Jika keberadaanmu terancam, aku akan menjadi garda terdepan. -Juna
๐๐๐
Untungnya hujan beralih menjadi gerimis, lantai yang basah membuat siswa yang menuju kantin berjalan hati-hati jika tak ingin terpeleset dan di tertawakan teman sendiri sebelum di tolong atau tidak sama sekali.
Sam menarik seragam Alvaro sebagai pegangan, Jaka berpegangan tangan Satya, Radit dan Adit masih di kelas mempersiapkan dagangannya es selendang mayang yang akan di perjual belikan di kantin, kantor, atau beberapa staf TU dan Satpam sekolah.
"Tau aja gue bantuin Radit, kasihan," gerutu Alvaro menyesal.
Sam menepuk bahu Alvaro. "Heh, kan ada Adit adiknya. Udahlah, mending makan-makan sepuasnya," ucap Sam enteng.
Alvaro menatapnya sengit. "Ya gendutlah! Gue gak mau ya tubuh gemuk gak atletis lagi," omel Alvaro pada Sam.
Satya dan Jaka jengah.
"Kalian diem dong, dari pelajaran bu Eni berisik teros!" protes Jaka, sampai pelajaran sejarah tadi tidak melekat di otaknya, perlu di refresh ulang.
"Ssst, udah. Jangan debat, yuk langsung ke stan bu Yam beli mie ayam," ajak Satya, namun Jaka tak mau.
"Gak ah, Sat. Eh, lo tau gak? Bukannya bentar lagi kita jam olahraga ya? Lo tau sendiri kan jangan sampai telat cuman nunggu mie ayamnya adem?" Jaka tak ingin lari 10 putaran mengelilingi halaman sekolah tanpa beristirahat, pak Fathur akan memantau.
"Bener tuh Sat, mending makan gorengan mak marconi aja," saran Sam sekalian bolos lagi, materi hari ini adalah bola basket yang paling ia benci, saat memasukkan ke dalam ring itu gagal, kurang tinggi kata Satya tanpa memikirkan perasaannya.
Jaka menjewer telinga Sam. "Hayo loh mau bolos kan? Gak boleh Sam, lagian olahraga tuh bikin badan sehat berkeringat, otak nyala," nasehat Jaka, sebagai kapten Basket Sam dan Alvaro harus hadir dalam pelajaran olahraga, bukan bolos.
Sedangkan Laura berjalan menuju perpustakaan, ingin belajar karena sebentar lagi ulangan ekonomi. Jika di lingkungan ramai, ilmunya sulit di serap, harus sepi.
Juna yang melihat Laura ke perpustakaan menyusul langkah cewek lugu itu.
Melihat Juna beranjak, Sam terheran-heran.
"Mau kemana?"
"Ke bromo," jawab Alvaro dengan polosnya.
"Korban iklan lo pada," ucap Jaka jengah, meski beberapa cuek namun keseriusan mereka di ragukan.
Juna tak menjawabnya. Penasaran mengapa perpustakaan menjadi tempat yang nyaman, betah, sekaligus sejuk bagi siswa kutu buku?
Laura duduk, di bukanya buku LKS ekonominya. Laura mulai fokus. Hingga ada seorang manusia yang duduk di sebelahnya. Juna.
"Ngapain kesini? Mau ganggu ya?" sewot Laura, pasti Juna akan merecokinya entah itu ancaman, masalah hp, dan pacar.
Juna tersenyum manis. "Gak kok, lagi belajar apa sih? Serius amat," bahkan Laura tadi duduk anteng seperti patung.
"Kepo, udah diem aja. Nanti gak kosentrasi lagi," jawab Laura jutek, bukannya kemarin Juna marah-marah, sekarang senyum-senyum gak jelas.
Hingga bel istirahat berbunyi. Laura bergegas menuju ke kelasnya, namun Juna mengikutinya.
"Ngapain ikut? Sana! Pergi," usir Laura galak, ia tak ingin bermasalah lagi hanya karena berdekatan dengan Juna, entah Tiara atau geng motor kemarin.
