Alex duduk termenung di sudut ruangan olahraga. Pikirannya melayang-layang dengan kejadian barusan yang membuatnya shock setengah mati, tak lain adalah fakta bahwa Lucas mengetahui saudara kembar beda kelamin ini adalah pembaca pikiran atau mind reader.
Tak lama kemudian, seorang wanita mendekatinya dan berkata, "Zac, kenapa kamu terlihat bingung?".
Alex menoleh ke arah wanita itu Wanita itu segera menyodorkan sebatang cerutu kepada Alex. Alex menggeleng dan memandangi wanita itu.
Wanita itu memang sangat cantik dengan rambut lurus hitam tergerai. Kulitnya sawo matang terbakar matahari, mata besar seperti bambi, tubuh athletis, dan dia memiliki tatto bunga mawar besar di lengan kanannya.
"Lily, maaf aku tidak tahu kamu datang." ujar Alex atau Zac.
Lily hanya tersenyum kecil. Dia segera duduk di samping Alex sambil membakar cerutunya. Dia memasukkan kembali cerutu yang ditawarkan ke Alex ke kotaknya. Lily menatap Alex.
"Kulihat kamu tadi keluar dari ruangan Lucas. Apa ada case baru?" tanya Lily penasaran sambil mengisap cerutunya.
"Tidak ada apa-apa. Aku dan Lucas hanya berbicara mengenai Sisilia."
Lily mendengarkan dengan seksama. Dia mengernyitkan dahinya dan berpikir, "Lucas jarang berkata apapun tentang Sisilia dengan anggota Klan. Ada apa sebenarnya. Apa ada hubungannya dengan perempuan yang ada di bawah tanah itu?"
Alex yang bisa membaca pikiran Lily terkejut dengan pemikiranny. Alex tadi hanya asal bicara karena dia tidak mau tahu anggota lain mengetahui status mereka. Alex teringat perkataan Lily mengenai Anna. Dia menyebut Anna sebagau perempuan bawah tanah. Berarti Lily belum tahu sebenarnya. Namun untuk mengalihkan pembicaraan, Alex sengaja menyentuh tangan Lily.
"Berikan aku cerutumu." Kata Alex pada Lily.
"Tentu," jawab Lily singkat. Dia memberikan sekotak kepada Alex. Alex mengambil sebatang dan mencoba membuka percakapan lainnya dengan Lily.
Dia segera mengajukan pertanyaan, "Ly, apa kamu tahu rahasia terdalam Lucas?"
Lily tertawa keras. Dia menjawab,"Tau ngga kamu kedengeran seperti orang yang lagi cari tahu kelemahan musuh?
Alex tertawa. Dia langsung mengelak,"Ngga ada maksud apa-apa. Cumen pengen tahu boss itu orangnya seperti apa."
Lily menyenggol tangan Alex lalu menjawabnya, "Dia bos yang baik. Walaupun terlihat kejam, tapi hatinya baik."
"Tapi dia membunuh orang Lily,"sela Alex tanpa ekspresi
Lily tertawa kecil, "Lucas hanya membunuh kalau orang tersebut memang tidak layak hidup. Dia tidak asal membunuh. Lucas memiliki masa lalu yang buruk Zac. Tapi bukan bagianku untuk menceritakannya apalagi kepada orang baru."
Alex menghempaskan nafas panjang mendengarnya. Alex kesal karena diapun dengan Anna juga memiliki masa lalu buruk.
Alex bertanya kembali, "Lalu, hubunganmu dengan Lucas seperti apa? Kelihatannya kamu tahu banyak tentang dia."
Lily menatap Alex dan tertawa kecil, 'Ya, bisa dibilang kami dekat." Alex langsung memotong, "Kalian tidur bersama?"
Lily tertawa keras. Pandangan matanya mengingat-ingat masa lalu. Lily menatap Alex lagi dan berkata tegas, "Jelas tidak. Lucas lebih seperti kakakku. Dia menyelamatkanku dari jalanan yang keras ketika kondisiku sekarat karena dipukuli petugas keamanan. Saat itu aku tertangkap mencuri beras untuk makan almarhum ibuku. Aku hidup hanya bersama almarhum ibuku dan ibuku sakit keras."
