Braaakkk....
Pintu rolling door kios bercat biru itu terpaksa menganga ringsek tak berbentuk lagi ketika sebuah sedan Honda Jazz merah keluaran terbaru menerabas kencang dan menghantamnya tanpa aba-aba. Hingga setengah badan sedan itu pun nyelonong masuk tanpa permisi dan memporakporandakan sebagian besar isi kios yang berupa bahan-bahan kebutuhan pokok rumah tangga.
Suara benturan yang cukup kencang di pagi buta ini spontan membuat suami istri pemilik kios yang tinggal di lantai dua berhamburan turun dan terperanjat hebat saat melihat pemandangan yang menyesakkan dada mereka.
Tak hanya pemilik kios, orang-orang yang kebetulan berada dan berlalu lalang di jalan raya depan kios itu serentak bergegas menghampiri tempat kejadian perkara. Bola-bola mata mereka bereaksi sama. Terperangah dan terkejut mendapati keadaan kios itu hancur berantakan bagai terhempas badai Tsunami.
Sementara mesin sedan penghantam itu terdengar masih meraung-raung disertai kepulan asap di bagian muka. Hingga mengalihkan perhatian orang-orang pada dua sosok manusia di dalamnya yang tampak terkulai bersandar di punggung kursi karena terdesak oleh airbag yang menggelembung dan menghimpit tubuh keduanya.
“Heh, keluar!”
“Buka pintunya. Hoi!”
Wanita si pemilik kios menggedor-gedor pintu bagian kemudi. Sementara sang suami melakukan hal yang sama di lain sisi. Yang berada disitu pun ikut membantu pasangan suami istri itu mengetuk-ngetuk kaca mobil dan berusaha membuka paksa kedua pintunya.
Berbagai guratan ekspresi tercetak di raut mereka saat melihat kedua manusia di dalam mobil menggeliat berusaha menegakkan kepala. Ada yang menggeram kesal karena sulitnya pintu mobil itu dibuka. Ada yang menunjukkan keprihatinan melihat rusaknya bangunan kios sederhana itu. Dan juga ada yang panik karena takut kalau-kalau dampak buruk lainnya akan menyusul setelah ini.
Demi mendengar suara dengungan dan ketukan riuh di balik pintu mobil, kesadaran Cinta yang ikut terserak akibat hantaman keras mulai terkumpul perlahan. Walaupun dengan pandangan yang masih kabur dan serasa ada bintang-bintang berputar-putar di dalam kepalanya, namun seketika itu juga Cinta dapat menangkap ada sesuatu yang tak beres terjadi padanya, pada mobilnya, terutama pada kios yang terpampang di depan matanya.
“Aaa ... aa ... ada ... apa ... ini?” Cinta menggeliat, menoleh kiri kanan perlahan.
Sakit dan linu yang menjalar di sekujur tubuhnya seolah menyatu dengan rasa heran dan bingung yang melanda benaknya.
Sementara di sebelah kirinya, Sabrina bergerak pelan dan bersusah payah menyibak gelembung airbag yang menekan leher dan dadanya.
“Auuhhh ... pusing ....” Hanya itu lirihan yang terdengar dari bibir Sabrina. Lalu ikut mengedarkan bola matanya pada keadaan di luar yang sudah riuh rendah oleh teriakan, pekikan panik disertai ketukan kencang dan berulang pada kaca mobil.
Sejurus kemudian, tangan Cinta berhasil meraih tombol otomatis di sisi pintu dan menekannya dengan susah payah karena terhalang oleh airbag yang masih ketat menekan tubuhnya. Terdengarlah bunyi flip kunci terbuka, lalu lemah dia mendorong pintu itu dan segera meloloskan diri keluar dari dalam mobil yang sudah mencekung pada bagian muka.
Begitupun yang di lakukan Sabrina di sisi satunya. Dia berhasil mengeluarkan tubuh gempalnya dari dalam mobil lalu terduduk di lantai dengan keadaan lemah dan bola mata lunglai menatap mobil milik Cinta yang tampak memilukan di hadapannya.
“Mabuk ni orang ....”
“Iya, abis dugem kayaknya ....”
“Waaah, mabuk kok nyetir. Bahaya ini.”
“Aduhh ... gimana ini dagangan Owe?”
“Hamsyong dah, Hamsyong! Owe rugi bandar kalo macam begini.”
“Ehh, kayaknya pernah liat cewek yang ini.”
“Kayaknya artis deh.”
Segala ujaran dan perkataan yang memekakan telinga Cinta mendengung bagai lebah dari orang-orang yang kini telah mengerumuninya tanpa ada satupun yang menolongnya ataupun Sabrina.
