Share

Bab 2. Pertemuan

Author: Jessie White
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Pagi-pagi benar, pintu kamar penyekapanku terbuka. Aku terbangun dan langsung memasang sikap waspada. Aku ingat semalam, ketika Alex pergi, Adrian segera melakukan perintahnya. Tanganku dibebaskan bahkan aku diberikan baju ganti. Sebuah kaos putih dan celana jeans pendek belel yang cukup nyaman buatku. Aku bisa tidur dengan cukup pulas walaupun terkadang bangun karena lukaku yang tiba-tiba nyeri.

“Alex... Alex...” pikirku memanggilnya. Ternyata benar-benar Alex yang muncul di muka pintu. Dia segera masuk ke dalam kamarku.

"Sstt!" Alex mengarahkan jari tangan di depan mulutnya. Dia pelan-pelan menutup pintu kamarku. Aku lihat matanya memerah dan dia segera memelukku. "Aku bersyukur kamu masih hidup Anna," bisiknya seraya mendekapku kencang. "Aww sakit." Lukaku tiba-tiba nyeri.

"Oops maaf. Kekencengan ya?. Ya ampun Anna, aku seneng banget bisa lihat kamu lagi," sahut Alex sambil mengusap-usap rambutku. Dia melepaskan pelukannya dan duduk di sisi tempat tidurku.

"Anna, aku tidak bisa berlama-lama. Lucas pasti akan mencariku. Sekarang tanyakan apa yang ingin kamu tahu. Yang penting-penting saja." Aku mengangguk tanda mengerti. Sebenarnya aku punya daftar pertanyaan di otakku. Namun satu hal yang paling menarik perhatianku. Si Boss.

"Siapa Lucas?" tanyaku.

Alex memejamkan matanya sebentar. Dia mencoba mengatur nafasnya, "Ceritanya panjang Anna. Tapi singkatnya begini. Lucas adalah orang yang sangat menyeramkan walaupun ya dia baik kepadaku. Bisa dibilang dia monster. Kamu tahu kan apa itu mafia? Ya Lucas adalah keturunan asli Mafia Sisilia. Nama belakangnya Gambino. Gambino adalah geng kuat di Sisilia sana dan klan Gambino adalah geng terkuat di Negara ini."

Aku menunduk ngeri dan Alex menghela nafas cukup panjang seraya melanjutnya, "Aku melihatnya membunuh orang tanpa belas kasihan." Alex segera menundukkan kepalanya.

Badanku gemetar mendengarnya. Mulutku tiba-tiba terkunci. Aku hanya bisa mengiriminya pesan pikiran, “Alex, bagaimana bisa kamu berhubungan dengan Mafia?”

"Aku menyelamatkannya Anna. Setelah kamu hilang, aku sangat frustasi. Aku datang di pinggir pantai dekat galangan kapal untuk menenangkan diri sampai aku mulai mendengar baku tembak dekat galangan. Aku panik dan aku segera sembunyi. Kulihat di dekatku ada pria yang baru saja ditusuk pisau dan sekilas terlihat kondisinya sangat parah. Dia minta tolong dalam pikirannya. Dia kehilangan banyak darah. Hai itu membuatku ingat sama kamu. Jadi aku memutuskan membawanya ke rumah kontrakan kita."

"Apa? Berani-beraninya kamu Alex!" sahutku tiba-tiba. Mulutku tidak lagi terkunci. ALEX MEMBAWA MAFIA KE RUMAH KAMI!. Alex menjawab, "Tolong dengarkan aku dulu Anna." Wajah Alex memelas menatapku. Aku menghela nafas berusaha menengkan diri dan menjernihkan pikiran, lalu berkata kepadanya, “Teruskan Alex!”

"Aku tidak tahu bahwa dia ketua geng atau apalah. Yang aku tahu dia terluka parah akibat tertusuk benda tajam. Rasa kemanusiaanku muncul. Aku mendekati dan bertanya kepadanya. Dia berkata kepadaku bahwa tubuhnya sangat lemas tapi dia ngga mau dibawa ke rumah sakit umum. Dia memberikan secarik kertas kepadaku yang ternyata berisi sebuah alamat. Namun aku membawanya dulu ke rumah supaya dia beristirahat. Dia berat sekali! Aku terpaksa membopongnya. Di rumah, aku segera membalut lukanya. Dia lalu beristirahat beberapa jam. Setelah itu dia memintaku membawa ke alamat dalam kertas itu dan aku membopongnya ke alamat tersebut seorang diri."

