Mengklaim seseorang tanpa jawaban itu membuat siapapun kesal. -Laura
๐๐๐
Setelah bel istirahat usai, semua murid SMA Permata memasuki kelasnya masing-masing, bu Setyaningrum mulai beroperasi mengelilingi seluruh sudut sekolah baik yang nampak dan tersembunyi seperti rooftop dan markas, jangan lupakan warung nongkrong andalan geng Meteor itu.
Juna, Radit, Adit, Jaka dan Satya berjalan beriringan. Sam dan Alvaro? Nongkrong di warmac warung marconi.
Bu Setyaningrum tersenyum puas saat geng Meteor itu, tunggu. Sepertinya kekurangan dua personilnya.
Kelima cowok itu menggentikan langkahnya.
"Sam dan Alvaro kemana?"tanya bu Setyaningrum curiga, sebuah penggaris dan buku besar di kedua tangannya.
"Menghitung lumut bu," jawab Jaka ngawur, memang kedua temannya suka lumut, jamur, spora, klorofil, dan akar untuk penelitian pribadinya.
"Ke toilet sambil foto di kaca yang lagi nge-hits di Instagram itu bu," celetuk Radit, selain meneliti kedua temannya ini menyukai photography aestetic nuansa golden hour.
Bu Setyaningrum semakin pusing mendengar alasan nyeleneh dari mereka. "Satya, apa kamu tau?"tanya bu Setyaningrum, beralih menatap Satya.
"Warung bu," jawab Satya terlalu jujur, habislah Sam dan Alvaro.
"Ckck, tega lo Sat," ucap Jaka menggelengkan kepala.
Satya menatap Jaka tajam. "Jangan panggil Sat," ujarnya kesal, jangan Jaka yang menirukan sang adiknya, Nafisa.
Jaka menyengir. "Iya deh. Maaf,"
Satya mudah tersinggung. Entah dalam kata atau perbuatan.
"Terima kasih Satya. Kamu memang teman terbaik," ucap bu Setyaningrum bangga.
"Kok bangga bu?" tanya Jaka terheran-heran.
"Karena Satya ingin yang terbaik bagi mereka," setelahnya, bu Setyaningrum berlalu.
Jaka menyenggol bahu Satya. "Lo sih Sat, gak kasihan apa sama mereka?" nanti Sam dan Alvaro akan menjalani hukuman yakni membersihkan kaca seluruh kelas. Toilet? Sudah klasik, tak ada yang jera malahan.
"Biarin," kata Satya datar.
๐๐๐
Bu Aisofa tengah menjelaskan tentang peta. Hanya sekitar 0.01% dari 99% mereka memilih pura-pura baca buku yang aslinya novel, bersembunyi di balik tubuh gendut demi mencari aman untuk tidur lebih tenang.
"Baiklah sampai disini penjelasannnya. Laura, silahkan ambil peta di meja saja ya," bu Asiofa lebih mempercayai Laura, seusai ke kantor langsung ke kelas, bukan mampir ke kantin membeli jajanan dan air minum.
Laura mengangguk. "Baik bu,"
Saat Laura melangkah dalam perjalanan menuju kantor guru, Juna yang tengah fokus bermain ponselnya pun menabrak Laura.
Ponsel Juna terlempar.
Laura ketakutan. "M-maaf, tadi aku gak sengaja," bahkan dirinya tak berani menyalahkan Juna.
"Gak sengaja? Enak banget kalau ngomong!" sentak Juna emosi, ia mengambil ponselnya. Memeriksa apakah masih bernyawa, namun mati.
"Ponsel gue mati! Gara-gara lo!" Juna menunjukkan ponselnya yang tak bernyawa lagi.
Perasaan Laura di serang rasa bersalah. "M-maaf, sini aku benerin," Laura menengadahkan tangannya. Namun Juna tak meresponnya.
"Ganti," tukas Juna dingin, tak mau tau. Meminta uang pada ayahnya yang ada bambu runcing sebagai ancaman, menabung dalam 6 bulan dari uang sakunya itu tak mudah.
