Satu dua buah nanas. Liat kamu sama dia hatiku panas. -Juna
๏ฟผ
๐๐๐
"Haduh, jadi gak ikut ulangan ekonomi kan. Ngapain pingsan segala sih," gerutu Laura kesal, inilah yang ia benci dari penyakitnya. Pingsan berujung UKS atau pulang yang nantinya di marahi sang ibu karena penyakitan.
Juna meraih pergelangan tangannya. "Kamu kan masih belum baikan. Mending disini aja deh,"
Laura menoleh. "Gak usah sok perhatian. Karena kak Juna bukan siapa-siapaku," tegas Laura menusuk.
"Kata siapa? Kamu itu sekarang pacarku," kata Juna dengan enteng dan santainya.
"Mimpi aja terus," Laura melangkah pergi dan berlari menghindari Juna. Ia tak ingin hidupnya penuh masalah di sekolah, cukup di rumah.
Laura terlalu fokus melihat le belakang memastikan keberadaan Juna hingga gak sadar menabrak seseorang dan sesuatu yang terjatuh.
"Eh, maaf ya. Aku tadi di kejar banteng," ucap Laura tak enak hati, Bram mengambil pensilnya yang tadinya lancip menjadi tumpul karena jatuh.
Melihat ekspresi Laura yang ketakutan kalau ia marahi pun terlihat lucu, Bram tertawa. "Tenang aja, aku gak bakalan marah kok," memamg Bram yang paling ramah di kelasnya.
"Beneran? Terus, itu pensil kamu," Laura menunjuk pensil Bram yang sudah tumpul, semua ini salahnya dan Juna kalau seandainya cowok itu tidak menunggunya sadar di UKS tanpa ada angin, hujan, badai, petir, musim dingin, kemarau, dan semi.
"Gak masalah kok ra. Oh iya, pak Mualim ngasih soal ulangan di lembaran kertas yang udah ada di bangkumu. Kamu bisa ngumpulin besok. Pak Mualim di pindah tugaskan ke SMA Kencana," ujar Bram lembut. Wajah yang tampan, ketua kelas, ramah, baik, menolong teman tanpa membedakan, pandai mengontrol emosi, mencari dimanakah sosok laki-laki yang sama seperti Bram?
Juna yang melihag Laura berkomunikasi dengan seorang cowok pun hareudang di buatnya. 'Apa-apaan Laura deket sama dia? Ck, sengaja ya kalau gue liat kepanasan?' batin Juna ketar-ketir. Juna mempercepat langkahnya, berniat menarik tangan Laura dan berteriak lantang kalau Laura adalah pacarnya sekarang. Namun, Laura dan manusia berjenis laki-laki itu pun berjalan bersisian menuju kelasnya.
Juna menarik rambutnya frustasi. "Arghh!!! Laura, kamu berhasil buat gue cemburu!" teriak Juna menggema di koridor, hingga beberapa siswa penasaran keluar melihat Juna yang teriak seperti orang gila.
๐๐๐
Saat bel pulang sekolah, Bram menawari Laura agar pulang bersamanya. Namun Laura menolak secara halus dengan alasan ia kerja kelompok, meskipun tugasnya di kumpulkan lusa.
"Tapi ra, aku kan mau nganterin kamu pulang selamat sampai tujuan. Bukannya jalan kaki sendirian, kalau ada apa-apa siapa yang nolongin kamu? Gak ada Laura," Bram memaksa, sudah berkali-kali Bram pernah menawarkan pulang bersama semenjak kelas 10 hingga sekarang, Laura tetap menolaknya.
"Maaf ya Bram. Aku bisa pulang sendiri, nanti ngerepotin. Permisi," Laura melangkah pergi, Bram mengejarnya.
Bram mensejajarkan langkah Laura. "Laura, tau gak? Hari ini aku bawa sepeda loh," ucap Bram menarik perhatian, Laura tidak suka motor dengan alasan pusing setelah menaikinya.
Laura mulai tertarik. "Oh iya?" rautnya berubah sumringah, sepeda membuatnya nyaman, merasa lepas, dan tidak menimbulkan pusing.
Bram mengangguk. "Beneran. Itu, sepedaku," Bram menunjuk sepedanya berwarna emas kecoklatan.
Laura takjub, wajar saja karena Bram dari keluarga berada.
"Wah, bagus banget. Pasti mahal ya?" Laura teramat ingin memiliki sepeda mewah seperti Bram, namun itu hanya angan-angan semata.