Raut muka Lily berubah sangat sedih ketika berbicara mengenai Almarhum ibunya.
Alex menyadari hal itu. Dia berpura-pura batuk dan berkata, "Maaf Lily. Aku tidak tahu mengenai almarhum ibumu." Lily segera berdiri dan berkata kepadanya, "Tidak masalah Zac. Aku yang terbawa perasaan. Berbicara denganmu entah kenapa terasa menyenangkan."
Alex atau Zac itu tersenyum mendengar perktaan Lily. Lily menatap Alex dengan tatapan yang dalam, "Aku pergi dulu. Aku mau training perempuan bawah tanah itu. Siapa namanya?"
Alex terkejut. Dia tidak tahu menahu mengenai nama angklan adiknya. Kalau dia mengarang dan Lucas tidak setuju, bisa ditembak mati dia nanti.
"Bella. Namanya Bella," Lucas tiba-tiba muncul di belakang Lily.
Lily segera menoleh ke belakang serta memundurkan langkah kakinya, "Capo,"ujarnya tertunduk hornat.
"Aku tidak tahu kalian ternyata akrab." kata Lucas sembari bergantian menatap Alex dan Lily. "Lily, pergilah! Tolong bawa Bella kesini. Aku ingin bicara dengan mereka berdua."
"Baik Capo." kata Lily sembari menunduk berpamitan. Dia segera melangkahkan kaki pergi menuju ruangan Anna atau Bella.
Tinggallah Lucas dan Alex sendiri yang berada di sudut ruangan itu. Lucas segera berkata kepadanya, "Siapkan dirimu berlatih dengan anggota lainnya. Aku menugaskan Ben khusus untuk melatihmu dan Lily untuk melatih Bella. Tapi sebelumnya, aku ingin bicara dengan kalian berdua di ruanganku. Oh ya, aku lebih suka dipanggil Capo daripada bos. Asal kau tahu itu."
Alex menjawab, "Baik Capo." Lucas tersenyum dan meninggalkan Alex sendirian.
***
Kepalaku masih sakit sampai aku mendengar suara pintu kamarku terbuka. Seorang wanita muda cantik dengan tatto mawar besar di lengannya masuk ke dalam kamarku. "Apa lagi ini?" Pikirku.
"Bella. Lucas ingin bertemu denganmu sekarang," katanya singkat.
"Bella?" Oh Bella, mungkin nama angklanku seperti yang disebutkan Alex sebelumnya. Bagus juga. Lumayan. Tidak terlalu buruk.
"Ya Bella," kata wanita itu melanjutkan, "Nama angklanmu."
"Oh baiklah." Aku segera bangkit berdiri dan merapikan bajuku. Bersiap menghadapi kemungkinan terburuk.
Lily dan aku segera keluar kamar dan menyusuri lorong bawah tanah. Aku melihat sekelilingku. Lorong itu dipenuhi kamar-kamar yang jumlahnya sangat banyak. Aku melihat pintu-pintu itu satu demi satu sambil mencoba menajamkan telingaku. Suara-suara pikiran orang lain mulai terdengar jelas.
"Tolong. Aku tidak mau mati"; "Capomu akan membusuk di neraka";
Aku merinding mendengar suara-suara pikiran mereka. Aku hanya terdian lesu, pasrah kepada takdir.
"Kenapa kamu jalan sambil terdiam? Tak perlu takut padaku. Aku dulu sama sepertimu," kata Lily sambil menyenggol badanku.
Lily membuyarkan konsentrasiku. Sekarang suara-suara itu kembali seperti ombak di tepi laut. Banyak namun tidak jelas satu per satu.
"Oh aku hanya kelelahan kak. Maaf," jawabku singkat.
Lily berhenti sejenak dan memandangiku, "Tak perlu panggil aku kak. Kita seumuran. Panggil aku Lily," katanya sambil tersenyum.
"Dia menyenangkan dan tidak menakutkan," pikirku. Aku mengangguk dan kami melanjutkan perjalanan.
