Di tempat dan zona waktu berbeda, Dimas tengah asik menemani Mikha bersama kedua anak kembarnya di taman. Pria itu memang telah menaruh hati pada Mikha sejak awal mereka berjumpa, terlebih ia mengetahui Mikha pergi dan telah menggugat cerai suaminya.
"Lihat mereka tertawa seperti itu rasanya membuat kita ikut bahagia. Kita benar-benar terlihat seperti keluarga kecil yang bahagia," tuturnya menatap wanita yang berada di sampingnya.
Seketika raut wajah Mikha berubah. Walaupun ia telah berpisah dan kabur dari sang suami bertahun-tahun lamanya, namun baginya cinta dan perasaan kepada Maxim takkan pernah hilang dan tergantikan.
"Mereka masih punya papa, tak pantas kau berkata seperti itu. Dimas, aku sangat menghargai perasaanmu tapi...,"
"Tapi kau dan dia belum resmi bercerai? Dan kau masih mencintainya? Hah, laki-laki macam apa yang membuat seorang istri meninggalkannya dan bahkan selama 4 tahun tidak menemui istrinya bahkan anak-anaknya," ucap Dimas sarkas, ia sudah lelah berkali-kali mendapatkan penolakan dari wanita itu.
Mikha beranjak dan segera berteriak memanggil Kedua buah hatinya untuk mengajaknya pulang.
"Sekali lagi aku tegaskan kalau aku yang meninggalkan dia. Dia suami yang sangat baik, dan aku hanya mencintainya seumur hidupku. Terima kasih selama ini kau telah banyak membantuku, aku mohon lupakan perasaanmu padaku," ucap Mikha gusar dan meninggalkan Dimas seorang diri.................
Sejak hari itu Mikha menjaga jarak dari Dimas, ia tidak ingin berlarut-larut memberikan harapan palsu dan menyakiti hati pria yang telah banyak membantunya selama tinggal di Kalimantan.
Hingga 3 hari berlalu. Hari itu lagi-lagi, pria berkulit eksotis itu menghampirinya di toko kue miliknya.
Sepertinya Dimas benar-benar tidak ingin menyerah, ia selalu mendekati Sunny, anak dari Mikha yang cukup dekat dan lengket dengannya."Sunny, ikut Paman ke minimarket yuk," ajaknya pada gadis kecil berusia 4 tahun itu.Gadis kecil berwajah blasteran itu berjingkrak senang dan langsung berhambur ke dalam gendongan Dimas.
Sesungguhnya Dimas memang sudah sangat menyayangi si kembar Sunny dan Shine, walaupun Shine selalu acuh dan menjaga jarak dengan dirinya.Mereka kembali dari minimarket dengan sebuah coklat di tangan Sunny, namun langkah Dimas tiba-tiba terhenti kala memasuki toko Kue Mikha.
Ia melihat seorang pria tampan berkulit putih tengah bersimpuh hadapan Mikha. Dimas memicingkan matanya, mencoba mengingat-ingat karena merasa familiar dengan wajah pria tersebut.Deg!
Hati Dimas serasa tercekat, kala mengetahui bahwa sosok seorang superstar yang berada di hadapannya adalah suami dari wanita yang ia cintai.
Pria itu menelan salivanya kasar, dan beranjak keluar tanpa diketahui siapapun.................
Dimas memasuki kamar asramanya dengan wajah muram, hingga membuat Yudhi yang tengah bermain gitar terheran-heran dengan sahabatnya.
"Buset, itu muka lecek banget kayak cucian belum di setrika," ledek Yudhi kepada Dimas.Pria itu merebahkan diri di atas ranjang dan mengusap wajahnya kasar. "Mikha, Yud," ucapnya lirih.
"Kenapa lagi? Di tolak lagi?" tanya Yudhi seraya menahan tawanya. Yudhistira Galih Wardhana, adalah Sersan muda di usianya yang baru 25 tahun. Pria tampan beralis tebal dan berlesung pipi dangkal itu adalah sahabat Dimas sejak baru masuk pendidikan militer, walaupun kini pangkat mereka jauh berbeda."Suaminya datang," jawab Dimas singkat hingga seketika membuat tawa Yudhi pecah.
