"Saya buka dengan 1 Milyar Rupiah."
Seorang laki-laki mengumumkan dan sesekali menarik kencang ikatan tali di tanganku dengan keras.
Suasanya berlangsung meriah. Namun sayangnya aku tidak dapat melihat sekelilingku dengan jelas. Sekujur tubuhku memar dan banyak mengeluarkan darah. Aku merasa lemas.
Kubuka mataku selebar mungkin, kulihat aku berada di tempat gelap seperti ruangan bawah tanah dengan lampu remang-remang, dinding batu bata basah, dan wajah-wajah orang banyak yang tak kukenali berkumpul di depanku. Kebanyakan laki-laki, ada pula wanita namun mereka sibuk dengan cerutunya.
"Apa untungnya?" teriak seorang laki-laki yang kedengaran dari suaranya sudah berumur.
Laki-laki yang membawaku menjawabnya, "Perempuan ini masih perawan dan dia sangat tangguh."
“Setangguh apa?” Tanya laki-laki lainnya. Namun lama kelamaan suaranya lenyap dan perlahan digantikan suara orang banyak bagai deburan ombak. Tentu bukan suara yang diucapkan langsung dari bibir mereka, namun suara pikiran mereka.
"Badannya seksi sayang kurus."; "Tangguh seperti apa?"; "Kelihatannya dia bagus di ranjang."; "Oh, santapan lezat." Kebanyakan suara yang masuk di kepalaku adalah suara laki-laki, namun sayu juga kudengar suara wanita, "Awas saja dia berani menggoda suamiku!";"Bagus kalau suamiku ambil dia, mungkin aku tidak tersiksa lagi."
Kepalaku sangat sakit kala mendengar suara-suara pikiran mereka. Suara mereka gulung-menggulung seperti deru ombak. Aku mengumpulkan kekuatan untuk melihat satu per satu orang yang berdiri di depanku. Barangkali ada seorang yang kukenal. Namun begitu melihat satu per satu orang yang ada, aku menjadi semakin lemas karena perkataan pikiran mereka memakan habis energiku. Kebanyakan dari mereka memang membicarakan tubuhku dan keuntungannya bagi mereka.
Kudengar laki-laki yang membawaku mulai mengajukan penawaran ulang. Akhirnya para tamu yang datang di acara itu satu demi satu mengajukan harga. Ada yang 2 Milyar sampai dengan 10 Milyar.
"10 Milyar? Aku dijual dengan harga segitu? Bahkan kalau aku seumur hidup bekerja, aku tidak akan mendapatkan uang sebanyak itu," Pikirku.
Beberapa saat kemudian, aku melihat siluet orang yang kukenal, aku merasa sangat familiar. Dia datang bersama seseorang yang tampak lebih berkuasa darinya. Siapa dia? Saudaraku kah? Aku tertegun melihatnya.
Di tengah kesibukanku untuk mempertahankan kesadaran dan kewarasanku diantara darah yang menetes dari beberapa titik tubuhku, kudengar satu suara yang tak asing buatku.
"100 Milyar Rupiah." Dan akupun pingsan.
***
"Bangun gadis pemalas!" Seketika aku merasakan nyeri parah di perutku. Ya! Baru saja perutku ditendang entah siapa. Aku segera tersadar dan kubuka kembali mataku. Mulutku menyeringai. Aku mengepalkan tanganku, namun sakit. Kubuka mataku dan kulihat sekelilingku. Tanganku masih terikat, mulutku dipasang lakban, dan ada seorang laki-laki di depanku.
Laki-laki itu menyuruhku duduk. Dengan susah payah aku duduk di atas tanah. Dia segera melepaskan lakban dari mulutku dan berkata, "Makan!". Aku memandangnya ragu. Aku melihat kembali badanku, beberapa luka sudah diperban. Namun aku masih lemas. Laki-laki itu dengan kasar menyuruhku makan nasi dengan lauk sepotong ikan asin dan minum entah air apa. Aku harap aku tidak diracun.
Aku sudah tidak peduli apakah aku akan diracun atau tidak asalkan ada makanan yang masuk ke tubuhku. Mungkin kalau aku mati, aku beruntung lepas dari penderitaan ini. Sesuap demi sesuap pun masuk ke dalam mulutku walaupun aku makan dengan susah payah karena tanganku diikat. Aku makan seperti anjing.
Setelah beberapa suap masuk ke perutku, aku mulai sadar dan aku mulai memperhatikan laki-laki yang memaksaku makan. Dia terlihat memperhatikan aku makan.
"Maafkan aku. Demi Siana, aku harus melakukan ini kepadamu gadis kecil," pikirnya. Aku tertawa kecil mendengar pikirannya. Dia terlihat sangar namun di dalam hatinya dia meminta maaf kepadaku. Lelucon macam apa ini. Aku memperhatikannya dan dia memandang balik ke arahku.
"Kenapa kamu melihatku?" Dia membentakku.
"Karena aku punya mata!" jawabku singkat. Dia terkejut dan kesal namun berusaha untuk tidak menampakkannya. Bahasa tubuhnya payah menurutku. Dia terus melihatku seolah ingin menelanku atau memukulku namun dia tidak melakukannya.
