"Mbak Nayla sendirian?"
Seketika Nayla teringat akan Angel yang belum ketemu.
"Oh ya, Angel! Aku tadi ke sini sama Angel."
"Mana Angel, Mbak?" Mata Aldo mengedar mencari Angel.
"Angel hilang." Suara Nayla melemah.
"Hilang? Kok bisa?"
"Gak tau. Tadi aku lihat kayak ada bayangan gitu ke arah sini. Terus aku langsung lari aja. Perasaan aku tadi Angel ada di belakangku. Tapi pas aku noleh ke belakang. Angel enggak ada. Kayaknya dia tersesat deh."
"Kita harus cepat cari Angel, Mbak. Jangan sampai di memasuki daerah tengkorak!" seru Aldo sambil memegangi kepala bagian belakang yang sakit.
Nayla spontan menghentikan langkahnya. Ia menatap Aldo yang tertunduk sambil memijit leher belakang.
"Daerah tengkorak?"
Aldo ikut berhenti. Lalu menoleh ke belakang.
"Iya, Mbak. Mbak belum pernah dengar?"
"Be-belum," jawab Nayla terbata.
"Daerah itu sangat berbahaya, Mbak!"
"Bahaya gimana maksud
"Kok kekunci sih!"Seketika raut wajah Angel memerah berusaha menahan mual. Beberapa detik kemudian, tercium aroma wangi seperti aroma Nyai Hanuma.Angel bisa membuka hidungnya. Ia menghela napas karena menahannya sejak tadi.Lalu Angel duduk di atas tikar menunggu kemunculan Nyai Hanuma. Tak lupa ia menyimpan yang ditemukannya tadi di dalam saku celana.'Aku merasa aneh dengan rumah ini!' ucap Angel dalam hati.Tak lama, terdengar derap langkah kaki mengarah ke ruang depan. Aroma wangi mawar dan melati semakin kuat tercium. Angel pun yakin jika saat ini yang berjalan ke arahnya adalah Nyai Hanuma."Maaf ya. Tadi lama," ujar Nyai Hanuma ketika muncul dari dalam rumah sambil membawa segelas minuman."Oh, iya, Nyai. Saya kira tadi Nyai meninggalkan saya. Soalnya lama banget." Angel terkekeh.Nyai Hanuma hanya mengulas senyum menanggapi perkataan Angel."Silahkan di minum!" Nyai Hanuma memberik
Sepintas angin malam kembali berhembus. Membuat bulu tengkuk mereka berdiri merinding."Mbak yakin?" Aldo memastikan."Iya, aku yakin!"Aldo dan Nayla kini sudah berada di depan jalan dengan dua pohon randu. Tak lupa Nayla memetik tujuh lembar daun randu. Dibantu Aldo untuk memetik daun yang lebih tinggi."Untuk apa daun ini, Mbak?""Agar kita bisa kembali dengan selamat, Do."Aldo masih bingung. Ia hanya mengikuti apa yang dikatakan Nayla."Sekarang kamu pejamkan kedua mata kamu. Dan kita berjalan masuk ke sana bersama-sama." Tunjuk Nayla lurus ke depan.Aldo hanya menurut. Mereka berdua mulai memejamkan kedua matanya dan melangkah melewati dua pohon randu.Saat Aldo dan Nayla membuka kedua matanya ....Mereka tercekat. Aldo menoleh ke kanan, kiri dan belakang. Matanya tak berkedip. Begitu juga Nayla."Di mana kita ini, Mbak?""A-aku juga enggak tau, Do."Dua pohon randu yang sebe
Lampu teplok bersinar remang-remang menyinari ruangan kecil itu. Saat Aldo memperhatikan rumah itu lagi, tak ada satu pun jendela yang terlihat."Silahkan duduk!" ujar wanita cantik itu."Terimakasih. Tapi teman saya ada di mana ya?""Teman kamu ada di dalam. Tunggu di sini. Saya mau ke dalam panggil teman kamu.""Oh baik, Mbak.""Panggil aku Nyai Hanuma.""Oh baik, Nyai Hanuma."Ketika wanita itu akan beranjak berdiri, ia menatap ke arah Aldo. Hingga membuat Aldo menjadi risih terus diperhatikan."Kamu ganteng sekali anak muda," ujar Nyai Hanuma sambil tersenyum manis pada Aldo.Aldo hanya menyengir membalas perkataan Nyai Hanuma.Sementara Nayla merasa ada yang aneh pada wanita cantik itu."Siapa nama kamu?""Aldo, Nyai."Tiba-tiba Nayla mendengar bisikan Mbah Waci kembali.'Kalian sedang berada di alam makhluk gaib. Perempuan di depanmu adalah penguasa wilayah itu. Dia jahat, dia tid
