Ketika seseorang berada di puncak emosinya siapapun menjadi pelampiasannya. -Anonimous


🍁🍁🍁
Di markas Batalion, Adnan menyusun straegi penyerangan. Reza menyarankan rencana cadangan, yaitu pasukan di tambah dari jumlah 80 menjadi 100.
"Boleh juga, tapi itu buat jaga-jaga kalau nantinya kita kalah. Reza, baseball punya lo sudah siap?" tanya Adnan menelisik tampilan Reza yang seperti preman pasar.
"Siap bos," jawab Reza lantang, siap menumbangkan geng Meteor si penguasa jalanan.
"Fif, lo ikut gak?" tanya Adnan, Afif tak berminat tawuran, namun jika keadaan genting Afif akan turun tangan.
Afif menggeleng. "Maaf mas Adnan. Hari ini saya menghadiri acara al-banjari," inilah Afif, seorang cowok yang selalu memprioritaskan agama. Tertarik pada perempuan pun tak berani, takut khilaf nantinya.
"Iya gak masalah kok fif. Tapi nanti setelah acaranya selesai, markasnya lo jaga ya," pesan Adnan, takutnya nanti geng Meteor melakukan aksi pengepungan tiba-tiba.
"Lapor bos, pasukan kita dari tiga sekolah sudah siap," ujar salah satu anak buah Batalion, laporan pada Adnan pun harus sopan dan tunduk seolah-olah Adnan itu raja.
Adnan mengangguk. "Baiklah, kita mulai penyerangan ke Permata,"
Suara deru motor memenuhi jalanan, Adnan berada di posisi paling depan, Reza tangan kanan, Irham kiri dan Rizky untuk memandu pasukan.
Di SMA Permata, Juna mengumumkan akan terjadi pertarungan setelah ini. Ia mengumumkan lewat speaker sekolah, pelajaran yang tadinya berlangsung serius kini terdiam mendengar penjelasan Juna.
"Saya tidak ingin nanti ada siswa yang masih ada di sekolah. Di mohon semuanya pulang, sebelum aksi penyerangan dari geng Batalion itu di mulai. Mohon maaf sebelumnya untuk para guru, kalian bisa menghubungi pihak polisi agar penyerangan ini tidak merugikan sekolah atau pun korban. Demikian dari saya Arjuna Zander Alzelvin yang gantengnya tiada rata undur diri. Selamat siang, semoga sehat selalu,"
Laura membereskan bukunya. Semoga saja nanti ada ojekan meskipun harung hutang.
"Baiklah, kalian di perbolehkan pulang. Jangan ada yang masih kelayapan di wilayah sekolah, kalau masih sayang dengan nyawa," bu Rika memberikan wejangan, yang bebal akan menanggung resikonya. Ucapan Juna, itu tak main-main dan ada benarnya. Juna sangat berpengaruh di Permata.
Semua siswa SMA Permata berhamburan keluar kelas dengan langkah terburu-buru.
Namun, tas Laura di tarik membuat langkahnya terhenti.
Tiara tertawa senang. "Weits, enak aja hari ini lo selamat. Gak boleh gitu kan gilrs kalau Laura pantesnya disini aja. Biar di gebukin sekalian," tekan Tiara menusuk.
Kedua tangan Laura di tahan oleh Rani. Waktunya tersita, Tiara sengaja mengukurnya agar saat penyerangan geng Batalion tiba, dirinya tak selamat.
"Lepasin! Aku gak ada urusan sama kalian!" teriak Laura, meronta. Cengkraman Rani begitu kuat.
"Gak semudah itu Laura cantik," Tiara merasa terhibur dengan Laura yang kesulitan kabur.
Laura menginjak sepatu Rani kuat, mendorong Tiara dan berlari di sepanjang koridor sekolah, mencari tempat persembunyian. Pulang pun tak memungkinkan, karena dari kejauhan suara deru motor dan teriakan yel-yel menggema.
Laura memasuki gudang, tak ada pilihan lain. Mencari tempat persembunyian yang aman. Di balik tumpukan kursi dan bangku.
Tiara memeriksa setiap bilik toilet, namun nihil.
"Cari terus Rani!" bentak Tiara emosi, dirinya juga ketakutan dalam lingkaran tawuran yang melibatkan dua geng terbesar di Jakarta.
Sudah berbagai sudut sekolah mereka mencari Laura, dari toilet, rooftop, kantin, warung belakang sekolah.
Tiara menghentikan langkahnya. "Capek Ran. Harus nyari Laura kemana lagi nih?"
