Share

FIREPLACE

Author: DRoss
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Salju pertama turun sore itu. Seluruh anggota Keluarga Argent memandangi hamparan putih yang mereka pijak. 

Kota Moonwood menyambut kedatangan para makhluk berdarah dingin itu dengan butiran putih yang turun dari langit.

Satu persatu dari mereka memasuki pekarangan rumah bergaya classic itu. Rumah yang akan mereka jadikan sebagai tempat berlindung baru, –persembunyian dari kejaran para Skarsgard.

Rumah itu jauh lebih besar dari tempat tinggal mereka sebelumnya. Semuanya terlihat begitu nyaman. Bahkan, Malia banyak tersenyum sejak ia memasuki rumah itu untuk pertama kalinya.

Ia tampak begitu senang. Dengan suaranya yang riang, dalam sudut pandang Malia, suasana rumah itu terasa seperti suasana tempat tinggal keluarga aslinya, Keluarga Hale.

Loui yang sejak memijakkan kedua kakinya di tanah Moonwood hanya memperhatikan segala keriangan yang dibuat Malia. Mengulas senyum tanpa henti.

Bahagia Malia adalah bahagianya juga.

Baginya, Malia adalah happy virus. Tidak. Bukan hanya baginya, tapi bagi semua anggota Keluarga Argent. Malia adalah salah satu sumber kebahagiaan yang mereka miliki.

Malia berlarian kesana kemari, mencari seseorang yang sejak tadi belum juga muncul di hadapannya.

"Hey, Leona!" pekik Malia saat menemukan sosok yang ia cari sejak beberapa menit lalu.

Dengan setengah berlari juga mulut yang bersenandung riang, Malia mendatangi Leona yang tengah berdiri mematung di hadapan sebuah patung ksatria berpedang.

Leona bergeming. Ia masih asyik memperhatikan segala detail yang ada pada patung ksatria tersebut. Dengan sigap Malia menarik salah satu tangan Leona saat dirinya berhasil menghampiri gadis berperawakan tinggi itu.

Gadis itu membawa Leona menuju ruangan lain, seolah ingin menunjukan sesuatu yang berharga padanya.

Leona mendesah pasrah. Dengan terpaksa ia memenuhi ajakan Malia.

Kedua gadis itu memasuki satu-satunya ruangan dengan penerangan minim, –menghampiri sebuah tungku perapian besar dengan patung cupid di sisi kanan dan kirinya.

"Lihat! Rumah ini memiliki tungku perapian yang cantik. Rasanya rindu sekali melihat keberadaan tungku perapian di dalam sebuah rumah." ucap Malia pada Leona seraya menunjuk tungku perapian yang tengah menyala.

Malia melompat kegirangan saat Leona ikut memandangi tungku perapian yang ia tunjukan padanya. Tatapannya lurus tanpa ekspresi.

"Apa istimewanya memiliki tungku perapian? Bahkan untuk mendekat saja kami tidak akan pernah berani." ucap Leona ketus.

Leona pun menoleh lalu menatap gadis itu lamat-lamat. "Api hanya akan membuat kami mati." katanya.

Ucapan Leona sukses memudarkan senyuman yang menghiasi wajah Malia.

Segera Malia mengambil sebuah cangkir berisikan cairan bening dari atas meja bulat yang ada di tengah ruangan. Dengan berat hati, ia siramkan air dalam gelas itu ke dalam kobaran api.

Namun siapa sangka kobarannya justru semakin membesar –hampir menyambar surai panjang Malia yang kala itu berdiri di depan tungku perapian. Persis.

Jika saat itu Leona tidak bergerak cepat, surai juga tubuh mungil Malia sudah terlalap api.

Malia tergugu saat netranya menangkap aura dingin yang terpancar dari manik hazel Leona yang kini telah berubah warna –merah. Yang ia artikan sebagai sinyal buruk.

