"Ashton! Kemarilah, Nak." panggil Erin saat pintu depan rumahnya berderit disusul suara langkah kaki.
Ash bergeming. Ia mengeratkan pelukannya pada Erin.
"Aku hampir membuat keributan, bu." lirih Ash.
"Apa kau membuat keributan di Mitchell Hills, Ash?" Erin penasaran.
Alih-alih menjawab, Ash balik bertanya, "Bagaimana ibu bisa tahu?"
"Seorang purebloods berhasil mengubah Archie menjadi seorang hybrid. Dan di dalam rumah itu ada tiga orang purebloods. Aku kira purebloods yang ada di dalam rumah itu adalah pelakunya." jelas Ash dengan kepala tertunduk.
"Apa kau bilang, Ash?! Hybrid?! Archie menjadi seorang hybrid?!" cecar Erin; ia hampir memekik saking terkejutnya mendengar semua penjelasan Ash.
"Ash! Kau menakuti ibu?!" Gabe meninggikan suaranya saat netranya bertemu dengan milik Ash.
"Apa kau sadar dengan pertanyaanmu, Gabe?" tantang Ash.
"Boys, stop it!" Erin segera menengahi sebelum kedua anak laki-lakinya itu mulai berdebat.
"Aku mendengar ibu menyebut-nyebut soal Archie dan hybrid!" seru Gabe to the point.
"Archie yang kita kenal sekarang... Adalah seorang hybrid." lirihnya.
"Saat berubah, tubuhnya tak mengeluarkan aroma hangat." sambungnya lagi.
"Pergerakannya juga tidak dapat diprediksi, 'kan? Seperti seorang vampire." timpal Gabe; seolah meminta pembenaran atas apa yang ia pikirkan saat itu.
Gabe tersenyum sembari memiringkan kepalanya saat manik legam mereka bertemu, seolah ingin menyampaikan sesuatu. Namun Erin tiba-tiba melingkarkan tangan kirinya di leher Gabe.
"Jawab aku, Gabe! Apa kau pernah menginjakkan kakimu ke tanah Eastwood atau Dark Forest?" tanya Erin to the point.
Bagaimana tidak? Eastwood dan Dark Forest adalah dua tempat rawan yang masuk kedalam daftar tempat terlarang bagi para werewolves beta atau werewolf yang masih muda. Seperti Gabe dan Archie.
Eastwood atau pun Dark Forest adalah kota mati, dan merupakan wilayah kekuasaan para purebloods yang sangat anti dengan para werewolves. Tak akan ada werewolves yang bisa keluar dari sana dengan selamat.
"Aku hendak menyusul Lyla ke Northernwood. Aku dan Archie tersesat dalam perjalanan. Rutenya terasa berputar tanpa ada ujungnya, dan entah bagaimana kami memasuki wilayah Dark Forest. Karena kami merasa Dark Forest cukup aman, kami terus menyusuri pinggirannya.
Menurut Lyla, kita bisa sampai ke Northernwood jika memutar lewat Dark Forest. Lalu..." Gabe menggantung kalimatnya. Ia nampak ragu untuk menyelesaikan ucapannya saat melihat iris legam Ashton telah berubah warna –kuning menyala –terang.
"Cepat ceritakan semuanya, sayang." pinta Erin lirih.
"Lagi-lagi kami salah memilih jalur. Dan yang pertama kali memijakkan kedua kakinya di pintu masuk menuju Eastwood adalah Archie. Lalu saat kami hendak meninggalkan tempat itu, seseorang dengan rambut sedikit ikal menarik Archie dan meminumkan darah yang menetes dipergelangan tangannya ke mulut Archie." jelas Gabe panjang lebar.
"Apakah pemilik Mitchell Hills adalah orang-orang mencurigakan, Ash?" Erin akhirnya angkat bicara setelah berhasil menghilangkan kegusarannya.
"Mungkin kau memang benar-benar lupa. Bukan lupa bertanya. Bukankah biasanya seperti itu?" ejek Erin.