“Panggil ambulance, buruan!”
“Jangan, orangnya gak kenapa-kenapa kok!”
“Iya, malah kasian nih yang punya toko. Ancur begini.”
“Polisi ... calling Polisi aja, biar ditangkep dua pemabuk ini!”
“Iya bawa aja ke kantor polisi!”
Dan diamini oleh semua warga yang berada di sana. Kacau!
Kesadaran Cinta yang belum sepenuhnya pulih kembali terusik oleh hangover yang masih mencengkram dirinya. Hingga kelopak matanya pun terasa sangat berat, bahkan kembali enggan terbelalak lebar. Sayup-sayup suara penghakiman itu masih terdengar kemudian perlahan menghilang.
Dan pada akhirnya, dia biarkan tubuh lemahnya bersandar pada tepi mobil lalu perlahan merosot turun menyamping, lalu tergelepar di lantai, tepat di samping roda depan mobilnya.
*****
“Cinta!”
Sekali lagi pekikan kencang menyerukan namanya. Rasa kesal, geram dan emosi jiwa terdengar di nadanya. Namun yang pasti tak terdengar nada iba saat suara laki-laki yang penuh wibawa itu membahana di ruangan bernuansa coklat dan kuning gading itu.
Si pemilik nama membuka kelopak matanya. Dan menangkap sosok pria bertubuh tinggi besar dengan misai tipis melintang di atas bibir yang tengah menekuk ketat, berdiri kaku di samping tubuhnya. Disertai bola mata yang nyaris meloncat keluar dan kedua telapak tangan yang mengepal kencang. Mungkin gelas kaca pun bisa pecah jika berada di dalam genggaman Pak Abraham saat ini.
“Papa?” Cinta berusaha menegakkan tubuhnya dan melempar pandangan ke sekeliling ruangan.
Dimana dia berada sekarang?
Kenapa banyak sekali orang yang tak dikenalnya kini menatap geram padanya?
Dan kenapa ada pria berseragam polisi diantara mereka?
“Hah? Polisi?”
Cinta membelalak panik saat bola matanya yang berkabut menangkap jelas para petugas kepolisian berdiri di hadapannya. Ada juga beberapa yang duduk di balik meja. Tapi mata mereka terarah tajam pada dirinya.
Tak perlu dia tanyakan lagi. Kini dia berada di kantor polisi.
Sekali lagi. Dia harus berurusan dengan bapak-bapak polisi.
“Owe gak mau tau, pokoknya owe minta ganti rugi. Kalo gak, terpaksa owe jeblosin anak bapak ini ke penjara,” cerocos pria setengah baya dengan logat Tionghoa yang cukup tebal. Tak ketinggalan telunjuknya menunjuk kasar pada Cinta yang hanya terpaku gamang di bangku kayu.
“Iya, Pak. Saya akan ganti semua kerugian bapak. Silahkan dihitung semuanya,” ucap Pak Abraham berusaha menenangkan pria itu, walaupun sedikit terbata-bata.
“Nah, gimana, Pak? Berarti damai ya? Jadi gak perlu bikin laporan. Silahkan diselesaikan dengan jalan kekeluargaan. Itu lebih baik.” Kali ini seorang petugas kepolisian yang duduk di belakang meja lengkap dengan satu unit PC di hadapannya membuka suara.
“Iya. Damai ... damai. Owe juga nggak mau perpanjang urusan. Yang penting secepatnya Owe bisa dagang lagi. Owe rugi banyak ini hari. Mana hari libur lagi. Biasanya toko Owe rame pas hari libur begini. Owe minta kartu namanya Bapak ini. Setelah Owe hitung kerugian nanti Owe kasih kabar. Pokoknya Owe minta langsung di tranfer secepatnya.” Pria berlogat Tionghoa itu masih saja menggerutu panjang lebar. Menumpahkan rasa kesal ketika otaknya mengkalkulasi berapa rupiah kerugian yang dia alami akibat perbuatan Cinta dini hari tadi.
“Baik, Pak. Ini kartu nama saya. Kabari saja. Pasti saya tranfer untuk ganti ruginya, berapapun,” tegas Pak Abraham seraya menyerahkan selembar kartu nama ke tangan si pria ‘Kalkulator’ itu. Lalu melingkarkan lengannya pada bahu pria Tionghoa itu dan membimbingnya untuk mengikutinya menjauh beberapa meter dari tempat semula.
Tampak keduanya terlibat dalam perbincangan yang cukup serius, namun lebih di dominasi oleh Pak Abraham. Dan hanya sekian menit saja, pria Tionghoa itu pun mengangguk-angguk di sertai senyuman lebar dan tepukan di bahu Pak Abraham.