Dalam sudut pandang Malia, Leona tengah menahan amarah karena ulahnya.

Leona menatap Malia dengan tajamnya. Gadis itu segera menurunkan pandangannya seraya mengucap maaf. Namun Leona tak memedulikan segala bentuk permohonan maaf yang terlontar dari katup Malia.

Leona terus menatapnya lurus seolah ingin memastikan sesuatu.

Apakah Malia terluka? Batin Leona.

Namun bukan Leona namanya kalau mau berterus terang dengan perasaannya. Leona akhirnya buka suara. "Lain kali hati-hati!" tegurnya. "Lihat seperti apa isi gelasnya! Paling tidak, pastikan dulu baunya. Yang kau siram tadi white wine, Malia. Bukan air. Untunglah kau tidak apa-apa." jelas Leona dengan penekanan pada setiap kata yang diucapkannya.

Gadis itu pun beranjak –meninggalkan Malia setelah berhasil meluapkan semua kekesalannya.

Malia menoleh dan memandangi punggung Leona yang perlahan menghilang dari pandangan.

Ia mengulas senyum simpul lalu berkata, "Terima kasih sudah menyelamatkan aku, Leona."

"Jangan tersinggung dengan sikap dingin Leona," ujar Loui tiba-tiba.

Entah sejak kapan lelaki bertubuh jangkung itu telah berdiri di sisi kanannya sembari mengulas senyum manis andalannya. Senyum yang menampilkan sebuah lesungan cukup dalam di sisi kanan dan kirinya. Membuat wajah tampannya nampak semakin menawan.

Suara lembut Loui selalu berhasil membuat Malia merasa tenang bahkan saat dalam keadaan terkejut sekali pun.

Malia kembali menoleh ke sisi kanannya, menatap tajam laki-laki yang tengah tersenyum padanya. Senyum yang selalu berhasil membuat jantungnya berdegup tak beraturan seperti saat ini.

Entah degupannya terlalu kencang atau memang rungu Loui yang terlalu sensitif terhadap hal remeh seperti itu. Loui kembali mengulas senyum yang lebih lebar dari sebelumnya saat mendengar jelas degupan milik Malia.

Malia membilak saat paham dengan arti senyuman itu. Ia menunduk seraya menekan dada dengan kedua tangannya. "Dia pasti mendengarnya." batin Malia.

Loui memberikan gelengan samar tanpa arti. Ia mengulurkan tangan kirinya –mengusap puncak kepala Malia dengan lembutnya.

Sepersekian detik berikutnya Loui membuka katup mulutnya dan berkata, "Jangan tersinggung. Leona sebenarnya khawatir padamu."

Malia menoleh, lalu di detik berikutnya ia memberi anggukkan kecil sembari mengulas senyum manis saat netranya menangkap tatapan hangat Loui.

"Iya. Aku mengerti, Loui." ucapnya. "Leona memang sering bersikap dingin dan ketus, tapi ia selalu punya alasan baik untuk sikapnya itu. Aku tidak salah, 'kan?" imbuh Malia.

Loui mengangguk tanpa ragu. Ia membenarkan apa yang baru saja ditanyakan Malia. "Leona hanya tak ingin kau terluka, Malia." tegasnya.

Kini giliran Malia mengangguk. "Aku tahu, Loui." lirihnya.

"Ekhm!" Seseorang berdeham; di susul dengan suara hentakan sepatu yang saling bersahutan –semakin mendekat.

Loui dan Malia menoleh ke sumber suara, lalu memandangi seseorang yang tengah berdiri di ambang pintu sembari melipat kedua tangannya. Keduanya mengulas senyum seraya membawa tungkai masing-masing, –mendatangi sosok tersebut.

Malia terkekeh pelan saat berhasil memijakkan kedua kakinya di hadapan pria yang tidak lebih tinggi dari Loui itu.

"Paman Stefan. Terima kasih banyak karena sudah membawaku ke kota ini." ucap Malia riang.

