Trainingku bersama Alex dan Lucas berlangsung lancar. Dibalik sosoknya yang ditakuti banyak orang, ternyata Lucas adalah sosok yang menyenangkan dan guru yang berdedikasi tinggi. Dia mengajarkan teknik-teknik secara jelas dan mudah dimengerti. Dia pun juga mewanti-wanti kami untuk terus berlatih di rumah.
Selepas training, kami mengambil waktu istirahat dengan berbicara mengenai berbagai macam topik dan ajaibnya Lucas menguasai semua topik yang kami bicarakan. Sungguh pria yang cerdas. Untungnya kami sudah belajar level 2 yang artinya aku bisa memblokir orang-orang yang mau membaca pikiranku. Itu artinya Merdekaaa!!!.
Namun tidak dapat dipungkiri, aku yang terjebak di dalam pembicaraan dua orang lelaki terkadang bingung mengikuti arah pembicaraan seperti halnya pembicaraan tentang olahraga, politik, dan lain sebagainya. Yaa setidaknya aku mengerti sedikit-sedikit topik-topik itu. Untungnya Lucas mengerti aku. Ya dia mengerti aku. Jadi dia seringkali menyelipkan topik general yang aku juga tahu dan memberiku beberapa pertanyaan pancingan.
Setelah menghabiskan beberapa waktu untuk bercakap-cakap, Alex menoleh ke hpnya dan membaca pesan di dalamnya. Tiba-tiba dia merapikan bajunya dan berbicara kepada Lucas, "Capo, boleh titip Anna dulu disini? Ben memintaku datang ke kantor untuk berdiskusi mengenai persiapan kedatangan Alfred bulan depan. Nanti setelah dari kantor, aku akan jemput Anna kembali."
Lucas diam dan mengernyitkan dahinya namun aku bisa melihat senyum tipis di sudut bibirnya. Wajahku langsung memerah mengingat aku hanya akan berdua dengan Lucas di rumah ini. Dia menjawab dengan lugas, "Tak perlu. Nanti aku akan antar Anna ke rumah. Kamu tak perlu khawatir."
Alex mengangguk mendengarnya. Dia tahu aturan tidak tertulis 'jangan pernah mempertanyakan keputusan Capo'.
Alex mengirimkan pesan pikiran khusus kepadaku, "Anna, tolong jaga diri ya." Lalu Alex ijin berpamitan kepada Lucas dan kepadaku dan dia segera pergi.
Aku mengambil nafas dalam-dalam. Semoga aku bisa menahan diri bersama Lucas. Sesaat kemudian kami hanya terdiam tanpa bersuara. Suasananya menjadi canggung. Aku tidak tahan dan akhirnya membuka percakapan, "Lucas...."
Tiba-tiba Lucas menggandeng tanganku dan berbisik, "Aku suka kamu langsung memanggil namaku." Lalu dia mengedipkan mata kepadaku. Demi apa aku bisa lupa memanggil dia Capo atau Boss. Selanjutnya dia segera menarik tanganku dan berkata, "Yuk kita bicara di atas." Aku menurutinya seperti anak domba ikut gembala. Pasrah.
Kami segera menuju ke lantai dua. Di lantai dua ada beberapa ruangan namun aku tidak sempat melihat satu-satu. Lucas menggandengku ke arah kolam renang.
Kolam renang biru dengan kursi-kursi santai di sampingnya dan pohon-pohon palma kecil menarik perhatianku. Kolam itu terlihat bersih dan sangat berkelas. Sekeliling kolam renang dipasang dinding keramik kecuali di ujung kolam renang yang dipasang kaca sehingga siapapun yang sedang berenang pasti bisa melihat halaman rumah atau tamu yang datang di lantai bawah.
"Duduklah," kata Lucas lembut. Aku duduk di salah satu kursi santai itu. Lucas ikut duduk di kursi santai sampingku, memegang smartwatchnya, dan tak lama kemudian ada pelayan datang membawakan champagne bagi kami. Aku terkejut melihatnya.