Sejujurnya aku tidak peduli lagi dengan nasibku ke depannya. Kalaupun laki-laki ini memukul aku, aku paling hanya tertawa. Aku sudah mengalami hal lebih buruk hari-hari belakangan ini. Dihina, dipukul, bahkan sampai disetrum sudah pernah kualami.
Setelah menghabiskan 1 piring nasi dan minum 1 gelas air, kesadaranku mulai pulih total. Aku sudah dapat melihat dengan jelas. Aku bersyukur dia tidak menyentuhku dan tidak berkata apapun. Aku mendongak ke arahnya dan berkata, “Terima kasih.”
Sebenarnya, laki-laki yang memaksaku makan tersebut cukup tampan dan kutebak dia seumur aku dan saudaraku. Sekitar 20 tahun dengan badan atlethis. Namun siapa Siana? Ah mungkin adiknya pikirku.
Ruangan tempatku disekap saat ini tidak berbeda jauh dengan tempat lelang. Khas remang-remang dan dinding batu bata, namun ini lebih kecil dan ada tempat tidur di sudut ruangan. Mungkin hanya sekitar 2x2 m. Di sebrang tempat tidur ada pintu kayu yang dijaga olehnya.
Tiba-tiba ponselnya berdering. Dia melihat layarnya dengan membelakkan mata. Dia segera mengangkatnya, "Yes bos. Wanita itu ada disini dan sudah sadar." Dia selanjutnya hanya menganggukan kepalanya. Aku tidak dapat mendengar dengan jelas pembicaraan mereka karena selanjutnya mereka hanya berbisik. Namun aku penasaran dengan isi kepalanya. Kucoba baca pikirannya namun masih kosong. Dia sedang tidak memikirkan apapun. Kepalaku menunduk kembali menghadap lantai. Saat ini aku benar-benar merindukan saudaraku. Semoga dia baik-baik saja.
"Sial. Bos kesini. Semoga aku masih hidup." Pikirannya membuatku kaget setengah mati sampai badanku hampir terlonjak. Bos dia kesini? Apa bosnya yang menebusku? Pikiran-pikiran buruk berkecamuk di dalam kepalaku.
Tiba-tiba ada gedoran di pintu.
Laki-laki yang menyekapku segera menuju ke arah pintu dan membukanya. jantungku tiba-tiba berdegub sangat kencang. Seorang laki-laki lain segera masuk dan dia adalah laki-laki paling tampan yang pernah kutemui sepanjang aku hidup. Tubuhnya sangat maskulin dan atletis dengan tatapan yang sangat tajam tapi lembut. Rambut coklat tuanya terlihat berantakan namun bergaya. Dia memiliki jambang dan kumis tipis yang seksi. Alisnya tebal, hidungnya mancung, dan mulutnya tipis. Kulitnya putih kecoklatan seperti hasil berjemur dan terlihat sangat cocok dengannya. Bulu dada terlihat dari balik baju hitamnya yang sengaja tidak dikancingkan di bagian atasnya. Auranya sangat mengintimidasiku. Dia terlihat seperti pria yang sangat berkuasa.
Aku tebak usianya pasti tidak jauh berbeda denganku. Mungkin hanya beberapa tahun di atasku. Ah, mungkin dia adalah dewa Yunani yang turun ke dunia. Dia begitu sedap dipandang dan terlihat sangat menggiurkan. Aku bisa hanyut dalam tatapan matanya. Aku kehilangan kata-kataku. Mulutku menganga.
"Sudah puas menatapku?" kata laki-laki yang disapa bos itu menyeringai menatapku. Seketika aku kembali ke dunia nyata. "Memalukan!" pikirku. Aku mencoba fokus kepadanya dan kudengar dia berpikir, "Siapa wanita ini? Dia sangat cantik." Aku merasa wajahku memerah ketika mendengarnya. "Bangun Anna! Dia yang menculikmu."
"Aku hanya melihat makhluk apa yang membawaku ke tempat ini." jawabku ketus. Dia tersenyum kecil mendengar kata-kataku, "Aku kesini hanya untuk mengecekmu. Aku harus memastikan kondisimu bagus supaya kamu berguna untukku," tandasnya.
Dia menyilangkan tangannya lalu berbalik ke arah pintu dan berkata, "Zac, Tugasmu!."
Akhirnya "bos" ini keluar dan masuklah seorang laki-laki yang sangat kukenal. Sejujurnya aku agak sedih dia keluar. Dia bagaikan oase di tengah padang gurunku saat ini. Aku menunduk sampai kudengar langkah kaki berdiri di depanku. Aku mendongakkan wajahku.
"Alex!" Tatapku tak percaya. Aku memastikan itu benar-benar dia. Aku melirik pergelangan tangan kanannya. Kulihat ada tatto burung elang di tangannya. Itu benar-benar dia. Aku kembali teringat 12 tahun lalu tempatku bermain besama Alex. Memori itu datang bersamanya.
"Anna.. Anna..."