"Kau sudah menjadi bagian dari keluarga kami, Malia. Lagipula..." Stefan sengaja menggantung kalimatnya; ia menoleh ke sisi kirinya selama lima detik, lalu menatap Loui yang tengah asyik memandangi tungku perapian di belakang sana.

"Lagipula aku tidak ingin anakku patah hati jika aku tak membawamu kesini, Malia." Stefan menggoda anak sulungnya itu.

Sayangnya ucapan Stefan sama sekali tak berhasil mengalihkan atensi Loui dari tungku perapian yang tengah menyala itu, namun justru Malia yang terpancing oleh ucapan Stefan sebelumnya.

"Siapa yang akan patah hati, paman?" tanya Malia tanpa basa-basi.

Stefan mengulas senyum, lalu di detik berikutnya ia tertawa pelan saat netranya berhasil menangkap sosok Loui yang tiba-tiba menoleh karena pertanyaan yang dilontarkan Malia.

"Kenapa kau masih memanggilnya paman, Malia?" Loui berusaha mengalihkan topik pembicaraan yang hendak dibuka lebar oleh Malia.

Stefan memberi anggukan samar. Ia memiliki pertanyaan yang sama dengan Loui. Kenapa Malia masih menyebutnya sebagai paman? Bukankah jauh-jauh hari mereka telah sepakat untuk menjadi sebuah keluarga? Setidaknya Malia harus menyebutnya ayah seperi Loui dan yang lain.

Stefan pun ikut andil dalam percakapan yang tengah dibuka Loui. "Benar. Kenapa kau masih memanggilku paman, Malia?" tanya Stefan pada Malia.

Malia tersenyum kikuk saat kedua laki-laki itu menatapnya penuh tanya. Gadis itu menggaruk tengkuknya.

Stefan kembali terkekeh melihat Malia yang nampak begitu kebingungan dengan pertanyaan sederhananya itu.

"Mulai sekarang panggil aku ayah. Karena..." Stefan mengambil jeda. Ia menepuk lengan Malia sembari mengulas senyum simpul khasnya. Senyum yang sama dengan yang di miliki Loui.

Loui mendesah pasrah. Ia tahu betul apa yang akan Stefan katakan selanjutnya. Setelah sekian lama bungkam, akhirnya ia angkat bicara –mencoba menghentikan keusilan selanjutnya.

"Karena kau sudah menjadi bagian dari Keluarga Argent." imbuh Loui.

Tanpa basa-basi dan berusaha menghindari keusilan lainnya, Loui memutuskan pergi meninggalkan Malia bersama Stefan.

"Paman?" panggil Malia ragu.

Gadis itu masih rela berlama-lama memandangi punggung Loui yang semakin menjauh dari pandangan. Ia bahkan tak memperhatikan wajah orang yang hendak ia ajak bicara saat itu.

"Aku di sini, Malia." Stefan menjentikkan jemari tangannya saat ia berhasil menghalangi pandangan Malia.

Malia terkekeh pelan. Merasa malu karena telah mengabaikan orang yang hendak ia ajak bicara beberapa saat lalu.

"Maaf, pa–" Malia segera menggeleng setelah menyadari ucapannya. "Maksudku, ayah."

"Ada apa?"

"Sebelumnya... Ayah menyebut kalau akan ada yang patah hati jika aku tak ikut kemari bersama kalian."

Stefan mengangguk. "Hm. Lalu?"

"Siapa dia, ayah?"

Stefan tertawa kecil melihat wajah polos Malia saat menanyakan hal yang sudah sangat jelas jawabannya. "Kau benar-benar tidak tahu, Malia?" Stefan penasaran.

Malia menggeleng. "Tidak, ayah."

Stefan mengangguk lalu menjawab, "Kau akan segera tahu siapa yang ku maksud."

Malia mendesah pasrah seraya menurunkan pandangannya; memandangi jemari tangannya yang tengah ia remas.

