Saat Zera dan Leo berjalan keluar dari parkiran, sebuah mobil hitam mewah tiba-tiba berhenti di depan mereka. Jendela mobil turun, memperlihatkan wajah tegas Dante yang menatap langsung ke arah Zera.
"Zera, masuk ke mobil. Sekarang," ucap Dante dengan nada perintah yang keras. Zera menoleh ke Leo, mencari penjelasan. Namun, Leo hanya mengangguk dengan enggan, menunjukkan bahwa dia tidak bisa menentang perintah Dante. Zera merasakan ketegangan dan ketidakpastian. "Kenapa aku harus menurutimu, Dante?" "Karena aku yang sekarang bertanggung jawab atas keselamatanmu. Masuk ke mobil sebelum aku kehilangan kesabaran," jawab Dante, suaranya dingin. Ragu-ragu, Zera membuka pintu mobil dan masuk. Dante menatap Leo dengan pandangan penuh makna sebelum menutup jendela mobil dan melaju dengan cepat, meninggalkan Leo di parkiran. Di dalam mobil, keheningan yang canggung melingkupi mereka. Zera, yang merasa sangat tertekan, akhirnya memutuskan untuk bertanya. "Kenapa kamu tiba-tiba datang dan memaksaku naik ke mobilmu, Dante? Apa yang sebenarnya kamu inginkan dariku?" "Kamu harus memahami posisimu sekarang, Zera. Dunia ini berbahaya, dan kamu berada di tengah-tengahnya. Aku tidak akan membiarkanmu sendirian tanpa perlindungan." "Perlindungan? Atau kendali?" Dante tersenyum tipis, tetapi tidak menjawab langsung. Sebaliknya, dia mempercepat laju mobil, membawa mereka ke tujuan yang hanya dia ketahui. Zera menatap keluar jendela dengan rasa cemas, mencoba menenangkan pikirannya yang kacau. "Percayalah, Zera. Semua ini untuk kebaikanmu. Tapi ingat, kesetiaan dan keberanianmu akan diuji. Aku berharap kamu siap." Zera merasakan beratnya kata-kata Dante. Hatinya penuh dengan ketakutan dan kemarahan, dan dia tahu bahwa perjalanan ini baru saja dimulai. Dunia Dante adalah dunia yang penuh bahaya dan intrik. Meski dia merasa lemah, Zera bertekad untuk tidak menyerah tanpa perlawanan. Saat mobil melaju kencang di jalanan malam yang sepi, Zera merasa campuran antara ketidakpastian dan ketakutan. Dia tidak tahu apa yang menantinya di depan, tetapi dia bertekad untuk bertahan. Mobil melaju kencang di jalanan kota yang mulai sepi. Lampu-lampu jalan berkedip-kedip di jendela, menciptakan bayangan bergerak yang menambah ketegangan. Zera duduk di kursi mobil dengan tubuh tegang, merasa ketakutan dan cemas, tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Dengan suara pelan dan bergetar, Zera bertanya, "Kemana kita pergi, Dante?" "Ke tempat yang aman. Ada hal yang perlu kita bicarakan tanpa gangguan." Mereka akhirnya tiba di sebuah mansion besar yang terpencil. Pintu gerbang besar terbuka secara otomatis saat mobil mendekat, menunjukkan tingkat keamanan yang sangat tinggi. Saat mobil berhenti, Dante keluar dan membuka pintu untuk Zera. Dia mengulurkan tangan, mengisyaratkan Zera untuk mengikutinya. Zera keluar dari mobil, gemetar saat dia mengamati lingkungan sekitarnya. Mansion itu megah, namun suasananya terasa sangat mencekam. Dante membimbingnya masuk ke dalam rumah, melalui lorong-lorong panjang yang berkarpet tebal dan dihiasi dengan karya seni mahal. Mereka akhirnya tiba di sebuah ruangan besar yang tampaknya adalah ruang kerja Dante. Dia menutup pintu di belakang mereka dan mengisyaratkan Zera untuk duduk di salah satu kursi yang