Keesokan harinya, Zera menerima panggilan dari seorang pria bernama Leo, yang mengaku sebagai tangan kanan pengusaha yang kini 'memilikinya'. Leo meminta Zera untuk menemuinya di sebuah restoran mewah di pusat kota. Penuh dengan rasa curiga dan waspada, Zera setuju untuk bertemu.
Saat tiba di restoran, Zera langsung mengenali Leo dari deskripsi yang diberikan. Leo adalah pria dengan penampilan rapi dan aura otoritas yang kuat. Dia duduk di sudut restoran, menunggu kedatangan Zera. Dengan senyum profesional, Leo berucap, "Selamat siang, Nona Zera. Silakan duduk." "Jadi, kamu orang yang dikirim untuk memastikan aku patuh?" Zera terlihat sinis menatap Leo, menduga jika semua yang ditampilkannya adalah kepalsuan. "Bukan begitu. Aku di sini untuk memastikan transisi ini berjalan lancar. Tuan Dante ingin memastikan bahwa kamu merasa nyaman dan tidak ada masalah yang tidak bisa diatasi." "Benarkah?" Mengangguk, senyum tetap terjaga. "Benar sekali. Dia merasa kamu memiliki potensi besar, Zera. Jadi, dia memutuskan untuk mengambil langkah lebih jauh dalam kemitraan ini." "Kemitraan? Ini lebih mirip jebakan daripada kemitraan." "Tuan Dante tidak melihat ini sebagai jebakan. Dia melihat ini sebagai kesempatan bagi kamu untuk berkembang dan, tentu saja, menjadi bagian dari kekuasaannya yang lebih besar." Zera merasakan campuran antara kemarahan dan ketakutan. Dia telah merasa terperangkap dalam dunia yang lebih gelap dari yang pernah dia bayangkan. Namun, dia tahu bahwa menunjukkan kelemahan di hadapan Leo hanya akan memberikan mereka keuntungan lebih. Leo memandang Zera dengan serius di restoran mewah tempat mereka bertemu. "Tuan Dante memiliki banyak musuh dan menjalankan bisnis yang penuh risiko. Dia membutuhkan orang-orang yang bisa dipercaya. Kamu, Zera, telah menunjukkan keberanian dan kecerdasan yang menarik perhatiannya. Dia ingin melihat seberapa jauh kamu bisa melangkah bersama dia." Zera terdiam sejenak, merenungkan situasi yang dihadapinya. Meski merasa lemah dan tertekan, dia tahu bahwa dia harus menunjukkan ketahanan dan kecerdasannya. Berhadapan dengan Dante bukanlah pilihan yang mudah, tetapi dia juga sadar bahwa dia tidak memiliki banyak pilihan. "Aku tidak ingin berjanji apapun sekarang, tapi mungkin untuk saat ini aku akan berusaha. Jangan coba-coba menjadikanku pion kalian," jawab Zera dengan nada tegas, meskipun ada getaran ketidakpastian dalam suaranya. Leo tersenyum, seolah puas dengan tanggapan Zera. "Akan kusampaikan pesanmu. Selamat datang di dunia Tuan Dante. Aku yakin kamu akan menemukan tempatmu di sini." Pertemuan itu berakhir dengan Leo memberikan beberapa dokumen dan instruksi kepada Zera. Saat Zera meninggalkan restoran, dia merasakan beban berat di pundaknya. Hatinya berdebar keras, tapi semangat baru membara. Meskipun merasa tertekan, dia tahu bahwa dia harus tetap berjuang dan tidak menyerah tanpa perlawanan. Saat Zera menyeberangi parkiran, sebuah mobil sport mewah tiba-tiba berhenti di depannya. Seorang pria tinggi dan berotot keluar dengan aura sombong dan mata penuh kebencian. "Hey, Leo! Sudah punya kekasih baru, ya? Gadis sial seperti dia, sungguh pilihan yang buruk." Pria itu mengejek. Leo yang baru saja keluar dari restoran mendekati Zera, matanya berubah dingin namun dia tidak bisa melakukan apapun melihat pria itu. "Raven, lebih baik kamu menjaga lidahmu. Ini bukan urusanmu." Meski suasana menjadi tegang, Raven tampaknya tidak mau menutup mulutnya. "Oh, aku hanya penasaran. Apakah dia tahu siapa