Dua orang anak laki-laki dan perempuan berlarian kesana kemari di padang rumput kering kerontang. Ditengah ketidaksuburan, mereka bisa tertawa bahagia. Rumput-rumput bergoyang mengikuti gerak mereka. Namun lambat laun senyum memudar dari mulut mereka dan mata mereka mulai diliputi kengerian.
Dari jauh dua orang perempuan paruh baya mendatangi mereka. Kedua anak ini membeku dan segera bergandengan tangan. Ya kedua anak ini adalah aku dan Alex. Laki-laki yang ada di depanku sekarang.
Kami pada saat itu langsung membaca pikiran kedua perempuan paruh baya tersebut,"Akan kuhajar kalian berandal kecil!" pikir perempuan di sebelah kiri dengan tubuh kurus. Sedangkan perempuan di sebelah kanan bertubuh agak gemuk hanya berpikiran bagaimana cara menyelamatkan kami dari amarah rekannya.
Perempuan kurus itu langsung menampar pipi kami bergantian, "Sudah kubilang jangan main-main kesini, anak gila!" teriak perempuan kurus. Aku hanya menunduk. Badanku menjadi sangat gelisah dan gemetaran. Kulirik Alex di sampingku, tangannya terkepal. Anak laki-laki itu menjawabnya, "Kami tidak gila. Kamu yang gila!"
Alex, jangan! pikirku. "Kamu diam saja Anna. Aku sudah tak tahan dengan mereka." jawab Alex di dalam koneksi pikiran kami.
Perempuan kurus itu sekali lagi menampar anak laki-laki itu, "Beraninya berkata seperti itu!" Ia menoleh kepada temannya, "Tangani mereka!. Aku sudah muak dengan mereka!"
Alex segera maju ke depan menghadapi perempuan kurus itu sedangkan perempuan gemuk mendekatiku dan memegang tanganku. Aku terkejut dan tidak dapat berkata apa-apa.
"Diamlah!" bisik perempuan gemuk kepadaku. Kupandang wajah Alex yang sekarang dipenuhi amarah. Dia berkata tenang pada perempuan kurus itu, "Aku tahu rahasiamu."
Perempuan kurus itu memandangnya dengan wajah memerah, "Rahasia apa? Sok tau dengan rahasia orang!" Alex melihatnya dan tertawa kecil. Dia mengelilingi perempuan kurus itu dan berkata kepadanya, "Oh aku tahu kamu selingkuh di belakang suamimu. Ardy bukan nama selingkuhanmu? Dan mungkin bayi yang kau kandung sekarang adalah anak Ardy? bukan suamimu? Kalau Ibu Margareth tahu bahwa penjaga anak-anak asuhnya adalah pengkhianat suaminya, pasti lebih menarik ceritanya."
Aku terkejut dan kulihat perempuan gemuk disampingku lebih terkejut. Tidak lain karena suami perempuan kurus ini adalah anak dari Ibu Margareth, pemilik yayasan yang mengelola panti asuhan kami.
"Berani-beraninya kau!" sahut perempuan kurus dengan suara sengau, "Apa maumu? Aku sudah muak dengan tingkah kalian yang seperti orang gila. Kalian seriang berbicara sendiri. Tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba kalian tertawa. Anna menangis kencang tanpa sebab apapun. Kau selalu menghajar temanmu tanpa sebab. Gara-gara kalian aku sering dimarahin oleh Mertuaku! Aku dianggap tidak becus mendidik kalian."
Aku berkata, “Kalau ibu berniat mendidik kami, kenapa kami dibiarkan menerima ejekan dan celaan dari teman-teman? Harusnya ibu membela kami!” Perempuan kurus itu menoleh ke arahku dan menjawabku, “Karena kalian gila! Orang gila memang seharusnya diisolasi!” Perempuan gemuk di sampingku menarik lenganku dan berbisik, “Jangan mendebatnya Anna! Biarkan masalah cepat selesai.”
Aku menjawab perempuan gemuk itu dengan berbisik, “Apa apa kok kalian datang-datang langsung menghajarku?” Perempuan gemuk itu menjawabku, “Dia abis dimarahin oleh Bu Margareth karena dapat aduan dari anak panti.”
Aku langsung merasa sedih. Apa salahnya kami bisa membaca pikiran buruk mereka. Kalau boleh memilih, aku tidak ingin bisa membaca pikiran. Aku mengirimkan pesan pikiran kepada Alex mengenai penyebab kegaduhan ini.
Alex menerima pesanku. Dia langsung terlihat sedih dan berkata kepada perempuan kurus,"Kami tidak gila seperti yang dikatakan teman-teman. Kalau kami marah atau sedih itu karena mereka. Mereka selalu mengejek kami karena kami berbeda." Perempuan kurus itu mencibir perkataan Alex.
Namun lambat laun kulihat raut muka Alex berubah menjadi lebih segar, "Tapi kami bersyukur kami gila."
Perempuan kurus itu mengenyitkan dahinya, "Apa maksudmu?"
Alex menjawab, "Karena kami gila makanya aku bisa tahu detail rahasiamu.” Perempuan kurus itu mengernyitkan dahi dan memegang tangan Alex, “Jangan macam-macam, bajingan kecil!”