"Aku kira kamu tinggal sendiri Capo."
Lucas menjawab dengan santai, "Panggil aku Lucas saja. Terserah orang lain mau panggil apa. Tapi aku mau kamu panggil namaku langsung Anna," Lucas tersenyum ke arahku lalu melanjutkan perkataannya, "Iya. Aku tinggal sendiri disini di rumah ini. Tapi aku punya beberapa pelayan tinggal yang di rumah depan jadi kalau aku butuh apa-apa mereka akan datang. Biasanya mereka datang membersihkan rumah tiap pagi dan sore seperti sekarang ini."
Aku bertanya pelan, "Oh jadi sekarang mereka sedang membersihkan rumah?"
Lucas mengangguk dan berkata, "Iya. Namun aku sudah menginstruksikan kepada mereka supaya tidak menganggu aktivitas kita."
"Kita?' tanyaku singkat. Lucas terbatuk-batuk gugup dan langsung menjawab, "Maksudku training tadi bersama Alex. Bagaimanapun kalian adalah tamuku dan aku tidak mau terganggu."
Aku menjawab, "Oh baiklah." Jujur aku bingung menghadapi Lucas. Dia beberapa kali menggodaku dan menyatakan ketertarikannya kepadaku, namun beberapa menit lalu aku menemukan foto dengan seorang wanita cantik. "Mungkin aku bisa lebih tahu tentang Lucas," pikirku. Akhirnya aku memberanikan diri untuk bertanya, "Lucas, lalu pacarmu tinggal dimana?"
Lucas mengernyitkan dahi dan menggodaku, "Jadi kamu ingin tahu lebih dalam tentang aku?" Wajahku memerah dan perutku melilit rasanya. "Apa aku salah bicara ya? Ahh. Dia tidak menyangkal Anna! Berarti benar itu pacarnya" Teriakku dalam pikiran yang tersembunyi.
Lucas tertawa melihat ekspresiku, "Aku belum punya pacar Anna. Orang yang kusukai saat ini entah menyukaiku juga atau tidak," katanya sambil melihat mataku. Lucas terlihat berpikir sebentar lalu bertanya kepadaku,"Kenapa kamu berasumsi aku punya pacar"
"Aku melihat fotomu bersama seorang wanita di bawah," jawabku singkat.
Raut muka Lucas terlihat sedih lalu berkata, "Oh itu sahabatku. Dia sudah meninggal."
"Maaf Lucas. Aku tidak bermaksud...." Lucas langsung berdiri dan mengarahkan jari telunjuknya ke depan mulutku. Aku kehilangan kata-kata. Aku bisa melihat otot perut seksi yang melekat di bajunya yang sebelumnya tidak terlalu kentara. Oh Zeus!
Lucas memilih duduk di depanku. Aku menyingkirkan kakiku untuk memberinya tempat. Jantungku berdegub kencang. Rasanya ingin menciumnya. Lucas berkata dengan lembut, "Bukan salahmu Anna. Kamu berhak mempertanyakannya. Nanti kalau kamu sudah belajar tingkat lebih tinggi pasti kamu bisa melihat memoriku bersamanya. Tapi baiklah aku akan menceritakannya supaya kamu tidak salah paham kepadaku."
Aku menggeleng dan berkata, "Tak perlu Lucas. Kalau kamu belum siap, aku tak masalah. Toh aku hanya sekedar orang lain yang kebetulan juga bisa membaca pikiran."
Lucas melihat mataku dan menyentuh daguku,"Kamu bukan orang lain Anna. Itu satu hal yang harus kamu tahu. Aku tidak akan menyembunyikan fakta bahwa sejak pertama kali melihatmu di tempat pelelangan, kamu sangat menarik perhatianku dan sejak saat itu kamu selalu ada di pikiranku. Apa kamu juga merasakan adanya chemistry kuat diantara kita?"
Aku mengangguk pelan. Hatiku terasa hangat mendengarnya namun rasanya menyenangkan. Aku tersenyum melihat dia.