kamu sebenarnya? Atau kamu masih menyembunyikan identitasmu sebagai pembunuh bayaran paling ditakuti?" Zera merasakan darahnya berdesir. Kata-kata Raven membuatnya semakin waspada. Dia menatap Leo, mencari tanda-tanda kebenaran dalam ucapan Raven. Leo menghela napas panjang, menatap Zera dengan ekspresi serius. "Ya, Zera. Itulah identitasku yang sebenarnya. Aku bekerja di bawah perintah Dante, menjaga keamanan dan mengeliminasi ancaman. Tapi itu tidak mengubah fakta bahwa aku di sini untuk memastikan keselamatanmu." Perkataan Leo yang terkesan baik ini membuat Raven semakin ganas dalam ejekannya. "Oh, betapa manisnya. Seorang pembunuh bayaran yang berpura-pura peduli. Kau tahu, Leo, tidak ada tempat bagi orang sepertimu di dunia ini. Dan gadis ini, dia hanya akan menjadi korban lainnya." "Cukup, Raven. Pergi sebelum aku kehilangan kesabaran," Leo berkata dengan nada peringatan. "Baiklah, aku akan pergi. Tapi ingat, Leo, ini belum selesai. Kita akan bertemu lagi." Raven kembali ke mobilnya dan melaju pergi, meninggalkan Leo dan Zera dalam keheningan yang tegang. Zera masih mencerna informasi baru ini, berusaha memahami implikasinya dan bagaimana ia bisa memanfaatkan situasi ini untuk keuntungannya sendiri. "Jadi, kamu seorang pembunuh bayaran. Dan aku harus percaya bahwa kamu akan melindungiku?" Zera bertanya, suaranya penuh keraguan, namun matanya menunjukkan keteguhan. Leo menatap Zera dengan serius. "Ya, Zera. Aku di sini untuk memastikan keselamatanmu, meskipun caraku mungkin tidak selalu tampak konvensional. Kamu berada di dunia yang penuh bahaya, dan aku akan melakukan apa pun untuk memastikan bahwa kamu bisa bertahan." "Ya, Zera. Apapun masa laluku, tugasku sekarang adalah memastikan keselamatanmu. Dante percaya padaku, dan aku tidak akan mengecewakannya." Zera menatap Leo dengan tatapan tajam, menyadari bahwa dia berada di dunia yang lebih gelap dan berbahaya daripada yang pernah dia bayangkan. Namun, di balik semua itu, dia merasakan kekuatan dan keberanian yang tumbuh dalam dirinya. Dia tahu bahwa untuk bertahan, dia harus bermain dengan cerdik dan berhati-hati. "Baiklah, Leo. Aku akan bekerja sama. Tapi ingat, aku tidak akan menjadi pion yang bisa dimainkan sesuka hati. Aku akan menemukan jalan keluar dari ini semua, dengan atau tanpa bantuanmu." Leo mengangguk, menghargai keteguhan hati Zera. Meski dalam situasi canggung, Leo bisa merasakan kewaspadaan Zera yang begitu besar terhadap orang-orang yang berhubungan langsung dengannya.Saat Zera dan Leo berjalan keluar dari parkiran, sebuah mobil hitam mewah tiba-tiba berhenti di depan mereka. Jendela mobil turun, memperlihatkan wajah tegas Dante yang menatap langsung ke arah Zera."Zera, masuk ke mobil. Sekarang," ucap Dante dengan nada perintah yang keras.Zera menoleh ke Leo, mencari penjelasan. Namun, Leo hanya mengangguk dengan enggan, menunjukkan bahwa dia tidak bisa menentang perintah Dante.Zera merasakan ketegangan dan ketidakpastian. "Kenapa aku harus menurutimu, Dante?""Karena aku yang sekarang bertanggung jawab atas keselamatanmu. Masuk ke mobil sebelum aku kehilangan kesabaran," jawab Dante, suaranya dingin.Ragu-ragu, Zera membuka pintu mobil dan masuk. Dante menatap Leo dengan pandangan penuh makna sebelum menutup jendela mobil dan melaju dengan cepat, meninggalkan Leo di parkiran.Di dalam mobil, keheningan yang canggung melingkupi mereka. Zera, yang merasa sangat tertekan, akhirnya memutuskan untuk bertanya."Kenapa kamu tiba-tiba datang dan memaks
