"Ish … jahat." cebik Jenifer.Edward membelai pipi dan rambut Jenifer dengan sayang. Mereka duduk di lantai saling berhadapan. Tatapan penuh cinta terpancar dari sepasang mata mereka. Keduanya terhanyut dalam pesona masing-masing."Jangan memandangiku seperti itu," Jenifer mengerutkan bibirnya.Edward tertawa kecil lalu melumat bibir Jenifer dengan lembut. Tubuh Jenifer ditarik dalam pelukannya, kedua tubuh polos mereka saling menempel dan tentu saja dada mòntok Jenifer tertekan oleh dada Edward."Ed …," Jenifer terengah dan mencoba mendorong tubuh Edward."Maaf, rasanya, aku tidak pernah puas untuk bermanja denganmu." Edward merapikan rambut pirang Jenifer yang sebagian menutupi wajahnya. Dan begitu pun sebaliknya, Jenifer sebenarnya sangat memuja Laki-laki tampan di depannya itu. Laki-laki yang hangat memberikan kepuasan dan kenyamanan. Laki-laki pertama yang begitu memujanya. Laki-laki yang selalu memperhatikannya, dan laki-laki yang sangat posesif. Padahal fisiknya mempunyai banyak
"Pak, jangan salahkan Bastian. Saya juga ikut andil dalam hal ini. Bastian, sebenarnya banyak menolong saya. Saya sedang hamil dan suami saya entah pergi ke mana bersama selingkuhannya. M-mungkin karena hormon kehamilan, saya sangat menginginkan disentuh laki-laki. S-saya yang menggoda Bastian, memintanya untuk menyentuh tubuh saya. Jadi jika Anda ingin memberikan sanksi, hukumlah Saya, Pak. Bastian sama sekali tidak bersalah dalam hal ini. Percayalah …." ucap Samantha penuh dengan penyesalan.Edward membuang napasnya kasar. Samantha adalah bekas sekretaris daddynya, wanita itu sangat cekatan dan dapat diandalkan dalam bekerja. Dia juga sangat loyal kepada perusahaan. Mendedikasikan penuh, seluruh perhatian dan tenaganya untuk membantu Edward di saat awal, ia menggantikan posisi daddynya sebagai CEO Williams Corporation. Namun, ia menyadari, Samantha berubah murung setelah satu bulan umur pernikahannya. Suatu hari, Edward memergoki sekretarisnya itu sedang menangis di ujung koridor
"Biar aku yang menemui orang itu." Edward mengambil kaos dan branya Jenifer lalu menyerahkannya kepada gadis itu. Jenifer yang bersembunyi di bawah meja bartender, mengangguk lalu mulai memakai bra dan kaosnya. "Sial, mengganggu saja." umpat Edward kesal, sebelum menemui tamu sang misterius."Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya Edward kepada laki-laki setengah baya yang sedang berdiri di depan pintu. Laki-laki itu mirip dengan … "Saya ingin bertemu dengan pemilik kafe ini." Laki-laki itu menatap Edward lekat dari ujung rambut hingga kaki, membuat laki-laki tampan itu merasa tidak nyaman. Pandangan laki-laki setengah baya itu terasa tajam, seakan menguliti Edward. Jenifer yang baru saja selesai memakai pakaiannya terlonjak kaget. Hatinya berdebar-debar tidak karuan. Suara laki-laki itu sangat dikenalnya. Suara yang ia rindukan. Terakhir bertemu pada Natal, tahun lalu dan terakhir melakukan video call, tiga hari yang lalu. "Papa," gumam Jenifer lirih. Seketika pikirannya kosong,
Jennifer ketakutan ketika mendengar ayahnya akan menginap di apartemen, ia segera mengirimkan pesan kepada Edward.[ Ed, bagaimana ini? Papa, ingin menginap di apartemen barang-barangmu dan semuanya yang berhubungan denganmu pasti akan membuat apa curiga. ] Edward yang masih berbincang dengan Robert, segera mengambil ponselnya, lalu membuka pop chat dari Jenifer. Seketika alisnya mengernyit."Permisi, Tuan. Ada beberapa hal yang ingin saya diskusikan dengan asisten saya. Terkait dengan bisnis." izin Edward."Silakan, bisnis sangat penting bagi seorang laki-laki." Robert berlalu mencari keberadaan Jenifer.Edward segera keluar dari kafe lalu menghubungi nomor ponselnya Toni. "Ton, kirimkan orangmu ke kafenya Jenifer dengan segera. Ada tugas darurat untuknya." Edward yang tanggap dengan situasi, langsung menghubungi Toni yang masih berada di Los Angeles, menggantikan dirinya di kantor cabang barunya. Biasanya, segala masalah penting, Toni lah yang akan menyelesaikannya untuk Edward. Sep