"Hahahahahaha, so-sorry wahahahaha, aduhhh makanya gue bilang apa, gak usah berharap sama wanita bersuami hahahaha."Dimas berdecih melihat kelakuan Yudhi yang tertawa terpingkal-pingkal, ia mengambil sebuah bantal dan melemparnya tepat mengenai wajah Yudhi.
"Gue sumpahin, lu bucin sama istri orang!"................
"Mommy! Daddy!" Marrie berteriak seraya berlari-lari kecil menghampiri kedua orang tuanya. Marrie duduk ditengah-tengah ibu dan ayahnya yang tengah menonton siaran televisi.
"Ada apa sayang? Kok teriak-teriak seperti itu?" tanya Nyonya Anna, ibu dari Marrie dengan wajah bingung.
Marrie mengambil ponsel miliknya dan menunjukkan sebuah foto kebersamaan kakak keduanya bersama sepasang anak kembar laki-laki dan perempuan."I-ini?"
"Ya, Mom. Kakak sudah menemukan Kak Mikha dan anak kembarnya. Semoga kesalahpahaman antara mereka bisa segera selesai, bolehkah aku menyusul kesana?" tanya gadis bermanik biru itu dengan senyuman merekah.
Tuan Andrew, hanya mengulas senyuman dan mengusap pucuk kepala putrinya. "Boleh sayang, titip salam ya. Maaf Mommy dan Daddy tidak bisa kesana, Daddy belum sanggup untuk melakukan perjalanan jarak jauh," tutur Tuan Andrew.
Dua hari berlalu, gadis blonde itu akhirnya menginjakkan kakinya di tanah Borneo. Hatinya begitu bahagia mendapatkan kabar kalau Kakak keduanya telah menyelesaikan kesalahpahaman dengan istrinya, dan akan segera rujuk serta melangsungkan akad nikah ulang saat itu juga.
Kini sampailah ia di sebuah alamat yang di berikan kakaknya, dan segera melangkah masuk untuk menyaksikan pernikahan ulang Max dan Mikha.SAH!!!
Serentak semua orang mengucapkan kata "Sah", menandakan telah selesainya prosesi akad nikah. Marrie tersenyum dan segera berlari kecil dengan sebuah koper di tangan kanannya.
BRUKKK!!!
Tiba-tiba ia bertabrakan dengan seseorang, Mata biru gadis blonde itu membulat sempurna saat melihat sosok yang ia tabrak.
"Di-Dimas? Kamu Dimas?" ucap wanita blonde itu terperangah nyaris tidak percaya.Dimas nampak mengernyitkan keningnya dan memicingkan kedua matanya, "Maaf, kenapa Nona tau nama saya?" tanyanya bingung.
"Aku Marrie, empat tahun lalu kita pernah bertemu di bandara London. Kau menolongku saat aku terjatuh," ucap Marrie semangat, ia sangat senang kembali menemukan pujaan hatinya yang telah bertahun-tahun ia cari.
"Aku sama sekali tidak menyangka, kalau kamu ada disini! Apakah kau teman Kak Mikha, kakak iparku?" tanyanya kembali dengan wajah berseri-seri. Ia sungguh tidak menyangka dengan rencana Tuhan.
Di balik masalah yang menerpa rumah tangga kakak keduanya, rupanya menyimpan sesuatu yang selalu ia lontarkan di setiap doanya.Setiap hari, ia selalu berdoa agar kembali dipertemukan dengan pujaan hatinya. Pria yang telah membuatnya gila dan menunggu bertahun-tahun lamanya tanpa sebuah kepastian.
Berbeda dengan Marrie, mimik wajah pria itu tampak masam dan menatap Marrie dengan pandangan tidak suka. Ia baru menyadari bahwa gadis yang dahulu ia tolong ternyata seorang adik dari pria yang kini merobek-robek hatinya, bahkan dengan mudah merebut wanita yang telah lama ia perjuangkan.
"Maaf saya tidak ingat. Saya permisi dulu, Nona," ucapnya ketus, lalu pergi begitu saja dari hadapan Marrie.
Namun gadis bernetra biru itu mengulas senyuman simpul, ia bertekad tidak akan pernah melepaskan pria itu lagi begitu saja.................
Sang surya beranjak dari peristirahatannya, pancaran arunika mewarnai cakrawala bumi pertiwi. Burung-burung bersenandung ria, kupu-kupu berterbangan nan elok mengelingi hamparan puspa bermandikan embun.
