Masih di ruangan yang sama, semua anggota Keluarga Argent memberikan seluruh atensinya pada Charles seorang. Ia menyimpan sendiri kegusarannya, dan berhasil membuat anak juga cucunya merasa khawatir –penasaran dengan penyebabnya.
Ketiga cucunya mendekat, lalu berdiri melingkari sang kakek."Apa mulut Kakek tidak terasa asam? Kakek menjadi pendiam setelah bersentuhan dengan bocah hybrid tadi." cecar Leona.
Leona merotasikan bola matanya saat Charles tiba-tiba tertawa geli melihat tingkah dan ucapannya.Tidak. Bukan hanya Charles, tapi semua orang yang ada di ruangan itu pun ikut tertawa. Ia melemparkan tatapan nyalangnya pada mereka yang telah menertawainya sejak beberapa saat lalu.
"Bisakah Kakek berhenti tertawa? Bukan saatnya untuk menertawakanku, kek." Leona bersungut-sungut.
Loui mengangguk. Mengiyakan pernyatan Leona. "Benar. Kakek harus menceritakan sesuatu pada kami." balas Loui.
"Jadi, apa yang kakek dapatkan dari bocah hybrid itu? Sepertinya itu benar-benar menganggumu, Kek?" timpal Luca.
"Jadi, itu alasannya?" Loui kembali buka suara setelah bungkam sesaat.
"Cepat katakan. Informasi apa yang baru saja kau dapatkan dari kakek, Kak?" tuntut Luca.
"Skargard yang telah mengubahnya menjadi seorang hybrid. Disadari atau tidak, mereka sedang memancing kembali keributan dengan klan werewolf." papar Loui.
"Skarsgard?" Rosalie mencoba memastikan kembali apa yang baru saja ia dengar.
"Bukankah Skarsgard adalah...?" Malia bergumam dan tanpa sadar menggantung kalimatnya; mencoba mencoba mengingat kembali semua hal yang ia ketahui tentang Skarsgard.
"Skargard yang mana yang kau maksud, Loui?" Akhirnya Stefan angkat bicara setelah sekian lama bungkam.
"Aku rasa Damien yang melakukannya." duga Luca.
"Tidak mungkin ia melakukannya. Bagaimana pun, kita semua tahu siapa yang paling licik diantara seluruh Keluarga Skarsgard." sanggah Leona percaya diri.
"Hey! Aku tidak membelanya." Leona kembali menyanggah ucapan sang adik. Ia segera menarik tangan Luca saat dirinya hendak berlari dan menghindari.
"Benar. Pelakunya adalah Damien." sambung Loui.
Netranya bertemu langsung dengan milik Leona selama beberapa saat. Ia memberi anggukkan kecil, meyakinkan segala keraguan yang melingkupi Leona.
Merasa menang, Luca membalik keadaan. Kini kedua tangannya lah yang melingkari leher jenjang milik Leona. "Sudah kubilang. Damien itu licik. Apa kau lupa kalau dia pernah mengontrolmu? Kau bahkan sempat menjadi pembangkang, dan kau berhasil membuat ibu menangis karena ulahmu." jelas Luca panjang lebar.Leona menundukkan kepalanya begitu saja. Ia merasa malu jika kembali diingatkan akan kejadian yang telah lalu.Saat bersama Damien, ia benar-benar berubah menjadi gadis dingin nan jahat. Damien benar-benar berhasil menguasainya saat itu.Luca mencolek sebelah pipi Leona, sontak Leona menoleh dan memandangi sang adik yang masih menempel padanya. Luca pun mengulas senyum manisnya pada Leona. "Terima kasih karena mau mendengarkanku, Kak." lirih Luca.Namun tiba-tiba Charles meninterupsi kemesraan yang terjadi antara Luca dan Leona. "Loui! Malia membutuhkan bantuanmu!" teriak Charles dari arah tangga.Sepersekian detik berikutnya netra Loui berhasil menangkap tatapan elang milik Luca. Tanpa mengatakan apapun Loui beranjak –menuju tangga, menyusul sang kakek."Sepertinya kau harus membantunya, Luca. Aku perlu istirahat," ujar Loui setelah ia berhasil memijakkan salah satu kakinya pada anak tangga pertama.
Loui membalikan badannya saat tak mendapatkan jawaban apapun dari Luca. Ia tatap adik laki-lakinya itu lamat-lamat lalu berkata, "Bukankah kau senang melihatnya berceloteh saat di dapur?" tebaknya.
Luca mengembuskan napas beratnya. Di detik berikutnya ia memberi anggukkan pelan sebagai jawaban. Ia setuju untuk membantu Malia, sebab ia senang memandangi wajah manis gadis itu saat berceloteh tentang ini dan itu.Namun ada sesuatu yang mengganjal. Bukankah Loui juga menyukai hal yang sama? Kenapa harus dirinya yang membantu gadis itu Charles menyebut namanya dengan sangat jelas. Meminta Loui untuk menemani Malia yang entah sedang melakukan apa di dalam dapur."Apa tidak masalah kalau aku yang membantunya?" tanya Luca sedikit ragu.
