Setelah berhari-hari diguyur salju tebal, pagi ini, sang surya menampakkan diri dengan gagahnya. Teriknya menesulup melalui celah jendela berfurniture serba putih itu.
Segaris cahaya berhasil menyapa kelopak cantik si pemilik ruangan. Merasakan kehangatan –gadis itu menggeliat bangun –mengambil posisi duduk sembari meregangkan otot-otot tubuhnya."Ah. Selamat pagi dunia...! Terima kasih, Tuhan. Aku masih dipercayakan untuk membuka mata dan merasakan hangatnya mentari."
"Selamat pagi." sapa Loui hangat.
"Kenapa, hm?" tanya Rosalie pada Loui.Loui tampak gusar –beberapa menit ia diam –tak menanggapi semua ocehan Rosalie."Khawatir dengan Malia?" Rosalie melemparkan pertanyaan lain.Pertanyaan sederhana itu berhasil menarik atensi Loui –membuatnya memutar kepalanya 45 derajat –menatap Rosalie datar."Coba telpon, sayang." usul Rosalie.Loui mengeluarkan sebuah benda pipih dari kantong celananya, menghubungi nomor ponsel Malia. Terdengar nada sambung, namun tak ada jawaban. Loui mengulangi panggilannya selama beberapa kali, namun masih tak ada jawaban.Ia hubungi nomor adik laki-lakinya, Luca. Terdengar suara napas memburu di ujung sana sesaat setelah panggilan tersambung.'Cepat kemari! Sepertinya Malia bersama dengan salah satu Skarsgard. Aku tak bisa memasuki tempat itu dan menyusulnya. Mereka menutup penglihatanku.' jelas Luca panik.Loui mengakhiri panggilan tersebut dengan segera."Ada masalah?" tanya Rosalie ketika menangkap raut pan
Malia menyantap sarapannya dengan kunyahan lambat, ia menundukan kepalanya setiap kali Loui menatapnya.Sepertinya duduk di kursi tengah benar-benar menjadi pilihan buruk. Maksud hati ingin menghindari tatapan langsung Loui, namun siapa sangka kursi paling ujung yang biasa di duduki Loui hari itu kotor, sehingga Loui kembali duduk di kursi yang bersebrangan dengan dirinya –seperti biasa.Malia merasa malu jika harus bertatapan langsung dengannya. Terlebih setiap kali ia melihat Loui menyapu bibirnya membuat rasa malunya melonjak naik, sama seperti jantungnya yang berdegup tak beraturan. Kurang ajar sekali. Batin Malia.Benar-benar memalukan jika mengingat kembali kejadian beberapa hari lalu. Saat dalam perjalanan pulang, saat manik matanya bertemu dengan milik Loui, pria itu tersenyum manis padany. Dengan sangat kurang ajar ia mendaratkan sebuah kecupan hangat pada labium ranum milik Loui. Tidak beradab sekali kau, Malia! Ia benar-benar merutuki kebodoh
"Sejak kapan kau menjadi seorang penadah sampah?" tanya Ash pada Leona yang baru saja datang dan berdiri di hadapannya.Leona mengernyitkan dahinya —bingung dan benar-benar tidak mengerti dengan apa yang baru saja Ash katakan. Hanya sapaan atau jokes anak muda jaman sekarang memang se-cheesy itu? Pikirnya.Karena tak mendapatkan jawaban bahkan tak mendapat respon apapun dari Leona, Ash pun bangkit –berdiri berhadapan dengan Leona.Ia memiringkan sedikit kepalanya —menarik dedaunan kecil yang menempel di surai panjang Leona. Satu persatu."Apa begitu menyenangkan bisa menemukan dedaunan kering di musim dingin?" tanya Ash spontan.Kedua tangannya masih sibuk membuang sisa-sisa daun yang menempel pada surai pirang milik sang gadis.Tak lama Archie dan Gabe datang. Mereka meneriakkan nama Ash dan Leona dengan lantangnya. Leona spontan menoleh ke sisi kirinya. Katup mulutnya menyentuh pipi kiri Ash –membuat cetakan bibir berwarna co
"Maaf, Lyla. Untuk hari ini kau belum bisa bergabung bersama kami" tegas Leona. Ia menaikan sedikit pandangannya –menatap Ash yang mematung di sisinya lalu menggiringnya pergi dari hadapan Lyla."Bye, Lyla!" ejek Leona.Satu persatu dari mereka yang tersisa ikut berpamitan dengan canggung pada Lyla, lalu berlarian mengejar –menyusul Ash dan Leona.Mereka berhasil membuat Lyla kesal dan membangunkan sesuatu yang bahkan tak Lyla harapkan kemunculannya.Dalam perjalanannya menyusul Ash, Archie dan Gabe saling melemparkan tatapan penuh tanya. Mereka terkejut melihat Ash yang tampak berbeda dari biasanya.Kali ini, untuk pertama kalinya Ash tidak memberikan pembelaan apapun saat Lyla diperlakukan kurang baik oleh orang lain.Bahkan dengan santainya Ash melenggang bersama Leona –membiarkan Leona menggandeng tangannya tanpa protes. Seperti yang biasa ia lakukan saat Lyla tiba-tiba merangkulnya.Tiba-tiba Gabe menghentikan langkahnya sembari m