"Bolehkah aku berharap kalau orang yang ayah maksud adalah Loui?" batinnya.

***

To be continue

***

Related chapters

  • MEZZALUNA [Indonesia]   HYBRID

    Di tempat lain, tak begitu jauh dari kediaman Keluarga Argent, seorang wanita tampak sibuk –hilir mudik kesana-kemari, menjajakan berbagai macam makanan yang akan mereka santap malam itu. Erin Cooper. Seorang ibu tunggal yang menjadi tulang punggung keluarga sejak kepergian suaminya, sepuluh tahun lalu. Pagi hingga sore hari ia akan sibuk dengan segala macam pekerjaan kantor, malamnya ia menunaikan tugasnya sebagai seorang ibu bagi kedua anak kembarnya. Gabriel dan Ashton.Sekilas keluarga kecil itu nampak seperti keluarga biasa pada umumnya. Namun kenyataannya mereka bukan dari kalangan keluarga biasa. Erin adalah istri dari Dennis Cooper –seorang werewolf yang paling disegani di Kota Moonwood. Dennis meninggal sepuluh tahun lalu saat terjadi perselisihan antara klan werewolves dan klan vampire, –kematian Dennis masih menjadi mister

  • MEZZALUNA [Indonesia]   PUREBLOODS

    "Katakan yang sejujurnya. Siapa yang telah mengubahmu menjadi seorang Hybrid, Archie?" tuntut Ash.Archie menggaruk ujung alisnya, ia benar-benar sudah ketahuan. "Ah. Itu... Sebenarnya, aku juga tidak tahu pasti siapa yang melakukannya saat itu. Karena-"Archie terperangah. Ia belum benar-benar menyelesaikan kalimatnya, namun Ash dengan begitu tenang menyela ucapannya."Apa sang Purebloods itu ada di dalam sana?" tanya Ash seraya mengulurkan telunjuk kanannya ke bangunan megah Mitchell mansion yang terpampang jelas di hadapan mereka.Ini bahaya. Ash tak melepaskan tatapan tajamnya barang sedetik pun dari bangunan megah itu. Ia berusaha memindai, mencari pelaku yang telah mengubah sahabatnya itu.Meski tatapan dan nada bicaranya begitu tenang, hal itu justru membahayakan. Ash tengah mengumpulkan seluruh ke

  • MEZZALUNA [Indonesia]   SIBLINGS

    Masih di ruangan yang sama, semua anggota Keluarga Argent memberikan seluruh atensinya pada Charles seorang. Ia menyimpan sendiri kegusarannya, dan berhasil membuat anak juga cucunya merasa khawatir –penasaran dengan penyebabnya.Ketiga cucunya mendekat, lalu berdiri melingkari sang kakek."Apa mulut Kakek tidak terasa asam? Kakek menjadi pendiam setelah bersentuhan dengan bocah hybrid tadi." cecar Leona.Leona merotasikan bola matanya saat Charles tiba-tiba tertawa geli melihat tingkah dan ucapannya.Tidak. Bukan hanya Charles, tapi semua orang yang ada di ruangan itu pun ikut tertawa. Ia melemparkan tatapan nyalangnya pada mereka yang telah menertawainya sejak beberapa saat lalu."Bisakah Kakek berhenti tertawa? Bukan saatnya untuk menertawakanku, kek." Leona bersungut-sungut.

  • MEZZALUNA [Indonesia]   RESTLESS

    "Ashton! Kemarilah, Nak." panggil Erin saat pintu depan rumahnya berderit disusul suara langkah kaki.Ash segera menegakkan tubuhnya setelah berhasil menutup rapat pintu –dihampirinya Erin dengan langkah panjangnya. "Maaf, Bu. Aku lupa kalau hari ini kita punya acara makan malam bersama." jelasnya.Erin segera memeluk putranya sambil lalu mengucap selamat disertai serangkaian doa dan harapannya pada sang sulung.Ash bergeming. Ia mengeratkan pelukannya pada Erin."Aku hampir membuat keributan, bu." lirih Ash."Apa kau membuat keributan di Mitchell Hills, Ash?" Erin penasaran.Di sepersekian detik berikutnya Ash melepaskan pelukannya, –menatap ke dalam netra sendu milik Erin.