Sebuah keluarga yang telah lama berpisah, kini bersatu kembali dan berkumpul mengelilingi meja makan. Menyantap sarapan hingga sesekali bersenda gurau.
"Jadi, setelah mengurus kepindahan ibu dan bapak ke Yogya kita baru kembali ke London. Rika kamu baik-baik disini," tutur Mikha pada adik perempuannya yang masih harus menyelesaikan masa koas-nya selama dua Minggu kedepan di sebuah rumah sakit di kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.
Rika hanya mengangguk dan tersenyum menanggapi ucapan kakaknya.
"Emmm Kak, aku akan menemani Rika. Aku ingin mengenal Dimas, kakak kenal Dimas? Kemarin ia datang kok, di acara akad nikah kalian," celoteh Marrie tiba-tiba hingga seluruh perhatian tertuju kepada gadis blonde itu.Mikha mengernyitkan keningnya dan menatap tajam pada sosok sang adik iparnya. Sedangkan Marrie yang baru menyadari kebingungan orang-orang disekitarnya langsung tersebut dan menelan makanan yang masih berada di mulutnya.
"Ehm begini loh, Kakak ingat kan pria militer yang sudah buat aku jatuh cinta 4 tahun lalu?""Iya, terus," jawab Mikha menanggapi.
Marrie lagi-lagi tersenyum, semburat merah muda terlihat jelas di kedua pipinya.
"Ja-jadi, pria itu Dimas namanya dan kemarin aku bertemu dengannya disini,"Sontak Mikha dan Rika terkejut, mata kedua wanita itu membulat sempurna.
"Apa?"................
Semenjak Mikha rujuk dengan suaminya, ia benar-benar membatasi diri untuk berkomunikasi dengan Dimas. Hati pria itu terasa begitu hampa, bagaikan ada sesuatu yang berharga hilang dari dirinya.Pagi itu, ia tampak menikmati secangkir kopi di sebuah coffee shop, pikirannya begitu kalut dan hatinya begitu sesak. Hingga tiba-tiba tampak seseorang mendekat kearahnya."Hai," sapa gadis blonde yang kini berdiri di meja yang ditempati oleh Dimas, dengan memegang segelas kopi di tangannya.Dimas hanya melirik sejenak lalu segera memalingkan wajahnya. "Apakah aku boleh duduk di sini?" tanya Marrie dengan menunjuk kur si kosong dihadapan Dimas."Duduk saja," jawab pria itu dingin.Sejenak suasana menjadi hening, Marrie nampak serba salah karena sikap Dimas sangat jauh berbeda.Gadis bermata biru itu mencoba memberanikan diri untuk memulai percakapan kembali."Emm Dimas, kau benar-benar tidak mengingatku?" ucapnya gugup.Dimas hanya melirik deng
Dimas melangkahkan kakinya menuju kamar tidurnya, pria itu melepaskan baret yang ia kenakan lalu duduk di pinggir ranjangnya.Pandangan beralih pada totebag yang ia bawa lalu membukanya perlahan. sebuah kotak makan yang berisi nasi goreng spesial dengan sepucuk surat berwarna merah muda.Dimas memandangi sejenak surat tersebut lalu mulai membacanya.Hai Dimas,Aku buatkan nasi goreng spesial untukmu, semoga kamu suka ya.Maaf kalau tidak enak, karena sejujurnya ini adalah kali kedua aku memasak.Aku jadi pengen cerita, dulu pertama kali aku masak karena permintaan Kak Mikha waktu sedang hamil si kembar, Aku buat nasi goreng bermodalkan video YouTube, dan bodohnya aku malah memasukan gula bubuk bukannya garam hahahaTapi kalau dipikir-pikir, untung aku memasukkan gula. Bayangkan saja kalau aku memasukkan garam yang gak ditakar. Bisa-bisa yang makan langsung kena tekanan darah tinggi.Dan sialnya, alih-alih memakannya eh Kak Mikha malah mema
