Hatinya masih bergejolak dengan perasaan marah dan kecewa setelah mendengar orang tuanya menjualnya begitu saja kepada pria ini. Ketika Dante akhirnya muncul di hadapannya, tatapan mata Zera dipenuhi dengan rasa takut yang bercampur aduk dengan ingatan yang tiba-tiba menyeruak.
Saat Dante mendekat, Zera mendadak merasakan sebuah memori yang begitu kuat menghantam pikirannya—malam gelap yang penuh bahaya, ketika seorang pria terluka parah di sebuah jalanan sepi, dan Zera, dengan keberanian yang jarang ia tunjukkan, memutuskan untuk menolongnya tanpa tahu siapa pria itu. Luka yang begitu dalam, darah yang mengalir deras, dan rasa panik yang tak bisa ia lupakan, semua itu kini kembali dalam ingatannya dengan begitu jelas. "Kau...," Zera berbisik, matanya membesar karena terkejut. "Kau adalah pria yang pernah kutolong waktu itu." Dante berhenti, sorot matanya berubah sejenak, menunjukkan sesuatu yang hampir seperti pengakuan. Kemudian, senyuman tipis terbentuk di bibirnya, sebuah senyum yang menyiratkan rahasia yang baru saja terungkap. "Jadi, kau ingat," ujar Dante dengan nada rendah namun penuh makna. "Kau adalah alasan aku masih berdiri di sini hari ini, Zera." Zera merasa kepalanya berputar. Pria ini—Dante Marcelino, yang kini mengendalikan nasibnya—adalah pria yang dia selamatkan tanpa ragu beberapa waktu yang lalu. Dia tak pernah tahu siapa pria itu, hanya bahwa dia membutuhkan bantuan, dan Zera tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Dengan suara yang dipenuhi kebingungan dan sedikit kemarahan, Zera berkata, "Apa ini semua jebakan? Apakah kau sengaja muncul di hidupku hanya untuk membalas budi dengan cara seperti ini?" Dante mengangkat satu alisnya, ekspresinya tenang namun ada kilatan yang sulit diartikan dalam matanya. Dia melangkah lebih dekat, hingga Zera bisa merasakan kehadirannya yang begitu mendominasi. Dia menunduk sedikit, mendekati wajah Zera, membuat jantungnya berdebar lebih kencang. "Jebakan?" Dante mengulang kata itu, suaranya lembut tapi penuh intensitas. "Tidak, Zera. Tidak ada jebakan. Hanya kesempatan... sebuah kesempatan yang kita berdua ambil tanpa kita sadari." Zera merasa kata-kata Dante menusuk jauh ke dalam pikirannya, membuatnya ragu akan apa yang sebenarnya terjadi. Tapi satu hal yang jelas, pria ini tidak seperti yang ia bayangkan. Dante bukan hanya sekadar orang yang berutang budi padanya; dia adalah seseorang yang menyembunyikan sesuatu yang jauh lebih dalam. Dengan gerakan yang perlahan namun tegas, Dante mengangkat tangannya dan menyentuh dagu Zera, membuatnya mendongak dan menatap langsung ke dalam matanya. "Kau mungkin menolongku waktu itu, tapi sekarang aku yang memiliki kendali. Namun jangan salah paham, Zera. Aku tidak berniat menyakitimu. Sebaliknya, aku berniat memberikanmu sebuah kehidupan yang tak pernah kau bayangkan sebelumnya." Zera merasakan kebingungan yang semakin dalam. Perasaan amarah dan rasa bersalah bercampur aduk dalam dirinya, sementara Dante tetap diam, menunjukkan dominasi tanpa perlu berkata banyak. Namun, Zera tidak mau begitu saja menyerah pada situasi ini. Dia menatap Dante dengan mata yang penuh perlawanan, meskipun dalam hatinya dia tahu bahwa pria ini jauh lebih berbahaya dari yang terlihat. Dante kemudian menarik diri, tapi masih ada senyuman di bibirnya. "Kau punya keberanian, Zera. Aku suka itu," katanya pelan, seolah sedang berbicara dengan seseorang yang dia hormati. "Tapi ingatlah, dalam permainan ini, keberanian saja tidak cukup. Kau harus lebih pintar, lebih licik, dan lebih kuat... jika kau ingin bertahan." Dengan kata-kata terakhirnya itu, Dante berbalik dan meninggalkan Zera yang masih terguncang oleh pertemuan ini. Dia tahu bahwa ini bukanlah akhir, melainkan awal dari sesuatu yang jauh lebih rumit dan berbahaya. Di saat Dante menghilang di ujung lorong, Zera merasakan getaran di dalam dirinya—perasaan bahwa apapun yang akan terjadi selanjutnya, takdirnya kini sudah terikat dengan pria ini, dan dia harus menemukan cara untuk bertahan hidup dalam