah selimut. Saling memeluk erat, seakan takut terpisahkan.Manik biru Jenifer berseri saat matanya terbuka, wajah tampan Edward berada tepat di hadapannya. Bahkan napas mereka beradu, membaur menjadi satu. Jari tangannya tidak mampu ia tahan untuk tidak menyentuh rahang tegas dan wajah tampan Edward. Dilanjutkan dengan menyentuh kedua alis tebal, Mata dan hidung mancung CEO muda itu. Jema
"Edward …, emkh …," Jesica merancu nama Edward sambil memejamkan matanya. Dalam khayalannya, wanita cantik berambut pirang itu sedang bercinta dengan Edward. Walaupun saat ini laki-laki yang sedang menindihnya adalah Alex, mantan kekasih dan cinta pertama. Laki-laki yang mengambil kehormatannya di saat usia belia. Karena terlalu mencintai Edward, Jesica berfantasi, memimpikan Edward yang mencumbunya. Memberikan kenikmatan yang sangat ia rindukan. Sentuhan dan kehangatan laki-laki tampan itu, masih membekas sampai sekarang. Mampu menghapus semua jejak masa lalu yang ditinggalkan oleh beberapa laki-laki yang pernah bercinta dengannya. Saat itu Edward masih sangat amatir dan tidak berpengalaman. Namun bagi Jessica, Edward mempunyai daya tarik dan pesona tersendiri. Tampan dan imut, dua perpaduan yang membuatnya jatuh hati hingga sampai detik ini.Tubuh Jesica menggelinjang, lalu menegang. Ketika setelah sekian lama bisa merasakan nikmat. Kewanitaannya kini telah banjir oleh cairan pelep