Ash adalah tipe laki-laki yang apa adanya. Ia tidak senang mengurusi hal rumit, apalagi mengurusi hal yang di luar kendalinya. Namun, saat Loui memintanya untuk bekerja sama dengan Leona, bahkan memintanya untuk saling menjaga satu sama lain, entah mengapa ia hanya bisa menurut tanpa bertanya.Mungkin, Ash mengiyakan permintaan Loui begitu saja karena Loui tengah mengontrol pikirannya, atau mungkin ia tidak sedang ingin berdebat bahkan memperkeruh suasana seperti yang beberapa hari lalu ia lakukan pada saat mendatangi Mitchell Hills. Kediaman Keluarga Argent.Namun, seperti yang Loui katakan sebelumnya, ia akan mengetahui langsung alasan mengapa ia dan Leona harus saling menjaga satu sama lain.Pertama karena ia adalah seorang Alpha terakhir dari garis keturunan Keluarga Cooper, dan Leona adalah seorang purebloods terakhir dari garis keturunan Keluarga Argent.Baik Keluarga Cooper 'pun Keluarga Argent, keduanya meru
Siang itu Leona dan Malia menghabiskan waktu senggang mereka dengan membaca buku di perpustakaan kecil dalam rumah mereka. Kegiatan itu sudah mereka lakukan selama tiga hari belakangan. Sekolah sengaja diliburkan –jalanan tertutup salju akibat badai besar yang terjadi beberapa hari lalu.Selama tiga hari itu pula Leona berusaha keras untuk mengubah umpatannya dengan kalimat-kalimat baik atau menutup rapat mulutnya saat ia tidak bisa menemukan kalimat baik yang harus akan diucapkannya. Sekali saja Leona mengumpat, satu persatu benda kesayangannya akan dibakar Malia –habis tak bersisa –sesuai kesepakatannya.Tanpa sengaja Malia mendengar perdebatan kecil antara Leona dan Ash. Ah, sebenarnya tidak tepat jika itu disebut tanpa sengaja mendengar. Sebab volume suara Leona dan Ash saat itu terdengar cukup keras, sehingga Malia beserta Archie dan Ga
"Bantu aku dan Kak Loui. Ibu meminta kita membuatkan cream soup untuknya." ucap Luca pada Leona.Leona merotasikan bola matanya dengan kesal seraya merapikan bajunya yang sedikit berantakan, lalu bangkit dari tempat duduknya. "Baiklah. Aku akan membantu kalian." jawab Leona pasrah.Kedatangan Luca di perpustakaan membawa sedikit angin segar untuk Malia. Malia merasa begitu lapar dan mulai jenuh. Tapi karena sudah berjanji untuk menemani dan membantu Leona mengontrol segala macam emosinya, Malia tak bisa meninggalkannya sendirian begitu saja.Namun, saat Leona hendak menyusul Luca yang telah lebih dulu meninggalkan ruangan, Malia tiba-tiba saja menahan pergerakan Leona. "Biar aku saja. Sepertinya ada seseorang yang datang dan ingin menemuimu." Dengan sigap Malia berlari keluar menyusul Luca. Ketika Malia
Pagi itu, kediaman Keluarga Argent terlihat lebih sepi daei biasanya. Hampir semua penghuninya pergi berburu ke hutan, kecuali Luca dan Malia. Mereka masih asyik bergumul dengan selimut tebal di kamar masing-masing."Eungh!" Malia menggeliatkan tubuhnya ke sisi kiri, lalu berguling ke sisi kanan seraya mengulurkan tangan kanannya ke side table, meraba-raba seluruh permukaan atasnya, mencari benda pipih kesayangannya yang entah sejak kapan menelungkup di atas karpet bulu disamping ranjang.Gadis itu kembali menggeliat sembari menurunkan kedua kaki mungilnya dari tempat tidur. Ia kembali mengerang saat kaki kanannya tanpa sengaja menginjak benda yang ia cari sejak tadi. "Aduh!" pekiknya kesal.Malia segera mengangkat kakinya, lalu membungkuk dan mengangkat ponselnya dari atas karpet. Ia mengecek beberapa pesan yang masuk ke ponselnya, namun tiba-tiba cairan kemerahan menyelinap keluar dari salah satu lubang hidungnya.Segera ia menundukkan kepalanya dan mencari