"Ehm …! deheman Robert membuat Jennifer dan Edward terkesiap. Mereka kaget, tidak disangka jika Robert, sudah berada di hadapan mereka. Keduanya sangat kikuk karena kepergok sedang berciuman mesra ketika ditinggal Robert ke toilet."Papa.""Tuan Watson."Panggil keduanya hampir bersamaan."Sepertinya sudah larut malam. Bagaimana kalau kita segera pulang sekarang?" tanya Robert."Baik, saya rasa juga begitu Tuan Watson." jawab Edward. Setelah Edward membayar Bill makan mereka di restoran. Ia mengantar Robert dan Jennifer ke apartemennya. Keheningan pun terjadi di dalam mobil. Sepanjang perjalanan menuju apartemennya, baik Jennifer maupun Edward sangat canggung karena kejadian tadi. Sedangkan Robert hanya diam karena sedang memikirkan hubungan mereka. Laki-laki itu tidak menyangka bahwa putrinya dan laki-laki yang belum menjadi suaminya bisa seintim itu. "Sudah sampai, kami turun di sini saja." ucap Jenifer."Baiklah," jawab Edward. "Selamat malam, Tuan Watson.""Selamat malam, Willia
"Uhuk." Jennifer hampir saja tersedak mendengar pertanyaan dari papanya."Papa, kami ….""Papa, hanya ingin tahu, Sayang. Itu saja, kehidupan pribadimu, Papa sebenarnya tidak berhak untuk ikut campur.""Tidak, tidak, tidak apa-apa jika Papa ingin bertanya. Yang, Papa harus tahu. Kami belum melakukan hal yang melanggar batas," dusta Jennifer. Ya …, mereka memang belum melakukan penyatuan, tetapi mereka sering melakukan make out."Maksudmu?""Maksudku, Edward memang sering menginap di sini. Tapi percayalah Papa, kami belum melanggar batas peraturan antara laki-laki dan wanita sebelum menikah. "Oh," Robert tersenyum. "Baiklah, Sayang. Mari kita segera menghabiskan sarapan ini.""Iya, Papa. Selamat makan." "Selamat makan, Sayang."***Setelah sarapan selesai, Robert dan Jennifer segera turun ke bawah karena Edward sudah menunggu mereka di depan lobby apartemen."Selamat pagi, Tuan Watson." sapa Edward. "Pagi juga, Edward." jawab Robert."Pagi, Sayang." Edward langsung memeluk Jennifer s
"Tuan, saya ….""Baiklah, aku tidak akan bertanya lebih lanjut. Hanya satu pesanku, kalau sampai kau mempermainkan hidup putriku. Aku tidak akan melepaskanmu. Walaupun statusmu lebih tinggi dan lebih kaya, aku tidak takut. Aku akan membuat perhitungan denganmu. Ingat itu!""Jangan khawatir, Tuan. Jennifer adalah hidup saya, mana mungkin saya akan menyakitinya. Saya sangat mencintainya, melebihi dari apapun." ucap Edward tulus."Baiklah, aku tidak ingin mendengar janji-janjimu. Buktikan saja di masa yang akan datang. Aku pamit pergi dulu, jaga putriku baik-baik.""Baik, Tuan. Sampai jumpa, secepatnya saya akan bertamu ke rumah Anda di Texas."Robert dari kejauhan melambaikan tangan kepada Jennifer lalu memasuki kereta yang sudah terbuka pintunya."Papa, bicara apa padamu? Kenapa dia memanggilmu, sepertinya terlihat sangat serius." tanya Jenifer setelah Edward menghampirinya. "Tidak ada, Sayang. Hanya obrolan kecil antara sesama laki-laki." dusta Edward. "Baiklah, kalau kau tidak ingin
"Sial, mengundangku untuk wawancara tapi tidak memberiku fasilitas menunjang. Dasar mau untung banyak, menyisihkan laba sedikit untuk biaya transportasi saja tidak mau." umpat Jessica setelah keluar dari kereta api cepat. Jesica baru saja dibooking untuk mengisi sebuah acara peluncuran produk make up suatu merk terbaru di salah satu stasiun televisi swasta. Sialnya, manajernya ceroboh, tidak teliti dalam membaca kontrak kesepakatan kerja. Sehingga transportasi dan pengeluaran lain harus ditanggung pribadi oleh Jessica. Manajernya yang gagal membooking tiket pesawat karena semua maskapai penerbangan telah penuh. Memilih pulang menggunakan kereta api cepat agar bisa segera pulang ke New York. Besok adalah hari ulang tahun Edward. Entah mengapa, ia merasa harus ada di kota ini walaupun kesempatan untuk bisa menemuinya sangatlah kecil. Setelah laki-laki tampan itu mendeklarasikan hubungannya dengan seorang wanita bertubuh gemuk.Panggilan dari Alex, beberapa kali sudah mengusik ketenagan