Alex menghela nafas dan melanjutkan, "Aku baru tahu Dia mafia ketika sampai di alamat tersebut. Ternyata rumah sakit bawah tanah yang memang dibuat khusus untuk klan Gambino. Awalnya aku dikira penjahat yang menusuk bos mereka. Aku mendapatkan banyak perlawanan. Beberapa orang langsung menyerangkau. Untung saja ya dulu kita belajar bela diri," lirik Alex kepadaku. Aku tersenyum kecil dan mengangguk.

“Lalu apa yang terjadi kepadanya? Apa dia baik-baik saja?” tanyaku. Alex menjawab, “Dia langsung ditangani oleh dokter sedangkan aku sama sepertimu sekarang. Disekap dulu sampai dinyatakan bersih.”

Alex melanjutkan, "Lucas yang kondisinya mulai baik segera mengeluarkan aku dari ruang penyekapan ini. Kondisiku waktu itu juga cukup parah karena dihajar orang banyak. Dia berteriak dengan sangat marah ke orang-orangnya tentang bagaimana mungkin seorang penjahat membawa tawanannya ke tempat pengobatan yang notabene milik tawanannya juga."

"Beruntungnya, dia menyuruh orang-orangnya untuk mengobati lukaku. Akupun takjub dengan pemulihannya yang sangat cepat. Dia memiliki dokter-dokter yang sangat kompeten. Dia mendatangi kamarku dan memberikan suatu penawaran."

"Apa penawarannya?", tanyaku curiga

"Ternyata dalam kondisi sekaratpun ternyata dia mengecek latar belakangku dan dia menawarkan pekerjaan interogator kepadaku. Sebagai imbalannya, dia akan mencarimu dan dengan cara apapun dia akan berusaha mengembalikanmu kepadaku. Aku terkejut dia mengetahui kalau aku punya saudara dan saudaraku ini hilang."

Alex menunduk dan berkata, "Aku menerima pekerjaannya demi menemukanmu Anna. Akan lebih cepat mencarimu melalui Lucas karena koneksinya yang sangat luas sampai Lucas menemukanmu di tempat pelelangan itu." Alex menundukkan kepalanya .

"Maaf Anna, pelelangan itu pasti sangat buruk buatmu. Aku menyesal tidak bisa melindungimu." Suara Alex terdengar melemah.

Aku terhenyak mencoba memahami sudut pandang Alex. Memang minggu-minggu terakhir ini merupakan minggu-minggu terburuk. Aku ingat ketika aku tiba-tiba diculik sepulang kuliah lalu dibawa ke rumah bordil hanya untuk menundukkan kepalaku di depan "mami", lalu mereka memukuliku supaya aku mau melayani pria hidung belang. Namun aku melawannya dengan keras sampai akhirnya "mami" angkat tangan melihat sikapku dan melelangku. Aku akan dijual sebagai budak. Budak segalanya.

Ingin rasanya kuhapus memori buruk itu. Air matakupun mengalir mengingatnya ditambah cerita yang sama buruknya dari saudaraku satu-satunya. Namun tidak ada jalan keluar lain bukan? Mungkin ini memang jalan kami berdua. Aku mencoba menegarkan diriku kembali dan bertanya kepada Alex, "Lalu kenapa kau dipanggil Zac?"

"Disini setiap orang ada nama panggilan yang berbeda dengan nama asli. Kita tidak dapat mengungkapkan nama asli karena kita tidak pernah tahu teman saat ini ke depannya akan tetap menjadi teman atau musuh. Lucas yang menentukan nama panggilanmu. Kita menyebutnya nama angklan atau nama anggota klan."

“Jadi Adrian yang menyekapku kemarin adalah nama angklan?” tanyaku kepada Alex. Alex mengangguk. Alex memelukku cukup lama.

 Alex melihat jam di tangannya dan terkejut, "Anna, aku harus segera pergi. Satu permintaanku ikuti saja apa kata Lucas. Dia tidak akan menyakitimu karena aku."