Alex menebas tangan perempuan itu dan berkata, “Kau yang bajingan! Kau berselingkuh kan dengan orang lain? Bahkan mungkin anak di dalam perutmu itu adalah hasil perselingkuhanmu?” Alex mengarahkan pandangannya ke arah perut perempuan itu.
“Jangan asal ngomong!” seru perempuan kurus itu. Perempuan gemuk di sampingku menarik aku ke belakang dan memberikan isyarat supaya aku tidak membuka mulutku.
“Aku melihatnya dengan mata kepala sendiri kalian bercinta di kamar belakang! Oh ya, aku juga punya rekamannya. Mungkin aku juga akan mengusulkan tes DNA setelah bayinya lahir ke Bu Margareth.” Perempuan kurus itu terbelalak matanya. Alex seperti mendapat angin segar.
“Kapan ya ibu Margareth dat....?" Perempuan itu segera berlutut di depan Alex sebelum Alex menyelesaikan kalimatnya. Aku melihat adegan itu dengan kaget. Selama ini aku tidak pernah sampai mengetahui rahasia orang begitu dalam.
"Tolong jangan beritahukan ibu mertuaku. Akan kulakukan apa saja untuk menutupinya. Bahkan kalau kau minta uangpun akan kuberikan. Berapapun aku akan usahakan," kata perempuan kurus memelas.
"Berikan kami uang 100 juta sebagai tabungan kami dan jangan pernah mengganggu kami selama di Panti. Selain itu, jangan sampai kau memukul Anna. Aku pasti akan membalasnya. Aku memberikan waktu untukmu satu bulan. Tabunganku dan Anna sudah harus terisi!" Ujar Alex sambil menyilangkan tangannya seperti mendikte wanita ini.
“Satu bulan? Bagaimana mungkin? Kau gila!” seru wanita itu geram. Alex menjawabnya dengan lebih santai, “Take it or leave it!”
Wanita itu tidak punya pilihan lain selain berkata, "Baik. Akan segera kuurus tabunganmu dan aku tidak akan mencampuri urusan kalian." Perempuan kurus segera mengajak perempuan gemuk kembali dan meninggalkan kami berdua di padang.
Aku segera memeluk Alex, "Terima kasih Lex, kau sudah membelaku. Bagaimana kamu bisa mempunyai video itu?"
Alex membalas pelukanku dan dia memandangku, “Video bercinta maksudnya? Jelas aku tidak punya! Aku bohong ke mereka. Aktingku bagus kan?”
Aku tertawa mendengarnya, “Gila kamu Alex!”
Alex hanya berkata, “Sama-sama." Kami pun tertawa berdua. Dia melanjutkan, " Uang 100 juta itu bisa kita gunakan untuk pergi dari panti asuhan dan buat bayar uang sekolah. Oh ya, aku juga ada rencana buat tatto untuk merayakan kebebasan kita. "
"Tatto apa?", tanyaku
"Burung Elang karena aku sekarang bebas," jawabnya girang. Aku menjawabnya, “Kamu aja yang tattoo. Aku ngga usah.” Alex mengangguk.
***
Kenangan itu membuatku terhenyak. Bagaimana bisa seorang laki-laki yang kupercaya sejak kecil menjebakku dan melelangku. Kupandang dia sekali lagi. Kulihat matanya sembab. Apa dia menangis?
"Kamu terlalu banyak berpikir Anna. Nanti akan kujelaskan." Aku mendengar suaranya dalam pikiranku. Oh, bagus, sekarang dia mencoba berkomunikasi denganku lewat pikiran.
"Adrian, apa dia sudah makan?" Tanya Alex kepada laki-laki yang entah kusebut penjaga atau penyiksaku.
"Dia sudah makan Zac," jawab Adrian kepadanya.
Aku terkejut Alex mengganti namanya. Dia sejak awal menyukai nama Alex. Kedengeran keren katanya. Suatu saat aku akan memecahkan teka-teki ini.
Alexander Russo. Kakakku lima belas menit. Mind Reader atau pembaca pikiran. Sama sepertiku. Ya! Kami berdua tumbuh besar di rumah yatim piatu tanpa mengetahui asal-usul kami. Yang aku tahu pengasuhku waktu itu mengatakan mereka menemukan kami berdua didalam sebuah bakul coklat besar penuh dengan perlengkapan kami dan nama kami ada disitu. Alexander Russo dan Annabeth Russo. Kami kembar tapi beda.
Ya! Fitur wajah kami berbeda. Alex tumbuh menjadi pemuda tampan dengan tatapan mata tajam, kulit coklat, dan rambut pendek dengan warna hitam, sedangkan aku tumbuh menjadi wanita yang entah cantik atau tidak, namun aku memiliki rambut ikal panjang coklat panjang, poni panjang menyamping, dan kulit putih pucat. Bentuk badanku curvy sehingga terkadang aku tidak pede dengan pakaian yang terlalu ketat. Namun aku tidak gemuk. Aku terbilang kurus. Banyak orang tidak percaya kami adalah saudara.