Di ujung lorong kami menemukan tangga melingkar. Aku mengikuti langkah Lily dan naik ke atas. Sesampainya di atas, kami menemukan lemari besi besar yang menutupi jalan kami. Lily segera menekan tombol di anak tangga paling atas dan lemari besi itu terbelah menjadi dua. Memberikan jalan kepada kami masuk ke ruangan lainnya.
"Selamat datang di ruang rekreasi. Disini tempat hang out anggota-anggota klan."
Aku melihat sekelilingku. Ada meja biliar, TV berukuran besar, bar di sudut ruangan penuh dengan botol anggur, play station, sofa-sofa kecil, dan tak lupa lampu-lampu disco yang tergantung di atap serta sudut-sudut ruangan. Ruangan itu dipasang wallpaper warna putih dan ada sudut -sudut yang dipasang warna emas.
"Wow mewah," pikirku.
Ada satu jendela di salah satu sisi ruangan dan aku berlari menuju jendela itu. Rasa penasaranku memuncak dan Lily hanya tertawa melihatku mengagumi seisi ruangan.
Dari balik jendela aku melihat kolam renang besar dan sebuah lapangan hijau luas penuh dengan pepohonan namun terlihat sangat rapi.
Lily mendatangiku dan tangannya menunjuk ke arah kolam, "Itu kolam renang milik Capo dan lapangan golf di belakangnya juga miliknya."
"Apa? dia juga punya lapangan golf? Di area yang notabene harga tanahnya per meter selangit!" Teriakku dalam pikiran. "Pantas dia bisa membeliku 100 miliar. Aku menjadi budak Sultan rupanya."
Kulihat Lily hanya tersenyum santai. Untungnya Lily tidak bisa membaca pikiranku.
Aku berbalik ke arah Lily dan berkata pelan, "Capo? Maksudmu Lucas?"
Lily tertawa melihatku dan menjawabku, "Ya, beberapa orang memanggil boss dan ada pula yang memanggil Capo. Lucas memang lebih suka dipanggil Capo, namun hanya orang-orang pilihan yang boleh memanggilnya Capo."
Lily mendekatiku dan berbisik, "Namun untuk keamananmu, kamu lebih baik memanggilnya boss dulu saja sampai dia memperbolehkanmu memanggil Capo. Namun melihat cara dia berbicara tentangmu. Mungkin sebentar lagi kamu boleh memanggilnya Capo atau mungkin Sayang."
Aku menoleh. "Dia bicara tentang aku?"
"Iya, dia sangat peduli terhadapmu. Ingat kan kamy diobati, diberi makanan dan pakaian? Orang lain tidak mendapatkan perlakuan yang sama."
Perutku terasa panas seketika
mendengarnya. Aku hanya menjawab, "Mana mungkin?"Lily menjawabku, "Aku penganut paham tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, Bella. Sebentar lagi kamu pasti akan percaya kepadaku. Yuk kita segera ke ruangan Capo."
Aku mengikuti langkah Lily. Berbalik dari arah jendela besar dan menuju pintu lift di sisi sebrangnya.
"Sial ternyata ada lift juga disini!" pikirku. Kami memasuki lift dan Lily langsung berkata, "Lantai 7." Lalu aku mendengar suara lainnya, "Password?"
"Omerta," jawab Lily singkat lalu lift itu bergerak naik.
Beberapa saat kemudian lift kami berhenti dan pintu terbuka. Sampailah kami di ruangan berdinding emas dan terlihat seorang wanita duduk di samping depan sebuah pintu kecil.
Kami segera berjalan menuju wanita yang sedang duduk itu.
"Lisa, kami mau bertemu Capo,"kata Lily kepada wanita itu. Wanita itu sudah lumayan tua, mungkin sekitar umur 40an namun masih terlihat menarik secara keseluruhan. Kalung manik-maniknya menarik perhatianku. Dia memiliki kaki pendek dan hidung besar.
"Baik sebentar Lily. Zac tadi sudah ada di ruangan bersama Capo."