Laura melongo, ganti? Ponsel Juna saja seperti keluara terbaru, warnanya mengkilat. "Tapi, aku kan gak punya uang," ujar Laura takut-takut.
"Gak usah alesan deh. Pokoknya ganti rugi," bantah Juna tak mau tau. Yang bersekolah di SMA Permata kalangan berada, hanya sebagian sedikit saja karena bantuan beasiswa.
"Terus, aku dapat uangnya darimana?" tanya Laura dengan polosnya.
Juna menghela nafasnya, gregetan dengan kepolosan seorang Laura. "Ya kerjalah!atau gak hutang ke siapa kek," jawab Juna ngegas.
"T-tapi kalau gantiin uangnya itu susah kak. Aku gak mau tiap hari di labrak depkolektor," ujar Laura dengan suara bergetar, ia ingin menangis.
Mendengar Laura akan memangis, perasaan Juna sedikit bersalah. Apakah ia berlebihan?
"Yaudah, lo penuhin syarat gue aja," tukas Juna memutuskan, sebuah ide cemerlang dengan keuntungan terlintas dk benaknya.
'Semoga syaratnya gak aneh-aneh,' batin Laura berdoa dalam hati. Mengenai Juna adalah ketua geng Meteor yang kemungkinan akan menjadikannya tawanan atau taruhan bukan?
"Jadi pacar gue sekaligus pembantu pribadi. Gimana?" ya, Juna ingin mencoba yang namanya asmara di masa-masa SMA, hanya bermain-main.
"P-pacar? Tapi kan orang tuaku gak ngebolehin," Laura berlasan lagi, karena ayahnya tak suka jika dirinya di sakiti, khianati oleh cowok siapapun.
"Gue bisa yakinin orang tua lo," ucap Juna tegas, lagipula pacaran ala dirinya tidaklah menye-menye seperti biasanya, Laura hanya membantu saja. Tidak yang lebih seperti perasaan cinta yang tiba-tiba hadir.
"Mau gak?" sentak Juna tak sabaran, sudah baik ia berikan keringanan.
"I-iya kak, mau," Laura harus menyiapkan mental, fisik, hati, jantung, jasmani dan rohani ketika sudah memasuki lingkaran hitam dari seorang Arjuna Zander Alzelvin.
"Aku permisi dulu ya kak," Laura berlalu, berlari kecil menghindari Juna. Pasti bu Aisofa sudah menggu lama, semua ini karena Juna yang terlalu fokus pada ponselnya.
Juna menatap kepergian Laura hingga hilang berbelok di ujung koridor.
Juna tersenyum miring. "Laura, target saya dalam permainan cinta," gumam Juna, jika kepada siswa yang bukan anggota geng Meteor Juna memanggil 'lo-gue,' kata 'aku-kamu,' tunggu saja hingga semut beranak gajah, tak akan pernah dan tidak sama sekali Juna ucapkan.
๐๐๐
Bel pulang sekolah berbunyi, sorakan, teriakan heboh, hingga tak sabaran keluar dari kelas hingga pintu yang tak seluas daun kelor itu pun menjadi rebutan para siswa.
"Weits, sabaran dong. Gue hampir jatuh nih," keluh Bram, sang ketua kelas yang terhimpit.
Laura memilih menunggu hingga siswa berjumlah 34 ekor itu keluar.
Setelah semuanya keluar, Laura melangkah keluar kelas, pulang hari ini ia jalan kaki. Uangnya habis, terakhir dua ribu itu ia belikan jajan ciki daripada roti yang harganya mahal.
Saat melewati parkiran sekolah, langkahnya terhenti karena Juna menghadangnya.
"Kali ini, lo pulang sama gue," keputusan Juna yang seolah sambaran petir di siang bolong pun menjadi daya tarik beberapa siswa yang belum beranjak keluar, entah menunggu guru ekstrakulikuler dan duduk manis sambil makan.
"Gak usah kak, aku bisa pulang sendiri," tolak Laura, tak enak hati. Nanti sang ayah akan me-wawancarainya habis-habisan jika pulang di antar seorang cowok.
"Lo nolak penawaran gue?" tanya Juna tersulut emosi.
