"Katakan yang sejujurnya. Siapa yang telah mengubahmu menjadi seorang Hybrid, Archie?" tuntut Ash.
Archie terperangah. Ia belum benar-benar menyelesaikan kalimatnya, namun Ash dengan begitu tenang menyela ucapannya.
"Apa sang Purebloods itu ada di dalam sana?" tanya Ash seraya mengulurkan telunjuk kanannya ke bangunan megah Mitchell mansion yang terpampang jelas di hadapan mereka.
"P- pu- purebloods? Ma- maksudmu apa, Ash?" tanya Archie gelagapan.
"Hanya para Purebloods yang bisa mengubah seseorang menjadi seorang hybrid." jelas Ash. "Aku rasa kau tahu soal itu, Archie." sambung Ash dengan penuh penekanan.
GLEK!
Archie menelan salivanya dengan gugup. Keringat dingin mulai bercucuran, membasahi keningnya. Siapa yang tidak akan merasa gugup ketika seorang Alpha menatapmu dengan netra elangnya namun berbicara dengan nada bicara yang sangat tenang. Terlalu tenang untuk ukuran orang yang tengah menahan amarahnya.
Ash tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya saat netranya menangkap kebingungan yang terpancar jelas dari netra amber menyala milik Archie."Katakan padaku! Apakah ia ada di dalam sana?" cecar Ash saat netranya menangkap sosok perempuan dengan kulit pucat dan surai panjang sebahu tengah membuka pagar depan rumah itu.
"Sepertinya ada kesalah pahaman." tegas Loui.
Leona menoleh dan menatap kakak juga adiknya yang entah sejak kapan berdiri di belakangnya persis.
Loui mengendikkan dagunya pada Ash lalu berkata, "Kau tenangkan dirimu." ucapannya lebih terdengar seperti perintah yang tak boleh dibantah.
Archie mengusap lengan Ash tanpa ragu. "Ash. Jangan memulai sesuatu yang sangat sulit untuk diakhiri." imbuh Archie.
Kalimat itu berhasil menenangkan Ash dalam sekejap. Archie memang selalu punya cara tersendiri untuk menjinakkan sahabatnya itu. Ash mengusap wajahnya seraya mengatur kembali napasnya.Luca memindai kedua orang yang berdiri di sebrangnya dengan manik merah menyalanya, seperti Leona. "Werewolf... And... A hy-"Loui segera mengunci rapat katup mulutnya saat mengenali sosok asli Archie. "Bagaimana bisa?" gumam Luca.Ia benar-benar heran melihat Archie yang merupakan seorang hybrid. Gabungan antara werewolf juga vampire. Berbeda dengan ibunya yang merupakan gabungan antara vampire dan manusia."Ikut aku!" titah Loui sembari menatap satu persatu orang yang ada di hadapannya saat itu.
Tanpa menunggu, Loui segera membawa tungkainya memasuki bangunan megah tempat tinggalnya, di ikuti Leona dan Luca, serta Ash dan Archie di belakangnya.
Semua kalimat yang Loui ucapkan sejak tadi benar-benar tak terbantahkan. Bagaimana tidak, kemampuan yang dimiliki Loui adalah pengontrol emosi.
Jika diperhatikan, Leona dan Ash dapat meredam emosinya dalam waktu singkat. Tepat setelah Loui meminta mereka untuk segera melakukannya, saat itu juga.
Loui membawa mereka ke ruang tamu. Tanpa diduga semua anggota Keluarga Argent tengah berkumpul di sana, menyambut kedatangan kedua tamu tak diundang itu."Duduklah." Loui menunjuk satu-satunya sofa kosong yang tersisa di ruangan itu.
Stefan mengulas senyum simpul saat netranya menangkap raut waspada yang terpancar dari sorot elang milik Ash.
"Kau mencurigai kami, hm?" Stefan membuka suara sesaat setelah Ash dan Archie duduk di sebrangnya.
"Aku, putriku juga ayahku memang seorang Purebloods. Namun, kami baru tiba di kota ini beberapa hari lalu." imbuh Stefan dengan senyum dan tatapan hangat yang ditujukan pada Ash dan Archie.