Lisa segera memutar no telp di samping mejanya. Aku dan Lily menunggu dnegan sabar. Terkadang kulihat Lily memainkan rambutnya. Beberapa saat kemudian Lisa mempersilahkan kami langsung masuk ke ruangan. Aku dan Lily segera mengucapkan terima kasih.
Lily membuka pintu ruangan dan aku mengikutinya. Hal pertama yang menarik perhatianku adalah Lucas. Dia menatapku tanpa berkedip seolah menikmati gerak langkahku masuk ke ruangan.
"Ah dia sangat tampan hari ini,"pikirku. Lucas memakai kaos putih ketat dengan celana jeans dan sneakers putih. Orang awam tidak akan mengira bahwa dia adalah pemimpin salah satu kelompok paling berbahaya di negara ini. Lucas dan Alex duduk di sofa besar empuk berwarna putih salju. Aku mengikuti Lily duduk juga di sofa itu. Mataku dan mata Lucas bertemu dan kami saling berpandangan beberapa saat.
Alex segera berdehem dan Lily mencolek punggungku. Aku segera kembali ke realita. Lucas pun juga terlihat berusaha memfokuskan diri.
"Anna.. Anna... Kamu memikirkan apa tentang Lucas?" tanya Alex melalui pikiran
"Dia sangat tampan Alex. Dia seperti James Dean," jawabku melalui pikiran.
"James Dean sudah meninggal lama Anna dan kamu masih membahasnya."
Aku berhenti berpikir namun aku melihat wajah Lucas bersemu kemerahan. Lucas berusaha membetulkan posisi duduknya lalu kepada Lily, "Lily, tolong pergi sebentar. Aku mau membahas beberapa hal dengan mereka."
Lily mengangguk dan segera pamit. Dia segera meninggalkan ruangan.
Lucas segera membuka pertemuan kami. Dia memandangku dan berkata, "Terima kasih sudah menyamakanku dengan James Dean. Kalau dia masih hidup pasti umurnya sudah dua abad dan jauh dari kata tampan."
Jantungku serasa mau copot mendengarnya. Aku dan Alex saling berpandangan.
Mataku dan Alex sama-sama terbelalak lebar mendengar pernyataan Lucas. Sedangkan Lucas sendiri tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi kami. "Ya, aku juga bisa membaca pikiran kalian. Jadi sebaiknya kalian hati-hati," kata Lucas melalui pikiran sedangkan dia masih tertawa keras. Alex dan aku terdiam. Wajahku memerah mengingat momen-momen dimana aku membicarakan dia dalam hati mulai dari saat kami pertama kali bertemu sampai dengan beberapa menit sebelumnya. "Malu!! aku ingin lenyap dari muka bumi ini," teriak pikiranku. Lucas memandangi kami berdua. Dia menghentikan tawanya dan kembali kepada pembicaraan kami yang seharusnya. "Baik.Back
Pertemuan terakhirku bersama Lucas dan Alex berlangsung lancar. Dia menjelaskan secara rinci rencana-rencana ke depannya untuk menemukan patung abu-abu itu. Awalnya memang agak sulit bagiku menerima kenyataan ini terutama mengingat bahaya-bahaya yang akan kuhadapi ke depannya. Tapi bagaimanapun juga aku harus berterima kasih kepada Lucas karena sudah menebusku. Kalau bukan karena dia, mungkin aku sudah bunuh diri karena harus melayani pria-pria hidung belang. Setelah pertemuan itu, Lily pun mulai melatihku dengan keras. Aku diajari dasar-dasar beladiri. Awalnya badanku terasa sakit sekali, namun lama-kelamaan akhirnya menjadi lebih terbiasa. Aku mulai ditemukan dengan petarung-petarung yang ada di klan. Seing aku bercermin dan melihat bahwa otot-otot tubuhku mulai terbentuk. Pagi ini adalah hari pertama aku kembali ke kampus. Jelas bu