Aku mengangguk namun aku tidak sempat mengucapkan selamat tinggal ke Alex. Alex buru-buru pergi dan menyelinap keluar pintu.

***

"Alex" panggil Lucas.

Saat ini, Alex memang sedang berada di ruangan Lucas seorang diri. Ruangan kerja Lucas cukup besar dan bernuansa eropa. Dindingnya dipenuhi wallpaper yang agak gelap dengan lantai full karpet. Ada beberapa perabotan disitu antara lain sofa empuk beserta mejanya, meja kerja dan kursi-kurisnya, dan beberapa lemari kayu. Ada pula alat pengatur suhu ruangan dan lemari es. Di dindingnya menggantung beberapa hiasan dinding yang menunjukkan keindahan Sisilia.

Lucas duduk di kursi kerjanya dengan wajah tenang dan dingin. Matanya fokus kepada laptop yang ada di depannya. Namun dia akhirnya mengalihkan padangan matanya ke arah Alex yang berdiri di depannya.

"Siediti per favore," kata Lucas kepadanya.

Alex kebingungan. Lucas tertawa kecil melihat Alex dan dia akhirnya menerjemahkannya, "Silakan duduk."

"Oh, itu maksudnya," gumam Alex.

Alex segera duduk di sofa empuk. Matanya menjelajah ke seluruh ruangan. Tak lama kemudian, Lucas mendatangani Alex yang duduk diam di sofa putihnya. Lucas menyeringai dan berkata, "Maaf, saya lupa kalau kamu bukan orang Sisilia, tapi nama belakangmu mirip dengan salah satu keluarga kaya disana. Bahkan wajahmu dan wajah adikmupun bukan khas wajah orang lokal."

Alex tersenyum sinis mendengarnya. Lucas mengernyitkan dahinya dan bertanya-tanya apa arti senyum sinis Alexander Russo atau Zac itu 

"Aku sudah sering dikira orang antah berantah. Tapi aku dan saudaraku dibesarkan disini jadi aku menganggap kami adalah orang lokal."

Lucas mengangguk dan tersenyum kecil, "Orang local yang berbeda bukan? Pasti banyak yang menyukai kalian. Kamu tahu kan orang lokal suka dengan orang berwajah asing.”

Alex tersenyum dan menggeleng, “Tidak, kami banyak menerima ejekan sejak kecil.”

Lucas terdiam sejenak dan berkata, “Oh ya? Ejekan apa? Karena kalian tinggal di panti asuhan dulu?  Pasti berat bagi kalian ya untuk hidup seperti itu sejak kecil."

Mata Alex menyipit dan dia bertanya-tanya dalam hati bagaimana Lucas bisa tahu dirinya dan Anna dulu tinggal di panti asuhan. 

Lucas seaka mengerti pertanyaan Alex  Dia menjawabnya,"Ya, aku mengecek latar belakang kalian berdua. Aku belum menemukan dokumen apapun sebelum kalian masuk ke panti asuhan itu. Tapi lambat laun pasti akan ketemu."

Alex terkejut Lucas mencari tahu mengenai masa lalunya. Sebenarnya background check memang hal yang umum dilakukan di dunia gangster yang keras ini, namun entah kenapa Alex tidak suka masa lalunya diketahui orang lain yang akhirnya menggunakannnya sebagai senjata.

Alex segera berdiri dan berkata, "Jadi kamu memanggilku hanya untuk menginformasikan itu? Maaf, Aku tidak tertarik dengan asal-usulku. Mereka membuangku dan adikku. Sudah cukup buatku. Aku harus melanjutkan pekerjaanku," pamit Alex.

Alex menundukkan kepalanya memohon pamit. Lucas terdiam terlihat mencerna kata-kata Alex.

"Alex!" Lucas memanggilnya lagi. Alex menghentikan langkahnya lalu menjawab, "Ada apa lagi?"

Lucas tertawa kesal namun dia menyembunyikannya. Bagaimanapun dia harus menjaga kewibawaannya sebagai pemimpin klan Gambino.