"Dia ingin menyerangku, Ayah!" sergah Leona.
"Sebentar anak muda." Satu-satunya pria berambut panjang sebahu itu menginterupsi.
"Kau ingin tahu siapa yang telah mengubahnya menjadi seorang hybrid, 'kan?" Charles berusaha memancing rasa ingin tahu Ash.
"Aku hanya berusaha membantu menghilangkan rasa penasaranmu, anak muda." imbuh Charles.
"Ada apa?" Ash menginterupsi ketegangan menyeruak diruangan itu.
Ash bukanlah tipe orang yang suka ikut campur dengan urusan orang, namun Archie dan keluarganya adalah pengecualian.
Baginya, Archie adalah sahabatnya yang sangat berharga. Semua masalah Archie adalah masalahnya juga. Itu sebabnya Ash benar-benar tersulut emosi saat tahu sahabatnya itu telah berubah menjadi seorang hybrid."Ini semua tidak ada hubungannya dengan mereka, Ash. Kita sudah salah paham." Archie segera menariknya berdiri dan memaksanya membungkuk seraya mengucapkan maaf pada seluruh anggota Keluarga Argent.
Setelah meminta maaf Ash dan Archie meninggalkan kediaman Keluarga Argent dengan rasa kecewa.
"Apa yang ia bisikan padamu, Archie?" Ash masih gigih dengan rasa ingin tahunya.
"Ia bilang... Vampire yang telah mengubahku menjadi seperti sekarang ini adalah vampire berbahaya," ujar Archie lirih.
"Siapa vampire yang ia maksud itu?" Ash masih belum menyerah.
"Hey...! Ini sudah terlalu larut untuk membicarakan banyak hal ditempat umum seperti ini. Lagi pula, apa kau lupa kalau ini hari ulang tahunmu dan Gabe?" Archie berusaha keras mengubah topik pembicaraan mereka.
"Habislah aku! Ibu pasti sudah menungguku selama berjam-jam." batin Ash.
Tanpa basa-basi, ia segera berlari menuju satu-satunya rumah bercat abu-abu yang ada di ujung jalan sana.
Archie bernapas lega karena telah berhasil mengalihkan topik pembicaran. "Syukurlah. Aku tak perlu mengatakan kebohongan lainnya." gumam Archie sembari menggelengkan kepalanya –melihat Ash yang berlarian di ujung sana.
***To be continue***
Masih di ruangan yang sama, semua anggota Keluarga Argent memberikan seluruh atensinya pada Charles seorang. Ia menyimpan sendiri kegusarannya, dan berhasil membuat anak juga cucunya merasa khawatir –penasaran dengan penyebabnya.Ketiga cucunya mendekat, lalu berdiri melingkari sang kakek."Apa mulut Kakek tidak terasa asam? Kakek menjadi pendiam setelah bersentuhan dengan bocah hybrid tadi." cecar Leona.Leona merotasikan bola matanya saat Charles tiba-tiba tertawa geli melihat tingkah dan ucapannya.Tidak. Bukan hanya Charles, tapi semua orang yang ada di ruangan itu pun ikut tertawa. Ia melemparkan tatapan nyalangnya pada mereka yang telah menertawainya sejak beberapa saat lalu."Bisakah Kakek berhenti tertawa? Bukan saatnya untuk menertawakanku, kek." Leona bersungut-sungut.
"Ashton! Kemarilah, Nak." panggil Erin saat pintu depan rumahnya berderit disusul suara langkah kaki.Ash segera menegakkan tubuhnya setelah berhasil menutup rapat pintu –dihampirinya Erin dengan langkah panjangnya. "Maaf, Bu. Aku lupa kalau hari ini kita punya acara makan malam bersama." jelasnya.Erin segera memeluk putranya sambil lalu mengucap selamat disertai serangkaian doa dan harapannya pada sang sulung.Ash bergeming. Ia mengeratkan pelukannya pada Erin."Aku hampir membuat keributan, bu." lirih Ash."Apa kau membuat keributan di Mitchell Hills, Ash?" Erin penasaran.Di sepersekian detik berikutnya Ash melepaskan pelukannya, –menatap ke dalam netra sendu milik Erin.