Alex mendekatiku dan tangannya menyentuh tanganku. Dia mengirimkan pesan pikiran kepadaku, "Tolong kerjasamanya Anna. Jadilah aktris kali ini." Aku mengerti maksudnya. Kuhentakkan tangannya dan berkata, "Jangan sentuh aku!"
"Aku hanya mengecek keadaanmu. Lucas membutuhkanmu besok,"jawabannya tenang, padat, namun tajam. Adrian hanya mengamati kami berdua dalam dia. Dia tidak berkata apa-apa.
“Alex, siapa Lucas?” kataku mengirimkan pesan pikiran kepada Alex yang sedang mengecek ikatan tanganku. Alex menjawab melalui pikirannya, "Pria yang tadi masuk pertama. Dia boss disini."
“Lalu apa hubungannya denganmu?”. Aku menyeringai seolah-olah kesakitan ketika Alex mencoba menekan ikatannya.
“Alexander Russo! Jawab pertanyaanku!”Teriak pikiranku ke arahnya. Namun dia tidak bergeming.
Dia kembali berdiri dan berkata kepada Adrian, "Lepaskan ikatan tangannya dan beri dia pakaian dan makan minum yang layak." Adrian terkejut dan berpikir, "Anak baru ini berani-beraninya menyuruhku."
Sayangnya Adrian tidak tahu kalau aku dan Alex adalah saudara dan kami berdua bisa membaca pikirannya. Alex menjawabnya, "Bos menyerahkan wanita ini ke tanganku. Ikuti perintahku atau mati!" Adrian terkejut dan mengangguk,"Baik Zac." Alex berbalik menuju pintu.
"Alexander Russo!!!" teriakku sekali lagi dalam pikiran namun wajahku datar saja. Dia berhenti sesaat. Kemungkinan dia terkejut atas serangan pikiranku yang bertubi-tubi.
"Ada apa Zac?" tanya Adrian. "Tidak ada apa-apa", jawabnya dingin.
"Maaf Anna. Pasti nanti kujelaskan. Kumohon percayalah kepadaku sekarang." Alex segera pergi dan menutup pintu. Aku tertunduk lesu.
Pagi-pagi benar, pintu kamar penyekapanku terbuka. Aku terbangun dan langsung memasang sikap waspada. Aku ingat semalam, ketika Alex pergi, Adrian segera melakukan perintahnya. Tanganku dibebaskan bahkan aku diberikan baju ganti. Sebuah kaos putih dan celana jeans pendek belel yang cukup nyaman buatku. Aku bisa tidur dengan cukup pulas walaupun terkadang bangun karena lukaku yang tiba-tiba nyeri. “Alex... Alex...”pikirku memanggilnya. Ternyata benar-benar Alex yang muncul di muka pintu. Dia segera masuk ke dalam kamarku. "Sstt!" Alex mengarahkan jari tangan di depan mulutnya. Dia pelan-pelan menutup pintu kamarku. Aku lihat matanya memerah dan dia segera memelukku. "Aku bersyukur kamu masih hidup Anna," bisiknya seraya mendekapku kencang. "Aww sakit." Lukaku tiba-tiba nyeri. "Oops maaf. Kekencengan ya?. Ya ampun Anna, aku seneng banget bisa lihat kamu lagi
Alex duduk termenung di sudut ruangan olahraga. Pikirannya melayang-layang dengan kejadian barusan yang membuatnya shock setengah mati, tak lain adalah fakta bahwa Lucas mengetahui saudara kembar beda kelamin ini adalah pembaca pikiran atau mind reader. Tak lama kemudian, seorang wanita mendekatinya dan berkata, "Zac, kenapa kamu terlihat bingung?". Alex menoleh ke arah wanita itu Wanita itu segera menyodorkan sebatang cerutu kepada Alex. Alex menggeleng dan memandangi wanita itu. Wanita itu memang sangat cantik dengan rambut lurus hitam tergerai. Kulitnya sawo matang terbakar matahari, mata besar seperti bambi, tubuh athletis, dan dia memiliki tatto bunga mawar besar di lengan kanannya. "Lily, maaf aku tidak tahu kamu
Mataku dan Alex sama-sama terbelalak lebar mendengar pernyataan Lucas. Sedangkan Lucas sendiri tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi kami. "Ya, aku juga bisa membaca pikiran kalian. Jadi sebaiknya kalian hati-hati," kata Lucas melalui pikiran sedangkan dia masih tertawa keras. Alex dan aku terdiam. Wajahku memerah mengingat momen-momen dimana aku membicarakan dia dalam hati mulai dari saat kami pertama kali bertemu sampai dengan beberapa menit sebelumnya. "Malu!! aku ingin lenyap dari muka bumi ini," teriak pikiranku. Lucas memandangi kami berdua. Dia menghentikan tawanya dan kembali kepada pembicaraan kami yang seharusnya. "Baik.Back