"Kok jadi galak? Perasaan kemarin kamu itu pemalu, pendiem, terus lucu," Juna lebih suka Laura yang kemarin, jadi ingat kisah cinta orang tuanya, Rinai jutek dan gengsi, Antariksa sabar dan pantang menyerah.
"Budek ya? Sana pergi!" usir Laura marah, baru seumur hidupnya ia naik darah karena Juna.
"Kamu tau gak kalau-" ucapan Juna terpotong saat teriakan Tiara memanggil namanya dari arah utara.
"Sayang! Tungguin aku dong!" teriak Tiara keras, sengaja. Agar semua siswa Permata tau jika Juna hanya miliknya.
Juna berdecak malas, jika ia menghindari Tiara, cewek itu akan mengadu pada Rinai dan ujung-ujungnya uang jajannya di potong 75%.
Laura gunakan kesempatan ini untuk kabur.
Sesampainya di kelas, Laura bernafas lega. 'Huh, capek juga ya lari-lari. Sshh, dadaku sakit,' Laura memegangi jantungnya seperti menusuk-nusuk dan detakannya cepat, ia pernah operasi cangkok jantung dengan biaya yang begitu mahal. Hingga pada akhirnya kedua orang tuanya jatuh miskin demi menebus biaya operasinya.
Laura pingsan.
"Eh, Laura pingsan tuh. Panggilin PMR dong," teriak Bram.
"Safa sama Indri kan PMR. Biar mereka aja yang bawa Laura," ujar salah satu dari mereka, bahkan Laura pingsan pun tak ada yang peduli, hanya diam dan melihat.
"Ck, kalian ini gak peduli banget sih sama Laura. Saf, ndri! Bantuin dong," sentak Bram kesal.
"Iya-iya, bawel amat lo," kata Safa kesal.
"Hih, ngapain pingsan segala sih," keluh Indri, meskipun Laura lemas tapi tubuhnya itu ringan. "Nih cewek gak pernah makan apa? Gak ada berat-beratnya,"
"Iya ndri, ringan banget," Safa membopong Laura, sudah hal biasa jika Laura pingsan.
Pak Mualim yang baru datang pun melihat Laura khawatir.
"Itu Laura sakit?" tanya pak Mualim pada Bram.
"Gak tau pak. Udah kelas sepuluh emang gitu, sering pingsan. Sebelumnya Laura mengeluh sakit tadi di bagian dadanya," jelas Bram. Hanya dirinya yang peduli pada Laura, teman sekelasnya hanya masa bodoh, tak menganggap Laura, menjauhi, memaki, hingga Laura di jahili.
"Semoga Laura di berikan kesembuhan ya. Mari kita berdoa, berdoa mulai," pak Mualim berharap Laura tetap bertahan, murid teladan dua periode berturut-turut itu harus kuat.
"Berdoa selesai. Siapkan selembar kertas, buku yang berbau ekonomi di masukkan ke dalam tas," pak Mualim mulai menluiskan 5 soal beranak di papan tulis.
"Yahh pak, cerita-cerita aja. Jangan ulangan dulu, kan bisa minggu depan," keluh salah satu dari mereka. Memang, pak Mualim sering bercerita entah tentang agama, kesehatan, atau cerita zaman dahulu. Jika bercerita sampai lupa akan pelajarannya.
"Ndak bisa, hahaha," pak Mualim tertawa senang, seperti biasanya, suaranya selalu bikin kaget siapapun.
Helaan nafas kecewa, ada yang senang, menangis, hingga tak sabaran sampai sudah menjawab satu soal lengkap saking pintarnya, dia itu Bram.
Beralih ke SEBELMA, Juna menyusul Laura ke UKS.
Sam mulai bergosip saat Juna meminta izin pada bu Aisofa.
"Eh, si bos mulai tertarik sama Laura?" tanyanya pada Alvaro.
"Kayaknya sih iya. Terus, si bos tadi ngapain nyusul Laura ke perpustakaan segala? Kan si bos males tuh baca buku, pusing katanya tulisan mulu," Alvaro ingin mengecek suhu Juna, jika panas Juna belum minum obat sehingga tak memungkinkan tiba-tiba perhatian dan peduli dengan Laura.