"B-bukan itu kak, nanti ayahku marah kalau di anterin cowok," Laura ingin segara kabur daripada Juna terus-terusan memaksa. Pendirian cowok itu tidak bisa di bantah.
Sam, Alvaro, Radit, Adit, Jaka dan Satya hanya menonton. Baru kali ini Juna berurusan dengan seorang cewek, dan itu Laura. Cewek terpilih dari seribu delapan puluh siswa SMA Permata.
"Laura berani banget ya nolak tawaran bos Juna?" tanya Sam mengunyah permen karet.
Alvaro mengedikkan bahunya. "Tau tuh, lagian jarang-jarang bos Juna se-baik ini sampai nawarin nganter pulang," apakah Juna telah melamun di pohon mangga? Dan di sapa mbak kunti? Semuanya masih abu-abu.
Juna menarik tangan Laura menuju motor ninjanya.
Laura meronta. "Kak, lepasin! Aku bisa pulang sendiri" teriak Laura histeris, menarik perhatian orang.
"Aku bawa sepeda kak!" bantah Laura, meskipun tadi pagi ia naik angkot. Sepedanya ia titipkan di rumah bu Yam, jika di rumah sudah di jual, cukup lumayan meskipun 500 ribu.
Juna menghentikan langkahnya. "Sepeda? Mana?" Juna menelisik parkiran sekolah, rata-rata mobil alphard, dan motor ninja bagi beberapa siswa.
"Gak ada tuh, jangan cari alesan ya! Pulang bareng gue kenapa ribet banget sih?" Juna geram, Laura tak tau terima kasih dengannya.
"Pokoknya aku gak mau!" Laura melepaskan cengkraman Juna kasar, ia berlari mencari ojekan.
Juna yang hendak mengejar Laura, di tahan oleh Satya.
"Udahlah bos, kalau dia gak mau jangan di paksain," ujar Satya lembut, Juna selalu emosi.
Juna menghela nafasnya, tenaga dalamnya serta kekuatan marahnya seperti angry bird terkuras habis.
"Yuk, ke warmac," ajak Juna menghilangkan kegabutan, kemarahan, kegregetan dengan gorengan bu Marconi yang selalu hangat, pedas, dan maknyus.
"Let's go besties," sorak Sam dan Alvaro kompak.
"Heh! Kita cowok, bukan girl," bantah Jaka kesal, Sam dan Alvaro kebanyakan nontom DIY miniatur.
"Iya-iya, gitu aja marah Jak," ujar Alvaro datar, alasan ia dan Sam lucu itu agar menyingkirkan kehidupan monoton kelima kutub es geng Meteor
๐๐๐
Janganlah melanggar tata tertib sekolah kalau ingin aman dari ruang Bk dan poin. -Alvaro๐๐๐Laura yang tengah belajar Geografi pun di labrak oleh dua primadona SMA Permata. Tiara dan Rani.11 Ips 1 yang masih beberapa penghuni yang baru hadir. Beralih menatap peristiwa besar yang akan terjadi.Tiara menggebrak meja hingga Laura terlonjak. "Heh! Lo kan yang namanya Laura? Ngaku!" semprot Tiara, datang tak di undang pulang tak mau di antar.Rani mendorong bahu Laura. "Jawab dong! Punya mulut kan? Apa suara lo habis?"Laura menunduk takut. "I-iya, bener," jawabnya terbata. 'Apa gara-gara dekat sama kak Juna?' Laura akan menghindari ketua geng Meteor itu daripada tertimpa masalah lebih banyak lagi."Jauhin Juna! Karena Juna bakalan di jodohin sama gue. So, jangan ngarep deh. Karena lo gak bisa mengambil hati tante Rinai sama om Antariksa," ujar Tiara dengan sombongnya, sudah dari kecil ia di jodohkan dengan Juna, pilihan mamanya emang top ma