permainan yang tidak pernah dia pilih untuk dimainkan.Setelah menghadapi situasi sulit, Zera kembali ke kamarnya dengan perasaan campur aduk. Namun seakan ketenangan tidak berpihak padanya, terdengar ketukan di pintu kamarnya. Zera tahu siapa itu tanpa harus melihat—ayahnya, dengan langkah beratnya yang biasa, diikuti oleh suara ketukan yang lebih pelan dari ibu tirinya. Zera menatap pintu dengan tatapan dingin, menimbang apakah dia akan membiarkan mereka masuk.Namun sebelum dia sempat memutuskan...Pintu terbuka dengan cepat, dan ayah Zera melangkah masuk, diikuti oleh ibu tirinya dengan wajah yang tak menunjukkan penyesalan sedikitpun."Apa yang terjadi padamu, Zera?" Ayahnya bertanya dengan nada suara yang tegang, meskipun jelas dia berusaha menenangkan diri. "Mengapa kamu menutup diri seperti ini?"Zera berbalik dengan cepat, matanya bersinar dengan kemarahan yang tak terbendung. "Mengapa aku menutup diri?!" Zera hampir berteriak. "Aku baru saja diberitahu bahwa kalian menjualku kepada pria itu! Kalian mengatakan ini perjodohan, tap
Keesokan harinya, Zera menerima panggilan dari seorang pria bernama Leo, yang mengaku sebagai tangan kanan pengusaha yang kini 'memilikinya'. Leo meminta Zera untuk menemuinya di sebuah restoran mewah di pusat kota. Penuh dengan rasa curiga dan waspada, Zera setuju untuk bertemu.Saat tiba di restoran, Zera langsung mengenali Leo dari deskripsi yang diberikan. Leo adalah pria dengan penampilan rapi dan aura otoritas yang kuat. Dia duduk di sudut restoran, menunggu kedatangan Zera.Dengan senyum profesional, Leo berucap, "Selamat siang, Nona Zera. Silakan duduk.""Jadi, kamu orang yang dikirim untuk memastikan aku patuh?" Zera terlihat sinis menatap Leo, menduga jika semua yang ditampilkannya adalah kepalsuan."Bukan begitu. Aku di sini untuk memastikan transisi ini berjalan lancar. Tuan Dante ingin memastikan bahwa kamu merasa nyaman dan tidak ada masalah yang tidak bisa diatasi.""Benarkah?"Mengangguk, senyum tetap terjaga. "Benar sekali. Dia merasa kamu memiliki potensi besar, Zera
Saat Zera dan Leo berjalan keluar dari parkiran, sebuah mobil hitam mewah tiba-tiba berhenti di depan mereka. Jendela mobil turun, memperlihatkan wajah tegas Dante yang menatap langsung ke arah Zera."Zera, masuk ke mobil. Sekarang," ucap Dante dengan nada perintah yang keras.Zera menoleh ke Leo, mencari penjelasan. Namun, Leo hanya mengangguk dengan enggan, menunjukkan bahwa dia tidak bisa menentang perintah Dante.Zera merasakan ketegangan dan ketidakpastian. "Kenapa aku harus menurutimu, Dante?""Karena aku yang sekarang bertanggung jawab atas keselamatanmu. Masuk ke mobil sebelum aku kehilangan kesabaran," jawab Dante, suaranya dingin.Ragu-ragu, Zera membuka pintu mobil dan masuk. Dante menatap Leo dengan pandangan penuh makna sebelum menutup jendela mobil dan melaju dengan cepat, meninggalkan Leo di parkiran.Di dalam mobil, keheningan yang canggung melingkupi mereka. Zera, yang merasa sangat tertekan, akhirnya memutuskan untuk bertanya."Kenapa kamu tiba-tiba datang dan memaks
Keesokan paginya, Zera bangun dengan rasa lelah dan kecemasan yang mendalam. Saat dia keluar dari kamar, dia bertemu dengan Leo yang menunggu di ruang tamu.Dengan senyum ramah, Leo berkata, "Selamat pagi, Zera. Tuan Dante sudah menyiapkan rencana hari ini untukmu. Aku akan menemanimu ke tempat pertama."Zera hanya mengangguk sebagai jawaban, merasakan kecemasan yang mendalam mengenai apa yang akan terjadi.Mereka meninggalkan mansion dan menuju ke lokasi yang telah ditentukan oleh Dante. Di perjalanan, Leo menceritakan lebih banyak tentang tugas-tugas yang mungkin akan dihadapi Zera. Namun, di tengah perjalanan, sebuah mobil lain muncul dan memaksa mereka berhenti. Keluar dari mobil itu seorang pria berwajah kejam yang langsung mengenali Leo."Nah, Leo. Aku tidak menyangka akan melihatmu di sini. Apa ini? Kekasih barumu?" Katanya dengan nada menghina.Leo hendak membalas, tetapi perkataan serta aura yang dipancarkan Zera menarik perhatian pria tersebut. Zera berdiri di samping Leo, m