Dia berkata pada Alex, "Baru kamu yang berani bersikap seperti itu di depanku. Baik, karena kamu penyelamatku jadi aku akan tetap menghormatimu. Tolong siapkan adikmu siang ini. Kalian akan segera menjalani latihan. Ingat kamu masih harus bekerja untukku walaupun adikmu sudah ketemu dan setelah kupikir-pikir, kemampuan kalian akan sangat bermanfaat untukku."

Jantung Alex berdebar kencang mendengarnya. "Kemampuan apa?" Gumamnya. Alex mencoba bersikap tenang seolah tidak ada hal yang mengganggu pikirannya.

Dia menoleh kepada Lucas dan menjawabnya, "Baik. Memang kami harus latihan apa? Tugasku hanya menginterogasi dan aku sudah bisa bela diri."

Lucas tersenyum dan menjawabnya, "Aku tahu kalian berdua bisa membaca pikiran."

Related chapters

  • MINDREADERS: Kisah Sang Wanita Pembaca Pikiran   Bab 3. Ketahuan

    Alex duduk termenung di sudut ruangan olahraga. Pikirannya melayang-layang dengan kejadian barusan yang membuatnya shock setengah mati, tak lain adalah fakta bahwa Lucas mengetahui saudara kembar beda kelamin ini adalah pembaca pikiran atau mind reader. Tak lama kemudian, seorang wanita mendekatinya dan berkata, "Zac, kenapa kamu terlihat bingung?". Alex menoleh ke arah wanita itu Wanita itu segera menyodorkan sebatang cerutu kepada Alex. Alex menggeleng dan memandangi wanita itu. Wanita itu memang sangat cantik dengan rambut lurus hitam tergerai. Kulitnya sawo matang terbakar matahari, mata besar seperti bambi, tubuh athletis, dan dia memiliki tatto bunga mawar besar di lengan kanannya. "Lily, maaf aku tidak tahu kamu

  • MINDREADERS: Kisah Sang Wanita Pembaca Pikiran   Part 4. Menyusun Rencana

    Mataku dan Alex sama-sama terbelalak lebar mendengar pernyataan Lucas. Sedangkan Lucas sendiri tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi kami. "Ya, aku juga bisa membaca pikiran kalian. Jadi sebaiknya kalian hati-hati," kata Lucas melalui pikiran sedangkan dia masih tertawa keras. Alex dan aku terdiam. Wajahku memerah mengingat momen-momen dimana aku membicarakan dia dalam hati mulai dari saat kami pertama kali bertemu sampai dengan beberapa menit sebelumnya. "Malu!! aku ingin lenyap dari muka bumi ini," teriak pikiranku. Lucas memandangi kami berdua. Dia menghentikan tawanya dan kembali kepada pembicaraan kami yang seharusnya. "Baik.Back

  • MINDREADERS: Kisah Sang Wanita Pembaca Pikiran   Bab 5. Diskusi

    Pertemuan terakhirku bersama Lucas dan Alex berlangsung lancar. Dia menjelaskan secara rinci rencana-rencana ke depannya untuk menemukan patung abu-abu itu. Awalnya memang agak sulit bagiku menerima kenyataan ini terutama mengingat bahaya-bahaya yang akan kuhadapi ke depannya. Tapi bagaimanapun juga aku harus berterima kasih kepada Lucas karena sudah menebusku. Kalau bukan karena dia, mungkin aku sudah bunuh diri karena harus melayani pria-pria hidung belang. Setelah pertemuan itu, Lily pun mulai melatihku dengan keras. Aku diajari dasar-dasar beladiri. Awalnya badanku terasa sakit sekali, namun lama-kelamaan akhirnya menjadi lebih terbiasa. Aku mulai ditemukan dengan petarung-petarung yang ada di klan. Seing aku bercermin dan melihat bahwa otot-otot tubuhku mulai terbentuk. Pagi ini adalah hari pertama aku kembali ke kampus. Jelas bu