“Tenang saja, Pak. Owe pastikan berita ini cukup sampai di tempat ini. Kalo ada yang tanya-tanya Owe akan bilang pelakunya orang lain.” Pria itu melisankan janjinya sebelum akhirnya menjauh dan keluar dari kantor polisi itu.
“Cinta, kamu ini benar-benar keterlaluan!”
Cinta yang sudah berhasil sepenuhnya mengumpulkan nyawa dan mengusir sisa-sisa hangovernya, tertunduk dalam diam begitu telunjuk besar itu mengarah tepat di jidatnya. Untung cuma jari telunjuk, bagaimana jika pistol milik pak polisi yang dipinjam untuk mencolek jidat mulus itu?
Pak Abraham, bersusah payah menahan emosi ketika di dini hari tadi dia menerima telepon dari pihak berwajib yang mengatakan bahwa putrinya berada di kantor polisi dalam keadaan tak sadarkan diri dan menabrak sebuah bangunan kios hingga hancur lebur, bahkan nyaris di hakimi massa.
Beruntung tak ada korban jiwa. Hanya korban perasaan saja dari si empunya kios beserta kerugian materil yang segera dihitung nilainya.
“Sorry, Pa. Nggak sengaja.” Hanya itu jawaban Cinta dengan suaranya yang masih lemah.
“Nggak sengaja? Sebulan lalu kamu juga bilang ‘nggak sengaja’ waktu nabrak gerobak nasi goreng. Dan sebelumnya lagi kamu juga bilang ‘nggak sengaja’ waktu nabrak warung rokok. Dan papa terpaksa keluarin duit juta-jutaan untuk ganti kerugian. Sekarang papa mesti ganti rugi berapa lagi karena ulah bebal kamu ini, Cintaaaa!” kembali telunjuk besar itu mendorong jidat Cinta yang tak bersalah. Hanya isi kepalanya saja yang selalu memberi ide untuk bikin ulah.
“Ya, nanti biar Cinta yang ganti kerugian dia, Pa. Papa nggak usah pusing, deh. Cinta juga punya duit. Paling cuma berapa juta sih yang mesti dibayar,” sergah Cinta nyantai serasa di pantai.
Melihat sikap putri semata wayangnya yang seolah minta dibantai, membuat Pak Abraham makin melotot geram pada gadis yang baru saja genap berusia dua puluh lima tahun itu.
“Ooo, jadi mentang-mentang kamu punya duit, kelakuan kamu jadi seenak udel begini ya! Kamu pikir cuma dengan uang semua urusan beres begitu saja, dan besok-besok kamu ulangi lagi kelakukan bodohmu ini?!”
“Untung Engkoh tadi mau berdamai, kalo tidak gimana? Kamu bisa masuk penjara, Cinta. Pake otakmu untuk berpikir! Kamu ini sudah dewasa, hentikan kebiasaan burukmu ini, dugem sampe pagi dan mabuk-mabukkan kayak orang gila. Papa malu, Cinta!”
Sepertinya ucapan Pak Abraham yang panjang kali lebar kali tinggi itu sama sekali tak tersangkut di otak Cinta yang masih terasa berdenyut kembang kempis di dalam kepala.
Gadis cantik dengan wajah kusut seperti baju yang belum disetrika itu hanya mendengkus sebal seraya membuang pandangan ke arah lain. Dan mengerlingkan sebelah matanya ketika mendapati seorang polisi tampan tengah menatap mupeng padanya. Dan polisi itu pun mengulum senyum.
“Aura Cinta Anastasia!”
Begitu nama lengkapnya disebut, Cinta menoleh lekas dan terbelalak cemas seolah dia melihat lampu kuning menyala di jidat sang papa. Tanda dia harus waspada dan bersiaga menerima hukuman dari pria yang tengah mengepalkan tangan di hadapannya.
Kunci mulutmu Cinta, cukup mengangguk saja jika kamu masih sayang nyawamu. Ingat, kamu bukan kucing yang punya tiga belas nyawa. Kamu seorang fotomodel dan artis superstar (bukan endorse merk wafer ya...) yang cuma punya satu nyawa.
Apa kamu mau, cuma gara-gara nabrak ‘lagi’ kamu gak bisa menikmati dunia gemerlap keartisan lagi, dimana kamu kini sedang berada di puncak kesuksesan dan menyandang popularitas sebagai artis sinetron dan bintang iklan dengan pendapatan setara CEO pabrik batu bata?
Oh No.... Papa sudah pasti sanggup melakukan itu. Mematikan karir keartisanku dan menyeretku ke kantornya untuk bekerja di belakang meja. Tidaaaakkk!