nyaman di depan meja besar. Dante duduk di kursinya sendiri, menatap Zera dengan tajam. "Zera, ada banyak hal yang perlu kamu ketahui tentang dunia ini dan peranmu di dalamnya. Kamu bukan lagi orang luar. Kamu sekarang berada di tengah-tengah kekuasaan yang tidak bisa dihindari." "Kekuasaan? Atau lebih tepatnya, jebakan yang tak bisa dihindari?" jawab Zera dengan nada penuh keraguan, suaranya bergetar. "Leo akan menjagamu, tetapi ada lebih banyak yang harus kamu pelajari. Aku membutuhkan orang-orang yang bisa aku percaya sepenuhnya. Dan kamu, Zera, memiliki potensi itu." Zera menatap Dante dengan rasa cemas, merasa sangat kecil di hadapan pria itu. Dia tahu bahwa berada di bawah perlindungan Dante berarti berada dalam bahaya yang terus-menerus, dan dia merasa sangat rentan. "Aku... Aku tidak tahu bagaimana caranya menghadapi semua ini, Dante. Aku hanya ingin bertahan hidup," Zera berkata dengan nada putus asa, suaranya hampir menangis. Dante mengangguk, matanya menunjukkan sedikit rasa iba. "Baiklah, Zera. Aku akan memberikan kebebasan yang kamu minta, tapi ingat, setiap keputusan yang kamu buat memiliki konsekuensi. Dan aku akan selalu ada di sana untuk memastikan semuanya berjalan sesuai rencana." Zera mengangguk, merasa sedikit lega tetapi juga sangat cemas tentang apa yang akan datang. Ini adalah kesempatan terbaiknya untuk mencoba mengatasi situasi ini. Dia harus bertahan hidup di dunia yang sama sekali baru ini, meskipun tanpa kemampuan untuk mengendalikan banyak hal. Malam itu berlalu dengan ketegangan yang masih menggantung di udara. Zera tahu bahwa ini hanyalah permulaan dari perjalanan panjang dan berbahaya yang menantinya. Dengan tekad yang semakin kuat, meski masih sangat cemas, dia bersiap menghadapi tantangan berikutnya, berharap bisa bertahan di tengah permainan kekuasaan ini.Keesokan paginya, Zera bangun dengan rasa lelah dan kecemasan yang mendalam. Saat dia keluar dari kamar, dia bertemu dengan Leo yang menunggu di ruang tamu.Dengan senyum ramah, Leo berkata, "Selamat pagi, Zera. Tuan Dante sudah menyiapkan rencana hari ini untukmu. Aku akan menemanimu ke tempat pertama."Zera hanya mengangguk sebagai jawaban, merasakan kecemasan yang mendalam mengenai apa yang akan terjadi.Mereka meninggalkan mansion dan menuju ke lokasi yang telah ditentukan oleh Dante. Di perjalanan, Leo menceritakan lebih banyak tentang tugas-tugas yang mungkin akan dihadapi Zera. Namun, di tengah perjalanan, sebuah mobil lain muncul dan memaksa mereka berhenti. Keluar dari mobil itu seorang pria berwajah kejam yang langsung mengenali Leo."Nah, Leo. Aku tidak menyangka akan melihatmu di sini. Apa ini? Kekasih barumu?" Katanya dengan nada menghina.Leo hendak membalas, tetapi perkataan serta aura yang dipancarkan Zera menarik perhatian pria tersebut. Zera berdiri di samping Leo, m