"Pencurian apa?" Armando bertanya kepadaku. Aku pun berpikir sama. Tidak mungkin aku membawa kasus pencurian patung Mesir itu ke dalam keributan tugas ini. Mungkin aku akan cari kasus yang serupa supaya aku mendapatkan sudut pandang baru mengenai kasus patung Mesir atau patung Greywacke itu. "Umumnya pencurian bank. Namun itu case sudah umum. Aku kepikiran kita akan cari case pencurian barang seperti misalnya pencurian barang seni atau lukisan di Museum. Aku hanya teringat kasus hilangnya lukisan "Mona Lisa" sekitar awal tahun 1900an di Museum Louvre Paris. Penjahatnya mengklaim dia melakukan itu karena sikap "patriotik" yaitu mengembalikan lukisan ke negara asalnya. Namun dia juga memiliki sikap yang berlawanan dengan sikap yang "patriotik" itu. Dia malah menjual lukisan itu dibanding mengembalikannya langsung. Sangat menarik untuk d
Trainingku bersama Alex dan Lucas berlangsung lancar. Dibalik sosoknya yang ditakuti banyak orang, ternyata Lucas adalah sosok yang menyenangkan dan guru yang berdedikasi tinggi. Dia mengajarkan teknik-teknik secara jelas dan mudah dimengerti. Dia pun juga mewanti-wanti kami untuk terus berlatih di rumah. Selepas training, kami mengambil waktu istirahat dengan berbicara mengenai berbagai macam topik dan ajaibnya Lucas menguasai semua topik yang kami bicarakan.Sungguh pria yang cerdas.Untungnya kami sudah belajar level 2 yang artinya aku bisa memblokir orang-orang yang mau membaca pikiranku.Itu artinya Merdekaaa!!!. Namun tidak dapat dipungkiri, aku yang terjebak di dalam pembicaraan dua orang lelaki terkadang bingung mengikuti arah pembicaraan seperti halnya pembicaraan tentang olahraga, polit
Kubuka mataku dan kulihat wajah Alex yang mendekat. Aku bertanya kepadanya, "Apa yang terjadi?" Aku memegang kepalaku dan rasanya pusing. Alex memutar bola matanya kesal dan menjawabku, "Justru aku yang harus bertanya apa yang terjadi pada kalian. Aku mendapat laporan dari pelayan kalau kalian pingsan di pinggir kolam renang." "Oh itu..." aku mengingat kejadian sebelumnya. "Aduh kalau ciumanku ketahuan Alex, pasti dia akan marah.Tapi kenapa ada kilat?" Pikiranku bertanya-tanya mengenai hal itu. "Mungkin Lucas tahu sesuatu. Oh iya Lucas. Aku hampir melupakan dia." "Oh itu apa Anna? Tolong cerita semuanya kepadaku," ujar Alex dengan wajah khawatirnya. Aku membisu. Aku teringat ingatan-ingatan memori pada saat kilatan itu terjadi. "Alex, mana Lucas? Sek
Aku menjadi sibuk beberapa hari terakhir ini. Bagaimana tidak, aku harus membagi waktuku untuk beberapa hal. Di pagi hari sampai sore aku kuliah dan mengerjakan tugas, sore hari aku harus latihan fisik bersama Lily, malam hari aku terus latihan untukmind trainingyang sangat menguras energi. Weekend aku harus membagi waktuku bersama Lucas dan Armando, dua pria yang dekat denganku. Rasanya lelah namun aku menikmatinya.Selepas latihan fisik sore ini, aku beristirahat di sudut ruang olahraga dan meminum segelas air kelapa. Badanku penuh keringat mengucur. Aku berbaring di atas kursi sambil menutup mata kelelahan. Lily benar-benar serius dalam melatih fisikku. Dia menyuruhkujumping jack, push up, leg lift, sit up,karate, dan lain sebagainya. Untuk menutup latihan, pasti aku akan dipasangkan dengan seorang anggota klan baik cowok maupun cewek untuk be