Pertemuan terakhirku bersama Lucas dan Alex berlangsung lancar. Dia menjelaskan secara rinci rencana-rencana ke depannya untuk menemukan patung abu-abu itu. Awalnya memang agak sulit bagiku menerima kenyataan ini terutama mengingat bahaya-bahaya yang akan kuhadapi ke depannya. Tapi bagaimanapun juga aku harus berterima kasih kepada Lucas karena sudah menebusku. Kalau bukan karena dia, mungkin aku sudah bunuh diri karena harus melayani pria-pria hidung belang. Setelah pertemuan itu, Lily pun mulai melatihku dengan keras. Aku diajari dasar-dasar beladiri. Awalnya badanku terasa sakit sekali, namun lama-kelamaan akhirnya menjadi lebih terbiasa. Aku mulai ditemukan dengan petarung-petarung yang ada di klan. Seing aku bercermin dan melihat bahwa otot-otot tubuhku mulai terbentuk. Pagi ini adalah hari pertama aku kembali ke kampus. Jelas bu
"Pencurian apa?" Armando bertanya kepadaku. Aku pun berpikir sama. Tidak mungkin aku membawa kasus pencurian patung Mesir itu ke dalam keributan tugas ini. Mungkin aku akan cari kasus yang serupa supaya aku mendapatkan sudut pandang baru mengenai kasus patung Mesir atau patung Greywacke itu. "Umumnya pencurian bank. Namun itu case sudah umum. Aku kepikiran kita akan cari case pencurian barang seperti misalnya pencurian barang seni atau lukisan di Museum. Aku hanya teringat kasus hilangnya lukisan "Mona Lisa" sekitar awal tahun 1900an di Museum Louvre Paris. Penjahatnya mengklaim dia melakukan itu karena sikap "patriotik" yaitu mengembalikan lukisan ke negara asalnya. Namun dia juga memiliki sikap yang berlawanan dengan sikap yang "patriotik" itu. Dia malah menjual lukisan itu dibanding mengembalikannya langsung. Sangat menarik untuk d
Trainingku bersama Alex dan Lucas berlangsung lancar. Dibalik sosoknya yang ditakuti banyak orang, ternyata Lucas adalah sosok yang menyenangkan dan guru yang berdedikasi tinggi. Dia mengajarkan teknik-teknik secara jelas dan mudah dimengerti. Dia pun juga mewanti-wanti kami untuk terus berlatih di rumah. Selepas training, kami mengambil waktu istirahat dengan berbicara mengenai berbagai macam topik dan ajaibnya Lucas menguasai semua topik yang kami bicarakan.Sungguh pria yang cerdas.Untungnya kami sudah belajar level 2 yang artinya aku bisa memblokir orang-orang yang mau membaca pikiranku.Itu artinya Merdekaaa!!!. Namun tidak dapat dipungkiri, aku yang terjebak di dalam pembicaraan dua orang lelaki terkadang bingung mengikuti arah pembicaraan seperti halnya pembicaraan tentang olahraga, polit
Kubuka mataku dan kulihat wajah Alex yang mendekat. Aku bertanya kepadanya, "Apa yang terjadi?" Aku memegang kepalaku dan rasanya pusing. Alex memutar bola matanya kesal dan menjawabku, "Justru aku yang harus bertanya apa yang terjadi pada kalian. Aku mendapat laporan dari pelayan kalau kalian pingsan di pinggir kolam renang." "Oh itu..." aku mengingat kejadian sebelumnya. "Aduh kalau ciumanku ketahuan Alex, pasti dia akan marah.Tapi kenapa ada kilat?" Pikiranku bertanya-tanya mengenai hal itu. "Mungkin Lucas tahu sesuatu. Oh iya Lucas. Aku hampir melupakan dia." "Oh itu apa Anna? Tolong cerita semuanya kepadaku," ujar Alex dengan wajah khawatirnya. Aku membisu. Aku teringat ingatan-ingatan memori pada saat kilatan itu terjadi. "Alex, mana Lucas? Sek
Aku menjadi sibuk beberapa hari terakhir ini. Bagaimana tidak, aku harus membagi waktuku untuk beberapa hal. Di pagi hari sampai sore aku kuliah dan mengerjakan tugas, sore hari aku harus latihan fisik bersama Lily, malam hari aku terus latihan untukmind trainingyang sangat menguras energi. Weekend aku harus membagi waktuku bersama Lucas dan Armando, dua pria yang dekat denganku. Rasanya lelah namun aku menikmatinya.Selepas latihan fisik sore ini, aku beristirahat di sudut ruang olahraga dan meminum segelas air kelapa. Badanku penuh keringat mengucur. Aku berbaring di atas kursi sambil menutup mata kelelahan. Lily benar-benar serius dalam melatih fisikku. Dia menyuruhkujumping jack, push up, leg lift, sit up,karate, dan lain sebagainya. Untuk menutup latihan, pasti aku akan dipasangkan dengan seorang anggota klan baik cowok maupun cewek untuk be