Malia tengah asyik menuangkan air panas ke dalam mug besar kesayangannya. Senyumnya mengembang saat mendengar suara langkah kaki yang bersahutan semakin mendekat padanya."Loui. Kita bisa mengobrol di balkon kamarmu, 'kan? Aku tidak ingin memandangi bulan sen-" Malia melonjak kaget saat berbalik; Luca berdiri di ambang pintu dan menatapnya dengan sendu.Malia terus menyunggingkan senyum manisnya –ia berusaha keras mencairkan kecanggungan yang baru saja dibuatnya tanpa sengaja. "Mau bercerita tentang sesuatu?" tanya Malia penuh semangat.Luca beranjak, berjalan mendahului setelah memberikan sebuah anggukkan sebagai jawaban.Malia mengekorinya dengan canggung. Ia benar-benar bingung dan merasa tak enak hati. Ia memanggil nama Loui sebelum berbalik dan memastikan siapa yang mendatanginya saat itu.
"Kakak! Apa kau membuat Malia marah?" Leona angkat bicara setelah hampir tiga puluh menit hening karena semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing.Loui fokus mengemudi dan memperhatikan jalanan di depannya. Luca yang duduk di belakangnya sedang tenggelam bersama buku tebal yang ada dalam genggamannya.Malia yang hari itu memilih duduk di samping Luca menyandarkan kepalanya pada kaca jendela, sambil memejamkan mata –berpura-pura tidur."Loui Argent! Can you hear me?" Leona memiringkan sedikit kepalanya; memperhatikan Loui yang begitu asyik mengendarai mobil baru mereka.Loui melirik Leona sekilas, lalu kembali memberikan seluruh atensinya pada jalanan di depan mereka. Ia terkekeh pelan saat menangkap raut kesal yang ditunjukan Leona padanya. "Kita bicarakan itu nanti, Leona Argent." bisiknya.Leona menci
"Leona, kami tunggu di parkiran, ya? Sepertinya Ash ingin membicarakan banyak hal."Malia segera menarik Loui –membawanya pergi meninggalkan Leona bersama Ash.Mereka menghentikan langkahnya saat netra keduanya menangkap Leona dan Ash pergi menuju hutan belakang gedung Universitas.Awalnya, Malia dan Loui ingin membiarkan mereka menyelesaikan urusan yang harus mereka selesaikan. Namun saat indera penciuman Loui menangkap bau yang sangat tak asing. Ia menjadi khawatir.Segera Loui membawa Malia ke tempat di mana Gabe dan Archie berada –menitipkan Malia pada keduanya."Hey!" pekik Malia. "Memangnya aku barang? Kenapa kamu menitipkanku pada mereka?" Malia bersungut-sungut kesal mendengar kata 'titip' yang Loui ucapkan pada Gabe dan Archie.Loui mengulas senyum simpulnya seraya mengusap puncak kepala Malia dengan lembut dan berkata, "Ma
Satu-satunya mansion megah yang ada di area Mitchell Hills kedatangan seorang tamu. Salah satu orang penting Kota Moonwood. Erin Cooper, istri mendiang Dennis Cooper sahabat lama Charles juga Stefan Argent."Akhirnya kita bisa bertemu dan minum teh bersama seperti ini," ujar Stefan setelah menyesap tehnya dan meletakkan kembali cangkirnya di atas meja. "Anak kembarmu sudah beranjak dewasa ya, Erin." lanjutnya diiringi senyum simpul.Erin salah tingkah –entah harus senang atau merasa malu, sebab Ash telah lebih dulu menemui Stefan juga Charles –kawan lama sang suami dengan meninggalkan kesan buruk."Aku minta maaf soal itu. Dia terlalu sensitif tentang semua yang berhubungan dengan pack-nya." ucap Erin pada Stefan dengan senyum kikuk di akhir kalimat.Charles hanya tersenyum saat mendengar pen
Waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Archie masih belum bisa memejamkan matanya. Semua ucapan Ash masih berputar-putar di dalam kepalanya. Bingung, marah, –sedih menjadi satu.Ia benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika nanti ia berubah menjadi seorang vampire jahat –musuh terbesar para werewolves?Tapi, sebelum itu semua terjadi, alangkah lebih baik jika ia dilenyapkan oleh kawanannya atau sang Alpha –Ash –sahabatnya.Mau tidak mau, suka tidak suka, siap tidak siap, ia harus dilenyapkan sebelum terlambat. Karena berubah menjadi musuh terbesar para werewolves tak pernah ada dalam bayangannya.Sudah hampir satu minggu ia menutup diri dari dunia luar –mengunci dirinya di dalam studio apartment-nya. Ia tidak pergi kemanapun, tidak menemui siapapun, bahkan sengaja mematikan ponselnya dan
Beberapa potong pakaian mulai menumpuk di atas tempat tidur Leona. Sudah berkali-kali ia mengganti berbagai macam gaya pakaian atas saran dan komentar Malia.Ia terduduk lemas di lantai saat Malia kembali memberikan gelengan pada outfit yang baru saja melekat di tubuhnya."Big no! Itu lebih cocok dipakai saat musim panas. Lagi pula, ini terlalu tipis. Kamu akan kedinginan di luar sana, Leona." Malia mengomentari floral dress selutut dengan kerah berbentuk V yang hampir mengekspos sebagian dada Leona.Leona mulai frustasi. Ia mengacak rambutnya yang sudah tertata rapih sambil lalu membalut tubuh atasnya dengan sebuah denim jacket."Pakai saja baju itu kalau memang mau menarik perhatian semua orang di kota, dan dianggap mau menggoda Ash." gertak Malia.Leona mengerang kesal. Ia segera mencopot baju yang i
Sejak kejadian hari itu Lyla tak pernah muncul di manapun, bahkan nomer ponselnya tak aktif. Bahkan bibi, paman, juga kakak sepupunya tak pernah tahu Lyla pergi ke mana. Yang mereka tahu, malam itu Lyla hanya berpamitan untuk pergi menemui seseorang dengan berbekal long coath ungu kesayangannya.Tiga bulan lamanya, seluruh anggota kepolisian dikerahkan untuk mencari Lyla. Namun seharipun, segala usaha yang mereka lakukan tak membuahkan hasil. Nihil.Dan pada akhirnya, seluruh anggota Keluarga Justice menyerah untuk mencari Lyla. Namun mereka tetap memasang iklan berbayar yang ditayangkan di seluruh stasiun Televisi Nasional dan Swasta tentang hilangnya salah satu anggota keluarga mereka.Di sisi lain, Archie yang masih belum bisa mengurangi rasa sukanya pada Malia memilih untuk mengencani gadis manapun. Hingga hari ini, identitas baru Archie sebagai seorang Hybrid masih dirahasiakan —tidak diungkapkan secara terang-terangan. Hanya saja, ketika ada yang bertanya, ia akan men
Ash memberikan seluruh atensinya pada Rosalie, mengunci tatapannya pada wanita berpakaian serba merah di hadapannya. Ia tahu, meski Rosalie tampak pasrah, sebagai seorang ibu, Rosalie ingin mengerahkan seluruh kekuatan yang dimilikinya untuk menemukan di mana jasad putri kesayangannya berada.Saat itu juga, setelah masing-masing memberi anggukkan sepakat, mereka berpencar menyusuri hutan pada garis lurus —sejajar demi memudahkan titik temu saat mereka menemukan apa yang mereka cari. *** Di Kastil Skarsgard Gabe bersama dua kawanannya tampak khawatir menyaksikan sebagian gedung kokoh itu ambruk sebagian. Tidak seperti yang dikatakan Loui sebelumnya. Alih-alih dilalap si jago merah, bangunan klasik itu justru luruh sebagian.Sang Beta mengelilingi setiap sudut bangunan kastil, mencari jalan masuk aman sekedar untuk memberikan pertolongan pada si sulung Argent yang masih berada di dalam sana.Saat ia hendak membawa keempat tungkainya memasuki salah