  • MEZZALUNA [Indonesia]   KISSES

    Malia tengah asyik menuangkan air panas ke dalam mug besar kesayangannya. Senyumnya mengembang saat mendengar suara langkah kaki yang bersahutan semakin mendekat padanya."Loui. Kita bisa mengobrol di balkon kamarmu, 'kan? Aku tidak ingin memandangi bulan sen-" Malia melonjak kaget saat berbalik; Luca berdiri di ambang pintu dan menatapnya dengan sendu.Malia terus menyunggingkan senyum manisnya –ia berusaha keras mencairkan kecanggungan yang baru saja dibuatnya tanpa sengaja. "Mau bercerita tentang sesuatu?" tanya Malia penuh semangat.Luca beranjak, berjalan mendahului setelah memberikan sebuah anggukkan sebagai jawaban.Malia mengekorinya dengan canggung. Ia benar-benar bingung dan merasa tak enak hati. Ia memanggil nama Loui sebelum berbalik dan memastikan siapa yang mendatanginya saat itu.

  • MEZZALUNA [Indonesia]   CAN WE TALK?

    "Kakak! Apa kau membuat Malia marah?" Leona angkat bicara setelah hampir tiga puluh menit hening karena semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing.Loui fokus mengemudi dan memperhatikan jalanan di depannya. Luca yang duduk di belakangnya sedang tenggelam bersama buku tebal yang ada dalam genggamannya.Malia yang hari itu memilih duduk di samping Luca menyandarkan kepalanya pada kaca jendela, sambil memejamkan mata –berpura-pura tidur."Loui Argent! Can you hear me?" Leona memiringkan sedikit kepalanya; memperhatikan Loui yang begitu asyik mengendarai mobil baru mereka.Loui melirik Leona sekilas, lalu kembali memberikan seluruh atensinya pada jalanan di depan mereka. Ia terkekeh pelan saat menangkap raut kesal yang ditunjukan Leona padanya. "Kita bicarakan itu nanti, Leona Argent." bisiknya.Leona menci

  • MEZZALUNA [Indonesia]   IT'S LUCIEN

    "Leona, kami tunggu di parkiran, ya? Sepertinya Ash ingin membicarakan banyak hal."Malia segera menarik Loui –membawanya pergi meninggalkan Leona bersama Ash.Mereka menghentikan langkahnya saat netra keduanya menangkap Leona dan Ash pergi menuju hutan belakang gedung Universitas.Awalnya, Malia dan Loui ingin membiarkan mereka menyelesaikan urusan yang harus mereka selesaikan. Namun saat indera penciuman Loui menangkap bau yang sangat tak asing. Ia menjadi khawatir.Segera Loui membawa Malia ke tempat di mana Gabe dan Archie berada –menitipkan Malia pada keduanya."Hey!" pekik Malia. "Memangnya aku barang? Kenapa kamu menitipkanku pada mereka?" Malia bersungut-sungut kesal mendengar kata 'titip' yang Loui ucapkan pada Gabe dan Archie.Loui mengulas senyum simpulnya seraya mengusap puncak kepala Malia dengan lembut dan berkata, "Ma