Kediaman Clarissa, SisiliaKringgg...Clarissa segera menilik ponselnya. Tertulis nama Dea Cassano disitu.Clarissa : " Ya De"Dea : (sambil menangis sesenggukan) "Armando di rumah sakit Riz, Armando mencoba menyelamatkanku dari amukan Angelo dan Armando yang terkena hantaman kursi Angelo.Clarissa : "Astaga. Aku kesana sekarang. Tenangkan dirimu De. Waktu Angelo sudah tidak lama lagi."Dea hanya menangis sesenggukan mendengarnya lalu menutup teleponnya. Mata Clarissa berkilat tajam. Tak lama kemudian, Lucas yang meneleponnya dan menginformasikan semua plan kepada Clarissa. Clarissa tampak tersenyum bangga ketika dia mendengar bahwa Anna lah yang mengajukan rencana itu. "Anna memang mirip aku,"pikirnya bangga.Lalu dia menoleh dan berkata kepada asistennya, "Sudah waktunya. Siapkan Private Jet ke Indonesia.""Baik Madam."Asisten Clarissa segera berlalu dan Clarissa pun segera mengangangkat smartphonennya untuk menelepon Paulo. Di ujung sana Paulo segera mengangkat teleponnya
Armando dan Angelo bertengkar hebat di dalam ruang kerja Angelo sedangkan Dea Gambino hanya bisa menangis di sudut ruangan. Plak! Terdengar suara tamparan keras yang mendarat di pipi Armando. "Kamu benar-benar anak tidak tahu malu! Kamu tahu Vero itu siapa? Kamu pasti bersekongkol dengan Gambino untuk membebaskan Vero!" teriak Angelo kepada anak laki-lakinya itu. "Tentu saja aku tahu. Dia adalah kakakku!" Plak! Angelo kembali menampar anak semata wayangnya itu. Dea Cassano menangis semakin keras. Wajah Angelo memerah dan berkata kepadanya, "Dia bukan anakku! Dasar anak bodoh!" "Memang bukan anak ayah! Tapi dia anak ibuku!" Kemarahan Angelo pun menjadi tak tertahankan. Dia langsung menendang perut Armando keras-keras yang membuat pemuda itu meringkuk di tanah. Dea langsung menghampiri Armando dan berteriak ke arah Angelo, "Sudah cukup kamu menyakiti semua anak-anakku!" "Vero itu anakmu? Maksudmu?" Dea segera berdiri dan
"Ini minum dulu Lucy," ujar Lily sambil memberikan secangkir gelas berisi air putih kepada gadis yang sudah lemah lunglai itu."Terima kasih Lily.""Sama-sama," jawab Lily singkat sambil meneguk champage dalam gelas di tangannya.Lucy atau Vero itu segera menatap sekelilingnya. Tembok putih dengan jendela besar itu menarik perhatiannya. Namun sebenarnya di balik jendela itulah yang menarik perhatiannya. Lucy segera berdiri, berjalan ke arah jendela itu untuk memastikan lalu menoleh dan bertanya kepada Lily, "Itu ayam? rusa? Kita sebenarnya ada dimana? kebun binatang?"Celetuk Vero membuat Lily tertawa keras. Lily segera meneguk champagne yang ada di tangannya seraya menjawab santai,"Rumah Lucas."Vero segera berbalik dan menatap Lily, "Rumah Capo? Wow, aku ngga nyangka rumahnya sebesar ini dan Capo memelihara banyak binatang.""Iya, semua masakan dari dapurnya rata-rata diambil dari pekarangannya sendiri," jawab Lily santai.Vero meng
"Dolcezza, kamu tahu ngga kalau aku bener-bener sayang sama kamu?"Lucas menggosok punggungku dengan sabun wangi. Jacuzzi yang penuh dengan air hangat dan bunga itu membuatku merasa sangat segar dan spesial. Ditambah Lucas ada di belakangku dan sambil sesekali menciumi leherku menjadikanku merasa sangat senang.Aku berbalik ke arahnya. Tubuh atletisnya yang terlihat sangat kekar membuatku tersenyum dan berpikir, "Bagaimana aku bisa seberuntung ini?"Lucas memegang pipiku dan berkata, "Aku yang beruntung bisa mendapatkanmu. Kamu benar-benar harga berharga untukku.""Kita barusaja jadian dan aku belum mengenalmu terlalu lama," kataku berkilah."Aku tahu kalau kamu diciptakan untukku sejak aku bertemu denganmu."Aku berbalik membelakanginya kembali dan menjawabnya, "Ingat kilat itu?"Lucas tertawa mengiyakan sambil menciumi leherku. Dia menjelajah tubuhku sesuka hatinya dan setiap sentuhannya membuatku terasa ingin bercinta terus menerus
Agil datang dengan tergopoh-gopoh dengan membawa tas ransel. Sesampainya di lantai yang dituju, dia pun segera mengetuk pintu kamar hostel sesuai dengan petunjuk dari Ben.Mendengar ketukan dari pintu, Alex pun segera mengintip untuk memastikan Agil yang datang. Dia mengintip dari kaca kecil yang tersemat di pintu. Begitu mengetahui bahwa Agil yang datang, maka Alex segera membukakan pintu untuknya."Masuklah!" kata Ben sambil duduk di atas tempat tidur.Agil segera memasuki ruangan itu lalu menatap mereka bergantian. Dia berkeliling melihat kondisi kamar itu sambil bertanya kepada mereka, "Gimana hasilnya? Aman?""Duduklah dulu," kata Alex kepada Agil. Ben mengangguk dan ikut menyuruh Agil duduk di depannya. Alex pun ikut duduk melingkar bersama dengan mereka."Zac, ceritakanlah," kata Ben seraya menatap Alex yang memiliki nama angklan Zac itu.Alex menarik nafas dalam-dalam. Agil menatapnya dengan wajah penasaran. Alex pun mulai menceritak