Keesokan paginya, Zera bangun dengan rasa lelah dan kecemasan yang mendalam. Saat dia keluar dari kamar, dia bertemu dengan Leo yang menunggu di ruang tamu.Dengan senyum ramah, Leo berkata, "Selamat pagi, Zera. Tuan Dante sudah menyiapkan rencana hari ini untukmu. Aku akan menemanimu ke tempat pertama."Zera hanya mengangguk sebagai jawaban, merasakan kecemasan yang mendalam mengenai apa yang akan terjadi.Mereka meninggalkan mansion dan menuju ke lokasi yang telah ditentukan oleh Dante. Di perjalanan, Leo menceritakan lebih banyak tentang tugas-tugas yang mungkin akan dihadapi Zera. Namun, di tengah perjalanan, sebuah mobil lain muncul dan memaksa mereka berhenti. Keluar dari mobil itu seorang pria berwajah kejam yang langsung mengenali Leo."Nah, Leo. Aku tidak menyangka akan melihatmu di sini. Apa ini? Kekasih barumu?" Katanya dengan nada menghina.Leo hendak membalas, tetapi perkataan serta aura yang dipancarkan Zera menarik perhatian pria tersebut. Zera berdiri di samping Leo, m
Krisis kepercayaan antara Zera dan Dante semakin memperburuk situasi di mansion. Setiap interaksi diwarnai ketegangan, dengan Zera yang ketakutan dan cemas, sementara Dante terus mencoba meyakinkannya tentang pentingnya pernikahan demi keselamatan mereka berdua.Suatu malam, ketika Zera sedang duduk di taman mansion dengan wajah yang letih, Dante mendekatinya dengan langkah pelan. Mereka berdiri dalam keheningan beberapa saat sebelum Dante akhirnya berbicara."Zera, aku tahu ini tidak mudah bagimu. Tapi aku butuh kau untuk mempercayaiku. Setidaknya beri aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya," katanya dengan nada lembut, berusaha menenangkan Zera yang tampak gelisah.Zera menatap Dante dengan mata yang dipenuhi ketakutan dan kebingungan. "Mengapa aku harus mempercayaimu, Dante? Semua yang kau lakukan hanya membuatku merasa terjebak... seperti aku ini tak punya pilihan," jawabnya, suaranya bergetar.Dante merasakan keputusasaan Zera dan menatapnya dengan penuh iba. "Karena aku pedul
"Aku tidak akan memaksamu menjadi sesuatu yang kau tidak inginkan," kata Dante dengan nada lembut, menatap Zera dengan penuh kesungguhan.Zera merasakan ketulusan dalam kata-kata Dante, meskipun hatinya masih dipenuhi keraguan. Dia tahu bahwa mereka harus bersatu untuk menghadapi ancaman yang datang, tapi ketakutan itu masih ada."Baiklah, Dante... kita akan melakukannya. Tapi... tapi aku butuh kepastian. Aku butuh kebebasan dan kepercayaan dalam hubungan ini," ucap Zera dengan suara pelan dan ragu, sambil menguatkan hatinya. Dia merasa tak punya pilihan lain selain percaya pada Dante, meski hatinya masih ragu.Dante mengangguk, merasa lega dan bersyukur. Mereka tahu bahwa jalan di depan masih penuh dengan tantangan, tapi untuk saat ini, mereka telah membuat langkah besar menuju pemahaman dan kerjasama yang lebih baik.Mereka mulai merencanakan pernikahan dengan hati-hati, mempersiapkan segala sesuatunya untuk memastikan aliansi mereka kuat dan musuh-musuh mereka tidak punya kesempata