Ya, kalo begitu aku cukup menutup mulut dan telinga saja, apapun kata-kata papa terpaksa aku terima. Anggap saja kalimat-kalimat pedas papa hanya sekedar mampir dan ngopi-ngopi cantik di dalam telinga.
“Kamu juga, Sobri ... “ Kali ini telunjuk besar itu gantian mentoyor jidat sobat karib sekaligus Manajer Cinta yang bergenre jantina (jantan-betina) yang terduduk lemas sambil menyelonjorkan kaki di atas bangku, tepat di sebelah Cinta.
“Sabrina, Om,” ralatnya lekas seraya memutar bola matanya, malas.
“Sabrina dari Hongkong?!”
“Sabrina kan dari Portugal, Om. Purwokerto-Tegal.”
“SOBRI!”
“Eh Iya, Om. Siap 86!” seketika Sobri alias Sabrina Reselovina merubah suaranya yang semula gemulai manja menjadi suara pria yang sesungguhnya. Nge-Bass membahana. Dan menegakkan tubuhnya seperti seorang tentara yang siap menerima perintah.
“Kamu sebagai manajer dan asisten pribadi Cinta seharusnya melarang Cinta dugem gak jelas, apalagi sampe minum minuman keras begini. Kok kamu malah ikut-ikutan mabuk. Ingat, Sob. Reputasi dan karir Cinta bisa hancur jika wartawan entertainment mencium kasus ini. Dan kamu salah satu penyebabnya karena gak becus menghandle artis kamu sendiri.”
Eh iya, bener juga sih apa kata pria setengah baya yang masih terlihat tampan di usianya itu. Apalagi kalau berita tentang kebiasaan buruk Cinta itu sampai ke telinga para penduduk medsos. Dan para netijen yang paling benar dengan segala kenyinyirannya itu mereview kehidupan artis Aura Cinta Anastasia seolah-olah mereka itu adalah malaikat pencatat amal buruk si artis yang tengah naik daun itu.
Jika itu terjadi, bisa dipastikan karir Cinta perlahan akan meredup dan lambat laun akan ditinggalkan para Cinta Cintata - nama fanclub Aura Cinta Anastasia. Hingga yang paling membahayakan, para produser tak lagi memperpanjang kontrak stripping sinetronnya. Dan pemilik produk tak sudi lagi memakai jasa endorsement-nya.
No.... Bisa miskin gue. Dan gue gak mau balik lagi jadi tukang rias penganten di kampung dan kapster salon. Secara jari jemari yang menggemaskan ini sudah terbiasa pegang wajah artis-artis jetset macam Aura Cinta Anastasia, Krisdayantina, Yunie Sarap, Ra’iso Andriana dan Isyana Saras008.
Sabrina Reselovina jelas mengaku salah. Dia berpikir tak ada cara lain, dia harus meluruskan kembali kebiasaan menyimpang artisnya agar tak ada masalah yang lebih buruk lagi di lain hari. Karena bagaimanapun juga dirinya tak ingin mengorbankan profesinya sebagai manajer artis yang sudah dia jalani selama lima tahun ini.
“Sabrina minta maaf, Om. Sabrina janji kejadian ini nggak akan terulang lagi.” Akhirnya Sabrina mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya disisi kepala dan mengucapkan janjinya pada Pak Abraham yang tengah menatap nyalang padanya.
“Sumpah?” Pria tegas itu seperti tak percaya dan mencari keseriusan pada raut wajah Sabrina.
“Sumpah Pemuda, Om. Sumpah Palapa eike juga mau.”
“Oke, kalo ini terjadi lagi, saya pastikan Cinta stop dari dunia entertainment. Dan kamu akan saya pulangkan pada kedua orang tua kamu di Portugal sana.”
“Di cerei kali ah, weiceh.... “ gumam Sabrina yang seharusnya ditujukan pada dirinya, namun Pak Abraham mendengar dan kembali menarik kedua sudut bibirnya, geram.
Tak ingin berlama-lama di kantor pelayanan masyarakat kepolisian Resort Jakarta Barat ini, Pak Abraham bergegas keluar dari ruangan setelah memerintahkan Cinta dan Sabrina untuk pulang bersamanya dan meminta Sabrina mengurus mobil Cinta yang ringsek agar secepatnya di klaim ke pihak asuransi.