"Well, aku tahu siapa pemilik baru Mitchell Hills, bu," ucap Gabe pada Erin. "Argent. Mereka adalah Keluarga Argent." lanjutnya.
"Argent?"
"Ya. Argent, bu."
"Apa ada sesuatu yang terjadi? Mereka kembali ke sini setelah sepuluh tahun kepergian Dennis." batin Erin.
"Bu?" panggil Gabe.
"Bu? Ada apa?" Ashton nampak penasaran.
Alih-alih menjawab, Erin bergidik –menyapu pandangannya ke seluruh sudut ruangan lalu mengalihkan seluruh atensinya pada jam bulat putih yang melekat pada dinding berwarna senada.
"Sudah larut. Istirahatlah." anjur Erin pada Ash dan Gabe sembari mengarahkan telunjuk kanannya pada jam dinding tadi.
"Ibu juga istirahat." pinta Ash sembari merangkul dan mengecup pipi kanan Erin. "Selamat istirahat." sambung Ash.
"Selamat malam, sayang."
"Aku sudah mengganti lilin di kamar ibu dengan aroma lavender. Nyalakan, dan tidurlah dengan nyenyak." jelas Gabe panjang pendek.
Dengan tergesa Gabe pun menyusul sang kakak. "Ash, tunggu!" seru Gabe lantang.
***
Erin berbaring di atas kasur –memandangi langit-langit kamarnya yang nampak begitu kosong. Seperti dirinya.
Di sepersekian detik berikutnya ia tersenyum, lalu bermonolog, "Dennis." panggilnya.
"Gabe dan Archie menginjakkan kaki mereka di tanah Eastwood." Erin menjeda kalimatnya; menghela napas gusarnya sembari menutup mata.
"Anak didik kesayanganmu bukan lagi werewolf murni, Dennis." Erin menoleh ke sisi kanannya, –membuka matanya kemudian tersenyum –seolah Dennis bersamanya.
"Dia telah menjadi seorang hybrid. Dan... Orang yang mengubahnya menjadi hybrid dan orang yang telah membunuhmu adalah orang yang sama, Dennis." Erin kembali menggantung kalimatnya.
"Skarsgard. Damien Skarsgard."
***To be continue***
Malia tengah asyik menuangkan air panas ke dalam mug besar kesayangannya. Senyumnya mengembang saat mendengar suara langkah kaki yang bersahutan semakin mendekat padanya."Loui. Kita bisa mengobrol di balkon kamarmu, 'kan? Aku tidak ingin memandangi bulan sen-" Malia melonjak kaget saat berbalik; Luca berdiri di ambang pintu dan menatapnya dengan sendu.Malia terus menyunggingkan senyum manisnya –ia berusaha keras mencairkan kecanggungan yang baru saja dibuatnya tanpa sengaja. "Mau bercerita tentang sesuatu?" tanya Malia penuh semangat.Luca beranjak, berjalan mendahului setelah memberikan sebuah anggukkan sebagai jawaban.Malia mengekorinya dengan canggung. Ia benar-benar bingung dan merasa tak enak hati. Ia memanggil nama Loui sebelum berbalik dan memastikan siapa yang mendatanginya saat itu.