๐๐๐
Juna memandangi wajah Laura yang tengah tertidur cantik. Tenang, damai, sejahtera dan sentosa.
"Gak, jangan ganggu aku! Pergi! Aku udah nepatin janji kamu buat jauhin kak Juna!" Laura sedang bermimpi tentang seorang ketua geng motor kemarin yang membuang belanjaannya seenak jidat.
Juna mengernyit. "Jauhin gue? Ngapain? Siapa sih yang nyuruh-nyuruh begituan sama kamu?" Juna tak ingin membangunkan Laura, mendengar lebih rinci lagi apa yang tengah Laura alami selama ini.
"Beneran! Aku udah jauhin kak Juna! Jangan jadiin aku tawanan lagi! Aku bukan penjahat, aku orang baik," jerit Laura menjadi, ketua geng itu menodongkan pisau lipat. Laura memundurkan langkahnya.
Juna semakin penasaran. "Berarti selama ini Laura di ancam? Ah pantesan jutek, kemarin aja malu-malu,"
"Jangan ganggu aku! Pergi!" Laura bangkit dan melempar bantal UKS sebagai senjatanya agar ketua geng itu pergi.
Juna menjadi korban lemparan bantal Laura. "Eh-eh, main lempar-lempar aja. Bangun woy!" sentak Juna galak, Laura jika bermimpi bahaya juga.
Laura membuka matanya. "Eh, maaf ya. Tadi gak sengaja," ucap Laura merasa bersalah, habislah riwayatnya. Juna akan memarahinya lagi panjang kali lebar kali tinggi sama dengan persegi.
"Siapa yang ngancam kamu?" tanya Juna mengalihkan topik, jika seseorang terlalu kepikiran pasti terbawa hingga di mimpi. Meskipun terkadang di bangunkan dengan teganya.
Laura gelagapan, jika Juna tau pasti akan berujung tawuran nantinya.
"G-gak kok. Tadi aku latihan drama, iya. Biasalah, kalau mau tidur itu berimajinasi dulu," kilah Laura ngawur, padahal mimpinya tadi sangat nyata.
Juna terkekeh. "Latihan drama? Bukannya tadi di kelas kamu lagi ada ulangan ekonomi ya?" Juna membuat Laura mati kutu.
"Eh-, tau ah. Males ngomong sama kak Juna!" Laura turun dari ranjang UKS, ingin kembali ke kelas.
"Haduh, jadi gak ikut ulangan ekonomi kan. Ngapain pingsan segala sih," gerutu Laura kesal, inilah yang ia benci dari penyakitnya. Pingsan berujung UKS atau pulang yang nantinya di marahi sang ibu karena penyakitan.
๐๐๐
Satu dua buah nanas. Liat kamu sama dia hatiku panas. -Juna๏ฟผ๐๐๐"Haduh, jadi gak ikut ulangan ekonomi kan. Ngapain pingsan segala sih," gerutu Laura kesal, inilah yang ia benci dari penyakitnya. Pingsan berujung UKS atau pulang yang nantinya di marahi sang ibu karena penyakitan.Juna meraih pergelangan tangannya. "Kamu kan masih belum baikan. Mending disini aja deh,"Laura menoleh. "Gak usah sok perhatian. Karena kak Juna bukan siapa-siapaku," tegas Laura menusuk."Kata siapa? Kamu itu sekarang pacarku," kata Juna dengan enteng dan santainya."Mimpi aja terus," Laura melangkah pergi dan berlari menghindari Juna. Ia tak ingin hidupnya penuh masalah di sekolah, cukup di rumah.Laura terlalu fokus melihat le belakang memastikan keberadaan Juna hingga gak sadar menabrak seseorang dan sesuatu yang terjatuh."Eh, maaf ya. Aku tadi di kejar banteng," ucap Laura tak enak hati, Bram mengambil pensilnya yang tadinya lancip menjadi tum
