Pagi itu, kediaman Keluarga Argent terlihat lebih sepi daei biasanya. Hampir semua penghuninya pergi berburu ke hutan, kecuali Luca dan Malia. Mereka masih asyik bergumul dengan selimut tebal di kamar masing-masing.
"Eungh!" Malia menggeliatkan tubuhnya ke sisi kiri, lalu berguling ke sisi kanan seraya mengulurkan tangan kanannya ke side table, meraba-raba seluruh permukaan atasnya, mencari benda pipih kesayangannya yang entah sejak kapan menelungkup di atas karpet bulu disamping ranjang.
Gadis itu kembali menggeliat sembari menurunkan kedua kaki mungilnya dari tempat tidur. Ia kembali mengerang saat kaki kanannya tanpa sengaja menginjak benda yang ia cari sejak tadi. "Aduh!" pekiknya kesal.
Malia segera mengangkat kakinya, lalu membungkuk dan mengangkat ponselnya dari atas karpet. Ia mengecek beberapa pesan yang masuk ke ponselnya, namun tiba-tiba cairan kemerahan menyelinap keluar dari salah satu lubang hidungnya.
Segera ia menundukkan kepalanya dan mencari
BUKH!Malia terpental. Jatuh terduduk saat tubuh mungilnya berhasil menabrak seseorang yang juga tengah berlari dari arah lain. Gadis itu memekik sembari mengusap-usap bokongnya saat berhasil bangkit dan kembali berdiri tegak."Kenapa berlari, huh?" tanya Leona. Ia keheranan saat menangkap gelagat aneh yang ditunjukan Malia padanya.Tidak biasanya gadis itu bertingkah mencurigakan seperti itu. Pasti ada sesuatu. Pikir Leona.Malia menaikan pandangannya. Menatap seseorang yang tengah berdiri tegak dengan tubuh menjulang di hadapannya. Ia tertawa kecil saat Leona melipat kedua tangannya dan menatapnya penuh tanya."Butuh teman bicara, 'kan?" tanya Leona.Malia mengangguk ragu. Ia segera membawa tungkainya mengikuti Leona yang telah berjalan lebih dulu menuju kamarnya.Kedua gadis itu duduk berdampingan di tepian ranjang. Lalu secara serempak keduanya merebahkan tubuh masing-masing dan menatap kosong langit-langit kamar yang nampak begit
Luca dimasukan ke dalam ruangan khusus. Ia menunduk lesu saat mengingat kembali kebodohan yang sebelumnya ia lakukan pada Malia.Jika keluarganya telat datang dan bertindak, mungkin Malia sudah terbunuh. Ia bersyukur atas hal itu, dan di saat bersamaan ia merasa malu karena masih belum mampu mengendalikan dirinya dengan baik. Seperti kedua kakaknya, juga ibunya, Rosalie.Satu persatu anggota Keluarga Argent meninggalkan ruang isolasi. Masing-masing dari mereka menutup ketiga lapis pintu yang menjadi pengaman ruangan itu. Namun tak lama seseorang kembali datang dan membuka satu persatu pintu tersebut. Menutupnya kembali dan berdiri tegak di hadapan Luca sambil melipat kedua tangannya."Ikut aku!" tegas Leona. "Aku tidak pernah setuju setiap kali kau minta untuk di kurung seperti ini." lanjutnya. "Kau harus berlatih, Luca!"Luca mendongak, menatap sang kakak yang nampak begitu menjulang di hadapannya. Leona terlihat lebih serius dari biasanya. Gadis itu men
"Mau kuhajar atau bicara, hm?" ancam Leona sembari mencengkram salah satu bahu Luca. Leona melemparkan tatapan nyalangnya pada Luca, membuat sang adik bergidik ngeri saat beradu tatap dengannya. Segala kelembutan yang Leona tunjukan beberapa waktu lalu lenyap bersama dengan iris matanya yang berubah warna. Berevolusi. Tahap pertama iris mata Leona mulai menguning dengan tone yang lebih terang. Di tahap selanjutnya tampak terlihat seperti langit senja, jingga dengan sedikit tone kemerahan di sisi luarnya. Lalu warna merah yang menghiasi sisi luar itu menjalar, mengubah keseluruhan warna pada iris mata Leona. Merah semerah bulan darah saat mencapai puncaknya. Pada dasarnya semua vampire memiliki warna iris yang sama. Merah ketika tengah berada dalam jiwa mereka yang sesungguhnya. Dalam keadaan terancam, atau saat hampir-akan-dan sedang marah. Iris mereka berwarna merah. Namun hanya para purebloods yang memiliki iris merah menyala. Seperti Leona, ayahnya