Rani tersenyum sumringah. "Gue tau!" serunya.
"Buruan! Dimana?" tanya Tiara tak sabaran, Laura harus di berikan gertakan menjauhi Juna.
"Gudang! Kita kan belum periksa," ucap Rani bijak, untungnya kemarin jam olahraga ia aktif bergerak, otak menyala.
Di depan gerbang SMA Permata, geng Batalion dengan jumlah 50 itu pun mengepung dari segala sisi. Lemparan kerikil dan batu berukuran sedang mengenai beberapa kaca. Geng Meteor belum menampakkan dirinya.
"Bos, kok sekolahannya sepi?" tanya Reza heran, seharusnya sekarang terjadi kekacauan.
"Sepertinya Juna sudah tau dan mengintruksikan pulang. Tapi, saya yakin Juna gak mungkin kabur gitu aja. Itu namanya pengecut!" kata Adnan meluapkan emosinya. Percuma saja ia datang jika Juna takut, dan memilih kabur daripada bertarung," Adnan merasa menang, Juna penakut.
Namun dugaan Adnan salah, Juna dan keenam anak buahnya pun datang dari belakangnya.
Adnan tersenyum remeh. "Mana pasukan lo yang lain? Pasti gak mau kan ikut-ikutan? Takut babak belur?" tanya Adnan menantang.
"Lo salah. Sebenarnya yang nyari gara-gara itu lo. Bikin rusuh, ngajak tawuran gak jelas. Mending bubar aja deh geng lo yang kampungan itu!" seru Sam lantang. Berbeda dengan Meteor yang di bentuk untuk saling mengenal, menolong yang lemah, menjalin persahabatan antar sekolah. Melindungi yang di tindas, di siksa dan ter-asingkan dari lingkungan sosial.
Adnan menghampiri Sam, tangan kanan anggota Meteor yang sok menantang dengan keberaniannya.
"Geng lo yang sampah! Gak usah bawa-bawa geng Batalion dodol!" teriak Adnan murka. "Serang mereka tanpa ampun," titah Adnan, ia menyerang Juna yang tadinya tampak santai pun mulai menangkis pukulan, tendangan, hingga Juna berhasil melumpuhkan gerakan Adnan dengan tendangan sabitnya.
Adnan tersungkur. "Lo gak akan bisa ngalahin gue, Vin,"
Juna semakin emosi saat Adnan memanggil nama Alzelvin, begitu ada kenangan menyakitkan di baliknya.
Suara sirene polisi membuat geng Batalion memilih kabur.
Sam menghela nafasnya lega, meskipun wajahnya babak belur sedikit, Sam tak ingin membuang tenaganya demi Batalion.
"Akhirnya dateng juga bos. Haduh, mending tenaga gue yang tadi di gunain nyapu aja," ucap Sam sok bijak, aslinya dia malas karena rumahnya terlalu luas dan wah untuk menyapu.
Pak Baroto, tepatnya orang tua Alvaro.
"Apakah tadi ada yang terluka?" tanyanya pada Juna, semuanya mengenal betul siapa Baroto itu.
"Gak ada kok yah," jawab Alvaro santai, saat pertarungan berlangsung tadi ia mampir ke warungnya bu Yam membeli gorengan. Alvaro, tidak ikut tadi.
"Kamu ini sukanya ikutan geng-gengan kayak gini. Tawuran gak jelas, bikin rusuh sana-sini, bolos," omel Baroto pada anak keduanya, sangat jauh dengan Ika yang tekun belajar menguasai ilmu Geografi, kakaknya Alvaro ini adalah guru SMP.
"Emang ayah dulu gak?" tanya Alvaro balik, Baroto terdiam.
"Itu kan masa lalu Al," jawab Baroto malu-malu.
"Masa lalu, biarlah masa lalu. Jangan kau ungkit, jangan ingatkan aku. Masa lalu, biarlah masa la-," belum selesai Sam konser dadakan, Satya memitingnya gemas, di keadaan genting begini Sam dan Alvaro terkadang bercanda.