Ketika seseorang berada di puncak emosinya siapapun menjadi pelampiasannya. -Anonimous๏ฟผ๏ฟผ๐๐๐Di markas Batalion, Adnan menyusun straegi penyerangan. Reza menyarankan rencana cadangan, yaitu pasukan di tambah dari jumlah 80 menjadi 100."Boleh juga, tapi itu buat jaga-jaga kalau nantinya kita kalah. Reza, baseball punya lo sudah siap?" tanya Adnan menelisik tampilan Reza yang seperti preman pasar."Siap bos," jawab Reza lantang, siap menumbangkan geng Meteor si penguasa jalanan."Fif, lo ikut gak?" tanya Adnan, Afif tak berminat tawuran, namun jika keadaan genting Afif akan turun tangan.Afif menggeleng. "Maaf mas Adnan. Hari ini saya menghadiri acara al-banjari," inilah Afif, seorang cowok yang selalu memprioritaskan agama. Tertarik pada perempuan pun tak berani, takut khilaf nantinya."Iya gak masalah kok fif. Tapi nanti setelah acaranya selesai, markasnya lo jaga ya," pesan Adnan, takutnya nanti geng Meteor melakukan aksi
Kehilangan itu menyakitkan. Lebih sakit lagi dia menjauh dan melupakan. -Adnan๏ฟผ๐๐๐"Masa lalu, biarlah masa lalu. Jangan kau ungkit, jangan ingatkan aku. Masa lalu, biarlah masa la-," belum selesai Sam konser dadakan, Satya memitingnya gemas, di keadaan genting begini Sam dan Alvaro terkadang bercanda."Swtyw! Lpswn gwe!" teriak Sam, wajahnya tenggelam di dada Satya.Baroto yang melihat itu menggeleng heran. "Kalian gak ada yang mau pulang?""Nanti dulu pak. Masih laper nih," curhat Radit dan Adit. Keduanya tukang makan, sama seperti Sam dan Alvaro."Ya sudah, kalau ada apa-apa hubungi saya langsung ya," pak Baroto pamit, meskipun Alvaro berandalan, urakan, namun bagaimanapun juga Baroto sayang pada Alvaro.Ponsel Juna berdering, nama Yudha terpampang jelas."Gawat bos! Markas kita di obrak-abrik sama Batalion. Mereka Ngepung markas, cuman beberapa yang lolos bos," lapor Yudha, di seberang sana motor Yudha melaju kencang. Ja
Satu dua jalan hati-hati. Lukaku pelan-pelan kau obati. -Juna๏ฟผ๏ฟผ๐๐๐"Udah, kalian terus aja bergosip. Buruan bawa teman kalian yang sekarat ini," suruh Radit jengah. Ia membopong Adit ke motornya, mungkin tendangan Irham-lah yang begitu beringas daripada Rizky."Iya dit, bawelnya cangkeme," Alvaro menuruti, Alvaro yang melihat kondisi tiga bawahan Satya pun kecewa, karena tak ada yang menang di antara ketiganya.Adnan mengendap-endap, dengan pisau lipat di tangannya serta sarung tangan agar sidik jari tak bisa di selidiki. Mata Adnan fokus pada Juna yang masih bergeming, sedang melamun atau memikirkan sesuatu.Keenam anak buah Juna pun masih sibuk mengobrol dan berdebat pendapat terutama Sam dan Alvaro yang tiada habisnya.Adnan menusuk perut Juna dari depan, cowok itu beralih menghadap nya dengan wajah syok sekaligus menahan rasa sakitnya karena Adnan semakin memperdalam tusukannya.Adnan tertawa remeh, Juna tak bisa berkat
Saat seseorang yang di rindukan itu celaka, aku hanya bisa berharap kesembuhannya. -Laura๏ฟผ๏ฟผ๐๐๐"Baiklah, tolong yang tanda tangan orang tuanya Juna ya. Jangan di palsukan," bu Aisofa memberikan wejangan, murid-murid bebal biasanya suka memalsukan tanda tangan dan di kenakan poin pelanggaran 20."Baik bu," Satya memutuskan sambungan teleponnya."Kalau kalian mau pulang, silahkan. Jangan disini semuanya, harus ada yang jagain. Kalian butuh istirahat," nasehat Satya, agar esoknya tidak terlambat ke sekolah atau alasan masih mengantuk."Gue dan Adit jagain bos aja. Kalian bisa pulang," ujar Radit, lebih baik menunggu kondisi perkembangan Juna.Sam, Alvaro, dan Satya mengangguk."Kita pamit," kata Satya mengakhiri kata serta undur diri.Setelah ketiganya pergi, Radit dan Adit menunggu. Hingga Jaka akhirnya menampakkan dirinya setelah sekian lama tranfusi darah.Jaka yang melihat dua kakak beradik saja pun heran, dima