Rosalie hanya mengangguk ketika mendengar segala macam informasi yang disampaikan pria bertubuh tinggi besar di hadapannya.Ia mengabarkan tentang perkelahian yang terjadi antara Ash, Damien dan Leona. Dan sang gadis menjadi satu-satunya korban dalam kejadian tersebut.Sementara Stefan juga Charles hanya bisa menghela napas, Malia menjadi satu-satunya yang meneteskan air mata, serta Luca tampak begitu marah ketika mendengar seluruh rentetan kejadiannya."Bagaimana dengan Loui?" tanya Malia pada pria besar di hadapan mereka.Sang gadis tampak begitu mengkhawatirkan keadaan si Sulung Argent yang kini telah menjadi bagian dari Keluarga Skarsgard."Apakah Loui baik-baik saja di sana?" tanya Malia lagi.Pria itu bungkam, tak bisa memberikan jawaban pasti pada gadis bertubuh mungil di hadapannya, sebab ia belum sempat memasuki Kastil Skarsgard ketika tiba di depan perbatasan.Di sepersekian detik berikutnya ia mengendikkan bahunya, lantas memberikan sebu
Dengan tenang Loui melepas cengkraman Irina dalam satu kali sentakan, lantas menarik selembar penutup besi di sisi tungku —menutup lubang tersebut dengan segera.Dalam sekejap lubang besar itu tertutup sempurna. Loui hanya bisa mendengar teriakan Irina setelah tungku perapian itu berhasil disumpal lembaran besi tebal."Maaf, Irina. Ini bukanlah hari kematianku." monolog Loui sebelum akhirnya ia beranjak menuruni tangga dan mencari sisa penghuni kastil tersebut. Lucien, dan Victoria tentunya.***Hutan yang sebelumnya dijadikan tempat bertarung oleh Ash dan Damien kembali hening seperti sebelum tersentuh oleh keduanya. Hanya terdengar suara kicauan burung hantu ketika malam bertugas menggantikan segala kicauan riang yang hanya muncul ketika langit terang.Sepasang kaki memasuki hutan, sesekali menghentikan langkahnya sembari memperhatikan sekitar —memindai setiap sudut yang ada.Sang pemilik tungkai kembali bergerak menuju sat
CRASH!Damien memisahkan kepala sang gadis dari tubuhnya dalam satu tarikan kuat. Di saat yang sama Ash berbalik. Tubuhnya mematung melihat sebelah tangan Damien memegangi kepala sang gadis yang telah terpisah dari tubuhnya."Take this!" Damien melemparkan kepala sang gadis pada Ash yang tengah mematung di sebrang sana. "Have fun with her!"Damien tertawa. Suara husky-nya menguar, memenuhi segala keheningan dan kegelapan yang mulai menyelimuti hutan.Ia masih enggan meninggalkan tempat tersebut —ingin melihat reaksi seperti apa yang akan ditunjukkan sang Alpha ketika melihat gadisnya sudah tak bernyawa karena ulahnya.Ash spontan menangkap apa yang dilemparkan Damien ke hadapannya. Dipeluknya, lantas dipandanginya wajah sang gadis yang terlihat jauh lebih pucat. Diusapnya kelopak mata sang gadis yang semula tertutup.Beberapa detik setelah Ash membawa tungkainya ke tempat di mana tubuh sang gadis tumbang. Dengan tangannya yang gemetar, san