Lima tahun berkecimpung di dunia entertaiment dan bergelut akrab dengan dunia keartisan, membuat Cinta merasa menemukan jati diri dan habitat yang dia cari selama ini. Di industri hiburan inilah dia memiliki gairah hidup yang membuatnya menjadi pribadi yang penuh percaya diri. Selain mendapatkan pundi-pundi materi yang fantastis, tentunya.Menjadi selebritas terkenal, bahkan beberapa kali namanya masuk di jajaran nominasi penghargaan untuk para bintang pelakon peran, tentu saja membuat dirinya pantas berbangga. Walaupun itu diraihnya dengan cara yang tidak mudah. Kerasnya perjuangan untuk mencapai prestasi tersebut harus dilaluinya terlebih dulu, melewati proses yang berundak-undak dan penuh liku. Kucuran keringat dan air mata sudah menjadi teman sejati kala meniti karirnya di awal lalu.Berbagai penolakan dan bully-an kerap dia alami. Namun beruntung dia memiliki karakter yang tangguh dan tahan banting di segala
Sigap, Pram mengitari muka mobil lalu segera membukakan pintu untuk gadis yang masih memejamkan mata disertai dengkuran halus dari bibirnya yang setengah menganga.Pram tak kuasa menahan senyum gelinya ketika melihat satu sudut bibir Cinta basah oleh air bening yang menetes dari sana.“Ternyata artis terkenal tidurnya ngiler juga,” gumamnya seraya menggelengkan kepala.Sejenak Pram ragu untuk membangunkan gadis itu karena tampak keletihan yang luar biasa tergambar di wajah cantiknya. Namun perintah Cinta yang terngiang-ngiang di telinganya sebelum berangkat tadi untuk segera membangunkannya begitu sampai di lokasi syuting, membuat Pram merasa harus segera membuat gadis itu terjaga.“Bu... Bu ... udah sampe,” panggilnya pelan. Namun yang di panggil sama sekali belum bereaksi.“Bu ...”Tetap saja Cinta tak juga membuka matany
Tampaknya Pram tak berminat sedikitpun untuk memacu langkahnya lebih cepat lagi, bahkan dia membiarkan dirinya tertinggal beberapa meter di belakang gadis itu. Dari tempatnya sejauh itu saja ocehan dan deretan kalimat Cinta masih tertangkap oleh rungunya dengan jelas, apalagi dari jarak yang lebih dekat. Bisa-bisa meleleh daun telinga Pram karena kata-kata pedas Cinta yang tertuju untuknya.Hari pertama Pram melaksanakan tugasnya justru meninggalkan kesan menyebalkan bagi Cinta. Tapi menurut Pram, dia sama sekali tak melakukan sesuatu yang salah.Dia berpikir memang nasib sial saja yang menghadiahkannya majikan seangkuh Aura Cinta Anastasia.Hanya karena Pram pergi ke sebuah warung makan yang jaraknya seratus meter dari tempat lokasi syuting untuk sekedar mengisi lambungnya, membuat amarah Cinta meledak hebat.Gadis itu geram karena Pram pergi tanpa minta ijin dulu padanya. Bagaimana Pram punya kesem
Lelah, itu yang menyerang sekujur tubuh Pram setelah nyaris dua belas jam mengawal kegiatan nona mudanya. Namun sebenarnya bukan hanya lelah fisik yang dia rasakan. Tapi juga lelah bathin dan telinga.Medan juang Pram kali ini sangat berbeda. Sewaktu bekerja menjadi tenaga pengamanan di hotel Swastika, hanya lelah fisik yang dia rasakan. Dan obatnya hanya dengan makan dan tidur beberapa jam, sembuh.Namun tugasnya yang sekarang, benar-benar menuntutnya untuk memiliki mental baja dan menebalkan dinding telinga. Bayangkan saja, bagaimana dirinya harus bersabar mendengarkan segala ocehan Cinta yang kelewat batas. Bahkan hanya karena satu kesalahan kecil, Cinta sanggup merapalkan kata-kata tak menyenangkan sepanjang perjalanan pulang. Sejujurnya itu sangat menyebalkan dan mengganggu konsentrasinya menyetir kendaraan.Ini baru hari pertama, bagaimana hari-hari selanjutnya?Sejujurnya, dia menganggap tugas