  • MINDREADERS: Kisah Sang Wanita Pembaca Pikiran   Bab 6. Latihan Pertama

    "Pencurian apa?" Armando bertanya kepadaku. Aku pun berpikir sama. Tidak mungkin aku membawa kasus pencurian patung Mesir itu ke dalam keributan tugas ini. Mungkin aku akan cari kasus yang serupa supaya aku mendapatkan sudut pandang baru mengenai kasus patung Mesir atau patung Greywacke itu. "Umumnya pencurian bank. Namun itu case sudah umum. Aku kepikiran kita akan cari case pencurian barang seperti misalnya pencurian barang seni atau lukisan di Museum. Aku hanya teringat kasus hilangnya lukisan "Mona Lisa" sekitar awal tahun 1900an di Museum Louvre Paris. Penjahatnya mengklaim dia melakukan itu karena sikap "patriotik" yaitu mengembalikan lukisan ke negara asalnya. Namun dia juga memiliki sikap yang berlawanan dengan sikap yang "patriotik" itu. Dia malah menjual lukisan itu dibanding mengembalikannya langsung. Sangat menarik untuk d

  • MINDREADERS: Kisah Sang Wanita Pembaca Pikiran   Bab 7. Kedekatan

    Trainingku bersama Alex dan Lucas berlangsung lancar. Dibalik sosoknya yang ditakuti banyak orang, ternyata Lucas adalah sosok yang menyenangkan dan guru yang berdedikasi tinggi. Dia mengajarkan teknik-teknik secara jelas dan mudah dimengerti. Dia pun juga mewanti-wanti kami untuk terus berlatih di rumah. Selepas training, kami mengambil waktu istirahat dengan berbicara mengenai berbagai macam topik dan ajaibnya Lucas menguasai semua topik yang kami bicarakan.Sungguh pria yang cerdas.Untungnya kami sudah belajar level 2 yang artinya aku bisa memblokir orang-orang yang mau membaca pikiranku.Itu artinya Merdekaaa!!!. Namun tidak dapat dipungkiri, aku yang terjebak di dalam pembicaraan dua orang lelaki terkadang bingung mengikuti arah pembicaraan seperti halnya pembicaraan tentang olahraga, polit

  • MINDREADERS: Kisah Sang Wanita Pembaca Pikiran   Bab 8. Mulai Terbuka

    Kubuka mataku dan kulihat wajah Alex yang mendekat. Aku bertanya kepadanya, "Apa yang terjadi?" Aku memegang kepalaku dan rasanya pusing. Alex memutar bola matanya kesal dan menjawabku, "Justru aku yang harus bertanya apa yang terjadi pada kalian. Aku mendapat laporan dari pelayan kalau kalian pingsan di pinggir kolam renang." "Oh itu..." aku mengingat kejadian sebelumnya. "Aduh kalau ciumanku ketahuan Alex, pasti dia akan marah.Tapi kenapa ada kilat?" Pikiranku bertanya-tanya mengenai hal itu. "Mungkin Lucas tahu sesuatu. Oh iya Lucas. Aku hampir melupakan dia." "Oh itu apa Anna? Tolong cerita semuanya kepadaku," ujar Alex dengan wajah khawatirnya. Aku membisu. Aku teringat ingatan-ingatan memori pada saat kilatan itu terjadi. "Alex, mana Lucas? Sek

  • MINDREADERS: Kisah Sang Wanita Pembaca Pikiran   Bab 9. Latihan Lanjutan

    Aku menjadi sibuk beberapa hari terakhir ini. Bagaimana tidak, aku harus membagi waktuku untuk beberapa hal. Di pagi hari sampai sore aku kuliah dan mengerjakan tugas, sore hari aku harus latihan fisik bersama Lily, malam hari aku terus latihan untukmind trainingyang sangat menguras energi. Weekend aku harus membagi waktuku bersama Lucas dan Armando, dua pria yang dekat denganku. Rasanya lelah namun aku menikmatinya.Selepas latihan fisik sore ini, aku beristirahat di sudut ruang olahraga dan meminum segelas air kelapa. Badanku penuh keringat mengucur. Aku berbaring di atas kursi sambil menutup mata kelelahan. Lily benar-benar serius dalam melatih fisikku. Dia menyuruhkujumping jack, push up, leg lift, sit up,karate, dan lain sebagainya. Untuk menutup latihan, pasti aku akan dipasangkan dengan seorang anggota klan baik cowok maupun cewek untuk be