"Truth or dare!" Seru Archie sembari mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi.Ash, Gabe dan Lyla terperanjat kaget saat rungu mereka mendengar seruan Archie yang terdengar seperti sebuah ajakan perang.Bagaimana tidak? Saat itu mereka berempat tengah berkutat dengan setumpuk buku dan alat tulis masing-masing. Mereka sedang berada di tengah-tengah kegiatan belajar kelompok.Semua orang benar-benar fokus pada pekerjaannya masing-masing, dan Archie menjadi satu-satunya orang yang mulai terlihat bosan dengan keheningan yang mereka ciptakan sejak empat puluh lima menit yang lalu. Archie sudah berusaha keras menahan kantuk dan rasa bosannya. Tapi, sepertinya usahanya telah kalah dengan rahangnya yang berusaha keras mengajaknya untuk mengeluarkan sebuah uapan keras."Hoaaammmz!"Archie menguap sembari merentangkan kedua tangannya. Dan tanpa sengaja memukul kepala Ash dan Lyla yang saat
Setelah memarkir motornya di tempat tersembunyi, tak jauh dari pintu masuk menuju hutan, Ash berlari dengan tergesa –melesat menuju rute yang biasa ia dan Leona lalui menuju kabin. Tempat mereka menghabiskan waktu bersama.Sesuai dugaan. Leona berada di depan kabin, duduk di tempat biasa. Anak tangga kedua selalu menjadi tempat favorit Leona. Kedua lengannya sengaja ia sandarkan sedikit pada anak tangga nomor empat, anak tangga paling atas yang menyatu dengan lantai depan kabin.Gadis itu mengubah posisi duduknya saat menyadari keberadaan Ash di sana. Kedua alisnya terangkat naik, membuat pangkalnya nampak hampir menyatu. Bingung.Sepertinya Leona tak menghubungi bahkan tak memberi tahu siapa pun bahwa ia akan datang ke kabin untuk menyendiri seperti sekarang ini. Bisa-bisanya Ash datang padanya dengan wajah sedikit di tekuk, seperti sedang mencemaskan sesuatu."Are you alright?" tanya As
"Apa kau tertarik untuk mendengar ceritanya, Ash?" tanya Leona dengan penekanan di tiga kata pertama. "I do." sahut Ash yakin. Leona menyempatkan diri menoleh, menatap ke dalam mata Ash, mencari kesungguhan dari kalimat yang diucapkannya tadi. "Bukankah perempuan selalu membutuhkan lelaki yang mau mendengar semua ceritanya?" tak ada keraguan sedikit pun dari pertanyaan Ash. Seolah kalimat itu cukup sering ia katakan, bahkan sepertinya ia tahu betul bagaimana caranya untuk membuat para gadis percaya dengan ucapannya. Termasuk Leona. Ia memberikan anggukan kecil sebagai jawaban. "Kalau begitu kita kesa–" "Melesat tidak termasuk kedalam hitungan jalan-jalan, Leona." potong Ash sembari merangkul pinggang Leona saat Leona hendak melesat. Gadis itu mendesah pasrah saat Ash berusaha menghentikannya. Lima detik setelahnya ia menurunkan pandangannya, memandangi tangan Ash yang masih melingkari pinggangnya dengan sorot tajamnya. Sorot it
"I-I.. Itu.. Di luar kuasaku." Leona terbata.Gadis itu memejamkan matanya selama beberapa saat, mencoba mengingat kembali beberapa moment yang pernah ia lewati bersama Damien. Leona menggeleng cepat sembari membuka katup matanya dalam sekali sentakan saat beberapa kejadian buruk terlintas begitu ia memikirkan semuanya. "Sudahlah. Itu adalah kesalahan terbesarku." lirih Leona. "Kau menyukainya?" "Siapa?" "Damien." "Itu adalah kesalahan terbesarku, Ash!" pekik Leona kesal. Hening. Baik Ash atau Leona, keduanya bungkam setelah pekikan tadi. Mereka hanya saling menatap dengan bola mata sedikit bergetar. "Jika terpaksa melakukannya sekali lagi. Apa kau akan kembali menyukainya?" lagi-lagi Ash tak bisa merahasiakan rasa penasarannya. Leona mengendikkan bahunya seiring dengan desahan pasrah yang lagi-lagi ia munculkan tanpa sengaja. Sungguh, gadis itu terlihat lelah terus menerus membahas masalah ini. Masal
Malia menatap kosong langit-langit kamar mandi yang berwarna serba putih itu. Sesekali ia memejamkan matanya, merasakan kehangatan yang mengaliri seluruh permukaan kulitnya.Aroma lavender dari beberapa buah lilin yang menyala di ruangan itu benar-benar terasa begitu menenangkan.Sesaat ia merasa begitu merindukan sosok mendiang ibu dan ayahnya. Biasanya kedua orangtuanya akan begitu panik saat ia terlalu lama berada di dalam kamar mandi apalagi sampai hampir tertidur di dalam bath tub seperti yang tengah ia lakukan saat ini.Ibu dan ayahnya akan berceramah panjang kali lebar setiap kali ia berlama-lama di dalam kamar mandi. Mereka bilang kalau kamar mandi itu adalah tempat favorit para makhluk tak kasat mata. Dan berlama-lama di dalam kamar mandi sangat tidak disarankan.Malia menenggelamkan kepalanya ke dalam air, berusaha melarutkan air matanya yang berjatuhan tanpa diminta. Sekelebat kenangan buruk pun ikut terlintas.Ia ingat betul kejadian bu