Menurut Pramudya, hidup yang enak itu sebenarnya hidup yang pas-pasan. Pas laper pas di depan Warteg. Pas cape pas sampe kamar. Pas kangen eh pas di telepon pacar.Seperti yang dia alami sekarang. Setelah segar dia rasakan selepas membersihkan diri, dan melaksanakan ibadah malam yang nyaris terlewat, saatnya dia merebahkan tubuhnya ke pembaringan. Tapi sepertinya sang pacar punya kemampuan telepati, tiba-tiba saja Yayang Hani menghubungi.Semringahnya Pram saat melihat id caller bernama “Hani Bunny Ciki Bunny” yang bergambar wajah seorang gadis cantik berambut sebahu memanggilnya lewat aplikasi hijau jutaan umat berinisial WhatsApp.“Assalammualaikum, Hani Bunny,” sapanya lembut setelah dia geser tanda menerima panggilan di layar gawainya.“Waalaikumsalam, Mas Pram. Mas baru pulang?” sambut suara Hani dari seberang. Terdengar riang namun sedikit sendu. Mun
Setelah nyaris satu jam membelah jalan raya di tengah atmosfere malam, Pram mengarahkan kemudi Range Rover putih itu memasuki basement gedung apartement berlogo FX Sudirman. Jarum panjang di arloji Pram tepat berada di angka sepuluh sewaktu Pram meliriknya.Duduk di kursi penumpang, ada Cinta dan sang manajer, Sabrina, yang sibuk dengan ponsel mereka masing-masing. Sesekali suara cekikian terdengar dari bibir Sabrina kala mengirimkan pesan untuk Cinta. Di selingi suara decakan sebal dari bibir Cinta saat membalas pesan Sabrina.Kadang kelakuan absurb mereka sangat menggelikan. Masih dalam ruang yang sama, bahkan bahu mereka juga bersentuhan, tapi mereka saling membalas ujaran di ruang chat aplikasi.Biasanya, jika ada dua orang yang merahasiakan obrolan, kemungkinan sedang menggibahi satu orang lain yang tengah bersama mereka. Kemungkinan itu memang benar. Sang artis dan manajernya sedang menggibahi sang driver yang kini
Kata Cinta, papanya sedang menyiksanya melalui Pram yang dipekerjakan sebagai pengawal dan driver pribadinya. Tampaknya itu benar. Lihatlah bagaimana Cinta di jam dua pagi ini masih gagal juga memejamkan kelopak mata. Rasa kantuk sama sekali belum menghampiri dirinya. Padahal tubuhnya itu sudah meronta minta diistirahatkan karena nyaris seharian kemarin dia menjalani padatnya agenda aktifitas keartisannya.Di mulai pagi hari, dia sudah hinggap di lokasi syuting untuk satu acara bersama seorang youtuber ternama, Acca Halilincar. Di siang harinya harus menjalani syuting sinetron strippingnya. Dan di sore hari mengunjungi sebuah pusat perbelanjaan untuk menghadiri nonton bareng premiere film terbarunya berjudul Alat-Alat Bercinta, dimana dia berperan sebagai seorang mahasiswi yang menjalin hubungan dengan seorang CEO terkaya di dunia yang mengidap kelainan seksual Masokisme.Namun, tetap saja keinginan untuk mengunjungi hiburan malam ke n
Siang ini, sesuai jadwal, Cinta menjalani sesi photoshoot di sebuah studio untuk endorsement sebuah produk parfum ternama dari seorang artis lawas asal negeri Jiran yang beralih profesi sebagai produsen wewangian.Produsen parfum itu menjatuhkan pilihan pada Cinta sebagai icon-nya karena menganggap kepribadian Cinta mewakili karakteristik produknya yang menyasar kalangan level menengah ke atas yang menjunjung kemewahan dan keanggunan.Dan seperti yang terlihat saat ini, produsen parfum itu memang tak salah pilih. Cinta tampak sangat anggun dan glamour setelah penata busana dan penata rias mendandani dirinya bak bidadari.Gadis kurus semampai itu tampak kian memikat dalam balutan maxidress off shoulder warna red elektrik dengan long tail sepanjang dua meter. Menampilkan bahu dan setengah bagian dadanya yang begitu mulus dengan rona kemerahan. Ditambah lagi kaki jenjang beralas stilleto berheel sepuluh senti itu sesekali m
Pramudya.Dari tempatnya berdiri, di balkon Presidential Suit Room lantai dua puluh hotel Swastika, ia memandangi barisan gedung yang diterangi oleh lampu-lampu aneka warna. Seakan bangunan-bangunan menjulang itu tengah berlomba-lomba memamerkan keindahan di antara langit kelam.Jalan raya ibukota di bawah sana masih tampak sibuk menggeliat walau hari telah beranjak gelap.Diiringi semilir angin malam yang sejuk dan tak menusuk, ia menyandarkan pinggang di pagar balkon bersama secangkir kopi hitam di tangan. Diseruputnya beberapa teguk, lalu ia letakkan kembali ke atas meja kaca.Satu jam lalu, setelah seluruh rangkaian acara akad nikah dan resepsi digelar, sebenarnya ia ingin segera membawa Cinta pulang ke rumah. Namun, Pak Abraham, ayah mertuanya sudah mempersiapkan satu kamar termewah di hotel ini untuknya dan Cinta beristirahat beberapa hari. Tentu saja ia tak mampu menolak. Ia berpikir beginilah cara ia menghargai permintaan ayah mertua
