Lima tahun silam ....Tok! Tok! Tok!Sebuah ketukan di pintu depan, terdengar nyaring. Sehingga aku dan kedua orang tuaku yang sedang makan malam, menoleh ke arah pintu."Biar aku saja yang buka." Aku beranjak pergi menghampiri pintu.Ceklek!Pintu pun aku buka lebar, namun saat pintu sudah terbuka, aku tidak melihat siapa-siapa di luar. Aku menoleh kesana kemari, namun tetap nihil, aku tidak menemukan siapapun."Ah ... Iseng sekali," gumamku.Aku hendak menutup pintu kembali, namun ekor mataku menangkap sesuatu di bawah pintu.Sebuah kantong kresek hitam tergeletak di depan pintu. Entah apa isinya, namun terlihat sesuatu yang berisi banyak."Siapa yang datang, Wira?" tanya bapak yang sudah selesai makan."Nggak tahu, Pak. Tapi aku menemukan ini." Aku menyerahkan kantong kresek itu kepada bapak."Apa ya, Pak kira-kira? Coba buka, Ibu penasaran," imbuh ibu.Bapak pun membuka kantong kresek itu, dan terlihat setelah dibuka, buah jeruk yang berjumlah banyak. Warna kulitnya begitu menggod
"Kamu kenapa, Neng? Siapa yang kirim pesan?" tanya Wira, heran saat melihat perubahan ekspresi Nila.Tangan Nila bergetar, ia tak mampu menahan segala emosi yang ada pada dirinya.Dengan gemetar, Nila memperlihatkan ponselnya kepada Wira. Wira menerimanya kemudian melihat apa yang membuat Nila seperti itu."Mama!" lirih Wira.Nila menjatuhkan kepalanya di bahu Wira. Ia terisak sedih dan sangat kecewa."Tega sekali, Mama. Setelah membuangku, dengan gampangnya dia mengangkat seorang anak. Aku tidak masalah jika anak itu masih kecil. Tapi seperti yang kamu lihat, A, dia sudah dewasa sama sepertiku," ujar Nila bersedih.Di dalam pesan itu, Retna sengaja mengirimkan sebuah foto dirinya bersama perempuan yang ditaksir usianya tak jauh beda dengan Nila. Retna juga mengirimkan pesan teks, memberitahu jika foto perempuan yang bersama dirinya adalah anak angkatnya.Entah apa maksud Retna, sehingga tega menyakiti perasaan Nila, sebagai anak kandungnya."Maafkan Aa, Neng," ucap Wira menunduk.Nil
"Sari!" Nila terus memanggil-manggil nama Sari. Entah kemana perginya, yang jelas Sangat cepat menghilang.Nila berjalan lurus mencari Sari, dia menoleh kesana kemari. Niatnya mencari kayu bakar, kini fokusnya terbuyarkan oleh menghilangnya Sari."Sari kamu dimana?" teriak Nila.Nila terus berjalan, beberapa kali kakinya menginjak ranting-ranting pohon, sehingga menimbulkan suara-suara patahan kayu-kayu kecil yang cukup nyaring."Sar!" Nila terus memanggil.Dari arah belakang, seseorang menepuk bahu Nila. Alhasil Nila terlonjak kaget."Sari, kamu ngagetin a ... ja!" Setelah Nila membalikkan tubuhnya, ternyata bukan Sari yang menepuk bahu Nila, melainkan seorang pria tua dengan pakaian compang-camping."Huh huh!" ujar pria itu.Nila tak mengerti dengan ucapan pria itu, namun tangannya menunjuk ke suatu arah."Ada apa, Pak? Apakah Bapak lihat teman saya?" tanya Nila."Huh huh!" Sama seperti sebelumnya, pria itu berbicara dengan bahasa yang tidak jelas. Namun tangannya terus menunjuk ke
"Suara apa itu, Mel?" tanya Nila yang sangat terkejut. Jantungnya pun berdegup dengan kencang."Biar aku lihat dulu, kamu tunggu disini. Habiskan makananmu," imbuhnya.Melati pergi ke sumber suara, sedangkan Nila duduk walaupun penasaran dengan suara itu.Melati mendapati pintu belakang terbuka lebar. Daun pintu itu nyaris terlepas dari engselnya.Di ambang pintu, berdiri pria berpakaian compang camping, menatap tajam ke arah Melati."Mau apa kamu kesini? Pergi kamu, orang nggak waras!" usir Melati.Nila yang dilanda penasaran, segera beranjak dan menghampiri Melati."Bapak, Bapak yang tadi di hutan, kan?" tanya Nila saat melihat pria tua itu."Huh huh!" Pria tua itu masih berbicara dengan bahasa yang tidak dimengerti semua orang."Kamu ketemu sama dia?" tanya Melati."Iya, aku tadi ketemu sama bapak-bapak ini. Dia memberitahu aku, saat aku mencari Sari yang tiba-tiba menghilang," jawab Nila.Tiba-tiba Melati memegang lengan Nila."Kamu mesti hati-hati dengan orang tidak waras ini. Di