Krisis kepercayaan antara Zera dan Dante semakin memperburuk situasi di mansion. Setiap interaksi diwarnai ketegangan, dengan Zera yang ketakutan dan cemas, sementara Dante terus mencoba meyakinkannya tentang pentingnya pernikahan demi keselamatan mereka berdua.Suatu malam, ketika Zera sedang duduk di taman mansion dengan wajah yang letih, Dante mendekatinya dengan langkah pelan. Mereka berdiri dalam keheningan beberapa saat sebelum Dante akhirnya berbicara."Zera, aku tahu ini tidak mudah bagimu. Tapi aku butuh kau untuk mempercayaiku. Setidaknya beri aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya," katanya dengan nada lembut, berusaha menenangkan Zera yang tampak gelisah.Zera menatap Dante dengan mata yang dipenuhi ketakutan dan kebingungan. "Mengapa aku harus mempercayaimu, Dante? Semua yang kau lakukan hanya membuatku merasa terjebak... seperti aku ini tak punya pilihan," jawabnya, suaranya bergetar.Dante merasakan keputusasaan Zera dan menatapnya dengan penuh iba. "Karena aku pedul
"Aku tidak akan memaksamu menjadi sesuatu yang kau tidak inginkan," kata Dante dengan nada lembut, menatap Zera dengan penuh kesungguhan.Zera merasakan ketulusan dalam kata-kata Dante, meskipun hatinya masih dipenuhi keraguan. Dia tahu bahwa mereka harus bersatu untuk menghadapi ancaman yang datang, tapi ketakutan itu masih ada."Baiklah, Dante... kita akan melakukannya. Tapi... tapi aku butuh kepastian. Aku butuh kebebasan dan kepercayaan dalam hubungan ini," ucap Zera dengan suara pelan dan ragu, sambil menguatkan hatinya. Dia merasa tak punya pilihan lain selain percaya pada Dante, meski hatinya masih ragu.Dante mengangguk, merasa lega dan bersyukur. Mereka tahu bahwa jalan di depan masih penuh dengan tantangan, tapi untuk saat ini, mereka telah membuat langkah besar menuju pemahaman dan kerjasama yang lebih baik.Mereka mulai merencanakan pernikahan dengan hati-hati, mempersiapkan segala sesuatunya untuk memastikan aliansi mereka kuat dan musuh-musuh mereka tidak punya kesempata
Malam tiba, dan pesta pernikahan berlanjut di ballroom mansion yang megah. Tiba-tiba, Leo muncul dengan wajah tegang dan mendekati Zera dengan hati-hati."Zera, kita harus bicara. Sekarang," kata Leo dengan nada pelan tapi mendesak.Zera merasakan urgensi dalam suara Leo, dan meskipun hatinya berdebar kencang, dia mengikuti Leo keluar dari keramaian ke sebuah ruangan yang sepi. Di sana, Leo memberitahunya sebuah kebenaran yang mengejutkan."Dante tidak sepenuhnya jujur padamu, Zera. Perlindungan yang dia janjikan padamu hanya sebagian dari rencana besarnya. Dia berencana menggunakan pernikahan ini untuk mengambil alih kekuasaan musuh-musuhnya dan memperkuat posisinya sendiri, bukan semata-mata untuk melindungimu," jelas Leo, suaranya penuh kekhawatiran.Zera terdiam, merasa marah dan dikhianati, tetapi juga sangat takut. Mendengar pengkhianatan ini membuatnya merasa semakin lemah dan tak berdaya. Meskipun sebelumnya dia sudah mengkhawatirkan hal ini, tetap saja hatinya sakit mengetahu
Zera duduk sendirian di pojok sebuah kafe kecil, masih mengenakan gaun pengantin yang kini terlihat lusuh dan berantakan. Matanya sembab, dan wajahnya memancarkan keletihan yang mendalam. Pikirannya penuh dengan kebingungan dan rasa sakit, membuatnya merasa perlu melarikan diri sejenak dari semua kekacauan yang telah terjadi.Tak jauh dari tempatnya duduk, seorang pria tua dengan aura otoritas yang mengintimidasi memasuki kafe. Dia adalah Vittorio Marcelino, kakek Dante, dan kepala keluarga Marcelino yang terkenal kejam dan penuh taktik. Langkahnya pelan namun penuh keyakinan saat ia mengenali Zera dan mendekatinya.Dengan nada tenang namun penuh wibawa, Vittorio berkata, "Sepertinya kau membutuhkan teman bicara, nona muda."Zera mengangkat wajahnya perlahan, terkejut melihat pria tua itu. Tubuhnya menegang, dan bibirnya bergetar sedikit saat ia menyadari siapa yang berdiri di hadapannya. Zera tahu siapa Vittorio Marcelino, namun tidak pernah menyangka akan bertemu dengannya di tempat