"Hadiah ulang tahunku dari nenek. Jarang aku pakai sih," Bram menaiki sepedanya. "Ayo ra, pegangan ya,"
Laura was-was. "Kamu mau ngebut ya?" tanyanya cemas.
Bram menggeleng. "Gak kok, pegangan aja biar gak jatuh nanti. Ngapain ngebut? Gak boleh ra, kan jalan raya. Kalau keserempet kendaraan? Bahaya ra, mending pelan-pelan aja asal selamat," ucap Bram bijak, ah andai saja Bram itu masih jomblo, Laura sangat berharap Bram menaruh hati padanya. Sangat di sayangkan Bram sudah dekat dengan Tina, cewek cantik ketua junalistik.
J
una yang melihat Laura yang sudah tancap gas pun mengikuti diam-diam. Juna meragukannya, bisa saja cowok itu ada maunya dengan Laura.
Hingga di jalan raya, sepeda yang di tumpangi Laura di serempet motor misterius, Juna mengenali jaket yang berlogo tengkorak, Batalion beraksi.
"Wah, hati-hati dong!" teriak Bram tak terima, motor itu menerobos lampu merah seenaknya. Bram beralih menatap Laura, kakinya sakit tertimpa sepedanya. "Maaf ra, andai aja kamu gak pulang bareng aku. Mungkin kejadiannya gak kayak gini, pasti kamu masih baik-baik saja," ucap Bram merasa bersalah.
Laura menggeleng. "Gak kok, bukan salah kamu. Bram, sepedanya singkirin dong. Sakit nih kakiku," keluh Laura kesakitan.
Juna menghampiri keduanya. Membantu Laura berdiri. "Lo gimana sih? Nganterin Laura aja gak becus, gak usah sok nawarin deh!" semprot Juna ngegas, bagaimana jika Laura kecelakaan? Ia tak bisa mempermainkan perasaan Laura, gagal nantinya.
"Maksud lo apa? Huh? Nyalahin gue? Ini musibah," tegas Bram tersulut emosi.
Juna membelalak tak percaya, semua sisea SMA Permata memanggilnya anda atau bos.
"Lo nantangin gue?" Juna menarik kerah seragam Bram.
Bram menepis tangan Juna. "Kalau iya kenapa?"
Laura menarik seragam Juna. "Udah kak, jangan berantem di tengah jalan gini. Malu," ucap Laura takut, Juna bisa segalanya dalam perkelahian, persenjataan, hingga pengintaian yang akurat. Bram? Hanya cowok biasa, menguasi silat masih tahap jurus tangan kosong. Juna yang tidak ikut bela diri pun menguasai semuanya, skill tawuran entah darimana.
"Laura, kamu pulang sama aku ya?" tanya Juna lembut, emosinya surut jika melihat Laura.
"Halah, sok drama. Nyari muka, pahlawan kesiangan lo," sewot Bram, pasti Juna mengikutinya diam-diam.
"Aku pulang sendiri aja," Laura berjalan menuju pangkalan ojek yang harus menyebrangi pertigaan jalan raya, kendaraan berlalu lalang membuat Laura ekstra hati-hati, hingga akhirnya selamat.
Juna ketar-ketir melihat Laura menyebrangi pertigaan jalan raya seorang diri, truk, bis, angkot, dan motor yang kebut-kebutan sangat mengkhawatirkan jika Laura di serempet.
Juna beralih menatap Bram. "Jauhin Laura! Kalau lo gak mau ada masalah sama gue," tekan Juna emosi, gertakan ini pasti akan membuat siapapun mundur, kabur, lari terbirit-birit tak ingin Juna menghabisi nyawa saat itu juga.
"Laura gak bisa gue jauhin. Karena dia butuh teman, sahabat. Dan juga pendengar yang baik," Bram tak akan membiarkan siapapun menyakiti Laura, sudah cukup cewek itu menderita. Bram ingin membahagiakan Laura.
"Alesan! Pokoknya jauhin Laura. Inget," Juna menjeda ucapannya. "Gue pantau lo dari jauh,"
'Kamu aman ra, gak akan gue biarin Juna deketin kamu. Dia itu berbahaya,' batin Bram was-was. Dari tampilannya Juna membawa aura panas, mematikan.