  • MINDREADERS: Kisah Sang Wanita Pembaca Pikiran   Bab 10. Pesta Topeng

    "Anna, sudah bangun?" Kudengar suara Alex di luar pintu kamarku. Dia mencoba mengetok kamarku. Aku terbangun mendengar suaranya tapi rasanya masih mengantuk. Semalam aku mengucapkan selamat ulang tahun kepada Lucas dan akhirnya kami telpon semalaman.Ya hari ini adalah hari ulang tahun dan itu berarti pesta topeng akan diadakan hari ini. Aku sudah menyiapkan kado untuk Lucas walaupun mungkin tidak ada artinya dengan hadiah-hadiah yang diberikan orang lain.Aku membuka pintu dengan kusut. Begitu pintu kamarku terbuka, Alex langsung membawakanevening dressmodel A-line berwarna merah dengan brokat di bagian atasnya. Sangat cantik."Anna, ini kiriman gaun dari Lucas. Pakailah."Aku segera membuka bungkusnya dan

Latest chapter

  • MINDREADERS: Kisah Sang Wanita Pembaca Pikiran   Bab 38. Kakak Adik

    Kediaman Clarissa, SisiliaKringgg...Clarissa segera menilik ponselnya. Tertulis nama Dea Cassano disitu.Clarissa : " Ya De"Dea : (sambil menangis sesenggukan) "Armando di rumah sakit Riz, Armando mencoba menyelamatkanku dari amukan Angelo dan Armando yang terkena hantaman kursi Angelo.Clarissa : "Astaga. Aku kesana sekarang. Tenangkan dirimu De. Waktu Angelo sudah tidak lama lagi."Dea hanya menangis sesenggukan mendengarnya lalu menutup teleponnya. Mata Clarissa berkilat tajam. Tak lama kemudian, Lucas yang meneleponnya dan menginformasikan semua plan kepada Clarissa. Clarissa tampak tersenyum bangga ketika dia mendengar bahwa Anna lah yang mengajukan rencana itu. "Anna memang mirip aku,"pikirnya bangga.Lalu dia menoleh dan berkata kepada asistennya, "Sudah waktunya. Siapkan Private Jet ke Indonesia.""Baik Madam."Asisten Clarissa segera berlalu dan Clarissa pun segera mengangangkat smartphonennya untuk menelepon Paulo. Di ujung sana Paulo segera mengangkat teleponnya

  • MINDREADERS: Kisah Sang Wanita Pembaca Pikiran   Bab 37. Para Penjaga

    Armando dan Angelo bertengkar hebat di dalam ruang kerja Angelo sedangkan Dea Gambino hanya bisa menangis di sudut ruangan. Plak! Terdengar suara tamparan keras yang mendarat di pipi Armando. "Kamu benar-benar anak tidak tahu malu! Kamu tahu Vero itu siapa? Kamu pasti bersekongkol dengan Gambino untuk membebaskan Vero!" teriak Angelo kepada anak laki-lakinya itu. "Tentu saja aku tahu. Dia adalah kakakku!" Plak! Angelo kembali menampar anak semata wayangnya itu. Dea Cassano menangis semakin keras. Wajah Angelo memerah dan berkata kepadanya, "Dia bukan anakku! Dasar anak bodoh!" "Memang bukan anak ayah! Tapi dia anak ibuku!" Kemarahan Angelo pun menjadi tak tertahankan. Dia langsung menendang perut Armando keras-keras yang membuat pemuda itu meringkuk di tanah. Dea langsung menghampiri Armando dan berteriak ke arah Angelo, "Sudah cukup kamu menyakiti semua anak-anakku!" "Vero itu anakmu? Maksudmu?" Dea segera berdiri dan

  • MINDREADERS: Kisah Sang Wanita Pembaca Pikiran   Bab 36. Vero dan Bakery

    "Ini minum dulu Lucy," ujar Lily sambil memberikan secangkir gelas berisi air putih kepada gadis yang sudah lemah lunglai itu."Terima kasih Lily.""Sama-sama," jawab Lily singkat sambil meneguk champage dalam gelas di tangannya.Lucy atau Vero itu segera menatap sekelilingnya. Tembok putih dengan jendela besar itu menarik perhatiannya. Namun sebenarnya di balik jendela itulah yang menarik perhatiannya. Lucy segera berdiri, berjalan ke arah jendela itu untuk memastikan lalu menoleh dan bertanya kepada Lily, "Itu ayam? rusa? Kita sebenarnya ada dimana? kebun binatang?"Celetuk Vero membuat Lily tertawa keras. Lily segera meneguk champagne yang ada di tangannya seraya menjawab santai,"Rumah Lucas."Vero segera berbalik dan menatap Lily, "Rumah Capo? Wow, aku ngga nyangka rumahnya sebesar ini dan Capo memelihara banyak binatang.""Iya, semua masakan dari dapurnya rata-rata diambil dari pekarangannya sendiri," jawab Lily santai.Vero meng