Alis kanan Loui terangkat naik mendengar pertanyaan sang adik. "Tidak salah karena kau berusaha berbuat baik." katanya. "Sejak kapan kata membantu menjadi kalimat yang salah?"
"Baiklah." balas Luca lirih. "Aku akan membantunya." katanya.
"Good." timpal Loui.
Di sepersekian detik berikutnya Loui melesat, menyusul sang kakek ke lantai dua. Entah apa yang akan ia lakukan di sana. Yang jelas ia perlu membiarkan Luca memanfaatkan kesempatan yang ia berikan padanya.
Luca mendesah pasrah sembari mengusap surai pirangnya dengan sapuan kasar. Lalu melesat menuju dapur –membantu Malia menyelesaikan tugas yang ia sendiri tak tahu pasti apa yang tengah dilakukan gadis itu di dalam sana."Malia pasti tidak mengharapkan kehadiranku." gumamnya putus asa.
***
Di tempat lain –jauh dari ketenangan Kota Moonwood, sekelompok vampire tengah terlibat diskusi alot.
"Kita harus mengejar mereka sebelum mereka bergerak ke tempat yang lebih jauh." usul pemuda yang baru memindahkan posisi bidak caturnya.
"Tidak perlu. Aku masih bisa menjangkau pergerakan mereka," ujar satu-satunya gadis yang ada di sana.
"Jika mereka tertangkap. Biarkan aku menjadi yang pertama mencicipi darah Gadis Hale itu." sahut pemuda berambut abu-abu.
"Lakukan saja jika kau ingin mengakhiri hidupmu dengan segera!" tantang pemuda berambut abu-abu.
"Tak ada yang boleh menyentuh Leona selain aku!" pekik pria yang baru saja memasuki ruangan.
Terdengar kekekehan dari ujung ruangan. Gadis yang sejak tadi menarikan jemari lentiknya pada deret tuts piano pun berbalik –menatap dalam pria yang baru saja memasuki ruangan.
"Jangan memberikan komentar apapun, Irina." tegur si pria. "Kita punya keinginan yang sama."
Gadis bernama Irina itu pun menggeleng tak percaya dan berkata, "Aku tidak seambisius dirimu, Damien." balasnya.
"Jangan bertingkah seolah ingin mendapatkannya kembali, jika kau tak bisa bertanggung jawab atas kelalaian yang kau lakukan hari itu, Damien." jelas Irina.
**To be continue***
"Ashton! Kemarilah, Nak." panggil Erin saat pintu depan rumahnya berderit disusul suara langkah kaki.Ash segera menegakkan tubuhnya setelah berhasil menutup rapat pintu –dihampirinya Erin dengan langkah panjangnya. "Maaf, Bu. Aku lupa kalau hari ini kita punya acara makan malam bersama." jelasnya.Erin segera memeluk putranya sambil lalu mengucap selamat disertai serangkaian doa dan harapannya pada sang sulung.Ash bergeming. Ia mengeratkan pelukannya pada Erin."Aku hampir membuat keributan, bu." lirih Ash."Apa kau membuat keributan di Mitchell Hills, Ash?" Erin penasaran.Di sepersekian detik berikutnya Ash melepaskan pelukannya, –menatap ke dalam netra sendu milik Erin.
Malia tengah asyik menuangkan air panas ke dalam mug besar kesayangannya. Senyumnya mengembang saat mendengar suara langkah kaki yang bersahutan semakin mendekat padanya."Loui. Kita bisa mengobrol di balkon kamarmu, 'kan? Aku tidak ingin memandangi bulan sen-" Malia melonjak kaget saat berbalik; Luca berdiri di ambang pintu dan menatapnya dengan sendu.Malia terus menyunggingkan senyum manisnya –ia berusaha keras mencairkan kecanggungan yang baru saja dibuatnya tanpa sengaja. "Mau bercerita tentang sesuatu?" tanya Malia penuh semangat.Luca beranjak, berjalan mendahului setelah memberikan sebuah anggukkan sebagai jawaban.Malia mengekorinya dengan canggung. Ia benar-benar bingung dan merasa tak enak hati. Ia memanggil nama Loui sebelum berbalik dan memastikan siapa yang mendatanginya saat itu.