Aldo dan Nayla mengintip dari sela pintu yang terbuka. Seketika mereka berdua melotot sambil menutup mulutnya. Pemandangan di depan mereka sungguh mengerikan. Sampai hampir saja Nayla berteriak.Kedua kakinya semakin lemas. Dengan sigap Aldo menahan tubuh Nayla agar tak terjatuh."Apa semua ini, Do?!" ujar Nayla terkejut.Dinding ruangan tersebut banyak sekali darah berceceran. Bahkan darah-darah itu terlihat masih ada yang menetes ke lantai.Aldo hanya terdiam. Ia tak mampu menjawab atau berbicara. Beberapa kali ia hanya mengedipkan matanya karena bingung harus melakukan apa.Saat tangan Aldo memberanikan untuk membuka lebih lebar pintu tersebut. Mereka semakin tercekat melihat tubuh seseorang tanpa kepala dengan leher yang masih mengeluarkan darah.Bugh!Seketika tubuh Nayla terjatuh ke lantai. Keduanya tampak syok melihat pemandangan di depan mereka.Sejenak mereka saling terdiam dengan pandangan yang tak berpaling.
Perbuatan Aldo membuat Nyai Hanuma berpaling dari Nayla. Dengan cepat Nayla memanfaatkan kesempatan itu untuk mencari Angel."Aku harus cepat menemukan Angel. Dan menyelamatkan Aldo. Semoga Aldo masih bisa bertahan," gumam Nayla.Gadis itu menuju ruang belakang. Ia mengedarkan matanya ke setiap sudut rumah. Tetapi ia tak menemukan Angel."Angel kamu di mana!" Nayla mulai cemas dan panik.Samar terdengar suara Mbah Waci di telinga Nayla.'Tempat itu sudah ditutup dengan kekuatan jahat makhluk itu, Nduk. Pejamkan matamu dan tenang. Maka kamu bisa melihat di mana teman kamu.'"Baik, Mbah. Saya akan lakukan seperti yang Mbah katakan."Nayla menarik napasnya dalam-dalam. Lalu ia mulai memejamkan kedua mata. Nayla mencoba untuk menenangkan pikiran dan hatinya. Beberapa detik kemudian, kedua matanya mulai terbuka perlahan.Gadis cantik itu kini dapat melihat Angel yang sedang tak sadarkan diri. Tepat berada di sudut ruangan.&nbs
Beberapa detik kemudian, Nayla berhasil keluar bersama Aldo tepat waktu. Angel ikut membantu Nayla memapah tubuh Aldo yang lumayan berat.Ketiganya terjatuh di tanah bersamaan. Di depan mereka terlihat sebuah rumah yang terbakar seluruhnya. Terdengar teriakan Nyai Hanuma begitu memilukan dari dalam rumah. Semakin lama, teriakan itu semakin melemah sampai sudah benar-benar tak terdengar lagi.Hanya suara percikan-percikan api yang masih menghiasi malam yang sunyi di tempat itu."Alhamdulillah!" ujar Nayla dan juga Angel.Saat mereka menoleh pada Aldo. Raut wajahnya samakin pucat. Karena darah yang terus keluar."Gimana ini, Nay? Kita mesti segera bawa Aldo ke rumah sakit.""Aldo! Kamu tahan ya. Kita akan keluar dari tempat ini dan membawa kamu ke rumah sakit," ujar Nayla pada Aldo.Tampak Nayla menatap langit malam yang gelap. Ia terlihat b bagaimana cara keluar dari dimensi itu.Tak sengaja Angel melirik menatap Nayla. Ga