Sebuah mobil berhenti tepat di depan rumah milik Indah, tepatnya rumah yang pernah Mikha dan keluarganya tempati di Tabalong.Keluarlah sosok pria bertubuh tegap dan seketika di sambut oleh seorang scurity bernama Fajar."Pagi mas Dimas, wah apa kabar nih? Sudah lama gak keliatan," tanya Fajar dengan ramah, dan di balas senyuman oleh Dimas."Alhamdulillah baik, iya belakangan ini saya sibuk. Oh ya, Nona Indah ada?" tanyanya kembali, yang belum mengetahui jika Indah telah menikah dan mengikuti sang suami untuk kembali tinggal di Inggris.Fajar mengulas seutas senyuman dan mulai membuka mulutnya, "Wah ketinggalan berita, Nona Indah sudah menikah mas dan sekarang tinggal di London dengan suaminya. Jadi rumah ini kosong, cuma kami para pekerja yang menempatinya," tuturnya."Boleh saya minta nomor ponsel Indah atau Mikha?" pintanya kembali karena sepertinya dua wanita itu telah mengganti nomer ponselnya. Namun Fajar nampak bergeming dan menggaruk-garuk kepa
"...dengan emas kawin tersebut di bayar tunai!"Sah! Alhamdulillah!Suara hamdalah terdengar serentak memenuhi sebuah Masjid di ibukota Jakarta. Kini, sepasang anak manusia baru saja resmi menjadi sepasang suami istri.Sang mempelai pengantin pria terlihat menyematkan sebuah cincin pernikahan pada jari manis mempelai wanita dan di balas ciuman di punggung tangan oleh istrinya.Tanpa mengucapkan sepatah kata apapun, pria itu telah berhasil menyakiti relung hati Marrie yang paling dalam. Seketika tubuh gadis itu terasa lemas, otaknya benar-benar tidak bisa untuk berpikir. Lolos sudah air mata dari kedua mata berlensa birunya, cinta yang sudah ia cari dan tunggu bertahun-tahun kini hancur hanya dalam waktu 5 menit saja."Marrie," Yudhi memperhatikan gadis di sampingnya, hatinya benar-benar ikut merasakan sakit kala melihat wajah Marrie yang benar-benar telah berubah pias.Tanpa berkata apa-apa, Marrie berbalik dan melangkahkan kakinya meninggalka
Tok...Tok...Tok..."Marrie, kamu sudah tidur belum?" Mikha mengetuk pintu kamar adik iparnya, memastikan gadis itu sudah tertidur atau masih terjaga. Marrie yang masih berdiri di balkon kamar segera berjalan menuju pintu kamarnya.CklekPintu terbuka, Mikha nampak membawa segelas susu hangat di atas nampan."Kirain kakak, kamu udah tidur. Nih kakak bawain susu buat kamu," tuturnya lembut dan menyerahkan susu tersebut kepada Marrie."Terima kasih, Kak. Maaf, kedatanganku malah jadi ngerepotin kakak padahal kakak lagi hamil dan udah capek ngurusin Kak Max dan kembar," ucapnya lirih, merasa tidak enak hati dengan kakak iparnya.Mikha hanya mengulas senyuman dengan adik iparnya, wanita berhati lembut itu sudah menyayangi Marrie seperti Rika, adik kandungnya sendiri."Kamu itu ngomong apa? Kayak baru kenal Kakak sehari dua hari aja. Marrie, kamu itu adiknya kakak, sama seperti Rika. Jadi, kakak harap jika ada sesuatu yang mengganggu hati
Air langit mulai turun membasahi bumi, menyebarkan aroma tanah basah yang begitu menenangkan indera penciuman.Yudhi terlihat asik bersenandung seraya melenggak lenggokan kepalanya ke kiri dan ke kanan, tak lupa permen kaki yang setia menemaninya di manapun dan kapanpun."Am I supposed to leave you now, when you're looking like that? I can't believe what I just gave away now I can't take it back," Yudhi bersenandung ria dengan earphone yang terpasang di telinganya."Yudhi, Dhi! Yudhi! Yudhistira Galih Wardhana!" teriak Joko dengan suara medoknya tepat di samping telinga Yudhi.Yudhi terperanjat kaget dan mengusap-ngusap telinganya yang berdenging, "Bujug buset, kuping gue bisa budeg Jokoooooooooo!" protes Yudhi kepada rekan seprofesinya. Joko hanya menyengir mendengar celotehan Yudhi, "Habisnya Kowe, tak panggil ora krungu."*Habisnya kamu, saya panggil tidak dengar."Kan lu bisa nepuk pundak gue, Joko saswito priyadi sadewo arya dininggrat wija