Saat seseorang yang di rindukan itu celaka, aku hanya bisa berharap kesembuhannya. -Laura๐๐๐"Baiklah, tolong yang tanda tangan orang tuanya Juna ya. Jangan di palsukan," bu Aisofa memberikan wejangan, murid-murid bebal biasanya suka memalsukan tanda tangan dan di kenakan poin pelanggaran 20."Baik bu," Satya memutuskan sambungan teleponnya."Kalau kalian mau pulang, silahkan. Jangan disini semuanya, harus ada yang jagain. Kalian butuh istirahat," nasehat Satya, agar esoknya tidak terlambat ke sekolah atau alasan masih mengantuk."Gue dan Adit jagain bos aja. Kalian bisa pulang," ujar Radit, lebih baik menunggu kondisi perkembangan Juna.Sam, Alvaro, dan Satya mengangguk."Kita pamit," kata Satya mengakhiri kata serta undur diri.Setelah ketiganya pergi, Radit dan Adit menunggu. Hingga Jaka akhirnya menampakkan dirinya setelah sekian lama tranfusi darah.Jaka yang melihat dua kakak beradik saja pun heran, diman
Tiga empat merpati lari. Maaf aku jarang mengabari. -Juna๐๐๐"Iya Sat,""Jangan kayak adik gue Al panggil bang Satya. Lah bangsat ya? Gimana sih," protes Satya kesal. Ara terlalu polos sekali.Bram yang tau kalau Laura fokus dengan geng Meteor pun mengerti jika sahabatnya ini mencari Juna."Udahlah, gak usah di pikirin. Kalau sembuh kan masuk. Di makan tuh, nanti dingin," Bram membuyarkan lamunan Laura, tampak sedih dan kosong. 'Gue heran deh sama Laura, Juna kan gak ada hubungan apa-apa. Kenal gak, teman bukan, sahabat mustahil, pacar terlalu wow,' batin Bram bingung, setaunya Laura dekat dengan Juna itu karena telat.Sam bersendawa. "Al, makasih banget ya. Udah mau beliin makanan sebanyak ini,""Sama-sama Sam," Alvaro beralih menatap Radit dan Adit doyan pedas, dua kakak-beradik itu mengambil lima sendok penuh sambal di baksonya. Sekarang tau yang mukbang dan ASMR siapa."Kalau sakit perut gimana?" tanya Alvaro khawat
Ketidaklucuan saat kekhawatiran di permainkan. -Laura๐๐๐Wangi, rapi, percaya diri, remaja zaman kini, Juna siap bersekolah. Luka tusukannya kemarin masih terasa, namun Juna ingin memberikan kejutan pada Laura.Rinai yang melihat Juna se-rapi ini heran. "Mau ke kantor apa sekolah?" tanyanya kesal, gen Juna yang sok ganteng itu menurun dari Antariksa.Juna tersenyum manis. "Sekolah, berangkat dulu ya," Juna salim pada Rinai."Jangan banyak gerak, luka kamu belum sembuh total," nasehat Rinai, Juna sama saja seperti Agung yang banyak tingkah."Siap,"Setelah Juna pergi, Rinai kembali membangunkan Antariksa yang masih sibuk di depan komputernya."Ehem ehem, udah kali berduaan sama komputernya. Gak ke toko?" tanya Rinai saat di ruangan pribadi Antariksa.Antariksa menghampiri Rinai. "Iya, ini mau ke toko. Tadi cuman cek supplier persediaannya masih ada apa habis," merasa rumahnya tentram pati Juna sudah berangkat.