🍁🍁🍁
Kehilangan itu menyakitkan. Lebih sakit lagi dia menjauh dan melupakan. -Adnan🍁🍁🍁"Masa lalu, biarlah masa lalu. Jangan kau ungkit, jangan ingatkan aku. Masa lalu, biarlah masa la-," belum selesai Sam konser dadakan, Satya memitingnya gemas, di keadaan genting begini Sam dan Alvaro terkadang bercanda."Swtyw! Lpswn gwe!" teriak Sam, wajahnya tenggelam di dada Satya.Baroto yang melihat itu menggeleng heran. "Kalian gak ada yang mau pulang?""Nanti dulu pak. Masih laper nih," curhat Radit dan Adit. Keduanya tukang makan, sama seperti Sam dan Alvaro."Ya sudah, kalau ada apa-apa hubungi saya langsung ya," pak Baroto pamit, meskipun Alvaro berandalan, urakan, namun bagaimanapun juga Baroto sayang pada Alvaro.Ponsel Juna berdering, nama Yudha terpampang jelas."Gawat bos! Markas kita di obrak-abrik sama Batalion. Mereka Ngepung markas, cuman beberapa yang lolos bos," lapor Yudha, di seberang sana motor Yudha melaju kencang. Ja
Satu dua jalan hati-hati. Lukaku pelan-pelan kau obati. -Juna🍁🍁🍁"Udah, kalian terus aja bergosip. Buruan bawa teman kalian yang sekarat ini," suruh Radit jengah. Ia membopong Adit ke motornya, mungkin tendangan Irham-lah yang begitu beringas daripada Rizky."Iya dit, bawelnya cangkeme," Alvaro menuruti, Alvaro yang melihat kondisi tiga bawahan Satya pun kecewa, karena tak ada yang menang di antara ketiganya.Adnan mengendap-endap, dengan pisau lipat di tangannya serta sarung tangan agar sidik jari tak bisa di selidiki. Mata Adnan fokus pada Juna yang masih bergeming, sedang melamun atau memikirkan sesuatu.Keenam anak buah Juna pun masih sibuk mengobrol dan berdebat pendapat terutama Sam dan Alvaro yang tiada habisnya.Adnan menusuk perut Juna dari depan, cowok itu beralih menghadap nya dengan wajah syok sekaligus menahan rasa sakitnya karena Adnan semakin memperdalam tusukannya.Adnan tertawa remeh, Juna tak bisa berkat
Saat seseorang yang di rindukan itu celaka, aku hanya bisa berharap kesembuhannya. -Laura🍁🍁🍁"Baiklah, tolong yang tanda tangan orang tuanya Juna ya. Jangan di palsukan," bu Aisofa memberikan wejangan, murid-murid bebal biasanya suka memalsukan tanda tangan dan di kenakan poin pelanggaran 20."Baik bu," Satya memutuskan sambungan teleponnya."Kalau kalian mau pulang, silahkan. Jangan disini semuanya, harus ada yang jagain. Kalian butuh istirahat," nasehat Satya, agar esoknya tidak terlambat ke sekolah atau alasan masih mengantuk."Gue dan Adit jagain bos aja. Kalian bisa pulang," ujar Radit, lebih baik menunggu kondisi perkembangan Juna.Sam, Alvaro, dan Satya mengangguk."Kita pamit," kata Satya mengakhiri kata serta undur diri.Setelah ketiganya pergi, Radit dan Adit menunggu. Hingga Jaka akhirnya menampakkan dirinya setelah sekian lama tranfusi darah.Jaka yang melihat dua kakak beradik saja pun heran, dima
Saat seseorang yang di rindukan itu celaka, aku hanya bisa berharap kesembuhannya. -Laura🍁🍁🍁"Baiklah, tolong yang tanda tangan orang tuanya Juna ya. Jangan di palsukan," bu Aisofa memberikan wejangan, murid-murid bebal biasanya suka memalsukan tanda tangan dan di kenakan poin pelanggaran 20."Baik bu," Satya memutuskan sambungan teleponnya."Kalau kalian mau pulang, silahkan. Jangan disini semuanya, harus ada yang jagain. Kalian butuh istirahat," nasehat Satya, agar esoknya tidak terlambat ke sekolah atau alasan masih mengantuk."Gue dan Adit jagain bos aja. Kalian bisa pulang," ujar Radit, lebih baik menunggu kondisi perkembangan Juna.Sam, Alvaro, dan Satya mengangguk."Kita pamit," kata Satya mengakhiri kata serta undur diri.Setelah ketiganya pergi, Radit dan Adit menunggu. Hingga Jaka akhirnya menampakkan dirinya setelah sekian lama tranfusi darah.Jaka yang melihat dua kakak beradik saja pun heran, diman