"Kakak! Apa kau membuat Malia marah?" Leona angkat bicara setelah hampir tiga puluh menit hening karena semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing.Loui fokus mengemudi dan memperhatikan jalanan di depannya. Luca yang duduk di belakangnya sedang tenggelam bersama buku tebal yang ada dalam genggamannya.Malia yang hari itu memilih duduk di samping Luca menyandarkan kepalanya pada kaca jendela, sambil memejamkan mata –berpura-pura tidur."Loui Argent! Can you hear me?" Leona memiringkan sedikit kepalanya; memperhatikan Loui yang begitu asyik mengendarai mobil baru mereka.Loui melirik Leona sekilas, lalu kembali memberikan seluruh atensinya pada jalanan di depan mereka. Ia terkekeh pelan saat menangkap raut kesal yang ditunjukan Leona padanya. "Kita bicarakan itu nanti, Leona Argent." bisiknya.Leona menci
"Leona, kami tunggu di parkiran, ya? Sepertinya Ash ingin membicarakan banyak hal."Malia segera menarik Loui –membawanya pergi meninggalkan Leona bersama Ash.Mereka menghentikan langkahnya saat netra keduanya menangkap Leona dan Ash pergi menuju hutan belakang gedung Universitas.Awalnya, Malia dan Loui ingin membiarkan mereka menyelesaikan urusan yang harus mereka selesaikan. Namun saat indera penciuman Loui menangkap bau yang sangat tak asing. Ia menjadi khawatir.Segera Loui membawa Malia ke tempat di mana Gabe dan Archie berada –menitipkan Malia pada keduanya."Hey!" pekik Malia. "Memangnya aku barang? Kenapa kamu menitipkanku pada mereka?" Malia bersungut-sungut kesal mendengar kata 'titip' yang Loui ucapkan pada Gabe dan Archie.Loui mengulas senyum simpulnya seraya mengusap puncak kepala Malia dengan lembut dan berkata, "Ma
Satu-satunya mansion megah yang ada di area Mitchell Hills kedatangan seorang tamu. Salah satu orang penting Kota Moonwood. Erin Cooper, istri mendiang Dennis Cooper sahabat lama Charles juga Stefan Argent."Akhirnya kita bisa bertemu dan minum teh bersama seperti ini," ujar Stefan setelah menyesap tehnya dan meletakkan kembali cangkirnya di atas meja. "Anak kembarmu sudah beranjak dewasa ya, Erin." lanjutnya diiringi senyum simpul.Erin salah tingkah –entah harus senang atau merasa malu, sebab Ash telah lebih dulu menemui Stefan juga Charles –kawan lama sang suami dengan meninggalkan kesan buruk."Aku minta maaf soal itu. Dia terlalu sensitif tentang semua yang berhubungan dengan pack-nya." ucap Erin pada Stefan dengan senyum kikuk di akhir kalimat.Charles hanya tersenyum saat mendengar pen
Waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Archie masih belum bisa memejamkan matanya. Semua ucapan Ash masih berputar-putar di dalam kepalanya. Bingung, marah, –sedih menjadi satu.Ia benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika nanti ia berubah menjadi seorang vampire jahat –musuh terbesar para werewolves?Tapi, sebelum itu semua terjadi, alangkah lebih baik jika ia dilenyapkan oleh kawanannya atau sang Alpha –Ash –sahabatnya.Mau tidak mau, suka tidak suka, siap tidak siap, ia harus dilenyapkan sebelum terlambat. Karena berubah menjadi musuh terbesar para werewolves tak pernah ada dalam bayangannya.Sudah hampir satu minggu ia menutup diri dari dunia luar –mengunci dirinya di dalam studio apartment-nya. Ia tidak pergi kemanapun, tidak menemui siapapun, bahkan sengaja mematikan ponselnya dan
Beberapa potong pakaian mulai menumpuk di atas tempat tidur Leona. Sudah berkali-kali ia mengganti berbagai macam gaya pakaian atas saran dan komentar Malia.Ia terduduk lemas di lantai saat Malia kembali memberikan gelengan pada outfit yang baru saja melekat di tubuhnya."Big no! Itu lebih cocok dipakai saat musim panas. Lagi pula, ini terlalu tipis. Kamu akan kedinginan di luar sana, Leona." Malia mengomentari floral dress selutut dengan kerah berbentuk V yang hampir mengekspos sebagian dada Leona.Leona mulai frustasi. Ia mengacak rambutnya yang sudah tertata rapih sambil lalu membalut tubuh atasnya dengan sebuah denim jacket."Pakai saja baju itu kalau memang mau menarik perhatian semua orang di kota, dan dianggap mau menggoda Ash." gertak Malia.Leona mengerang kesal. Ia segera mencopot baju yang i
Setelah berhari-hari diguyur salju tebal, pagi ini, sang surya menampakkan diri dengan gagahnya. Teriknya menesulup melalui celah jendela berfurniture serba putih itu.Segaris cahaya berhasil menyapa kelopak cantik si pemilik ruangan. Merasakan kehangatan –gadis itu menggeliat bangun –mengambil posisi duduk sembari meregangkan otot-otot tubuhnya. "Ah. Selamat pagi dunia...! Terima kasih, Tuhan. Aku masih dipercayakan untuk membuka mata dan merasakan hangatnya mentari."Malia membuka matanya saat rungunya mendengar suara ketukan pintu disertai seruan lantang seseorang –memanggil namanya. Senyumnya mengembang saat indera pendengarannya menangkap suara tersebut.Suara milik Loui. Entah ada angin apa, pagi ini Loui yang mengetuk pintu kamarnya. Dengan tergesa Malia berlari menuju pintu lalu membukanya lebar. "Selamat pagi." sapa Loui hangat.