Flashback ONDimas tampak menatap wajah ibunya yang tengah terbaring lemah, wajah wanita paruh baya itu terlihat pucat karena penyakit kista yang tertanam di tubuhnya."Dimas, ibu ingin melihatmu menikah," ucapnya lemah namun membuat Dimas benar-benar terkejut dengan permintaan ibunya."Bu, sabar ya. Dimas pasti akan menikah, Dimas akan secepatnya memperkenalkan calon istri Dimas pada ibu," jawabnya lirih dan lembut seraya menggenggam tangan ibunya, namun reaksi sang ibu sungguh tak di duga. Wanita itu menarik genggaman tangan sang putra dan memalingkan pandangannya."Ah tidak, ibu hanya ingin kau menikahi gadis pilihan ibu. Secepatnya," pintanya memaksa."Tapi bu," Dimas mencoba berkilah namun ucapannya segera disanggah oleh sang ibu."Tapi apa? Kalau tidak menurut, Ibu tidak ingin di operasi, lebih baik ibu mati saja!" ancam wanita tua itu dengan memaksa.Flashback Off................"Hari-hariku seperti di neraka, k
"Get your hands off her!" Pekik seorang pria yang langsung mendekat kearah Marrie.Marrie tampak mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali, guna memastikan kalau penglihatannya tak salah. "Damn! Who are you?" Raymond berdecak kesal dengan pria yang kini berada tepat di hadapannya. Tatapan pria itu begitu tajam dan menusuk, membuatnya begidik ngeri kala beradu pandang dengannya. "She's my GIRLFRIEND!" ucap pria misterius itu dengan menekankan kalimat Grilfriend, membuat Marrie terkejut dan terperangah. "Hahaha I dont care, aku hanya ingin bersenang-senang dengannya. Betul kan sayang?" Raymond berkata dengan nada mengejek dan menyentuh wajah Marrie yang terlihat ketakutan. "Damn it!" BRUKKK!!! Yudhi yang geram seketika memukul Raymond dengan brutal.Perkelahian tak dapat terelakkan, namun karena kemampuan bela diri Yudhi yang sangat terlatih membuatnya dengan mudah melumpuhkan Ray hingga babak belur. "Pergi!" Yudhi berteri
Seorang pria menatap nanar pemandangan Ibukota dari balik jendela kamar hotel yang ia tempati. Sudah semalaman suntuk ia terjaga, pikirannya melayang kemana-mana, memikirkan nasib rumah tangganya dan hatinya.Pikirannya terus menerus berandai-andai, menyesali segala sifatnya yang terlalu lemah.Andai ia tidak egois dan menyia-nyiakan ketulusan gadis yang benar-benar mencintainya, andai ia berani menolak perjodohan yang telah diatur oleh ibunya, mungkin semuanya takkan seperti ini.Terbelenggu jeratan takdir yang menjerumuskannya ke dalam neraka rumah tangga.Dimas terus-menerus merutuki kebodohannya, ia berjalan keluar menuju balkon kamar yang terletak di lantai dua puluh sebuah gedung pencakar langit.Pria putus asa itu mengeluarkan sekotak rokok dari saku celananya, mengambil sebatang rokok lalu menyulutnya dengan sebuah pemantik.Dimas menyesap benda candu yang sudah bertahun-tahun ia tinggalkan, pikiran kacau tak mampu berpikir jernih."A
"Ampun Tuan! Saya mohon maafkan kesalahan anak saya," suara seorang pria paruh baya, memenuhi sebuah rumah mewah yang berada di sudut kota London.Terlihat Jhon tersenyum kecut seraya menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Hahahaha apa? Ampun? Apa anak kalian yang otaknya kosong itu berpikir sebelum bertindak?" cibir Jhon, mata birunya menyorot tajam seorang pemuda yang tengah dipaksa berlutut oleh kedua orang tuanya. Jhon melangkah perlahan lalu berdiri tepat di hadapan pemuda itu. Kaki kanannya berayun menyentuh dagu pemuda itu hingga mendongakkan wajahnya."Kau! Lancangnya mencelakai adikku!" Brak! "Raymond!" pekik kedua orang tua pemuda itu histeris, Jhon yang murka tidak segan-segan memandang wajah Raymond hingga hidungnya mengeluarkan darah.Setelah puas menyiksa orang-orang yang terlibat dalam penjebakan Marrie malam itu, tanpa berkata apapun lagi Jhon melangkahkan kakinya keluar rumah. "Frans, cabut saham kita di perusah