Lucas membalas senyumanku dan melepaskan tangannya dari daguku. Dia membetulkan posisi duduknya dan berkata, "Baiklah. Wanita yang kamu lihat di foto itu bernama Pia. Mungkin awalnya kamu harus tahu keluargaku terlebih dahulu. Orangtuaku punya dua anak, satu anak kandung dan satu anak angkat. Mereka menikah sekitar 5 tahun namun belum dikaruniani keturunan. Akhirnya mereka mengambil satu anak angkat bernama Paulo. Paulo diadopsi oleh orang tuaku sekitar umur 2 tahun. Setelah itu keajaiban terjadi, ibuku hamil kembali dan lahirlah laki-laki tampan yang kamu lihat sekarang."
Aku tertawa mendengarnya. Lucas melanjutkan, "Di waktu yang bersamaan, ibu Pia juga melahirkan Pia. Ibu Pia adalah sahabat ibuku di klan. Jadi tanggal lahirku dan tanggal lahir Pia sama. Kami tumbuh bersama. Paulo lah yang melindungi kami kalau kami melakukan kenakalan anak-anak supaya kami tidak dimarahin. Pia wanita yang kuat dan dia selalu berterus terang sampai suatu saat..." Lucas menghentikan kata-katanya.
"Lucas, kamu ngga perlu melanjutkan ini kalau memang berat," kataku kepada Lucas. Lucas tertunduk sebentar, "Tidak Anna. Kamu harus tahu ceritanya."
Dia mengambil nafas dalam-dalam dan melanjutkan, "Suatu saat ada Raja baru di Sisilia dan dia mencoba menghapuskan klan-klan yang ada. Namanya Raja Victor. Dia menangkap pemimpin-pemimpin mafia tanpa pandang bulu. Walaupun ayahku dan ibuku selalu membantu pemerintah dan memberikan pendapat besar bagi negara, itu semua tidak ada artinya. Ayahku dan ibuku ditangkap dan dijatuhi hukuman mati," Mata Lucas terlihat berkaca-kaca. Aku terdiam dan ikut merasakan penderitaannya.
"Waktu itu aku masih remaja sekitar 12 tahunan. Begitu pula Pia. Raja memberikan syarat bahwa hukuman mati itu harus disaksikan oleh keluarganya termasuk aku dan Paulo. Aku melihat ayah ibuku mati dipenggal Anna..." Air mata Lucas jatuh setetes demi setetes. Aku memilih memeluk Lucas. Dia menangis di pelukanku cukup lama.
Pemimpin mafia yang sangat kuat jatuh menangis dalam pelukanku. Ini lebih buruk dibanding tidak mengetahui siapa orang tua sepertiku. Lucas melepaskan pelukanku dan berkata, "Maaf Anna. Aku benar-benar sedih apabila mengingat waktu itu."
Lucas membetulkan posisi duduknya lalu dia melanjutkan, "Pia sebagai sahabatku waktu itu mengerti posisiku dan dia tidak mau aku melihat eksekusi orang tuaku. Dia menyelundup di kamp konsentrasi tempat eksekusi itu diadakan. Tapi sayang aku terlanjur melihat eksekusi itu. Aku menjadi linglung pada saat itu. Pia menarik tanganku dan Paulo dari belakang kerumunan. Paulo menolaknya dan berkata dia akan menjalakan permainan dari pemerintah. Sedangkan aku akhirnya mengikuti Pia. Kami berdua berlari keluar kamp sampai satu aparat mengetahui pelarian kami dan mulai menembaki kami, disitu Pia tertembak. Darah yang sangat banyak keluar dari dadanya. Di dalam sekaratnya dia hanya berpesan aku harus pergi dan hidup bahagia buat dia. Dalam kalutku, aku memilih berlari dan pulang kembali untuk membereskan barang-barangku sampai akhirnya aku menyelundup dalam kapal dan pergi ke sini. Memulai hidup baru. Kalau saja aku waktu itu tidak mengikuti Pia, pasti dia masih ada Anna dan aku tidak punya nyali untuk kembali kepadanya dan menemaninya di masa-masa terakhir hidupnya."