  • MEZZALUNA [Indonesia]   WHAT IF

    Satu-satunya mansion megah yang ada di area Mitchell Hills kedatangan seorang tamu. Salah satu orang penting Kota Moonwood. Erin Cooper, istri mendiang Dennis Cooper sahabat lama Charles juga Stefan Argent."Akhirnya kita bisa bertemu dan minum teh bersama seperti ini," ujar Stefan setelah menyesap tehnya dan meletakkan kembali cangkirnya di atas meja. "Anak kembarmu sudah beranjak dewasa ya, Erin." lanjutnya diiringi senyum simpul.Erin salah tingkah –entah harus senang atau merasa malu, sebab Ash telah lebih dulu menemui Stefan juga Charles –kawan lama sang suami dengan meninggalkan kesan buruk."Aku minta maaf soal itu. Dia terlalu sensitif tentang semua yang berhubungan dengan pack-nya." ucap Erin pada Stefan dengan senyum kikuk di akhir kalimat.Charles hanya tersenyum saat mendengar pen

Latest chapter

  • MEZZALUNA [Indonesia]   EPILOGUE

    Sejak kejadian hari itu Lyla tak pernah muncul di manapun, bahkan nomer ponselnya tak aktif. Bahkan bibi, paman, juga kakak sepupunya tak pernah tahu Lyla pergi ke mana. Yang mereka tahu, malam itu Lyla hanya berpamitan untuk pergi menemui seseorang dengan berbekal long coath ungu kesayangannya.Tiga bulan lamanya, seluruh anggota kepolisian dikerahkan untuk mencari Lyla. Namun seharipun, segala usaha yang mereka lakukan tak membuahkan hasil. Nihil.Dan pada akhirnya, seluruh anggota Keluarga Justice menyerah untuk mencari Lyla. Namun mereka tetap memasang iklan berbayar yang ditayangkan di seluruh stasiun Televisi Nasional dan Swasta tentang hilangnya salah satu anggota keluarga mereka.Di sisi lain, Archie yang masih belum bisa mengurangi rasa sukanya pada Malia memilih untuk mengencani gadis manapun. Hingga hari ini, identitas baru Archie sebagai seorang Hybrid masih dirahasiakan —tidak diungkapkan secara terang-terangan. Hanya saja, ketika ada yang bertanya, ia akan men

  • MEZZALUNA [Indonesia]   DEAD END

    Ash memberikan seluruh atensinya pada Rosalie, mengunci tatapannya pada wanita berpakaian serba merah di hadapannya. Ia tahu, meski Rosalie tampak pasrah, sebagai seorang ibu, Rosalie ingin mengerahkan seluruh kekuatan yang dimilikinya untuk menemukan di mana jasad putri kesayangannya berada.Saat itu juga, setelah masing-masing memberi anggukkan sepakat, mereka berpencar menyusuri hutan pada garis lurus —sejajar demi memudahkan titik temu saat mereka menemukan apa yang mereka cari. *** Di Kastil Skarsgard Gabe bersama dua kawanannya tampak khawatir menyaksikan sebagian gedung kokoh itu ambruk sebagian. Tidak seperti yang dikatakan Loui sebelumnya. Alih-alih dilalap si jago merah, bangunan klasik itu justru luruh sebagian.Sang Beta mengelilingi setiap sudut bangunan kastil, mencari jalan masuk aman sekedar untuk memberikan pertolongan pada si sulung Argent yang masih berada di dalam sana.Saat ia hendak membawa keempat tungkainya memasuki salah

  • MEZZALUNA [Indonesia]   ALREADY GONE

    Rosalie hanya mengangguk ketika mendengar segala macam informasi yang disampaikan pria bertubuh tinggi besar di hadapannya.Ia mengabarkan tentang perkelahian yang terjadi antara Ash, Damien dan Leona. Dan sang gadis menjadi satu-satunya korban dalam kejadian tersebut.Sementara Stefan juga Charles hanya bisa menghela napas, Malia menjadi satu-satunya yang meneteskan air mata, serta Luca tampak begitu marah ketika mendengar seluruh rentetan kejadiannya."Bagaimana dengan Loui?" tanya Malia pada pria besar di hadapan mereka.Sang gadis tampak begitu mengkhawatirkan keadaan si Sulung Argent yang kini telah menjadi bagian dari Keluarga Skarsgard."Apakah Loui baik-baik saja di sana?" tanya Malia lagi.Pria itu bungkam, tak bisa memberikan jawaban pasti pada gadis bertubuh mungil di hadapannya, sebab ia belum sempat memasuki Kastil Skarsgard ketika tiba di depan perbatasan.Di sepersekian detik berikutnya ia mengendikkan bahunya, lantas memberikan sebu