Dimas melangkah masuk menuju pintu rumahnya, beberapa kali ia ketuk pintu tetapi sama sekali tidak ada jawaban dari Shinta.Pria itu mengambil ponsel saku celananya, mencoba menelpon keberadaan sang istri karena walau bagaimanapun ia khawatir karena Shinta tengah mengandung.Beberapa kali ia mencoba menghubungi sang istri, tapi nihil. Tidak ada jawaban sama sekali, dengan panik ia segera mengambil kunci cadangan, takut terjadi apa-apa dengan Shinta di dalam rumah."Shinta! Shinta!"Dimas mengedarkan pandangannya keseluruhan arah, mencoba menelisik keberadaan sang istri di setiap ruangan."Shinta! Ya ampun, kemana lagi dia?" ucapnya frustasi, lagi dan lagi Shinta pergi tanpa meminta izin kepadanya terlebih dahulu.Dimas mencoba menghubungi mertua dan ibunya, mencoba mencari tahu keberadaan istrinya. Namun, Shinta tak berada di manapun, membuatnya semakin berada di ambang kepanikan.Pria itu menajamkan pendengarannya saat mendengar deru mes
Hari itu Dimas mencari keberadaan Yudhi, tetapi nihil. Pria itu tak kunjung ditemukan. Beberapa kali pula ia mencoba menelpon sahabatnya tapi lagi-lagi ponsel milik Yudhi sama sekali tidak dapat dihubungi."Joko!" pekik Dimas kala melihat Joko yang berjalan jauh di depannya."Joko, tunggu!"Joko menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah sumber suara. Terlihat Dimas berlari kecil mendekatinya dengan napas yang sedikit terengah-engah."Ada apa? Wes kaya wong dikejar setan," tanya Joko bingung.Dimas diam sejenak, mencoba mengatur napas dan intonasi suaranya sebelum bertanya kepada Joko."Yudhi mana? Aku telepon gak bisa.""Piye kamu ini, satu kompi lagi ada tugas bantuan evakuasi ke daerah yang dilanda gempa," jawab Joko santai."Ah astaga! Aku lupa tapi, sampean gak ikut?" tanya Dimas kembali.Seketika Joko menepuk keningnya dan berdecak pinggang, "Kowe ora liat, kaki aku di perban gara-gara sopo? Aku kemarin 'kan terkilir ga
Selepas bertugas, Yudhi melajukan motornya menuju alamat yang sudah diberitahu oleh John.dengan senyuman yang mengembang, pria tampan beralis alis tebal itu melajukan sepeda motornya membelah hiruk pikuk kota Jakarta.Sejenak ia menepikan kendaraannya di sebuah toko bunga, melihat-lihat hamparan bunga-bunga yang terpajang dengan indahnya."Ada yang bisa saya bantu, Mas?" tanya seorang pegawai toko bunga tersebut."Saya mau sebuket bunga rose yang warna merah jambu ya. Tolong di susun yang cantik," ucapnya seraya mengusapkan tengkuk lehernya, karena sejujurnya ini adalah kali pertama ia membeli bunga untuk seorang wanita.Segala perasaan berkecamuk di dadanya, Yudhi sudah tidak sabar untuk menemui Marrie.Rasa rindu semakin mendominasi memenuhi relung sanubarinya."Ini, Mas! Sudah jadi," ucap pelayan tersebut seraya menyerahkan sebuket mawar berwarna pink."Oh, ok Mbak! Berapa?" tanya Yudhi seraya mengeluarkan dompet yang tersimpan di