  • MINDREADERS: Kisah Sang Wanita Pembaca Pikiran   Bab 35. Konferensi Hologram

    "Dolcezza, kamu tahu ngga kalau aku bener-bener sayang sama kamu?"Lucas menggosok punggungku dengan sabun wangi. Jacuzzi yang penuh dengan air hangat dan bunga itu membuatku merasa sangat segar dan spesial. Ditambah Lucas ada di belakangku dan sambil sesekali menciumi leherku menjadikanku merasa sangat senang.Aku berbalik ke arahnya. Tubuh atletisnya yang terlihat sangat kekar membuatku tersenyum dan berpikir, "Bagaimana aku bisa seberuntung ini?"Lucas memegang pipiku dan berkata, "Aku yang beruntung bisa mendapatkanmu. Kamu benar-benar harga berharga untukku.""Kita barusaja jadian dan aku belum mengenalmu terlalu lama," kataku berkilah."Aku tahu kalau kamu diciptakan untukku sejak aku bertemu denganmu."Aku berbalik membelakanginya kembali dan menjawabnya, "Ingat kilat itu?"Lucas tertawa mengiyakan sambil menciumi leherku. Dia menjelajah tubuhku sesuka hatinya dan setiap sentuhannya membuatku terasa ingin bercinta terus menerus

  • MINDREADERS: Kisah Sang Wanita Pembaca Pikiran   Bab 34. Hostel Persembunyian

    Agil datang dengan tergopoh-gopoh dengan membawa tas ransel. Sesampainya di lantai yang dituju, dia pun segera mengetuk pintu kamar hostel sesuai dengan petunjuk dari Ben.Mendengar ketukan dari pintu, Alex pun segera mengintip untuk memastikan Agil yang datang. Dia mengintip dari kaca kecil yang tersemat di pintu. Begitu mengetahui bahwa Agil yang datang, maka Alex segera membukakan pintu untuknya."Masuklah!" kata Ben sambil duduk di atas tempat tidur.Agil segera memasuki ruangan itu lalu menatap mereka bergantian. Dia berkeliling melihat kondisi kamar itu sambil bertanya kepada mereka, "Gimana hasilnya? Aman?""Duduklah dulu," kata Alex kepada Agil. Ben mengangguk dan ikut menyuruh Agil duduk di depannya. Alex pun ikut duduk melingkar bersama dengan mereka."Zac, ceritakanlah," kata Ben seraya menatap Alex yang memiliki nama angklan Zac itu.Alex menarik nafas dalam-dalam. Agil menatapnya dengan wajah penasaran. Alex pun mulai menceritak

  • MINDREADERS: Kisah Sang Wanita Pembaca Pikiran   Bab 33. Rahasia Bakery

    Ben dan Alex sedang dalam penyamarannya di bakery. Mereka berdua berperan seperti seorang pasangan kakek cucu yang sedang memesan kue ulang tahun di bakery milik Angelo. Ben berperan sebagai kakek dan Alex berperan sebagai cucu yang sedang memasuki masa pubertas. Tentu saja mereka juga berdandan selayaknya kakek cucu lengkap dengan rambut palsu dan seragam SMA. Seorang pelayan wanita melihat mereka dengan tatapan tanpa curiga. Dia bersikap masa bodoh dengan penampilan Alex dan Ben. Hal ini pertanda bagus karena Alex pun juga membaca pikiran pelayan itu dan tidak menemukan sesuatu hal yang membuatnya khawatir. "Mau pesan apa? Dibawa pulang atau dimakan disini?" tanya pelayan itu sambil menatap Ben dan Alex bergantian. Alex berkata kepada Ben, "Kakek aja ah yang nentuin. Aku ngikut aja." Mendengar itu, Ben berbisik kepada Alex, "Nanti ketauan suaraku masih muda. Kamu aja yang ngomong." Alex pun mengangguk dan berkata kepada pelayan itu, "Satu ke