"Maaf Lucas. Pasti sangat menyakitkan buatmu." Lucas tertunduk lesu dan menggangguk kecil.
Aku memegang tangannya dan berkata lembut, "Semua akan baik-baik saja Lucas. Percayalah, kehilangan seseorang akan membuat kita jauh lebih kuat. Orang tuamu dan Pia disana pasti tidak mau kamu hidup dalam kesedihan.
Lucas tersenyum menatapku dan berkata, "Kamu sudah tahu masa laluku. Inilah aku Anna, pria yang tidak berani menghadapi kenyataan."
Aku menggeleng dan berkata, "Tidak. Justru aku tahu bahwa kamu lebih kuat dari yang kuduga sebelumnya."
Lucas tersenyum kembali dan bertanya, "Aku penasaran kenapa kamu mengirimkan quote drug itu Bella di training tadi?"
Aku tersenyum dan menjawab, "Aku hampir lupa nama angklanku Bella. Well, ngga ada alasan khusus sih. Tapi itu kenyataannya Lucas."
Lucas memegang daguku, menatap mataku, dan berkata, "Aku senang kalau kamu kecanduan aku." Lucas mulai mendekati wajahku dan mencium bibirku. Aku tidak menolaknya.
Ciuman yang menunjukkan kelemahan tapi juga kekuatan. Semakin lama ciuman itu semakin panas dan aku seperti melihat kilatan-kilatan memori Lucas di pikiranku, mulai dari perdebatannya dengan Paulo, melihat orang tuanya dipenggal bersamaan, dan Pia yang terluka hebat setelah ditembak. Selanjutnya ada kilat kecil yang memisahkan kami berdua.
Lalu kami berdua jatuh pingsan.
Kubuka mataku dan kulihat wajah Alex yang mendekat. Aku bertanya kepadanya, "Apa yang terjadi?" Aku memegang kepalaku dan rasanya pusing. Alex memutar bola matanya kesal dan menjawabku, "Justru aku yang harus bertanya apa yang terjadi pada kalian. Aku mendapat laporan dari pelayan kalau kalian pingsan di pinggir kolam renang." "Oh itu..." aku mengingat kejadian sebelumnya. "Aduh kalau ciumanku ketahuan Alex, pasti dia akan marah.Tapi kenapa ada kilat?" Pikiranku bertanya-tanya mengenai hal itu. "Mungkin Lucas tahu sesuatu. Oh iya Lucas. Aku hampir melupakan dia." "Oh itu apa Anna? Tolong cerita semuanya kepadaku," ujar Alex dengan wajah khawatirnya. Aku membisu. Aku teringat ingatan-ingatan memori pada saat kilatan itu terjadi. "Alex, mana Lucas? Sek
Aku menjadi sibuk beberapa hari terakhir ini. Bagaimana tidak, aku harus membagi waktuku untuk beberapa hal. Di pagi hari sampai sore aku kuliah dan mengerjakan tugas, sore hari aku harus latihan fisik bersama Lily, malam hari aku terus latihan untukmind trainingyang sangat menguras energi. Weekend aku harus membagi waktuku bersama Lucas dan Armando, dua pria yang dekat denganku. Rasanya lelah namun aku menikmatinya.Selepas latihan fisik sore ini, aku beristirahat di sudut ruang olahraga dan meminum segelas air kelapa. Badanku penuh keringat mengucur. Aku berbaring di atas kursi sambil menutup mata kelelahan. Lily benar-benar serius dalam melatih fisikku. Dia menyuruhkujumping jack, push up, leg lift, sit up,karate, dan lain sebagainya. Untuk menutup latihan, pasti aku akan dipasangkan dengan seorang anggota klan baik cowok maupun cewek untuk be