"Nenek?" bisik NaylaAngel mendongakkan kepalanya. Lalu ia berdiri di sebelah Nayla. Menatap orang-orang yang semakin jalan mendekat."Alhamdulillah! Ada yang membantu mencari kita, Nay!" Raut wajah Angel berubah senang.Segera Nayla dan Angel berlari ke arah orang-orang itu. Ketika itu, Nek Sami langsung memeluk tubuh Nayla erat dan menumpahkan tangisannya. Yang sejak tadi berusaha ia tahan.Rasa gelisah, cemas dan khawatir pada Nayla seketika hilang karena sudah berhasil menemukan cucunya itu."Pak! Tolong bantu teman kami. Dia tidak sadarkan diri dan terluka," kata Nayla."Memangnya kalian kenapa?" tanya salah seorang warga yang bertubuh kurus ceking."Apa kalian tidak tahu? Daerah sini angker. Di sini terkenal daerah tengkorak!" sahut warga yang lain."I-iya, Pak. Kami tahu itu. Kami juga tadi tidak sengaja masuk ke daerah tengkorak. Karena harus mencari teman kami," jelas Nayla."Jadi kalian sudah masuk
"Sus, terimakasih ya. Keluarganya sedang menuju ke sini.""Baik. Nanti kalau keluarganya sudah datang bisa langsung ke bagian administrasi ya," ujar suster yang bernama Dina dari nametag yang dipakainya.Nayla pun menganggukkan kepalanya. Lalu berjalan menuju sebuah bangku kayu panjang.Bangku itu terletak di sebuah taman kecil rumah sakit. Sebuah kolam ikan yang berukuran sedang dengan air mancur di tengahnya, menghiasi taman itu. Nayla duduk menghadap kolam ikan."Aku kok deg-degan ya mau ketemu Tante Ajeng. Udah lama enggak ketemu semenjak aku melamar kerja di Bank dan kematian Mas Wisnu," bisik Nayla gelisah.Ketika itu dari belakang ada yang menepuk pundak Nayla. Sehingga membuat Nayla terkejut dan menoleh ke belakang."Angel!!""Hahahaha! Kaget? Lagian kenapa kaget sih? Mikirin apa?" tanya gadis berbaju kuning itu. Nayla menggeser duduknya agar Angel bisa duduk di sampingnya."Pegang deh!" Nayla meraih t
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan kurang lima belas menit. Setelah membayar taxi online, Nayla dan Rasti langsung berlari masuk ke dalam gedung yang cukup mewah di mana mereka mengikuti training. Sepatu pantofel hitam dengan heels 3 cm yang mereka pakai sangat tak nyaman digunakan berlari. Tapi karna takut terlambat, mau tak mau Nayla dan Rasti berlari walau harus pandai-pandai menjaga keseimbangan badannya. "Nay, benerin dulu rambut kamu. Berantakan tuh!""Oh ya!" Nayla langsung membenarkan helai rambut yang keluar dan menggulung rambutnya dengan rapi. Tak lupa mereka berdua saling mengingatkan dan mengamati penampilan satu sama lain. Sampai di depan resepsionis. Nayla dan Angel menunjukkan kartu anggota training. Setelah mendapatkan jadwal dan di mana ruangan mereka hari itu, dengan berjalan cepat keduanya segera menuju ruangan yang berada di lantai 5.Lift pagi itu terlihat tak terlalu banyak orang. Tanpa berpikir macam-macam keduanya langsung masuk. Apalagi saat Nayla mel
"Terimakasih, Bu. Rejeki pagi-pagi," ujar satpam budi kegirangan. "Mau di kubur di mana, Bu?""Terserah, Pak. Asal jangan di sini.""Oh baik, Bu."Setelah Tante Dewi mengunci semua pintu rumah. Satpam Budi yang masih berada di rumah itu sedang mencari sebuah kantong keresek. Dimasukkan bangkai itu ke dalam kantong. Ketika akan keluar dari rumah, Budi kembali menoleh ke belakang. "Lagi ada saudaranya ya,Bu di rumah?" tanya tiba-tiba satpam Budi. "Hah? Enggak ada saudara, Pak," jawab Tante Dewi sambil menoleh ke belakang. Tak hanya Tante Dewi. Nayla dan Rahma pun juga ikut menoleh melihat ke arah yang di lihat satpam tersebut. "Itu ada perempuan, Bu sedang melihat ke sini.""Haaah?" Tante Dewi, Rahma dan Nayla hanya bisa mengangnga kaget. Kecuali Rasti. Gadis itu seperti melihat seseorang di dalam rumah. Menyadari matahari yang semakin tinggi, Tante Dewi menyuruh anak dan keponakannya itu untuk segera berangkat agar tidak terlambat. Begitu juga si satpam yang sudah berhasil mend