๐๐๐
Ketika seseorang berada di puncak emosinya siapapun menjadi pelampiasannya. -Anonimous๏ฟผ๏ฟผ๐๐๐Di markas Batalion, Adnan menyusun straegi penyerangan. Reza menyarankan rencana cadangan, yaitu pasukan di tambah dari jumlah 80 menjadi 100."Boleh juga, tapi itu buat jaga-jaga kalau nantinya kita kalah. Reza, baseball punya lo sudah siap?" tanya Adnan menelisik tampilan Reza yang seperti preman pasar."Siap bos," jawab Reza lantang, siap menumbangkan geng Meteor si penguasa jalanan."Fif, lo ikut gak?" tanya Adnan, Afif tak berminat tawuran, namun jika keadaan genting Afif akan turun tangan.Afif menggeleng. "Maaf mas Adnan. Hari ini saya menghadiri acara al-banjari," inilah Afif, seorang cowok yang selalu memprioritaskan agama. Tertarik pada perempuan pun tak berani, takut khilaf nantinya."Iya gak masalah kok fif. Tapi nanti setelah acaranya selesai, markasnya lo jaga ya," pesan Adnan, takutnya nanti geng Meteor melakukan aksi
Kehilangan itu menyakitkan. Lebih sakit lagi dia menjauh dan melupakan. -Adnan๏ฟผ๐๐๐"Masa lalu, biarlah masa lalu. Jangan kau ungkit, jangan ingatkan aku. Masa lalu, biarlah masa la-," belum selesai Sam konser dadakan, Satya memitingnya gemas, di keadaan genting begini Sam dan Alvaro terkadang bercanda."Swtyw! Lpswn gwe!" teriak Sam, wajahnya tenggelam di dada Satya.Baroto yang melihat itu menggeleng heran. "Kalian gak ada yang mau pulang?""Nanti dulu pak. Masih laper nih," curhat Radit dan Adit. Keduanya tukang makan, sama seperti Sam dan Alvaro."Ya sudah, kalau ada apa-apa hubungi saya langsung ya," pak Baroto pamit, meskipun Alvaro berandalan, urakan, namun bagaimanapun juga Baroto sayang pada Alvaro.Ponsel Juna berdering, nama Yudha terpampang jelas."Gawat bos! Markas kita di obrak-abrik sama Batalion. Mereka Ngepung markas, cuman beberapa yang lolos bos," lapor Yudha, di seberang sana motor Yudha melaju kencang. Ja
Satu dua jalan hati-hati. Lukaku pelan-pelan kau obati. -Juna๏ฟผ๏ฟผ๐๐๐"Udah, kalian terus aja bergosip. Buruan bawa teman kalian yang sekarat ini," suruh Radit jengah. Ia membopong Adit ke motornya, mungkin tendangan Irham-lah yang begitu beringas daripada Rizky."Iya dit, bawelnya cangkeme," Alvaro menuruti, Alvaro yang melihat kondisi tiga bawahan Satya pun kecewa, karena tak ada yang menang di antara ketiganya.Adnan mengendap-endap, dengan pisau lipat di tangannya serta sarung tangan agar sidik jari tak bisa di selidiki. Mata Adnan fokus pada Juna yang masih bergeming, sedang melamun atau memikirkan sesuatu.Keenam anak buah Juna pun masih sibuk mengobrol dan berdebat pendapat terutama Sam dan Alvaro yang tiada habisnya.Adnan menusuk perut Juna dari depan, cowok itu beralih menghadap nya dengan wajah syok sekaligus menahan rasa sakitnya karena Adnan semakin memperdalam tusukannya.Adnan tertawa remeh, Juna tak bisa berkat
Saat seseorang yang di rindukan itu celaka, aku hanya bisa berharap kesembuhannya. -Laura๏ฟผ๏ฟผ๐๐๐"Baiklah, tolong yang tanda tangan orang tuanya Juna ya. Jangan di palsukan," bu Aisofa memberikan wejangan, murid-murid bebal biasanya suka memalsukan tanda tangan dan di kenakan poin pelanggaran 20."Baik bu," Satya memutuskan sambungan teleponnya."Kalau kalian mau pulang, silahkan. Jangan disini semuanya, harus ada yang jagain. Kalian butuh istirahat," nasehat Satya, agar esoknya tidak terlambat ke sekolah atau alasan masih mengantuk."Gue dan Adit jagain bos aja. Kalian bisa pulang," ujar Radit, lebih baik menunggu kondisi perkembangan Juna.Sam, Alvaro, dan Satya mengangguk."Kita pamit," kata Satya mengakhiri kata serta undur diri.Setelah ketiganya pergi, Radit dan Adit menunggu. Hingga Jaka akhirnya menampakkan dirinya setelah sekian lama tranfusi darah.Jaka yang melihat dua kakak beradik saja pun heran, dima