  • MEZZALUNA [Indonesia]   ALMOST DONE - II

    Dengan tenang Loui melepas cengkraman Irina dalam satu kali sentakan, lantas menarik selembar penutup besi di sisi tungku —menutup lubang tersebut dengan segera.Dalam sekejap lubang besar itu tertutup sempurna. Loui hanya bisa mendengar teriakan Irina setelah tungku perapian itu berhasil disumpal lembaran besi tebal."Maaf, Irina. Ini bukanlah hari kematianku." monolog Loui sebelum akhirnya ia beranjak menuruni tangga dan mencari sisa penghuni kastil tersebut. Lucien, dan Victoria tentunya.***Hutan yang sebelumnya dijadikan tempat bertarung oleh Ash dan Damien kembali hening seperti sebelum tersentuh oleh keduanya. Hanya terdengar suara kicauan burung hantu ketika malam bertugas menggantikan segala kicauan riang yang hanya muncul ketika langit terang.Sepasang kaki memasuki hutan, sesekali menghentikan langkahnya sembari memperhatikan sekitar —memindai setiap sudut yang ada.Sang pemilik tungkai kembali bergerak menuju sat

  • MEZZALUNA [Indonesia]   ALMOST DONE - I

    CRASH!Damien memisahkan kepala sang gadis dari tubuhnya dalam satu tarikan kuat. Di saat yang sama Ash berbalik. Tubuhnya mematung melihat sebelah tangan Damien memegangi kepala sang gadis yang telah terpisah dari tubuhnya."Take this!" Damien melemparkan kepala sang gadis pada Ash yang tengah mematung di sebrang sana. "Have fun with her!"Damien tertawa. Suara husky-nya menguar, memenuhi segala keheningan dan kegelapan yang mulai menyelimuti hutan.Ia masih enggan meninggalkan tempat tersebut —ingin melihat reaksi seperti apa yang akan ditunjukkan sang Alpha ketika melihat gadisnya sudah tak bernyawa karena ulahnya.Ash spontan menangkap apa yang dilemparkan Damien ke hadapannya. Dipeluknya, lantas dipandanginya wajah sang gadis yang terlihat jauh lebih pucat. Diusapnya kelopak mata sang gadis yang semula tertutup.Beberapa detik setelah Ash membawa tungkainya ke tempat di mana tubuh sang gadis tumbang. Dengan tangannya yang gemetar, san

  • MEZZALUNA [Indonesia]   VERSUS

    "Pulanglah. Aku tahu apa yang harus kuperbuat."Suara baritone itu terdengar tegas dan dalam. Lain dari biasanya. Tidak seperti Ash yang dikenalnya. Bahkan sorot tajamnya tampak lain. Gelap. Seperti yang ditunjukkan Damien ketika menyaksikan segala keintiman yang mereka tunjukkan di hadapannya.Tanpa mengatakan apapun kedua pemuda itu bergeser dan berbondong-bondong menuju hutan pinus di belakang perbukitan.Leona mengejar, namun dengan sigap —tanpa mempertimbangkan segala macam resikonya Damien mengibakan sebelah tangannya pada gadis yang tengah berusaha membututinya dan Sang Alpha.Sang gadis terlempar jauh —berguling dari puncak bukit. Di sepersekian detik berikutnya Damien kembali mengibaskan tangannya, lantas membuat sebuah gerakan seperti tengah mengikat sesuatu dari kejauhan. Di saat yang sama Leona mengerang ketika tubuhnya terasa seperti diikat.Ash berbalik, melompat ke udara dengan sebagian tubuhnya yang mulai ditumbuhi bulu abu-abu, l

  • MEZZALUNA [Indonesia]   GO HOME, LEONA.