Dan karena rasa ngantuk, tak terasa mereka semua tertidur dengan berdempetan di kasur. Tetapi Nayla dan Rasti tertidur di karpet lantai. Sinar matahari pagi menembus sela-sela jendela. Tante Dewi terbangun sambil mengucek kedua matanya. Ia terkejut saat melihat jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Buru-buru wanita itu membangunkan Nayla, Rasti dan Rahma. "Ayo bangun! Bangun Rahma, Nayla, Rasti. Sudah pagi. Kalian terlambat nanti!"Tampak Nayla yang terlebih dahulu mulai menggerakkan badannya."Jam berapa ini, Te?" tanya Nayla sambil mengangkat kedua tangannya ke atas. "Hah? Kesiangan ini, Te!""Makanya! Cepet kamu bantu Tante bangunin mereka!"Tiga puluh menit kemudian. Di ruang tamu, semuanya sudah tampak rapi dengan pakaian yang mereka kenakan. Karena mereka semua bangun kesiangan pagi itu semuanya berangkat tanpa sarapan."Kalian udah siap semua? Rahma kamu nanti pulang jam berapa?" tanya Tante Dewi."Jam lima Ma, bisa juga lebih. Soalnya ada kerja kelompok nanti d
"Tumbal para laki-laki, Mbak?" celetuk Rahma. "Iya benar." Wajah Nayla tertunduk dan berubah sedih. Dia teringat akan Wisnu sang pujaan hati yang sudah meninggal. Nayla masih sangat menyesal dan masih belum bisa maafkan dirinya sendiri atas kematian sang kekasih. Seandainya Nayla tak menemukan dan mengambil tusuk konde itu, mungkin saat ini dia masih bisa bersama Wisnu dan tak dihantui seperti ini. "Ras, kayaknya aku tau siapa pocong itu." Tiba-tiba Nayla mengangkat kepalanya dan menatap Rasti di samping. Kedua bola mata mereka saling beradu pandang."Siapa?"Semua yang ada di ruangan saat itu menatap ke arah Nayla dengan tajam. "Dano!""Siapa Dano itu, Mbak?"Rasti memicingkan mata kanannya. Mencoba mengingat-ingat siapa nama yang disebut Nayla."Oh! Dia korban yang belum lama ini?" cetus Rasti. Dengan cepat kepala Nayla mengangguk beberapa kali."Maksudnya gimana, Nay?" tanya Tante Dewi yang tak mengerti apa yang dibicarakan keponakannya itu. "Jadi saat Nayla dan Angel akan k
"Oh ya kamu kok belum tidur?" tanya Dion. "Iya Rasti tadi lihat penampakan pocong.""Pocong! Kok bisa?""Gak tau. Tapi sepertinya pocong itu adalah tumbal dari tusuk konde ini, Yon.""Gila! Tusuk konde itu harus benar-benar di musnahkan. Sebelum makin banyak korban.""Iya. Eh, lanjut besok ya, Yon. Kasihan Rasti, aku harus temenin dia dulu.""Oke."Telepon pun terputus. Dion kembali berbaring di kasur, sampai akhirnya kedua matanya pun dapat terpejam dan Dion terlelap dalam tidurnya. Sementari itu di rumah Tante Dewi.Semuanya jadi terbangun karena teriakan Rasti. Mereka duduk di ruang tamu. Selesai telepon, Nayla kembali ke ruang tamu sambil membawa segelas air untuk temannya itu. "Minum dulu, Ras." "Makasih, Nay.""Memangnya tadi apa yang membuat kamu teriak, Nduk?" tanya Tante Dewi lembut. Rasti terdiam beberapa saat, sampai Nayla menyenggol lengannya. Membuat Rasti gelagapan. "Kok diam? ditanya Tante, Ras!""Oh maaf, Tante." Rasti memalingkan pandangannya pada kamar Nayla.