Krisis kepercayaan antara Zera dan Dante semakin memperburuk situasi di mansion. Setiap interaksi diwarnai ketegangan, dengan Zera yang ketakutan dan cemas, sementara Dante terus mencoba meyakinkannya tentang pentingnya pernikahan demi keselamatan mereka berdua.Suatu malam, ketika Zera sedang duduk di taman mansion dengan wajah yang letih, Dante mendekatinya dengan langkah pelan. Mereka berdiri dalam keheningan beberapa saat sebelum Dante akhirnya berbicara."Zera, aku tahu ini tidak mudah bagimu. Tapi aku butuh kau untuk mempercayaiku. Setidaknya beri aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya," katanya dengan nada lembut, berusaha menenangkan Zera yang tampak gelisah.Zera menatap Dante dengan mata yang dipenuhi ketakutan dan kebingungan. "Mengapa aku harus mempercayaimu, Dante? Semua yang kau lakukan hanya membuatku merasa terjebak... seperti aku ini tak punya pilihan," jawabnya, suaranya bergetar.Dante merasakan keputusasaan Zera dan menatapnya dengan penuh iba. "Karena aku pedul
"Aku tidak akan memaksamu menjadi sesuatu yang kau tidak inginkan," kata Dante dengan nada lembut, menatap Zera dengan penuh kesungguhan.Zera merasakan ketulusan dalam kata-kata Dante, meskipun hatinya masih dipenuhi keraguan. Dia tahu bahwa mereka harus bersatu untuk menghadapi ancaman yang datang, tapi ketakutan itu masih ada."Baiklah, Dante... kita akan melakukannya. Tapi... tapi aku butuh kepastian. Aku butuh kebebasan dan kepercayaan dalam hubungan ini," ucap Zera dengan suara pelan dan ragu, sambil menguatkan hatinya. Dia merasa tak punya pilihan lain selain percaya pada Dante, meski hatinya masih ragu.Dante mengangguk, merasa lega dan bersyukur. Mereka tahu bahwa jalan di depan masih penuh dengan tantangan, tapi untuk saat ini, mereka telah membuat langkah besar menuju pemahaman dan kerjasama yang lebih baik.Mereka mulai merencanakan pernikahan dengan hati-hati, mempersiapkan segala sesuatunya untuk memastikan aliansi mereka kuat dan musuh-musuh mereka tidak punya kesempata
Malam tiba, dan pesta pernikahan berlanjut di ballroom mansion yang megah. Tiba-tiba, Leo muncul dengan wajah tegang dan mendekati Zera dengan hati-hati."Zera, kita harus bicara. Sekarang," kata Leo dengan nada pelan tapi mendesak.Zera merasakan urgensi dalam suara Leo, dan meskipun hatinya berdebar kencang, dia mengikuti Leo keluar dari keramaian ke sebuah ruangan yang sepi. Di sana, Leo memberitahunya sebuah kebenaran yang mengejutkan."Dante tidak sepenuhnya jujur padamu, Zera. Perlindungan yang dia janjikan padamu hanya sebagian dari rencana besarnya. Dia berencana menggunakan pernikahan ini untuk mengambil alih kekuasaan musuh-musuhnya dan memperkuat posisinya sendiri, bukan semata-mata untuk melindungimu," jelas Leo, suaranya penuh kekhawatiran.Zera terdiam, merasa marah dan dikhianati, tetapi juga sangat takut. Mendengar pengkhianatan ini membuatnya merasa semakin lemah dan tak berdaya. Meskipun sebelumnya dia sudah mengkhawatirkan hal ini, tetap saja hatinya sakit mengetahu
Zera duduk sendirian di pojok sebuah kafe kecil, masih mengenakan gaun pengantin yang kini terlihat lusuh dan berantakan. Matanya sembab, dan wajahnya memancarkan keletihan yang mendalam. Pikirannya penuh dengan kebingungan dan rasa sakit, membuatnya merasa perlu melarikan diri sejenak dari semua kekacauan yang telah terjadi.Tak jauh dari tempatnya duduk, seorang pria tua dengan aura otoritas yang mengintimidasi memasuki kafe. Dia adalah Vittorio Marcelino, kakek Dante, dan kepala keluarga Marcelino yang terkenal kejam dan penuh taktik. Langkahnya pelan namun penuh keyakinan saat ia mengenali Zera dan mendekatinya.Dengan nada tenang namun penuh wibawa, Vittorio berkata, "Sepertinya kau membutuhkan teman bicara, nona muda."Zera mengangkat wajahnya perlahan, terkejut melihat pria tua itu. Tubuhnya menegang, dan bibirnya bergetar sedikit saat ia menyadari siapa yang berdiri di hadapannya. Zera tahu siapa Vittorio Marcelino, namun tidak pernah menyangka akan bertemu dengannya di tempat