"Anna, sudah bangun?" Kudengar suara Alex di luar pintu kamarku. Dia mencoba mengetok kamarku. Aku terbangun mendengar suaranya tapi rasanya masih mengantuk. Semalam aku mengucapkan selamat ulang tahun kepada Lucas dan akhirnya kami telpon semalaman.Ya hari ini adalah hari ulang tahun dan itu berarti pesta topeng akan diadakan hari ini. Aku sudah menyiapkan kado untuk Lucas walaupun mungkin tidak ada artinya dengan hadiah-hadiah yang diberikan orang lain.Aku membuka pintu dengan kusut. Begitu pintu kamarku terbuka, Alex langsung membawakanevening dressmodel A-line berwarna merah dengan brokat di bagian atasnya. Sangat cantik."Anna, ini kiriman gaun dari Lucas. Pakailah."Aku segera membuka bungkusnya dan
Kilatan-kilatan itu datang kembali kala tante Clarissa memelukku, namun kali ini berbeda. Aku seperti melihat beberapa film pendek beruntut di pikiranku.Aku melihat seorang wanita muda dan ibu muda. Aku mendekatinya namun mereka tidak dapat melihatku. Wanita muda itu menggendong dua bayi di sisi kiri kanan tangannya sedangkan di belakangnya ada sebuah koper. Aku mengenali mereka. Tante Clarissa dan Ibu Margareth."Tolong jaga mereka. Saya akan mengirimkan uang sesuai keperluan sehari-hari berapapun yang dibutuhkan," kata tante Clarissa muda dengan wajah pucat dan mata biru terang di muka sebuah pintu kayu panti asuhan."Baik bu. Kami akan menjaga mereka," jawab ibu Margareth muda."Terima kasih banyak. Mohon jangan bosan kalau saya a
"Lucas, kenapa kamu harus ikut-ikutan? Yang bertanggung jawab atas Anna adalah aku. Urusi saja urusan pestamu!" kata Armando sambil memegang jas Lucas."Ini adalah pestaku. Anna adalah salah satu tamuku walaupun dia datang bersamamu. Aku tidak mau ada hal-hal buruk terjadi di pestaku," Lucas membalas memegang kerah baju Armando.Lucas menyadari kekesalannya dan pikirannya kalut antara harus bersandiwara demi patung kuno itu atau harus berterus-terang demi Anna. Dia pun melepaskan kerah baju Armando dari genggaman tangannya. Armando juga mengikuti langkahnya."Aku melihat cara memandangmu tadi Lucas. Bukan cara pandang seorang yang baru kenal yang sampai rela memanggil dokter dan menelepon driver demi 'seorang tamu'," Armando menatap Lucas langsung di depan matanya.
Alex segera masuk ke dalam dan duduk di sampingku. Dia terdiam dan aku teringat pada saat aku menyiramnya.Tidak seharusnya aku melakukan itu.Akhirnya aku berkata kepadanya dengan muka muram, "Maaf Alex, tadi aku menyirammu." Alex langsung memelukku dan menjawab, "Aku juga minta maaf sudah berteriak kepadamu Anna." Dia mengusap-usap rambutku lalu kami melepas pelukan masing-masing dan tertawa.Mama juga tertawa melihat kami lalu beliau memalingkan wajahnya untuk menatap Alex dan berkata, "Maafkan aku Alexander. Pasti berat bagimu mengetahui kenyataan dengan cara seperti ini." Alex mengangguk dan tersenyum serta berkata, "Setidaknya aku masih memiliki orang tua bukan?" Mendengar hal itu, mata mama berbinar-binar seperti ada secercah cahaya pengharapan.Mama berkata kepada kami, "Aku bersyukur masih bisa bertemu dengan
Pagi-pagi benar, Armando mengetuk pintu hotelku. Aku segera berlari membukanya. Dia terlihat pucat pasi. Rambutnya berantakan dan pakaiannya pun berantakan. Dia tiba-tiba mendorong tubuhku ke dinding, tangan kanannya disandarkan di pundakku. Aku terkejut melihat perlakuannya."Armando, ada apa?", tanyaku sambil memandangnya cemas. Dia terdiam melihat mataku. Kurasakan entah kemarahan, kekecewaaan, bahagia, bercampur aduk menjadi satu dalam tatapan matanya. Akhirnya kuputuskan melihat visualnya. Aku mencoba berkonsentrasi walaupun Armando menatapku seperti ingin memangsaku.Bubble keluar dari kepalanya, kulihat dia menciumku dengan sangat intens dan aku juga membalas ciumannya dengan bergairah. Aku terkejut melihatnya. Kuputuskan untuk menutup bubblenya. Armando menjawabku dengan suara sengau, "Apa kamu benar-benar anak kandung tante Cla