"Kenapa, hm?" tanya Rosalie pada Loui.Loui tampak gusar –beberapa menit ia diam –tak menanggapi semua ocehan Rosalie."Khawatir dengan Malia?" Rosalie melemparkan pertanyaan lain.Pertanyaan sederhana itu berhasil menarik atensi Loui –membuatnya memutar kepalanya 45 derajat –menatap Rosalie datar."Coba telpon, sayang." usul Rosalie.Loui mengeluarkan sebuah benda pipih dari kantong celananya, menghubungi nomor ponsel Malia. Terdengar nada sambung, namun tak ada jawaban. Loui mengulangi panggilannya selama beberapa kali, namun masih tak ada jawaban.Ia hubungi nomor adik laki-lakinya, Luca. Terdengar suara napas memburu di ujung sana sesaat setelah panggilan tersambung.'Cepat kemari! Sepertinya Malia bersama dengan salah satu Skarsgard. Aku tak bisa memasuki tempat itu dan menyusulnya. Mereka menutup penglihatanku.' jelas Luca panik.Loui mengakhiri panggilan tersebut dengan segera."Ada masalah?" tanya Rosalie ketika menangkap raut pan
Sejak kejadian hari itu Lyla tak pernah muncul di manapun, bahkan nomer ponselnya tak aktif. Bahkan bibi, paman, juga kakak sepupunya tak pernah tahu Lyla pergi ke mana. Yang mereka tahu, malam itu Lyla hanya berpamitan untuk pergi menemui seseorang dengan berbekal long coath ungu kesayangannya.Tiga bulan lamanya, seluruh anggota kepolisian dikerahkan untuk mencari Lyla. Namun seharipun, segala usaha yang mereka lakukan tak membuahkan hasil. Nihil.Dan pada akhirnya, seluruh anggota Keluarga Justice menyerah untuk mencari Lyla. Namun mereka tetap memasang iklan berbayar yang ditayangkan di seluruh stasiun Televisi Nasional dan Swasta tentang hilangnya salah satu anggota keluarga mereka.Di sisi lain, Archie yang masih belum bisa mengurangi rasa sukanya pada Malia memilih untuk mengencani gadis manapun. Hingga hari ini, identitas baru Archie sebagai seorang Hybrid masih dirahasiakan —tidak diungkapkan secara terang-terangan. Hanya saja, ketika ada yang bertanya, ia akan men
Ash memberikan seluruh atensinya pada Rosalie, mengunci tatapannya pada wanita berpakaian serba merah di hadapannya. Ia tahu, meski Rosalie tampak pasrah, sebagai seorang ibu, Rosalie ingin mengerahkan seluruh kekuatan yang dimilikinya untuk menemukan di mana jasad putri kesayangannya berada.Saat itu juga, setelah masing-masing memberi anggukkan sepakat, mereka berpencar menyusuri hutan pada garis lurus —sejajar demi memudahkan titik temu saat mereka menemukan apa yang mereka cari. *** Di Kastil Skarsgard Gabe bersama dua kawanannya tampak khawatir menyaksikan sebagian gedung kokoh itu ambruk sebagian. Tidak seperti yang dikatakan Loui sebelumnya. Alih-alih dilalap si jago merah, bangunan klasik itu justru luruh sebagian.Sang Beta mengelilingi setiap sudut bangunan kastil, mencari jalan masuk aman sekedar untuk memberikan pertolongan pada si sulung Argent yang masih berada di dalam sana.Saat ia hendak membawa keempat tungkainya memasuki salah