Zera menatap ke luar jendela kafe, matanya menerawang. Pertemuan dengan Vittorio meninggalkan dampak yang lebih besar daripada yang dia sadari sebelumnya. Pria tua itu telah memberikan perspektif baru tentang dirinya dan posisi yang dia tempati dalam keluarga Marcelino. Sebuah perspektif yang tidak pernah terlintas dalam pikirannya, bahwa mungkin dia bisa menjadi lebih dari sekadar alat dalam permainan ini.Angin sore yang dingin masuk dari celah pintu kafe yang terbuka, membawa Zera kembali ke kenyataan. Dia meremas cangkir kopi di depannya yang mulai dingin, pikirannya berputar pada Dante. Dante dan pertemuan mereka dulu. Saat itu dia hanya seorang gadis yang berusaha bertahan dari kekacauan dalam rumahnya setelah ibu tirinya, Celeste, masuk dalam kehidupannya. Zera ingat betul malam itu. Dia berada dalam keadaan buruk—babak belur dan berantakan setelah dihajar oleh Celeste. Namun, meskipun tubuhnya terasa sakit, dia tetap melarikan diri ke hutan untuk mencari tempat tenang.Itu ada
"Ayah, kenapa kita harus melakukan ini? Aku… aku selalu mencoba menjadi anak yang baik, memenuhi semua harapan kalian. Tapi, kenapa rasanya aku selalu gagal di mata kalian? Tolong, katakan kalau ini semua hanya mimpi buruk, dan aku akan segera terbangun. Ayah, aku mohon… jangan serahkan aku pada orang yang bahkan tak pernah kutemui."Zera memandang ayahnya dengan penuh harap, meskipun hatinya sudah mulai retak melihat ekspresi dingin yang menghiasi wajah ayahnya.“Ini bukan perjodohan biasa, Zera. Kau bisa menyelamatkan keluarga ini dari kehancuran. Kami tidak punya pilihan lain.”Zera tertegun. Rasa takut dan sakit hati langsung menyergap dirinya. “Ayah… Tidak, jangan lakukan ini. Aku mohon!” Zera berlutut di hadapan ayahnya, air mata mulai mengalir di pipinya. “Aku akan bekerja keras, aku akan melakukan apa saja, tapi jangan serahkan aku seperti ini.”Namun, bukannya mendapat simpati, ayahnya justru memalingkan wajah, menolak untuk menatap mata putrinya yang penuh harap. “Kau tidak
Hatinya masih bergejolak dengan perasaan marah dan kecewa setelah mendengar orang tuanya menjualnya begitu saja kepada pria ini. Ketika Dante akhirnya muncul di hadapannya, tatapan mata Zera dipenuhi dengan rasa takut yang bercampur aduk dengan ingatan yang tiba-tiba menyeruak.Saat Dante mendekat, Zera mendadak merasakan sebuah memori yang begitu kuat menghantam pikirannya—malam gelap yang penuh bahaya, ketika seorang pria terluka parah di sebuah jalanan sepi, dan Zera, dengan keberanian yang jarang ia tunjukkan, memutuskan untuk menolongnya tanpa tahu siapa pria itu. Luka yang begitu dalam, darah yang mengalir deras, dan rasa panik yang tak bisa ia lupakan, semua itu kini kembali dalam ingatannya dengan begitu jelas."Kau...," Zera berbisik, matanya membesar karena terkejut. "Kau adalah pria yang pernah kutolong waktu itu."Dante berhenti, sorot matanya berubah sejenak, menunjukkan sesuatu yang hampir seperti pengakuan. Kemudian, senyuman tipis terbentuk di bibirnya, sebuah senyum y