"Anna, sudah bangun?" Kudengar suara Alex di luar pintu kamarku. Dia mencoba mengetok kamarku. Aku terbangun mendengar suaranya tapi rasanya masih mengantuk. Semalam aku mengucapkan selamat ulang tahun kepada Lucas dan akhirnya kami telpon semalaman.Ya hari ini adalah hari ulang tahun dan itu berarti pesta topeng akan diadakan hari ini. Aku sudah menyiapkan kado untuk Lucas walaupun mungkin tidak ada artinya dengan hadiah-hadiah yang diberikan orang lain.Aku membuka pintu dengan kusut. Begitu pintu kamarku terbuka, Alex langsung membawakanevening dressmodel A-line berwarna merah dengan brokat di bagian atasnya. Sangat cantik."Anna, ini kiriman gaun dari Lucas. Pakailah."Aku segera membuka bungkusnya dan
Kilatan-kilatan itu datang kembali kala tante Clarissa memelukku, namun kali ini berbeda. Aku seperti melihat beberapa film pendek beruntut di pikiranku.Aku melihat seorang wanita muda dan ibu muda. Aku mendekatinya namun mereka tidak dapat melihatku. Wanita muda itu menggendong dua bayi di sisi kiri kanan tangannya sedangkan di belakangnya ada sebuah koper. Aku mengenali mereka. Tante Clarissa dan Ibu Margareth."Tolong jaga mereka. Saya akan mengirimkan uang sesuai keperluan sehari-hari berapapun yang dibutuhkan," kata tante Clarissa muda dengan wajah pucat dan mata biru terang di muka sebuah pintu kayu panti asuhan."Baik bu. Kami akan menjaga mereka," jawab ibu Margareth muda."Terima kasih banyak. Mohon jangan bosan kalau saya a
Kediaman Clarissa, SisiliaKringgg...Clarissa segera menilik ponselnya. Tertulis nama Dea Cassano disitu.Clarissa : " Ya De"Dea : (sambil menangis sesenggukan) "Armando di rumah sakit Riz, Armando mencoba menyelamatkanku dari amukan Angelo dan Armando yang terkena hantaman kursi Angelo.Clarissa : "Astaga. Aku kesana sekarang. Tenangkan dirimu De. Waktu Angelo sudah tidak lama lagi."Dea hanya menangis sesenggukan mendengarnya lalu menutup teleponnya. Mata Clarissa berkilat tajam. Tak lama kemudian, Lucas yang meneleponnya dan menginformasikan semua plan kepada Clarissa. Clarissa tampak tersenyum bangga ketika dia mendengar bahwa Anna lah yang mengajukan rencana itu. "Anna memang mirip aku,"pikirnya bangga.Lalu dia menoleh dan berkata kepada asistennya, "Sudah waktunya. Siapkan Private Jet ke Indonesia.""Baik Madam."Asisten Clarissa segera berlalu dan Clarissa pun segera mengangangkat smartphonennya untuk menelepon Paulo. Di ujung sana Paulo segera mengangkat teleponnya
Armando dan Angelo bertengkar hebat di dalam ruang kerja Angelo sedangkan Dea Gambino hanya bisa menangis di sudut ruangan. Plak! Terdengar suara tamparan keras yang mendarat di pipi Armando. "Kamu benar-benar anak tidak tahu malu! Kamu tahu Vero itu siapa? Kamu pasti bersekongkol dengan Gambino untuk membebaskan Vero!" teriak Angelo kepada anak laki-lakinya itu. "Tentu saja aku tahu. Dia adalah kakakku!" Plak! Angelo kembali menampar anak semata wayangnya itu. Dea Cassano menangis semakin keras. Wajah Angelo memerah dan berkata kepadanya, "Dia bukan anakku! Dasar anak bodoh!" "Memang bukan anak ayah! Tapi dia anak ibuku!" Kemarahan Angelo pun menjadi tak tertahankan. Dia langsung menendang perut Armando keras-keras yang membuat pemuda itu meringkuk di tanah. Dea langsung menghampiri Armando dan berteriak ke arah Angelo, "Sudah cukup kamu menyakiti semua anak-anakku!" "Vero itu anakmu? Maksudmu?" Dea segera berdiri dan