Rosalie hanya mengangguk ketika mendengar segala macam informasi yang disampaikan pria bertubuh tinggi besar di hadapannya.Ia mengabarkan tentang perkelahian yang terjadi antara Ash, Damien dan Leona. Dan sang gadis menjadi satu-satunya korban dalam kejadian tersebut.Sementara Stefan juga Charles hanya bisa menghela napas, Malia menjadi satu-satunya yang meneteskan air mata, serta Luca tampak begitu marah ketika mendengar seluruh rentetan kejadiannya."Bagaimana dengan Loui?" tanya Malia pada pria besar di hadapan mereka.Sang gadis tampak begitu mengkhawatirkan keadaan si Sulung Argent yang kini telah menjadi bagian dari Keluarga Skarsgard."Apakah Loui baik-baik saja di sana?" tanya Malia lagi.Pria itu bungkam, tak bisa memberikan jawaban pasti pada gadis bertubuh mungil di hadapannya, sebab ia belum sempat memasuki Kastil Skarsgard ketika tiba di depan perbatasan.Di sepersekian detik berikutnya ia mengendikkan bahunya, lantas memberikan sebu
Dengan tenang Loui melepas cengkraman Irina dalam satu kali sentakan, lantas menarik selembar penutup besi di sisi tungku —menutup lubang tersebut dengan segera.Dalam sekejap lubang besar itu tertutup sempurna. Loui hanya bisa mendengar teriakan Irina setelah tungku perapian itu berhasil disumpal lembaran besi tebal."Maaf, Irina. Ini bukanlah hari kematianku." monolog Loui sebelum akhirnya ia beranjak menuruni tangga dan mencari sisa penghuni kastil tersebut. Lucien, dan Victoria tentunya.***Hutan yang sebelumnya dijadikan tempat bertarung oleh Ash dan Damien kembali hening seperti sebelum tersentuh oleh keduanya. Hanya terdengar suara kicauan burung hantu ketika malam bertugas menggantikan segala kicauan riang yang hanya muncul ketika langit terang.Sepasang kaki memasuki hutan, sesekali menghentikan langkahnya sembari memperhatikan sekitar —memindai setiap sudut yang ada.Sang pemilik tungkai kembali bergerak menuju sat
CRASH!Damien memisahkan kepala sang gadis dari tubuhnya dalam satu tarikan kuat. Di saat yang sama Ash berbalik. Tubuhnya mematung melihat sebelah tangan Damien memegangi kepala sang gadis yang telah terpisah dari tubuhnya."Take this!" Damien melemparkan kepala sang gadis pada Ash yang tengah mematung di sebrang sana. "Have fun with her!"Damien tertawa. Suara husky-nya menguar, memenuhi segala keheningan dan kegelapan yang mulai menyelimuti hutan.Ia masih enggan meninggalkan tempat tersebut —ingin melihat reaksi seperti apa yang akan ditunjukkan sang Alpha ketika melihat gadisnya sudah tak bernyawa karena ulahnya.Ash spontan menangkap apa yang dilemparkan Damien ke hadapannya. Dipeluknya, lantas dipandanginya wajah sang gadis yang terlihat jauh lebih pucat. Diusapnya kelopak mata sang gadis yang semula tertutup.Beberapa detik setelah Ash membawa tungkainya ke tempat di mana tubuh sang gadis tumbang. Dengan tangannya yang gemetar, san
"Pulanglah. Aku tahu apa yang harus kuperbuat."Suara baritone itu terdengar tegas dan dalam. Lain dari biasanya. Tidak seperti Ash yang dikenalnya. Bahkan sorot tajamnya tampak lain. Gelap. Seperti yang ditunjukkan Damien ketika menyaksikan segala keintiman yang mereka tunjukkan di hadapannya.Tanpa mengatakan apapun kedua pemuda itu bergeser dan berbondong-bondong menuju hutan pinus di belakang perbukitan.Leona mengejar, namun dengan sigap —tanpa mempertimbangkan segala macam resikonya Damien mengibakan sebelah tangannya pada gadis yang tengah berusaha membututinya dan Sang Alpha.Sang gadis terlempar jauh —berguling dari puncak bukit. Di sepersekian detik berikutnya Damien kembali mengibaskan tangannya, lantas membuat sebuah gerakan seperti tengah mengikat sesuatu dari kejauhan. Di saat yang sama Leona mengerang ketika tubuhnya terasa seperti diikat.Ash berbalik, melompat ke udara dengan sebagian tubuhnya yang mulai ditumbuhi bulu abu-abu, l