Tangannya sibuk mengeluarkan satu per satu barang yang ada di dalam laci tersebut. Sampai raut wajah Dion berubah melihat sebuah foto usang yang masih hitam putih. "Ini yang aku cari. Ini foto aku saat aku umur 5 tahun. Dan ini Mas Agung, lalu perempuan ini." Kalimatnya terhenti. Dion duduk di pinggir ranjang. Foto usang itu masih di lihatnya dengan serius. Dahinya mengerut mencoba mengingat-ingat kejadian yang telah lama terjadi. "Perempuan ini yang namanya Mawar, gadis yang dicintai Mas Agung, tapi enggak mendapat restu Mama Papa."Lalu Dion membalik foto usang itu. Tepat di pojok kanan bawah terdapat sebuah tulisan yang tintanya hampir pudar. Dion pun mencoba mengeja tulisan yang samar tersebut."Wo ... no ... giri?""Apa desa Nayla di Wonogiri ya? Kalau bener, bisa jadi sinden merah yang mengikuti Nayla adalah Mawar yang dulu pernah dicintai Mas Agung."Dengan cepat Dion langsung membereskan semua pakaian dan barang-barang miliknya. Semuanya dia kembalikan ke dalam lemari. Men
Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Rahma, Rasti, Nayla dan Tante Dewi masih berkumpul di ruang tv. Terdengar suara tawa mereka yang memecah keheningan malam. Acara komedi tersebut membuat Nayla dan Rasti merasa terhibur. Setelah acara pun selesai. Tante Dewi menyuruh mereka bertiga untuk langsung masuk ke dalam kamar dan tidur. Agar besok kembali segar saat beraktivitas. Rasti mengikuti langkah Nayla menuju kamar. Saat itu pandangan mata Rasti tak sengaja melihat ke arah jendela yang tirainya belum tertutup. "Nay, itu tirainya belum di tutup!""Oh ya, lupa kali Tante Dewi. Aku tutup dulu deh!" Nayla berjalan ke arah jendela sambil menyisir rambutnya dengan jari tangan. Sementara itu Rasti masih berdiri di depan pintu kamar Nayla. Matanya masih menatap ke arah Nayla yang kini sudah berada di depan jendela. Nayla menarik pengait tirai. Tiba-tiba Rasti terkejut bahkan hampir teriak. Namun buru-buru Rasti menutup mulutnya dan menyembunyikan rasa kagetnya. Rasti tak mau kalau jeri
Perempuan itu pun terjatuh ke tanah. Kedua kakinya seperti tak mampu menopang tubuhnya sendiri. Tatapan matanya masih melihat punggung laki-laki yang baru saja meninggalkan dirinya. "Kenapa kamu tega, Mas." Dion hanya terdiam. Ia merasa kasihan pada perempuan yang tak dikenalnya itu. Walaupun ia tak tahu persis apa yang terjadi, namun ia juga membenarkan apa yang dikatakan perempuan itu pada Kakaknya. Hingga Dion mendengar suara yang tak asing baginya. Ia merasa tubuhnya seperti sedang digoyang-goyang. Sampai dirinya mulai terbangun. "Nak, kamu kenapa? Kenapa bisa di sini?" Dion tersentak kaget. Hingga membuat wanita setengah baya yang memakai baju tidur itu juga ikut kaget."Mama!""Kamu kenapa, hah?""Ehh ... "Dion menoleh ke kanan dan ke kiri. Membuat Mamanya makin keheranan dengan kelakuan anak laki-lakiny itu."Cari siapa?""Anuu ... Ini di rumah, Ma?""Loh iya! Ini di rumah. Emang kamu kira di mana? Di hutan?!"Dion hanya terdiam sambil celingukan. "Dion! Kamu kenapa sih?
Melihat gelagat Dion yang aneh, Mas Agung kembali bertanya. Hingga membuat Mama Dion juga ikut penasaran."Kenapa? Ada apa di depan?""Enggak, Mas.""Tapi wajah kamu kok kayak habis lihat setan?" Dion terhenyak dengan kalimat kakaknya itu. 'Iya, dia sinden tusuk konde itu. Sinden yang mengikuti Nayla. Tapi kenapa dia sekarang juga mengikuti aku? Padahal aku belum berbuat apa-apa,' batin Dion sendiri. "Dion!" panggil sang Mama yang sedang berjalan mendekati putra bungsunya. Wanita itu sedikit melongok keluar. Pintu yang mau ditutup Dion dibuka oleh Mamanya. "Enggak ada orang Dion. Siapa yang kamu lihat?""Memang gak ada, Ma. Ya sudah ayo masuk, Ma, udah malem." Dion langsung memeluk Mamanya dan mengajaknya masuk ke dalam rumah.Setelah mengantar sang Mama ke dalam kamar. Dion berniat untuk ke kamarnya yang berada di lantai dua.Baru menaiki beberapa anak tangga, Dion melihat sekelebat bayangan dari arah dapur yang lampunya sudah dimatikan. Sejenak Dion menghentikan langkahnya. Di