"Aku harus memperingatkanmu, Anna. Mungkin kamu akan membenciku setelah melihat ingatanku. Banyak hal buruk yang kuperbuat termasuk..."Aku menyela perkataannya, "Termasuk pembunuhan, pencurian, dan tidur dengan wanita lain bukan?"Lucas menarik nafas dan menghembuskannya dengan sangat cepat, "Aku tidak seburuk itu Anna. Ya mungkin ada beberapa bagian yang kamu tidak akan suka.""Diamlah. Aku akan coba konsentrasi,"sahutku padanya. Lucas mengangguk. Akupun memejamkan mata. Kumasuki pikirannya. Gelap. Aku harus meraba-raba.Ini hanya pikirannya Anna, kamu pasti bisa menemukan benda berguna disana. Berpikirlah!Aku membayangkan ada senter dan akhirnya kutemukan senter itu. Aku mulai menyusuri dalam pikirannya sampai
Kediaman Clarissa, SisiliaKringgg...Clarissa segera menilik ponselnya. Tertulis nama Dea Cassano disitu.Clarissa : " Ya De"Dea : (sambil menangis sesenggukan) "Armando di rumah sakit Riz, Armando mencoba menyelamatkanku dari amukan Angelo dan Armando yang terkena hantaman kursi Angelo.Clarissa : "Astaga. Aku kesana sekarang. Tenangkan dirimu De. Waktu Angelo sudah tidak lama lagi."Dea hanya menangis sesenggukan mendengarnya lalu menutup teleponnya. Mata Clarissa berkilat tajam. Tak lama kemudian, Lucas yang meneleponnya dan menginformasikan semua plan kepada Clarissa. Clarissa tampak tersenyum bangga ketika dia mendengar bahwa Anna lah yang mengajukan rencana itu. "Anna memang mirip aku,"pikirnya bangga.Lalu dia menoleh dan berkata kepada asistennya, "Sudah waktunya. Siapkan Private Jet ke Indonesia.""Baik Madam."Asisten Clarissa segera berlalu dan Clarissa pun segera mengangangkat smartphonennya untuk menelepon Paulo. Di ujung sana Paulo segera mengangkat teleponnya
Armando dan Angelo bertengkar hebat di dalam ruang kerja Angelo sedangkan Dea Gambino hanya bisa menangis di sudut ruangan. Plak! Terdengar suara tamparan keras yang mendarat di pipi Armando. "Kamu benar-benar anak tidak tahu malu! Kamu tahu Vero itu siapa? Kamu pasti bersekongkol dengan Gambino untuk membebaskan Vero!" teriak Angelo kepada anak laki-lakinya itu. "Tentu saja aku tahu. Dia adalah kakakku!" Plak! Angelo kembali menampar anak semata wayangnya itu. Dea Cassano menangis semakin keras. Wajah Angelo memerah dan berkata kepadanya, "Dia bukan anakku! Dasar anak bodoh!" "Memang bukan anak ayah! Tapi dia anak ibuku!" Kemarahan Angelo pun menjadi tak tertahankan. Dia langsung menendang perut Armando keras-keras yang membuat pemuda itu meringkuk di tanah. Dea langsung menghampiri Armando dan berteriak ke arah Angelo, "Sudah cukup kamu menyakiti semua anak-anakku!" "Vero itu anakmu? Maksudmu?" Dea segera berdiri dan