"Ini minum dulu Lucy," ujar Lily sambil memberikan secangkir gelas berisi air putih kepada gadis yang sudah lemah lunglai itu."Terima kasih Lily.""Sama-sama," jawab Lily singkat sambil meneguk champage dalam gelas di tangannya.Lucy atau Vero itu segera menatap sekelilingnya. Tembok putih dengan jendela besar itu menarik perhatiannya. Namun sebenarnya di balik jendela itulah yang menarik perhatiannya. Lucy segera berdiri, berjalan ke arah jendela itu untuk memastikan lalu menoleh dan bertanya kepada Lily, "Itu ayam? rusa? Kita sebenarnya ada dimana? kebun binatang?"Celetuk Vero membuat Lily tertawa keras. Lily segera meneguk champagne yang ada di tangannya seraya menjawab santai,"Rumah Lucas."Vero segera berbalik dan menatap Lily, "Rumah Capo? Wow, aku ngga nyangka rumahnya sebesar ini dan Capo memelihara banyak binatang.""Iya, semua masakan dari dapurnya rata-rata diambil dari pekarangannya sendiri," jawab Lily santai.Vero meng
"Dolcezza, kamu tahu ngga kalau aku bener-bener sayang sama kamu?"Lucas menggosok punggungku dengan sabun wangi. Jacuzzi yang penuh dengan air hangat dan bunga itu membuatku merasa sangat segar dan spesial. Ditambah Lucas ada di belakangku dan sambil sesekali menciumi leherku menjadikanku merasa sangat senang.Aku berbalik ke arahnya. Tubuh atletisnya yang terlihat sangat kekar membuatku tersenyum dan berpikir, "Bagaimana aku bisa seberuntung ini?"Lucas memegang pipiku dan berkata, "Aku yang beruntung bisa mendapatkanmu. Kamu benar-benar harga berharga untukku.""Kita barusaja jadian dan aku belum mengenalmu terlalu lama," kataku berkilah."Aku tahu kalau kamu diciptakan untukku sejak aku bertemu denganmu."Aku berbalik membelakanginya kembali dan menjawabnya, "Ingat kilat itu?"Lucas tertawa mengiyakan sambil menciumi leherku. Dia menjelajah tubuhku sesuka hatinya dan setiap sentuhannya membuatku terasa ingin bercinta terus menerus
Agil datang dengan tergopoh-gopoh dengan membawa tas ransel. Sesampainya di lantai yang dituju, dia pun segera mengetuk pintu kamar hostel sesuai dengan petunjuk dari Ben.Mendengar ketukan dari pintu, Alex pun segera mengintip untuk memastikan Agil yang datang. Dia mengintip dari kaca kecil yang tersemat di pintu. Begitu mengetahui bahwa Agil yang datang, maka Alex segera membukakan pintu untuknya."Masuklah!" kata Ben sambil duduk di atas tempat tidur.Agil segera memasuki ruangan itu lalu menatap mereka bergantian. Dia berkeliling melihat kondisi kamar itu sambil bertanya kepada mereka, "Gimana hasilnya? Aman?""Duduklah dulu," kata Alex kepada Agil. Ben mengangguk dan ikut menyuruh Agil duduk di depannya. Alex pun ikut duduk melingkar bersama dengan mereka."Zac, ceritakanlah," kata Ben seraya menatap Alex yang memiliki nama angklan Zac itu.Alex menarik nafas dalam-dalam. Agil menatapnya dengan wajah penasaran. Alex pun mulai menceritak
Ben dan Alex sedang dalam penyamarannya di bakery. Mereka berdua berperan seperti seorang pasangan kakek cucu yang sedang memesan kue ulang tahun di bakery milik Angelo. Ben berperan sebagai kakek dan Alex berperan sebagai cucu yang sedang memasuki masa pubertas. Tentu saja mereka juga berdandan selayaknya kakek cucu lengkap dengan rambut palsu dan seragam SMA. Seorang pelayan wanita melihat mereka dengan tatapan tanpa curiga. Dia bersikap masa bodoh dengan penampilan Alex dan Ben. Hal ini pertanda bagus karena Alex pun juga membaca pikiran pelayan itu dan tidak menemukan sesuatu hal yang membuatnya khawatir. "Mau pesan apa? Dibawa pulang atau dimakan disini?" tanya pelayan itu sambil menatap Ben dan Alex bergantian. Alex berkata kepada Ben, "Kakek aja ah yang nentuin. Aku ngikut aja." Mendengar itu, Ben berbisik kepada Alex, "Nanti ketauan suaraku masih muda. Kamu aja yang ngomong." Alex pun mengangguk dan berkata kepada pelayan itu, "Satu ke