    "I said, can't you stop talking?"Untuk kesekian kali Leona kembali mengulangi ucapannya. Ia menginginkan hal lain daripada mengobrol dengan pemuda yang tengah berada dalam rengkuhannya."Will do. But, can you promise me something?"Sorot mata Ash tampak begitu serius. Lain dari yang ia tunjukkan sebelumnya. Ia tengah bersungguh-sungguh dengan ucapannya, menginginkan sang gadis untuk menjanjikannya sesuatu.Leona menarik napas panjang sebelum kembali bersuara dan menjawab permintaan sang Alpha. "Go on. Say it." tantangnya."Let me set you free. Will you?" balas sang Alpha dengan segala kesungguhan yang dituangkannya melalui tatapan.Leona mengernyit bingung. Kedua pangkal alisnya hampir menyatu —bertemu di titik yang sama. Ia tergugu-gugu. Bukan enggan menjawab, hanya saja, ia tahu maksud sesungguhnya dari ucapan sang Alpha.Leona sadar bahwa Ash tahu apa yang tengah di hadapinya saat ini. Melalui sorot tajamnya, ia memberikan sebuah tanda ya

  • MEZZALUNA [Indonesia]   WILL YOU

    Hening. Gadis di hadapannya itu tak memberikan jawaban apapun. Bahkan tatapannya tampak kosong tanpa ekspresi apapun. Terlihat dingin dan menyeramkan dalam satu waktu.Sadar dengan atmosfir tersebut, Ash memilih memakaikan sebuah helm ke atas kepala Leona dengan sangat hati-hati hingga terpasang dengan benar —melindungi salah satu bagian berharga di tubuh sang gadis.Setelah berhasil memakai pelindung kepala, Ash naik ke atas motornya —menyalakan mesin, lantas mengulurkan tangan kanannya ke hadapan sang gadis dengan maksud memberi bantuan untuk menaiki kuda besinya yang berperawakan tinggi besar, agak sulit untuk dinaiki para gadis.Ash menancap gas setelah Leona duduk dengan aman di balik punggungnya sembari memeluknya dari belakang. Gadis itu bungkam, tak mengatakan apapun, bahkan wajahnya tak hidup seperti sebelumnya. Meski tak merasa melakukan sesuatu hal yang menyinggung bahkan menyakiti hati Leona, Ash memilih menepi di bahu jalan dan mengajaknya ber

  • MEZZALUNA [Indonesia]   YOU LOOK GREAT

    Ash terus menerus mengulas senyum —memandangi pantulan dirinya di cermin, sudah 15 menit lamanya ia melakukan hal tersebut. Ia terus memandangi seluruh aspek yang ada pada dirinya, dari ujung kepala hingga ujung kaki —termasuk pakaian yang melekat di tubuhnya saat itu.Jika bergeser sedikit ke belakang, persis di balik punggungnya Ash menyembunyikan setumpuk pakaian yang telah dicobanya sejak 30 menit yang lalu.Ia benar-benar sibuk memilah pakaian dan tampilan apa yang cocok ia gunakan untuk menemui Leona, melakukan segala macam hal dengan sang gadis selama satu hari penuh, seperti yang ia janjikan padanya beberapa hari lalu.***"Bisakah kita piknik ke perbukitan —tempat favorit kedua orang tuamu, Leona?"Sepasang mata bulat Leona memicing, mencurigai sesuatu. "Apa kau sedang berusaha mengajakku berkencan?" selidik Leona percaya diri.Tanpa ragu Ash mengangguk, lalu memberi respon, "Jika ya, apa kau akan menolak?"Alis

DMCA.com Protection Status