"Kakak! Apa kau membuat Malia marah?" Leona angkat bicara setelah hampir tiga puluh menit hening karena semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing.Loui fokus mengemudi dan memperhatikan jalanan di depannya. Luca yang duduk di belakangnya sedang tenggelam bersama buku tebal yang ada dalam genggamannya.Malia yang hari itu memilih duduk di samping Luca menyandarkan kepalanya pada kaca jendela, sambil memejamkan mata –berpura-pura tidur."Loui Argent! Can you hear me?" Leona memiringkan sedikit kepalanya; memperhatikan Loui yang begitu asyik mengendarai mobil baru mereka.Loui melirik Leona sekilas, lalu kembali memberikan seluruh atensinya pada jalanan di depan mereka. Ia terkekeh pelan saat menangkap raut kesal yang ditunjukan Leona padanya. "Kita bicarakan itu nanti, Leona Argent." bisiknya.Leona menci
"Leona, kami tunggu di parkiran, ya? Sepertinya Ash ingin membicarakan banyak hal."Malia segera menarik Loui –membawanya pergi meninggalkan Leona bersama Ash.Mereka menghentikan langkahnya saat netra keduanya menangkap Leona dan Ash pergi menuju hutan belakang gedung Universitas.Awalnya, Malia dan Loui ingin membiarkan mereka menyelesaikan urusan yang harus mereka selesaikan. Namun saat indera penciuman Loui menangkap bau yang sangat tak asing. Ia menjadi khawatir.Segera Loui membawa Malia ke tempat di mana Gabe dan Archie berada –menitipkan Malia pada keduanya."Hey!" pekik Malia. "Memangnya aku barang? Kenapa kamu menitipkanku pada mereka?" Malia bersungut-sungut kesal mendengar kata 'titip' yang Loui ucapkan pada Gabe dan Archie.Loui mengulas senyum simpulnya seraya mengusap puncak kepala Malia dengan lembut dan berkata, "Ma
Satu-satunya mansion megah yang ada di area Mitchell Hills kedatangan seorang tamu. Salah satu orang penting Kota Moonwood. Erin Cooper, istri mendiang Dennis Cooper sahabat lama Charles juga Stefan Argent."Akhirnya kita bisa bertemu dan minum teh bersama seperti ini," ujar Stefan setelah menyesap tehnya dan meletakkan kembali cangkirnya di atas meja. "Anak kembarmu sudah beranjak dewasa ya, Erin." lanjutnya diiringi senyum simpul.Erin salah tingkah –entah harus senang atau merasa malu, sebab Ash telah lebih dulu menemui Stefan juga Charles –kawan lama sang suami dengan meninggalkan kesan buruk."Aku minta maaf soal itu. Dia terlalu sensitif tentang semua yang berhubungan dengan pack-nya." ucap Erin pada Stefan dengan senyum kikuk di akhir kalimat.Charles hanya tersenyum saat mendengar pen
Waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Archie masih belum bisa memejamkan matanya. Semua ucapan Ash masih berputar-putar di dalam kepalanya. Bingung, marah, –sedih menjadi satu.Ia benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika nanti ia berubah menjadi seorang vampire jahat –musuh terbesar para werewolves?Tapi, sebelum itu semua terjadi, alangkah lebih baik jika ia dilenyapkan oleh kawanannya atau sang Alpha –Ash –sahabatnya.Mau tidak mau, suka tidak suka, siap tidak siap, ia harus dilenyapkan sebelum terlambat. Karena berubah menjadi musuh terbesar para werewolves tak pernah ada dalam bayangannya.Sudah hampir satu minggu ia menutup diri dari dunia luar –mengunci dirinya di dalam studio apartment-nya. Ia tidak pergi kemanapun, tidak menemui siapapun, bahkan sengaja mematikan ponselnya dan
Beberapa potong pakaian mulai menumpuk di atas tempat tidur Leona. Sudah berkali-kali ia mengganti berbagai macam gaya pakaian atas saran dan komentar Malia.Ia terduduk lemas di lantai saat Malia kembali memberikan gelengan pada outfit yang baru saja melekat di tubuhnya."Big no! Itu lebih cocok dipakai saat musim panas. Lagi pula, ini terlalu tipis. Kamu akan kedinginan di luar sana, Leona." Malia mengomentari floral dress selutut dengan kerah berbentuk V yang hampir mengekspos sebagian dada Leona.Leona mulai frustasi. Ia mengacak rambutnya yang sudah tertata rapih sambil lalu membalut tubuh atasnya dengan sebuah denim jacket."Pakai saja baju itu kalau memang mau menarik perhatian semua orang di kota, dan dianggap mau menggoda Ash." gertak Malia.Leona mengerang kesal. Ia segera mencopot baju yang i
Setelah berhari-hari diguyur salju tebal, pagi ini, sang surya menampakkan diri dengan gagahnya. Teriknya menesulup melalui celah jendela berfurniture serba putih itu.Segaris cahaya berhasil menyapa kelopak cantik si pemilik ruangan. Merasakan kehangatan –gadis itu menggeliat bangun –mengambil posisi duduk sembari meregangkan otot-otot tubuhnya. "Ah. Selamat pagi dunia...! Terima kasih, Tuhan. Aku masih dipercayakan untuk membuka mata dan merasakan hangatnya mentari."Malia membuka matanya saat rungunya mendengar suara ketukan pintu disertai seruan lantang seseorang –memanggil namanya. Senyumnya mengembang saat indera pendengarannya menangkap suara tersebut.Suara milik Loui. Entah ada angin apa, pagi ini Loui yang mengetuk pintu kamarnya. Dengan tergesa Malia berlari menuju pintu lalu membukanya lebar. "Selamat pagi." sapa Loui hangat.