Seseorang tidak bisa memaksakan dengan siapa ia akan jatuh cinta. Tapi hati lebih tahu siapa yang pantas untuk diperjuangkan dan siapa yang pantas didapatkan.Jadi, jangan pernah berhenti mencintai hanya karena pernah terluka. Karena tak ada pelangi tanpa hujan, tak ada cinta sejati tanpa tangisan.Pramudya dan Cinta sudah membuktikan itu semua. Setelah melewati segala rintangan, kepedihan dan kekecewaan, kini saatnya mereka berhak merayakan penyatuan cinta yang sejatinya awal melangkah menuju kehidupan baru.Cermin memang tidak pernah berdusta. Ia menampilkan apa yang ada di hadapannya. Disana terlihat seorang gadis cantik tinggi semampai dalam balutan kebaya putih berkerah rendah. Kalung rantai platina berliontin bentuk matahari melingkar di leher jenjangnya. Rambutnya disanggul dan ditaburi butiran kristal yang berkilau ketika ditimpa cahaya. Wajahnya yang sehalus porcelein dihias dengan warna-warna muda, terkesan alami namun tetap menggetarkan hati saa
Satu minggu kemudian, kesepakatan kerjasama antar dua perusahaan itu akhirnya terlaksana. Dikukuhkan dengan penandatanganan sejumlah dokumen perjanjian oleh Aura Cinta Anastasia sebagai Direktur Utama PT Swasti Karya Utama dan Rosalinda Cattleya Aji Pratama sebagai Direktur Pelaksana PT Andromeda Persada Land.Disaksikan sejumlah jajaran manager dari kedua perusahaan, pengacara masing-masing pihak dan notaris independen.Cinta seakan enggan berkedip ketika menatap sosok Pram yang tampak begitu mempesona di hari istimewa ini. Pria dengan keelokan fisiknya itu semakin menawan dengan setelan jas hitam yang begitu pas membalut tubuh tegapnya. Rambut klimisnya tertata rapi membingkai wajahnya yang segar dengan rahang licin kebiruan. Senyuman tipisnya yang selalu mengembang sepanjang acara tak ayal lagi membuat para kaum hawa melelehkan air liur kala memandangnya.Benar-benar seorang pria dengan pesona yang tak terbantahkan!Demikian juga Pram yang begitu menik
Untung saja Pram sigap menangkap tubuh Cinta yang tiba-tiba lunglai seperti daun kering yang lepas dari tangkai. Sehingga tubuh gadisnya itu tak sampai jatuh menghantam lantai.Lima menit tadi, ruangan lantai tiga mendadak gempar bagai diguncang gempa bumi. Lantaran pekikan panik Juwita saat melihat ibu direktrisnya yang cantik itu tiba-tiba tak sadarkan diri.Para karyawan langsung berhamburan keluar dari kubikel mereka menuju ruang kerja Direktur Utama untuk mengetahui apa yang terjadi.Tapi ketika melihat Pram membopong tubuh Cinta ke atas sofa dan mendekap begitu posesifnya, para karyawati yang melongo ke dalam ruangan justru berharap diri mereka yang pingsan saat itu, demi bisa bertukar tempat dengan Cinta, berada dalam dekapan hangat pria menawan itu.Burhan dan Baldi, serta Juwita akhirnya berhasil menggiring mereka kembali ke kubikel masing-masing, dan menghempaskan harapan semu mereka.Cinta mengerjap-ngerjapkan kelopak mata lemah, menyesu
Pramudya.“Apa kabar?” Terdengar begitu lugu, berbulan-bulan tak jumpa tapi hanya pertanyaan itu yang mampu terucap dari bibirnya.Perlahan Cinta mengurai dekapan dari tubuh tegapnya, kemudian mendongak untuk menjangkau pandangan tepat ke bola matanya yang juga menghangat. Lalu seulas senyum menghiasi wajah gadisnya yang basah.“Kangen.” Singkat, namun menggambarkan sejuta rasa indah.“Sama.” Begitu juga Pram yang seketika kehilangan kata-kata mesra yang sudah ia persiapkan sejak dari rumah. Karena ia terlalu sibuk menjinakkan hati yang kini melonjak-lonjak hendak melambung tinggi.Tanpa ia duga, Cinta menangkup wajahnya, menariknya untuk mendekat, lalu mengecup bibirnya begitu dalam dan lama. Walau terperanjat, ia berharap mampu membekukan waktu untuk menikmati kecupan hangat itu.Belum juga harapannya terkabul, Cinta melerai kecupan panjang di bibirnya. Lalu begitu tergesa-gesa gadis