Jika keberadaanmu terancam, aku akan menjadi garda terdepan. -Juna๐๐๐Untungnya hujan beralih menjadi gerimis, lantai yang basah membuat siswa yang menuju kantin berjalan hati-hati jika tak ingin terpeleset dan di tertawakan teman sendiri sebelum di tolong atau tidak sama sekali.Sam menarik seragam Alvaro sebagai pegangan, Jaka berpegangan tangan Satya, Radit dan Adit masih di kelas mempersiapkan dagangannya es selendang mayang yang akan di perjual belikan di kantin, kantor, atau beberapa staf TU dan Satpam sekolah."Tau aja gue bantuin Radit, kasihan," gerutu Alvaro menyesal.Sam menepuk bahu Alvaro. "Heh, kan ada Adit adiknya. Udahlah, mending makan-makan sepuasnya," ucap Sam enteng.Alvaro menatapnya sengit. "Ya gendutlah! Gue gak mau ya tubuh gemuk gak atletis lagi," omel Alvaro pada Sam.Satya dan Jaka jengah."Kalian diem dong, dari pelajaran bu Eni berisik teros!" protes Jaka, sampai pelajaran sejarah tadi tidak melekat di
Satu dua buah nanas. Liat kamu sama dia hatiku panas. -Juna๏ฟผ๐๐๐"Haduh, jadi gak ikut ulangan ekonomi kan. Ngapain pingsan segala sih," gerutu Laura kesal, inilah yang ia benci dari penyakitnya. Pingsan berujung UKS atau pulang yang nantinya di marahi sang ibu karena penyakitan.Juna meraih pergelangan tangannya. "Kamu kan masih belum baikan. Mending disini aja deh,"Laura menoleh. "Gak usah sok perhatian. Karena kak Juna bukan siapa-siapaku," tegas Laura menusuk."Kata siapa? Kamu itu sekarang pacarku," kata Juna dengan enteng dan santainya."Mimpi aja terus," Laura melangkah pergi dan berlari menghindari Juna. Ia tak ingin hidupnya penuh masalah di sekolah, cukup di rumah.Laura terlalu fokus melihat le belakang memastikan keberadaan Juna hingga gak sadar menabrak seseorang dan sesuatu yang terjatuh."Eh, maaf ya. Aku tadi di kejar banteng," ucap Laura tak enak hati, Bram mengambil pensilnya yang tadinya lancip menjadi tum
Ketika seseorang berada di puncak emosinya siapapun menjadi pelampiasannya. -Anonimous๏ฟผ๏ฟผ๐๐๐Di markas Batalion, Adnan menyusun straegi penyerangan. Reza menyarankan rencana cadangan, yaitu pasukan di tambah dari jumlah 80 menjadi 100."Boleh juga, tapi itu buat jaga-jaga kalau nantinya kita kalah. Reza, baseball punya lo sudah siap?" tanya Adnan menelisik tampilan Reza yang seperti preman pasar."Siap bos," jawab Reza lantang, siap menumbangkan geng Meteor si penguasa jalanan."Fif, lo ikut gak?" tanya Adnan, Afif tak berminat tawuran, namun jika keadaan genting Afif akan turun tangan.Afif menggeleng. "Maaf mas Adnan. Hari ini saya menghadiri acara al-banjari," inilah Afif, seorang cowok yang selalu memprioritaskan agama. Tertarik pada perempuan pun tak berani, takut khilaf nantinya."Iya gak masalah kok fif. Tapi nanti setelah acaranya selesai, markasnya lo jaga ya," pesan Adnan, takutnya nanti geng Meteor melakukan aksi
Kehilangan itu menyakitkan. Lebih sakit lagi dia menjauh dan melupakan. -Adnan๏ฟผ๐๐๐"Masa lalu, biarlah masa lalu. Jangan kau ungkit, jangan ingatkan aku. Masa lalu, biarlah masa la-," belum selesai Sam konser dadakan, Satya memitingnya gemas, di keadaan genting begini Sam dan Alvaro terkadang bercanda."Swtyw! Lpswn gwe!" teriak Sam, wajahnya tenggelam di dada Satya.Baroto yang melihat itu menggeleng heran. "Kalian gak ada yang mau pulang?""Nanti dulu pak. Masih laper nih," curhat Radit dan Adit. Keduanya tukang makan, sama seperti Sam dan Alvaro."Ya sudah, kalau ada apa-apa hubungi saya langsung ya," pak Baroto pamit, meskipun Alvaro berandalan, urakan, namun bagaimanapun juga Baroto sayang pada Alvaro.Ponsel Juna berdering, nama Yudha terpampang jelas."Gawat bos! Markas kita di obrak-abrik sama Batalion. Mereka Ngepung markas, cuman beberapa yang lolos bos," lapor Yudha, di seberang sana motor Yudha melaju kencang. Ja