"Pulanglah. Aku tahu apa yang harus kuperbuat."Suara baritone itu terdengar tegas dan dalam. Lain dari biasanya. Tidak seperti Ash yang dikenalnya. Bahkan sorot tajamnya tampak lain. Gelap. Seperti yang ditunjukkan Damien ketika menyaksikan segala keintiman yang mereka tunjukkan di hadapannya.Tanpa mengatakan apapun kedua pemuda itu bergeser dan berbondong-bondong menuju hutan pinus di belakang perbukitan.Leona mengejar, namun dengan sigap —tanpa mempertimbangkan segala macam resikonya Damien mengibakan sebelah tangannya pada gadis yang tengah berusaha membututinya dan Sang Alpha.Sang gadis terlempar jauh —berguling dari puncak bukit. Di sepersekian detik berikutnya Damien kembali mengibaskan tangannya, lantas membuat sebuah gerakan seperti tengah mengikat sesuatu dari kejauhan. Di saat yang sama Leona mengerang ketika tubuhnya terasa seperti diikat.Ash berbalik, melompat ke udara dengan sebagian tubuhnya yang mulai ditumbuhi bulu abu-abu, l
"I said, can't you stop talking?"Untuk kesekian kali Leona kembali mengulangi ucapannya. Ia menginginkan hal lain daripada mengobrol dengan pemuda yang tengah berada dalam rengkuhannya."Will do. But, can you promise me something?"Sorot mata Ash tampak begitu serius. Lain dari yang ia tunjukkan sebelumnya. Ia tengah bersungguh-sungguh dengan ucapannya, menginginkan sang gadis untuk menjanjikannya sesuatu.Leona menarik napas panjang sebelum kembali bersuara dan menjawab permintaan sang Alpha. "Go on. Say it." tantangnya."Let me set you free. Will you?" balas sang Alpha dengan segala kesungguhan yang dituangkannya melalui tatapan.Leona mengernyit bingung. Kedua pangkal alisnya hampir menyatu —bertemu di titik yang sama. Ia tergugu-gugu. Bukan enggan menjawab, hanya saja, ia tahu maksud sesungguhnya dari ucapan sang Alpha.Leona sadar bahwa Ash tahu apa yang tengah di hadapinya saat ini. Melalui sorot tajamnya, ia memberikan sebuah tanda ya
Hening. Gadis di hadapannya itu tak memberikan jawaban apapun. Bahkan tatapannya tampak kosong tanpa ekspresi apapun. Terlihat dingin dan menyeramkan dalam satu waktu.Sadar dengan atmosfir tersebut, Ash memilih memakaikan sebuah helm ke atas kepala Leona dengan sangat hati-hati hingga terpasang dengan benar —melindungi salah satu bagian berharga di tubuh sang gadis.Setelah berhasil memakai pelindung kepala, Ash naik ke atas motornya —menyalakan mesin, lantas mengulurkan tangan kanannya ke hadapan sang gadis dengan maksud memberi bantuan untuk menaiki kuda besinya yang berperawakan tinggi besar, agak sulit untuk dinaiki para gadis.Ash menancap gas setelah Leona duduk dengan aman di balik punggungnya sembari memeluknya dari belakang. Gadis itu bungkam, tak mengatakan apapun, bahkan wajahnya tak hidup seperti sebelumnya. Meski tak merasa melakukan sesuatu hal yang menyinggung bahkan menyakiti hati Leona, Ash memilih menepi di bahu jalan dan mengajaknya ber
Ash terus menerus mengulas senyum —memandangi pantulan dirinya di cermin, sudah 15 menit lamanya ia melakukan hal tersebut. Ia terus memandangi seluruh aspek yang ada pada dirinya, dari ujung kepala hingga ujung kaki —termasuk pakaian yang melekat di tubuhnya saat itu.Jika bergeser sedikit ke belakang, persis di balik punggungnya Ash menyembunyikan setumpuk pakaian yang telah dicobanya sejak 30 menit yang lalu.Ia benar-benar sibuk memilah pakaian dan tampilan apa yang cocok ia gunakan untuk menemui Leona, melakukan segala macam hal dengan sang gadis selama satu hari penuh, seperti yang ia janjikan padanya beberapa hari lalu.***"Bisakah kita piknik ke perbukitan —tempat favorit kedua orang tuamu, Leona?"Sepasang mata bulat Leona memicing, mencurigai sesuatu. "Apa kau sedang berusaha mengajakku berkencan?" selidik Leona percaya diri.Tanpa ragu Ash mengangguk, lalu memberi respon, "Jika ya, apa kau akan menolak?"Alis