"Aa ...." jerit Nila, saat lampu tiba-tiba mati. Keadaan sangat gelap, membuat Nila tak bisa melangkah dengan leluasa.Dari arah dapur, terlihat Wira berjalan sambil membawa lilin."Kamu dari mana saja sih, Neng? Aku cemas nungguin kamu," ujar Wira, berjalan ke arah Nila.Nila melangkah masuk ke dalam rumah. Mereka berdua duduk di atas kursi ruang tamu."Maafin aku, A. Tadi kayu bakar habis, disini nggak ada persediaan air masak buat minum. Jadi terpaksa aku pergi ke hutan buat nyari kayu bakar. Tadi aku sempat jatuh di hutan, terus ada Melati yang nolongin aku dan dibawa ke rumahnya saat aku pingsan. Waktu mau pulang, eh malah hujan deras. Terpaksa aku nunggu di rumah Melati sampai aku ketiduran," sahut Nila.Dahi Wira mengernyit, lalu ia mengusap rambut Nila yang diikat namun acak-acakan."Ya sudah kalau begitu, yang penting kamu selamat sampai rumah. Kamu belum mandi, kan? Aku buatin air hangat dulu buat kamu mandi. Oh iya, kayu bakarnya kamu taruh dimana?" tanya Wira."Di belakang
Setelah berbelanja untuk makan malam nanti. Nila segera pulang ke rumah, untuk menyimpan semua telur-telur dan bahan lainnya di dalam keranjang belanjaan.Brak!"Aaaa!"Tiba-tiba dari kejauhan terlihat seorang pria berlari kencang, dan nahasnya sebuah motor yang kebetulan melintas, tak sengaja menabraknya."Bapak!" jerit seorang wanita dan dua anak kecil laki-laki dan perempuan.Orang-orang yang berada di warung, bahkan dari dalam rumah mereka, berhamburan menghampiri pria itu. Nila pun tak tinggal diam, ia segera berlari menghampiri pria malang itu.Keadaan menjadi riuh ramai, jalanan berubah menjadi kerumunan orang-orang yang penasaran apa yang terjadi barusan.Setelah Nila mendekat, terlihat pria yang tertabrak motor itu, tergeletak bersimbah darah di bagian kepala. Sementara si pengendara motor, terlihat menahan sakit di bagian kakinya yang tertimpa motornya sendiri."Bapak ... Bapak bangun, Pak!" jerit wanita dan kedua anak kecil itu."Bapak ... Kenapa semuanya jadi seperti ini,
Sore hari pukul 17.00, Nila segera memasak telur balado yang Wira mau. Dengan semangat, Nila memasak dengan selezat mungkin."Semoga A Wira suka, aku ingin sekali dia bahagia telah menikah denganku," gumam Nila.Senyuman manisnya tak luput dari wajah ayunya.Pukul 17.51, akhirnya Nila sudah menyelesaikan aktivitas masaknya. Kini giliran ia mandi, lalu menyambut kepulangan Wira dari bekerja.Nila segera menaruh semua makanannya di atas meja ruang tengah. Nila duduk di ruangan depan sambil sesekali mengintip ke arah jendela.Pukul 18.00, belum ada tanda-tanda motor Wira terdengar. Hanya hening yang menemaninya saat ini. Namun Nila mencoba untuk sabar, toh baru pukul 18.00, mungkin Wira hanya telat beberapa menit.Sambil menunggu, Nila menyibukkan diri dengan belajar merajut. Namun tak bisa dipungkiri, Nila mulai gelisah saat menatap jam sudah menunjukkan pukul enam lebih.Tak biasanya Wira telat seperti ini. Apakah mungkin motor Wira mogok di tengah jalan?Waktu cepat berputar, dan kini
"Aaaa!" Nila menarik tubuhnya saat matanya beradu pandang di celah bilik itu dengan sosok lain di luar.Nila beringsut menjauhi bilik itu. Dia turun dari ranjang dan berjalan mundur ke arah pintu.Nila membuka slot pintu lalu kemudian memutar kenop pintu.Ceklek!Nila berhambur keluar dari kamar. Ia menerjang apa saja yang ada di depannya, kemudian berlari ke arah pintu utama.Nila keluar dari rumah itu secepat mungkin. Ia ingin menjauhi makhluk itu. Namun ia bingung hendak berlari kemana.Tanpa arah tujuan, Nila berlari sekuat tenaga. Suasana sepi di luar sudah tak ia hiraukan.Ternyata benar kata Lita dan warga tentang larangan itu. Kini Nila merasakannya sendiri, akibat ia terlalu sombong karena tidak percaya dengan larangan itu. Menyesal pun rasanya percuma, semua sudah terlanjur. Kini Nila harus menghadapi teror-teror yang mengerikan itu.Nila terus berlari menyusuri jalanan. Berharap ada orang namun tetap saja, kampung ini seperti kampung mati jika malam tiba."Tolong!" teriak N