Wajah Marrie seketika ditekuk kala mendengar perkataan Maxim.Ketiga pria di rumahnya benar-benar kompak dan sama sekali tidak ada yang membelanya."Ih, ya sudah aku mau packing! Besok berangkat," tutur Marrie pasrah.Jhon dan Tuan Andrew tersenyum seringai, melihat rencana mereka yang berjalan mulus.Di kamar Mikha yang sebenarnya keberatan, hanya bisa protes kepada suaminya. Walaupun ia setuju Marrie dijodohkan dengan Yudhi, tetapi membiarkan mereka tinggal satu atap bukanlah pilihan yang tepat."Max, aku tuh takut kalau kejadian Indah dan Kak Jhon terulang! Namanya tinggal bareng, apalagi mereka belum menikah!" protesnya kala mengingat kejadian beberapa tahun silam, saat Jhon dulu pernah menghamili sahabatnya di luar ikatan pernikahan dan berujung tragis.Sedangkan Max hanya menyengir kuda menanggapi ocehan sang istri yang seakan tiada habisnya. Ucapan Mikha memang benar, tetapi ia juga tidak bisa berbuat banyak jika itu sudah merupakan kehendak
"Yudhi!" "Maaf Nona, anda tidak dapat masuk," ucap seorang pegawai bandara, menahan pergerakan Marrie yang memaksa untuk masuk.Namun, gadis itu tidak peduli, ia terus saja berteriak memanggil nama Yudhi, dengan tubuh memberontak meminta dibebaskan. "Lepaskan! Saya ingin bertemu tuangan saya!" "Maaf, anda bisa menunjukan tiket jika ingin masuk," ucap petugas bandara tersebut.Sementara sosok pria yang diduga Yudhi sudah semakin jauh dan menghilang dari pandangan. Marrie terkulai lemas, tubuhnya merosot begitu saja. Sungguh ia ingin meminta maaf atas segala prilaku buruknya kepada Yudhi.Ia menghapus cairan bening yang keluar dari sudut matanya dengan kedua punggung tangannya, lalu memalingkan wajahnya ke arah lain. "Kakak!" pekik gadis blonde itu kala melihat kedua kakaknya dari kejauhan. Marrie segera bangkit dan berlari tergopoh-gopoh, dengan napas yang su
Marrie bergeming menatap surat yang ia baca.Wanita mana yang tidak luluh dengan sikap manis dan hangat yang di berikan seorang pria, Marrie terpesona. Pandangannya menatap wajah pria yang tengah tersenyum manis kepadanya. "E-Emm, aku mau pulang," ucapnya, mencoba menarik kembali kesadarannya. "Marrie, please! Kali ini saja, besok aku harus kembali ke Indonesia," tutur Yudhi memohocn dengan sebelah tangannya yang terus menggenggam tangan gadis itu. "Aku tidak peduli!"Gadis berkulit putih itu menepis tangan Yudhi lalu meninggalkannya seorang diri. "Marrie, please! Tolong berikan aku kesempatan sekali saja untuk membuktikan kesungguhanku padamu." Gadis itu menghentikan langkah kakinya lalu menoleh pada Yudhi yang terus saja mengekor padanya."Yudh, cinta itu gak bisa di paksakan! Kau tidak cinta padaku dan aku tidak cinta padamu!" pekik gadis itu seraya menunjuk-nunjuk dada Yudhi dengan jari telunjuknya. Yudhi terdiam, hatinya
Dimas nampak bersiap dengan seragam yang telah membalut tubuh tegapnya, dilihatnya jam yang menempel pada dinding kamarnya, sudah menunjukan pukul 7 tepat. Dimas keluar kamar menuju meja makan."Shinta, sarapanku mana?" tanyanya bingung, karena sama sekali tidak ada makanan bahkan air putih di meja tersebut."Shinta?" panggilannya sekali lagi.Shinta datang dengan pakaian yang tampak rapih, dipadu makeup bold yang menghias wajahnya."Aduh maaf ya mas, aku ada janji sama ibu," ucapnya santai sambil menenteng hells di tangannya."Sepagi ini? Mau kemana?" tanya Dimas bingung."Mau Arisan, pulangnya jalan-jalan dulu ke mall. Bagi duir dong mas," pintanya tanpa sopan. Dimas hanya menghela napasnya lalu mengeluarkan dompet miliknya. Ia malas untuk bertengkar pagi-pagi, terlebih jika nanti ibu harus ikut campur. Tidak akan ada yang membelanya dan hanya membuang tenaga.Dimas memberanikan 5 lembar uang 100 ribuan dari dalam dompetnya, lalu memb