Cinta.Ia mematut diri sejenak di depan cermin meja rias setelah tubuh semampainya terbalut blazer magenta dan celana panjang dengan warna sama, rambut coklatnya ia biarkan terurai bergelombang, serta riasan wajahnya natural, namun terkesan elegant.Lalu menyungging senyum puas ketika dirasa penampilannya saat ini sudah cukup paripurna. Pasalnya ia menganggap hari ini adalah hari penentuan bagi hidup mati perusahaan. Karena siang nanti ia akan bertemu dengan calon investor yang tertarik menanamkan dana besar pada proyek yang sedang ia perjuangkan. Setidaknya ia ingin memberikan kesan pertama yang positif lewat penampilan.“I’m gonna get dressed for success,” gumamnya sambil tersenyum dan mengerlingkan mata pada pantulan dirinya di cermin.Bergegas ia raih tas tangannya dengan brand terkenal dunia, lalu lekas melangkah keluar kamarnya.“Morning, Pa, Ma.” Ia menyapa setelah berada di kamar kedua orangtuanya.Pak A
Aura Cinta AnastasiaAtmosfere Meeting Room Hotel Swastika saat ini membeku. Dingin, kaku, dan membuat semua peserta internal meeting perusahaan itu mendadak diam membisu. Terlebih saat dua orang anggota tim konsultan bisnis memaparkan sejumlah temuan dan analisa di hadapan mereka.Yang intinya bahwa pembangunan proyek apartement yang akan dibangun oleh Pak Abraham dan rekannya Pak Derry Nugraha terpaksa dihentikan untuk sementara waktu. Dan perusahaan harus mengembalikan keseluruhan dana konsumen yang sudah masuk, juga semua kewajiban perbankan yang sudah jatuh tempo. Sementara sumber keuangan yang dimiliki oleh perusahaan tersebut berada di titik rawan.Untuk mengatasi kendala tersebut, tak ada cara lain yaitu mencari investor atau menjual semua aset perusahaan bahkan aset pribadi pemilik untuk mendapatkan sumber pendanaan. Sedangkan para calon investor yang dianggap berpotensi saat ini sepertinya mundur teratur setelah berita mengenai masalah pr
“Selamat pagi, Sayang ... “Pram terlihat memutar bola matanya, sedikit jengah mendengar sapaan ibunya itu saat ia melangkah masuk ke ruang kerja dimana sang ibu sedang berkutat dengan beberapa dokumen di belakang meja kaca.“Jangan panggil ‘sayang’, Bu. Nggak suka!”Dari balik kacamatanya, Bu Ocha melirik Pram yang langsung menempatkan diri di kursi seberangnya. Lalu ia mengulum senyum.“Kan emang sayang,” godanya, karena suka melihat wajah puteranya yang tertekuk sebal itu.“Ibu ... please. Udah setua ini dipanggil ‘sayang’ sama Ibu, bikin malu aja,” gerutu Pram sambil memainkan pena di atas meja.Bu Ocha terkekeh ringan sambil melirik Mak Ayu yang duduk di sofa di tengah ruang kerja itu. Demikian juga Mak Ayu yang ikut tersenyum melihat interaksi ibu dan anak itu, lalu menyeruput secangkir teh hangat di tangannya.“Kalo nggak mau dipanggil ‘sayang&r
Pramudya.Ia tertegun menatap sesosok wajah yang tergambar di dalam bingkai foto berukuran besar di salah satu dinding kamar. Kelopaknya sedikit memicing mengamati wajah teduh namun terkesan bijaksana itu. Ia tak menampik bahwa tampilan sosok itu memiliki banyak persamaan dengan dirinya. Sepasang mata yang dalam di kawal dengan kedua alis yang legam. Bibir yang tipis dengan sudut tajam saat tersenyum. Dan garis rahang yang sangat menawan menggambarkan ketegasan. Ia memandangi foto itu seperti sedang bercermin.“Itu Pratama, cinta pertama Ibu, ayah kamu.” Dibelakangnya, Bu Ocha melingkarkan tangan di bahunya, kemudian meletakkan kepala di sana sambil ikut memandangi wajah di dalam bingkai foto warna kuning keemasan di hadapannya.“Ganteng,” Ia memuji tanpa mengalihkan tatapan pada foto itu.“Iya, persis kayak kamu. Wajah kamu seperti copy paste ayah kamu, Pram. Ibu cuma kebagian mewarisi bentuk hidung ke kamu,&rd