Saat seseorang yang di rindukan itu celaka, aku hanya bisa berharap kesembuhannya. -Laura๐๐๐"Baiklah, tolong yang tanda tangan orang tuanya Juna ya. Jangan di palsukan," bu Aisofa memberikan wejangan, murid-murid bebal biasanya suka memalsukan tanda tangan dan di kenakan poin pelanggaran 20."Baik bu," Satya memutuskan sambungan teleponnya."Kalau kalian mau pulang, silahkan. Jangan disini semuanya, harus ada yang jagain. Kalian butuh istirahat," nasehat Satya, agar esoknya tidak terlambat ke sekolah atau alasan masih mengantuk."Gue dan Adit jagain bos aja. Kalian bisa pulang," ujar Radit, lebih baik menunggu kondisi perkembangan Juna.Sam, Alvaro, dan Satya mengangguk."Kita pamit," kata Satya mengakhiri kata serta undur diri.Setelah ketiganya pergi, Radit dan Adit menunggu. Hingga Jaka akhirnya menampakkan dirinya setelah sekian lama tranfusi darah.Jaka yang melihat dua kakak beradik saja pun heran, diman
Tiga empat merpati lari. Maaf aku jarang mengabari. -Juna๐๐๐"Iya Sat,""Jangan kayak adik gue Al panggil bang Satya. Lah bangsat ya? Gimana sih," protes Satya kesal. Ara terlalu polos sekali.Bram yang tau kalau Laura fokus dengan geng Meteor pun mengerti jika sahabatnya ini mencari Juna."Udahlah, gak usah di pikirin. Kalau sembuh kan masuk. Di makan tuh, nanti dingin," Bram membuyarkan lamunan Laura, tampak sedih dan kosong. 'Gue heran deh sama Laura, Juna kan gak ada hubungan apa-apa. Kenal gak, teman bukan, sahabat mustahil, pacar terlalu wow,' batin Bram bingung, setaunya Laura dekat dengan Juna itu karena telat.Sam bersendawa. "Al, makasih banget ya. Udah mau beliin makanan sebanyak ini,""Sama-sama Sam," Alvaro beralih menatap Radit dan Adit doyan pedas, dua kakak-beradik itu mengambil lima sendok penuh sambal di baksonya. Sekarang tau yang mukbang dan ASMR siapa."Kalau sakit perut gimana?" tanya Alvaro khawat
Ketidaklucuan saat kekhawatiran di permainkan. -Laura๐๐๐Wangi, rapi, percaya diri, remaja zaman kini, Juna siap bersekolah. Luka tusukannya kemarin masih terasa, namun Juna ingin memberikan kejutan pada Laura.Rinai yang melihat Juna se-rapi ini heran. "Mau ke kantor apa sekolah?" tanyanya kesal, gen Juna yang sok ganteng itu menurun dari Antariksa.Juna tersenyum manis. "Sekolah, berangkat dulu ya," Juna salim pada Rinai."Jangan banyak gerak, luka kamu belum sembuh total," nasehat Rinai, Juna sama saja seperti Agung yang banyak tingkah."Siap,"Setelah Juna pergi, Rinai kembali membangunkan Antariksa yang masih sibuk di depan komputernya."Ehem ehem, udah kali berduaan sama komputernya. Gak ke toko?" tanya Rinai saat di ruangan pribadi Antariksa.Antariksa menghampiri Rinai. "Iya, ini mau ke toko. Tadi cuman cek supplier persediaannya masih ada apa habis," merasa rumahnya tentram pati Juna sudah berangkat.
Pojok tengah perempatan. Kapan lagi masih ada kesempatan. -Sam๐๐๐Saat geng Meteor sudah berkumpul, Sam sang ahli cinta mulai memberikan tips anehnya."Gue ada saran nih buat bos Juna, biar semakin deket aja sama Laura," Sam berdehem. "Gimana kalau Laura bawain cokelat, bunga, puisi, nyanyi, terus nah cincin," ucap Sam enteng.Juna mendelik syok. "Lo kira mau lamaran huh?" turun sudah gelar cool, leaderable, kharismanya, ketampanannya, kecuekannya, serta gelar kulkas berjalan ala kanebo kering akan musnah sekejap mata.Sam kikuk, Juna seperti ingin memakannya hidup-hidup. "Maaf bos, kan saran doang. Lagian sih, bos kalau urusan cinta gak bisa apa-apa,"Jaka berdecak kesal. "Gak usah sok nasehatin deh kalau lo sendiri sering ninggalin cewek cuman alasan, maaf ya aku bosen, aku udah gak nyaman, maaf aku terlalu astaghfirullah untuk kamu yang subhanallah, gak deh kamu kurang cantik, kita putus aja ya nanti dompetku kering," Jaka menye-menye menir