Satu dua jalan hati-hati. Lukaku pelan-pelan kau obati. -Juna๏ฟผ๏ฟผ๐๐๐"Udah, kalian terus aja bergosip. Buruan bawa teman kalian yang sekarat ini," suruh Radit jengah. Ia membopong Adit ke motornya, mungkin tendangan Irham-lah yang begitu beringas daripada Rizky."Iya dit, bawelnya cangkeme," Alvaro menuruti, Alvaro yang melihat kondisi tiga bawahan Satya pun kecewa, karena tak ada yang menang di antara ketiganya.Adnan mengendap-endap, dengan pisau lipat di tangannya serta sarung tangan agar sidik jari tak bisa di selidiki. Mata Adnan fokus pada Juna yang masih bergeming, sedang melamun atau memikirkan sesuatu.Keenam anak buah Juna pun masih sibuk mengobrol dan berdebat pendapat terutama Sam dan Alvaro yang tiada habisnya.Adnan menusuk perut Juna dari depan, cowok itu beralih menghadap nya dengan wajah syok sekaligus menahan rasa sakitnya karena Adnan semakin memperdalam tusukannya.Adnan tertawa remeh, Juna tak bisa berkat
Saat seseorang yang di rindukan itu celaka, aku hanya bisa berharap kesembuhannya. -Laura๏ฟผ๏ฟผ๐๐๐"Baiklah, tolong yang tanda tangan orang tuanya Juna ya. Jangan di palsukan," bu Aisofa memberikan wejangan, murid-murid bebal biasanya suka memalsukan tanda tangan dan di kenakan poin pelanggaran 20."Baik bu," Satya memutuskan sambungan teleponnya."Kalau kalian mau pulang, silahkan. Jangan disini semuanya, harus ada yang jagain. Kalian butuh istirahat," nasehat Satya, agar esoknya tidak terlambat ke sekolah atau alasan masih mengantuk."Gue dan Adit jagain bos aja. Kalian bisa pulang," ujar Radit, lebih baik menunggu kondisi perkembangan Juna.Sam, Alvaro, dan Satya mengangguk."Kita pamit," kata Satya mengakhiri kata serta undur diri.Setelah ketiganya pergi, Radit dan Adit menunggu. Hingga Jaka akhirnya menampakkan dirinya setelah sekian lama tranfusi darah.Jaka yang melihat dua kakak beradik saja pun heran, dima
Saat seseorang yang di rindukan itu celaka, aku hanya bisa berharap kesembuhannya. -Laura๐๐๐"Baiklah, tolong yang tanda tangan orang tuanya Juna ya. Jangan di palsukan," bu Aisofa memberikan wejangan, murid-murid bebal biasanya suka memalsukan tanda tangan dan di kenakan poin pelanggaran 20."Baik bu," Satya memutuskan sambungan teleponnya."Kalau kalian mau pulang, silahkan. Jangan disini semuanya, harus ada yang jagain. Kalian butuh istirahat," nasehat Satya, agar esoknya tidak terlambat ke sekolah atau alasan masih mengantuk."Gue dan Adit jagain bos aja. Kalian bisa pulang," ujar Radit, lebih baik menunggu kondisi perkembangan Juna.Sam, Alvaro, dan Satya mengangguk."Kita pamit," kata Satya mengakhiri kata serta undur diri.Setelah ketiganya pergi, Radit dan Adit menunggu. Hingga Jaka akhirnya menampakkan dirinya setelah sekian lama tranfusi darah.Jaka yang melihat dua kakak beradik saja pun heran, diman