Tiga empat merpati lari. Maaf aku jarang mengabari. -Juna🍁🍁🍁"Iya Sat,""Jangan kayak adik gue Al panggil bang Satya. Lah bangsat ya? Gimana sih," protes Satya kesal. Ara terlalu polos sekali.Bram yang tau kalau Laura fokus dengan geng Meteor pun mengerti jika sahabatnya ini mencari Juna."Udahlah, gak usah di pikirin. Kalau sembuh kan masuk. Di makan tuh, nanti dingin," Bram membuyarkan lamunan Laura, tampak sedih dan kosong. 'Gue heran deh sama Laura, Juna kan gak ada hubungan apa-apa. Kenal gak, teman bukan, sahabat mustahil, pacar terlalu wow,' batin Bram bingung, setaunya Laura dekat dengan Juna itu karena telat.Sam bersendawa. "Al, makasih banget ya. Udah mau beliin makanan sebanyak ini,""Sama-sama Sam," Alvaro beralih menatap Radit dan Adit doyan pedas, dua kakak-beradik itu mengambil lima sendok penuh sambal di baksonya. Sekarang tau yang mukbang dan ASMR siapa."Kalau sakit perut gimana?" tanya Alvaro khawat
Ketidaklucuan saat kekhawatiran di permainkan. -Laura🍁🍁🍁Wangi, rapi, percaya diri, remaja zaman kini, Juna siap bersekolah. Luka tusukannya kemarin masih terasa, namun Juna ingin memberikan kejutan pada Laura.Rinai yang melihat Juna se-rapi ini heran. "Mau ke kantor apa sekolah?" tanyanya kesal, gen Juna yang sok ganteng itu menurun dari Antariksa.Juna tersenyum manis. "Sekolah, berangkat dulu ya," Juna salim pada Rinai."Jangan banyak gerak, luka kamu belum sembuh total," nasehat Rinai, Juna sama saja seperti Agung yang banyak tingkah."Siap,"Setelah Juna pergi, Rinai kembali membangunkan Antariksa yang masih sibuk di depan komputernya."Ehem ehem, udah kali berduaan sama komputernya. Gak ke toko?" tanya Rinai saat di ruangan pribadi Antariksa.Antariksa menghampiri Rinai. "Iya, ini mau ke toko. Tadi cuman cek supplier persediaannya masih ada apa habis," merasa rumahnya tentram pati Juna sudah berangkat.
Pojok tengah perempatan. Kapan lagi masih ada kesempatan. -Sam🍁🍁🍁Saat geng Meteor sudah berkumpul, Sam sang ahli cinta mulai memberikan tips anehnya."Gue ada saran nih buat bos Juna, biar semakin deket aja sama Laura," Sam berdehem. "Gimana kalau Laura bawain cokelat, bunga, puisi, nyanyi, terus nah cincin," ucap Sam enteng.Juna mendelik syok. "Lo kira mau lamaran huh?" turun sudah gelar cool, leaderable, kharismanya, ketampanannya, kecuekannya, serta gelar kulkas berjalan ala kanebo kering akan musnah sekejap mata.Sam kikuk, Juna seperti ingin memakannya hidup-hidup. "Maaf bos, kan saran doang. Lagian sih, bos kalau urusan cinta gak bisa apa-apa,"Jaka berdecak kesal. "Gak usah sok nasehatin deh kalau lo sendiri sering ninggalin cewek cuman alasan, maaf ya aku bosen, aku udah gak nyaman, maaf aku terlalu astaghfirullah untuk kamu yang subhanallah, gak deh kamu kurang cantik, kita putus aja ya nanti dompetku kering," Jaka menye-menye menir
Aku berharap kehadiranmu membuat semuanya baik-baik saja. -Laura🍁🍁🍁Rizky berlari memasuki markas dengan nafas tersengal.Rizky menyapu pandangan mencari sang ketua Batalion. Adnan duduk dengan koran serta kopi sebagai temannya."Bos! Ada info menarik!" ucap Rizky menggebu, Adnan meletakkan korannya. Irham yang tadinya tertidur di sofa panjang pun membuka matanya mendengar suara Rizky, Afif yang tengah membaca kitab Aqidatul Awam-nya pun beralih menatap Rizky, Reza yang sibuk dengan game pun memilih mendengarkan daripada defeat sebelum booyah."Apa?"Rizky menghela nafasnya, Adnan akan syok mendengarnya."Juna, udah pacaran sama Laura hari ini bos. Tepat pada jam istirahat, hari Rabu, jam 9 menit ke 8 detik 27," jawab Rizky detail.Adnan tersenyum licik. "Bagus, atur strategi sekarang. Jadikan Laura sebagai tawanan, kita liat aja apakah Juna bisa mendapatkannya kembali? Atau menyerah," balas dendam? Bukan, lebih tepatny