Ben dan Alex sedang dalam penyamarannya di bakery. Mereka berdua berperan seperti seorang pasangan kakek cucu yang sedang memesan kue ulang tahun di bakery milik Angelo. Ben berperan sebagai kakek dan Alex berperan sebagai cucu yang sedang memasuki masa pubertas. Tentu saja mereka juga berdandan selayaknya kakek cucu lengkap dengan rambut palsu dan seragam SMA. Seorang pelayan wanita melihat mereka dengan tatapan tanpa curiga. Dia bersikap masa bodoh dengan penampilan Alex dan Ben. Hal ini pertanda bagus karena Alex pun juga membaca pikiran pelayan itu dan tidak menemukan sesuatu hal yang membuatnya khawatir. "Mau pesan apa? Dibawa pulang atau dimakan disini?" tanya pelayan itu sambil menatap Ben dan Alex bergantian. Alex berkata kepada Ben, "Kakek aja ah yang nentuin. Aku ngikut aja." Mendengar itu, Ben berbisik kepada Alex, "Nanti ketauan suaraku masih muda. Kamu aja yang ngomong." Alex pun mengangguk dan berkata kepada pelayan itu, "Satu ke
Aku membuka mataku dan kulihat Lucas tertidur di sampingku. Aku merasa sangat bahagia ketika mengetahui pria kekasihku itu ada di sampingku. Aku melihat ke bawah dan ternyata aku sudah dipakaikan pakaian dalam. Aku segera bangkit berdiri dan mencuci mukaku.Setelah dari tempat tidur, kumelihat hp Lucas bergetar kencang. Rasa penasaranku langsung memuncak dan kuiintip hpnya. Kulihat ada nama Armando di atasnya. Jantungku langsung berdegub kencang. Pikiranku langsung berkecamuk seperti benang ruwet.Kulihat ke arah Lucas dan kulihat wajah Lucas menjadi kesal. Dia bergumam dalam tidurnya, "Berisik ah Dolcezza. Aku masih mengantuk.""Inilah susahnya pacaran sesama mind reader," pikirku kesal. Kulihat Lucas hanya tersenyum namun matanya tetap tertutup."Ada telepon dari Armando. Kamu yang angkat atau aku yang angkat?" tanyaku langsung ke arah Lucas. Seketika itu juga mata Lucas terbuka lebar. Dia langsung bangkit berdiri, "Aku aja yang angkat
Jantungku berdegub sangat kencang ketika Lucas menjemputku dengan mobil sportnya itu. Kulihat mobilnya masuk ke dalam halaman rumahku. Dengan gayanya yang khas, Lucas keluar dari mobilnya. mataku melompat melihatnya. Dia memakai kaos putih ketat dan celana jeans biru terang. Badannya yang tegap dan atletis itu memang memiliki kharisma yang sangat kuat yang membuat jantungku melompat setiap kali bertemu dengannya. Aku merasa bahagia setiap kali aku bersamanya."Benar-benar James Dean," kataku dalam hati.Kulihat Lucas tersenyum dari kejauhan. Dia berjalan ke arahku yang membuat aku merasa dunia melambat. Dia mendekatiku, memeluk pinggangku, dan mencium bibirku dengan lembut. Sesaat kemudian dia bertanya, "Dolcezza, kamu segitu ngefansnya sama James Dean?"Perutku terasa tergelitik. Aku hampir lupa kalau dia juga mind reader. Kujawab pertanyaannya, "Iya dong, bukannya kamu reinkarnasinya James Dean?"Lucas tertawa mendengarnya dan dia mengangguk ke
Kubuka mataku dan kulihat Lucas masih tertidur di sampingku. Lucas hanya memelukku semalaman. Walaupun kami tidak berhubungan badan, namun hatiku sangat bahagia. Karena cinta tidak hanya tentang seks.Aku segera bangkit dari tempat tidur dan keluar dari kamar. Kubuka kulkas dan kuambil roti, sayuran, ikan kaleng, dan mayones. Bahan-bahan itu segera kuolah menjadi sepotong sandwich. Tak lupa aku juga menyiapkan susu segar dalam gelas. Setelah semuanya selesai, aku segera menaruh sandwich dan susu di atas nampan dan kubawa ke kamar dengan hati-hati."Buon Giorno Dolcezza, Mi Amore, (Selamat pagi Manisku, Cintaku)," sapa Lucas mengagetkanku. Lucas berdiri di depan pintu kamar. Tentu saja masih dengan rambut berantakan dan baju yang memperlihatkan dada bidangnya."Honey, kok sudah bangun?"Lucas segera mencium bibirku singkat. Dia tersenyum dan berbisik di telingaku, "Kamu ngga lupa kan kalau hari ini hari Sabtu?"Aku mengernyitkan dahi dan me