"Ini minum dulu Lucy," ujar Lily sambil memberikan secangkir gelas berisi air putih kepada gadis yang sudah lemah lunglai itu."Terima kasih Lily.""Sama-sama," jawab Lily singkat sambil meneguk champage dalam gelas di tangannya.Lucy atau Vero itu segera menatap sekelilingnya. Tembok putih dengan jendela besar itu menarik perhatiannya. Namun sebenarnya di balik jendela itulah yang menarik perhatiannya. Lucy segera berdiri, berjalan ke arah jendela itu untuk memastikan lalu menoleh dan bertanya kepada Lily, "Itu ayam? rusa? Kita sebenarnya ada dimana? kebun binatang?"Celetuk Vero membuat Lily tertawa keras. Lily segera meneguk champagne yang ada di tangannya seraya menjawab santai,"Rumah Lucas."Vero segera berbalik dan menatap Lily, "Rumah Capo? Wow, aku ngga nyangka rumahnya sebesar ini dan Capo memelihara banyak binatang.""Iya, semua masakan dari dapurnya rata-rata diambil dari pekarangannya sendiri," jawab Lily santai.Vero meng
"Dolcezza, kamu tahu ngga kalau aku bener-bener sayang sama kamu?"Lucas menggosok punggungku dengan sabun wangi. Jacuzzi yang penuh dengan air hangat dan bunga itu membuatku merasa sangat segar dan spesial. Ditambah Lucas ada di belakangku dan sambil sesekali menciumi leherku menjadikanku merasa sangat senang.Aku berbalik ke arahnya. Tubuh atletisnya yang terlihat sangat kekar membuatku tersenyum dan berpikir, "Bagaimana aku bisa seberuntung ini?"Lucas memegang pipiku dan berkata, "Aku yang beruntung bisa mendapatkanmu. Kamu benar-benar harga berharga untukku.""Kita barusaja jadian dan aku belum mengenalmu terlalu lama," kataku berkilah."Aku tahu kalau kamu diciptakan untukku sejak aku bertemu denganmu."Aku berbalik membelakanginya kembali dan menjawabnya, "Ingat kilat itu?"Lucas tertawa mengiyakan sambil menciumi leherku. Dia menjelajah tubuhku sesuka hatinya dan setiap sentuhannya membuatku terasa ingin bercinta terus menerus
Agil datang dengan tergopoh-gopoh dengan membawa tas ransel. Sesampainya di lantai yang dituju, dia pun segera mengetuk pintu kamar hostel sesuai dengan petunjuk dari Ben.Mendengar ketukan dari pintu, Alex pun segera mengintip untuk memastikan Agil yang datang. Dia mengintip dari kaca kecil yang tersemat di pintu. Begitu mengetahui bahwa Agil yang datang, maka Alex segera membukakan pintu untuknya."Masuklah!" kata Ben sambil duduk di atas tempat tidur.Agil segera memasuki ruangan itu lalu menatap mereka bergantian. Dia berkeliling melihat kondisi kamar itu sambil bertanya kepada mereka, "Gimana hasilnya? Aman?""Duduklah dulu," kata Alex kepada Agil. Ben mengangguk dan ikut menyuruh Agil duduk di depannya. Alex pun ikut duduk melingkar bersama dengan mereka."Zac, ceritakanlah," kata Ben seraya menatap Alex yang memiliki nama angklan Zac itu.Alex menarik nafas dalam-dalam. Agil menatapnya dengan wajah penasaran. Alex pun mulai menceritak
Ben dan Alex sedang dalam penyamarannya di bakery. Mereka berdua berperan seperti seorang pasangan kakek cucu yang sedang memesan kue ulang tahun di bakery milik Angelo. Ben berperan sebagai kakek dan Alex berperan sebagai cucu yang sedang memasuki masa pubertas. Tentu saja mereka juga berdandan selayaknya kakek cucu lengkap dengan rambut palsu dan seragam SMA. Seorang pelayan wanita melihat mereka dengan tatapan tanpa curiga. Dia bersikap masa bodoh dengan penampilan Alex dan Ben. Hal ini pertanda bagus karena Alex pun juga membaca pikiran pelayan itu dan tidak menemukan sesuatu hal yang membuatnya khawatir. "Mau pesan apa? Dibawa pulang atau dimakan disini?" tanya pelayan itu sambil menatap Ben dan Alex bergantian. Alex berkata kepada Ben, "Kakek aja ah yang nentuin. Aku ngikut aja." Mendengar itu, Ben berbisik kepada Alex, "Nanti ketauan suaraku masih muda. Kamu aja yang ngomong." Alex pun mengangguk dan berkata kepada pelayan itu, "Satu ke
