Share

132. PERGI ADALAH KEHARUSAN

Tidak ada kalimat yang mampu menjabarkan apa yang sedang kurasakan detik ini.

Dalam dekapan Santo yang panas tubuhnya menyelimuti diri, aku tidak bisa mengatakan apapun kecuali memperdengarkan isak!

Sementara jiwaku berteriak menyalahkan segalanya, terutama diriku sendiri!

Aku bahkan menyalahkan takdir yang nyatanya tidak ingin menunjukkan keramahannya pada bocah lelaki yang memelukku begitu erat.

Bocah lelaki yang mampu membuatku menatap esok hari setiap aku melihat senyumnya saat bangun.

Sementara kini, tubuh panasnya tidak mampu meluruhkan rasa kecewa diri pada dunia kami, pada hidup kami, pada takdir kami!

Nyatanya

Dunia begitu kejam kali ini.

*

**

***

"Eyang, saya ingin bicara."

Begitu pulang aku langsung menemui wanita yang sedang bicara dengan cucu pertamanya.

Lelaki yang kutinggalkan begitu saja di rumah sakit, hanya menatapku yang tidak menyapa atau mengatakan maaf.

Sementara mataku hanya melihat neneknya yang diam beberapa saat sebelum mengangguk.

"Iya, Ndok
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status