Malam tiba, dan pesta pernikahan berlanjut di ballroom mansion yang megah. Tiba-tiba, Leo muncul dengan wajah tegang dan mendekati Zera dengan hati-hati."Zera, kita harus bicara. Sekarang," kata Leo dengan nada pelan tapi mendesak.Zera merasakan urgensi dalam suara Leo, dan meskipun hatinya berdebar kencang, dia mengikuti Leo keluar dari keramaian ke sebuah ruangan yang sepi. Di sana, Leo memberitahunya sebuah kebenaran yang mengejutkan."Dante tidak sepenuhnya jujur padamu, Zera. Perlindungan yang dia janjikan padamu hanya sebagian dari rencana besarnya. Dia berencana menggunakan pernikahan ini untuk mengambil alih kekuasaan musuh-musuhnya dan memperkuat posisinya sendiri, bukan semata-mata untuk melindungimu," jelas Leo, suaranya penuh kekhawatiran.Zera terdiam, merasa marah dan dikhianati, tetapi juga sangat takut. Mendengar pengkhianatan ini membuatnya merasa semakin lemah dan tak berdaya. Meskipun sebelumnya dia sudah mengkhawatirkan hal ini, tetap saja hatinya sakit mengetahu
Zera duduk sendirian di pojok sebuah kafe kecil, masih mengenakan gaun pengantin yang kini terlihat lusuh dan berantakan. Matanya sembab, dan wajahnya memancarkan keletihan yang mendalam. Pikirannya penuh dengan kebingungan dan rasa sakit, membuatnya merasa perlu melarikan diri sejenak dari semua kekacauan yang telah terjadi.Tak jauh dari tempatnya duduk, seorang pria tua dengan aura otoritas yang mengintimidasi memasuki kafe. Dia adalah Vittorio Marcelino, kakek Dante, dan kepala keluarga Marcelino yang terkenal kejam dan penuh taktik. Langkahnya pelan namun penuh keyakinan saat ia mengenali Zera dan mendekatinya.Dengan nada tenang namun penuh wibawa, Vittorio berkata, "Sepertinya kau membutuhkan teman bicara, nona muda."Zera mengangkat wajahnya perlahan, terkejut melihat pria tua itu. Tubuhnya menegang, dan bibirnya bergetar sedikit saat ia menyadari siapa yang berdiri di hadapannya. Zera tahu siapa Vittorio Marcelino, namun tidak pernah menyangka akan bertemu dengannya di tempat
Zera menatap ke luar jendela kafe, matanya menerawang. Pertemuan dengan Vittorio meninggalkan dampak yang lebih besar daripada yang dia sadari sebelumnya. Pria tua itu telah memberikan perspektif baru tentang dirinya dan posisi yang dia tempati dalam keluarga Marcelino. Sebuah perspektif yang tidak pernah terlintas dalam pikirannya, bahwa mungkin dia bisa menjadi lebih dari sekadar alat dalam permainan ini.Angin sore yang dingin masuk dari celah pintu kafe yang terbuka, membawa Zera kembali ke kenyataan. Dia meremas cangkir kopi di depannya yang mulai dingin, pikirannya berputar pada Dante. Dante dan pertemuan mereka dulu. Saat itu dia hanya seorang gadis yang berusaha bertahan dari kekacauan dalam rumahnya setelah ibu tirinya, Celeste, masuk dalam kehidupannya. Zera ingat betul malam itu. Dia berada dalam keadaan buruk—babak belur dan berantakan setelah dihajar oleh Celeste. Namun, meskipun tubuhnya terasa sakit, dia tetap melarikan diri ke hutan untuk mencari tempat tenang.Itu ada
"Ayah, kenapa kita harus melakukan ini? Aku… aku selalu mencoba menjadi anak yang baik, memenuhi semua harapan kalian. Tapi, kenapa rasanya aku selalu gagal di mata kalian? Tolong, katakan kalau ini semua hanya mimpi buruk, dan aku akan segera terbangun. Ayah, aku mohon… jangan serahkan aku pada orang yang bahkan tak pernah kutemui."Zera memandang ayahnya dengan penuh harap, meskipun hatinya sudah mulai retak melihat ekspresi dingin yang menghiasi wajah ayahnya.“Ini bukan perjodohan biasa, Zera. Kau bisa menyelamatkan keluarga ini dari kehancuran. Kami tidak punya pilihan lain.”Zera tertegun. Rasa takut dan sakit hati langsung menyergap dirinya. “Ayah… Tidak, jangan lakukan ini. Aku mohon!” Zera berlutut di hadapan ayahnya, air mata mulai mengalir di pipinya. “Aku akan bekerja keras, aku akan melakukan apa saja, tapi jangan serahkan aku seperti ini.”Namun, bukannya mendapat simpati, ayahnya justru memalingkan wajah, menolak untuk menatap mata putrinya yang penuh harap. “Kau tidak