Aku membuka mataku dan kulihat Lucas tertidur di sampingku. Aku merasa sangat bahagia ketika mengetahui pria kekasihku itu ada di sampingku. Aku melihat ke bawah dan ternyata aku sudah dipakaikan pakaian dalam. Aku segera bangkit berdiri dan mencuci mukaku.Setelah dari tempat tidur, kumelihat hp Lucas bergetar kencang. Rasa penasaranku langsung memuncak dan kuiintip hpnya. Kulihat ada nama Armando di atasnya. Jantungku langsung berdegub kencang. Pikiranku langsung berkecamuk seperti benang ruwet.Kulihat ke arah Lucas dan kulihat wajah Lucas menjadi kesal. Dia bergumam dalam tidurnya, "Berisik ah Dolcezza. Aku masih mengantuk.""Inilah susahnya pacaran sesama mind reader," pikirku kesal. Kulihat Lucas hanya tersenyum namun matanya tetap tertutup."Ada telepon dari Armando. Kamu yang angkat atau aku yang angkat?" tanyaku langsung ke arah Lucas. Seketika itu juga mata Lucas terbuka lebar. Dia langsung bangkit berdiri, "Aku aja yang angkat
Jantungku berdegub sangat kencang ketika Lucas menjemputku dengan mobil sportnya itu. Kulihat mobilnya masuk ke dalam halaman rumahku. Dengan gayanya yang khas, Lucas keluar dari mobilnya. mataku melompat melihatnya. Dia memakai kaos putih ketat dan celana jeans biru terang. Badannya yang tegap dan atletis itu memang memiliki kharisma yang sangat kuat yang membuat jantungku melompat setiap kali bertemu dengannya. Aku merasa bahagia setiap kali aku bersamanya."Benar-benar James Dean," kataku dalam hati.Kulihat Lucas tersenyum dari kejauhan. Dia berjalan ke arahku yang membuat aku merasa dunia melambat. Dia mendekatiku, memeluk pinggangku, dan mencium bibirku dengan lembut. Sesaat kemudian dia bertanya, "Dolcezza, kamu segitu ngefansnya sama James Dean?"Perutku terasa tergelitik. Aku hampir lupa kalau dia juga mind reader. Kujawab pertanyaannya, "Iya dong, bukannya kamu reinkarnasinya James Dean?"Lucas tertawa mendengarnya dan dia mengangguk ke
Kubuka mataku dan kulihat Lucas masih tertidur di sampingku. Lucas hanya memelukku semalaman. Walaupun kami tidak berhubungan badan, namun hatiku sangat bahagia. Karena cinta tidak hanya tentang seks.Aku segera bangkit dari tempat tidur dan keluar dari kamar. Kubuka kulkas dan kuambil roti, sayuran, ikan kaleng, dan mayones. Bahan-bahan itu segera kuolah menjadi sepotong sandwich. Tak lupa aku juga menyiapkan susu segar dalam gelas. Setelah semuanya selesai, aku segera menaruh sandwich dan susu di atas nampan dan kubawa ke kamar dengan hati-hati."Buon Giorno Dolcezza, Mi Amore, (Selamat pagi Manisku, Cintaku)," sapa Lucas mengagetkanku. Lucas berdiri di depan pintu kamar. Tentu saja masih dengan rambut berantakan dan baju yang memperlihatkan dada bidangnya."Honey, kok sudah bangun?"Lucas segera mencium bibirku singkat. Dia tersenyum dan berbisik di telingaku, "Kamu ngga lupa kan kalau hari ini hari Sabtu?"Aku mengernyitkan dahi dan me