"I said, can't you stop talking?"Untuk kesekian kali Leona kembali mengulangi ucapannya. Ia menginginkan hal lain daripada mengobrol dengan pemuda yang tengah berada dalam rengkuhannya."Will do. But, can you promise me something?"Sorot mata Ash tampak begitu serius. Lain dari yang ia tunjukkan sebelumnya. Ia tengah bersungguh-sungguh dengan ucapannya, menginginkan sang gadis untuk menjanjikannya sesuatu.Leona menarik napas panjang sebelum kembali bersuara dan menjawab permintaan sang Alpha. "Go on. Say it." tantangnya."Let me set you free. Will you?" balas sang Alpha dengan segala kesungguhan yang dituangkannya melalui tatapan.Leona mengernyit bingung. Kedua pangkal alisnya hampir menyatu —bertemu di titik yang sama. Ia tergugu-gugu. Bukan enggan menjawab, hanya saja, ia tahu maksud sesungguhnya dari ucapan sang Alpha.Leona sadar bahwa Ash tahu apa yang tengah di hadapinya saat ini. Melalui sorot tajamnya, ia memberikan sebuah tanda ya
Hening. Gadis di hadapannya itu tak memberikan jawaban apapun. Bahkan tatapannya tampak kosong tanpa ekspresi apapun. Terlihat dingin dan menyeramkan dalam satu waktu.Sadar dengan atmosfir tersebut, Ash memilih memakaikan sebuah helm ke atas kepala Leona dengan sangat hati-hati hingga terpasang dengan benar —melindungi salah satu bagian berharga di tubuh sang gadis.Setelah berhasil memakai pelindung kepala, Ash naik ke atas motornya —menyalakan mesin, lantas mengulurkan tangan kanannya ke hadapan sang gadis dengan maksud memberi bantuan untuk menaiki kuda besinya yang berperawakan tinggi besar, agak sulit untuk dinaiki para gadis.Ash menancap gas setelah Leona duduk dengan aman di balik punggungnya sembari memeluknya dari belakang. Gadis itu bungkam, tak mengatakan apapun, bahkan wajahnya tak hidup seperti sebelumnya. Meski tak merasa melakukan sesuatu hal yang menyinggung bahkan menyakiti hati Leona, Ash memilih menepi di bahu jalan dan mengajaknya ber
Ash terus menerus mengulas senyum —memandangi pantulan dirinya di cermin, sudah 15 menit lamanya ia melakukan hal tersebut. Ia terus memandangi seluruh aspek yang ada pada dirinya, dari ujung kepala hingga ujung kaki —termasuk pakaian yang melekat di tubuhnya saat itu.Jika bergeser sedikit ke belakang, persis di balik punggungnya Ash menyembunyikan setumpuk pakaian yang telah dicobanya sejak 30 menit yang lalu.Ia benar-benar sibuk memilah pakaian dan tampilan apa yang cocok ia gunakan untuk menemui Leona, melakukan segala macam hal dengan sang gadis selama satu hari penuh, seperti yang ia janjikan padanya beberapa hari lalu.***"Bisakah kita piknik ke perbukitan —tempat favorit kedua orang tuamu, Leona?"Sepasang mata bulat Leona memicing, mencurigai sesuatu. "Apa kau sedang berusaha mengajakku berkencan?" selidik Leona percaya diri.Tanpa ragu Ash mengangguk, lalu memberi respon, "Jika ya, apa kau akan menolak?"Alis