Aku membuka mataku dan kulihat Lucas tertidur di sampingku. Aku merasa sangat bahagia ketika mengetahui pria kekasihku itu ada di sampingku. Aku melihat ke bawah dan ternyata aku sudah dipakaikan pakaian dalam. Aku segera bangkit berdiri dan mencuci mukaku.Setelah dari tempat tidur, kumelihat hp Lucas bergetar kencang. Rasa penasaranku langsung memuncak dan kuiintip hpnya. Kulihat ada nama Armando di atasnya. Jantungku langsung berdegub kencang. Pikiranku langsung berkecamuk seperti benang ruwet.Kulihat ke arah Lucas dan kulihat wajah Lucas menjadi kesal. Dia bergumam dalam tidurnya, "Berisik ah Dolcezza. Aku masih mengantuk.""Inilah susahnya pacaran sesama mind reader," pikirku kesal. Kulihat Lucas hanya tersenyum namun matanya tetap tertutup."Ada telepon dari Armando. Kamu yang angkat atau aku yang angkat?" tanyaku langsung ke arah Lucas. Seketika itu juga mata Lucas terbuka lebar. Dia langsung bangkit berdiri, "Aku aja yang angkat
Jantungku berdegub sangat kencang ketika Lucas menjemputku dengan mobil sportnya itu. Kulihat mobilnya masuk ke dalam halaman rumahku. Dengan gayanya yang khas, Lucas keluar dari mobilnya. mataku melompat melihatnya. Dia memakai kaos putih ketat dan celana jeans biru terang. Badannya yang tegap dan atletis itu memang memiliki kharisma yang sangat kuat yang membuat jantungku melompat setiap kali bertemu dengannya. Aku merasa bahagia setiap kali aku bersamanya."Benar-benar James Dean," kataku dalam hati.Kulihat Lucas tersenyum dari kejauhan. Dia berjalan ke arahku yang membuat aku merasa dunia melambat. Dia mendekatiku, memeluk pinggangku, dan mencium bibirku dengan lembut. Sesaat kemudian dia bertanya, "Dolcezza, kamu segitu ngefansnya sama James Dean?"Perutku terasa tergelitik. Aku hampir lupa kalau dia juga mind reader. Kujawab pertanyaannya, "Iya dong, bukannya kamu reinkarnasinya James Dean?"Lucas tertawa mendengarnya dan dia mengangguk ke
Kubuka mataku dan kulihat Lucas masih tertidur di sampingku. Lucas hanya memelukku semalaman. Walaupun kami tidak berhubungan badan, namun hatiku sangat bahagia. Karena cinta tidak hanya tentang seks.Aku segera bangkit dari tempat tidur dan keluar dari kamar. Kubuka kulkas dan kuambil roti, sayuran, ikan kaleng, dan mayones. Bahan-bahan itu segera kuolah menjadi sepotong sandwich. Tak lupa aku juga menyiapkan susu segar dalam gelas. Setelah semuanya selesai, aku segera menaruh sandwich dan susu di atas nampan dan kubawa ke kamar dengan hati-hati."Buon Giorno Dolcezza, Mi Amore, (Selamat pagi Manisku, Cintaku)," sapa Lucas mengagetkanku. Lucas berdiri di depan pintu kamar. Tentu saja masih dengan rambut berantakan dan baju yang memperlihatkan dada bidangnya."Honey, kok sudah bangun?"Lucas segera mencium bibirku singkat. Dia tersenyum dan berbisik di telingaku, "Kamu ngga lupa kan kalau hari ini hari Sabtu?"Aku mengernyitkan dahi dan me