  • MINDREADERS: Kisah Sang Wanita Pembaca Pikiran   Bab 32. People Controlling

    Aku membuka mataku dan kulihat Lucas tertidur di sampingku. Aku merasa sangat bahagia ketika mengetahui pria kekasihku itu ada di sampingku. Aku melihat ke bawah dan ternyata aku sudah dipakaikan pakaian dalam. Aku segera bangkit berdiri dan mencuci mukaku.Setelah dari tempat tidur, kumelihat hp Lucas bergetar kencang. Rasa penasaranku langsung memuncak dan kuiintip hpnya. Kulihat ada nama Armando di atasnya. Jantungku langsung berdegub kencang. Pikiranku langsung berkecamuk seperti benang ruwet.Kulihat ke arah Lucas dan kulihat wajah Lucas menjadi kesal. Dia bergumam dalam tidurnya, "Berisik ah Dolcezza. Aku masih mengantuk.""Inilah susahnya pacaran sesama mind reader," pikirku kesal. Kulihat Lucas hanya tersenyum namun matanya tetap tertutup."Ada telepon dari Armando. Kamu yang angkat atau aku yang angkat?" tanyaku langsung ke arah Lucas. Seketika itu juga mata Lucas terbuka lebar. Dia langsung bangkit berdiri, "Aku aja yang angkat

  • MINDREADERS: Kisah Sang Wanita Pembaca Pikiran   Bab 31. Kencan

    Jantungku berdegub sangat kencang ketika Lucas menjemputku dengan mobil sportnya itu. Kulihat mobilnya masuk ke dalam halaman rumahku. Dengan gayanya yang khas, Lucas keluar dari mobilnya. mataku melompat melihatnya. Dia memakai kaos putih ketat dan celana jeans biru terang. Badannya yang tegap dan atletis itu memang memiliki kharisma yang sangat kuat yang membuat jantungku melompat setiap kali bertemu dengannya. Aku merasa bahagia setiap kali aku bersamanya."Benar-benar James Dean," kataku dalam hati.Kulihat Lucas tersenyum dari kejauhan. Dia berjalan ke arahku yang membuat aku merasa dunia melambat. Dia mendekatiku, memeluk pinggangku, dan mencium bibirku dengan lembut. Sesaat kemudian dia bertanya, "Dolcezza, kamu segitu ngefansnya sama James Dean?"Perutku terasa tergelitik. Aku hampir lupa kalau dia juga mind reader. Kujawab pertanyaannya, "Iya dong, bukannya kamu reinkarnasinya James Dean?"Lucas tertawa mendengarnya dan dia mengangguk ke

  • MINDREADERS: Kisah Sang Wanita Pembaca Pikiran   Bab 30. Cassano

    Kubuka mataku dan kulihat Lucas masih tertidur di sampingku. Lucas hanya memelukku semalaman. Walaupun kami tidak berhubungan badan, namun hatiku sangat bahagia. Karena cinta tidak hanya tentang seks.Aku segera bangkit dari tempat tidur dan keluar dari kamar. Kubuka kulkas dan kuambil roti, sayuran, ikan kaleng, dan mayones. Bahan-bahan itu segera kuolah menjadi sepotong sandwich. Tak lupa aku juga menyiapkan susu segar dalam gelas. Setelah semuanya selesai, aku segera menaruh sandwich dan susu di atas nampan dan kubawa ke kamar dengan hati-hati."Buon Giorno Dolcezza, Mi Amore, (Selamat pagi Manisku, Cintaku)," sapa Lucas mengagetkanku. Lucas berdiri di depan pintu kamar. Tentu saja masih dengan rambut berantakan dan baju yang memperlihatkan dada bidangnya."Honey, kok sudah bangun?"Lucas segera mencium bibirku singkat. Dia tersenyum dan berbisik di telingaku, "Kamu ngga lupa kan kalau hari ini hari Sabtu?"Aku mengernyitkan dahi dan me

DMCA.com Protection Status