Hari-hari berlalu dengan cepat hingga tak terasa hanya tinggal dua hari sebelum pameran tunggal Sakha digelar."Bee, udah belum?""Bentar.""Dari tadi nggak kelar-kelar. Kamu ngapain sih? Keburu macet nanti," protes Sakha yang sudah habis kesabarannya.Hari ini adalah jadwal Tabitha check up ke dokter dan kebetulan dokter yang menangani Tabitha hanya ada jadwal pagi hari ini, sehingga Tabitha izin setengah hari. Bukannya bersiap-siap seperti biasanya saat harus bekerja, entah apa yang dilakukan Tabitha di kamar sejak tadi hingga sudah nyaris jam delapan wanita itu belum siap juga. Padahal, di hari-hari biasa, Tabitha selalu sudah siap berangkat kerja saat waktu baru menunjukkan pukul setengah tujuh pagi."Aku pikir kamu dandan dulu, makanya lama," cetus Sakha saat beberapa menit kemudian Tabitha membuka pintu kamarnya.Tabitha keluar dari kamar dengan langkah yang berhati-hati. "Aku dandan kok. Nggak kelihatan ya?""Tapi muka kamu pucat, Bee. Kamu sakit?"Tabitha menghela napas. "Aku
Setelah perdebatan kecil Tabitha dan Sakha di mobil kemarin, tidak ada lagi obrolan yang terlalu serius di antara mereka berdua. Mereka sama-sama menghindari hal-hal yang hanya akan mengarahkan mereka ke keributan yang lebih besar. Tabitha mencoba pengertian karena pikiran Sakha sedang penuh dengan tetek bengek acara pameran. Wanita itu memaklumi sikap defensif Sakha karena Tabitha sudah sangat menyadari bahwa ialah yang menyimpan penjelasan tentang penyebab perceraian mereka dua tahun yang lalu hingga hari ini. Sakha juga bersikap seolah-olah perdebatan kemarin itu tak terjadi."Bee, kamu udah bangun?" tanya Sakha setelah mengetuk pintu kamar Tabitha yang tertutup."Kenapa?" seru Tabitha dari dalam. Kemudian terdengar gesekan antara kruk denga lantai."Kamu mau ikut aku atau di rumah aja?"Tabitha membuka pintu dari dalam dan melongokkan kepala di antara pintu. Tubuhnya masih terbalut baju tidur. Saat ini baru pukul setengah tujuh pagi. Mereka bahkan belum sarapan."Emang boleh ikut?
"Permainan apa yang sebenarnya sedang kalian berdua mainkan?" desak Ibu dengan tatapan menusuk. Jarang sekali Ibu menampilkan ekspresi garang seperti sekarang. Ibunda Sakha sama sekali tak mau memberikan waktu bagi anak lelaki dan mantan menantunya yang terpergok sedang bersama. Ibu langsung menuntut penjelasan saat itu juga sehingga Sakha terpaksa menyuruh timnya kembali lebih dulu untuk lanjut menyiapkan pameran untuk besok. Karena tidak mungkin bicara tentang hal-hal serius di tengah-tengah keramaian, Sakha mnegajak Ibu dan Tabitha pulang ke rumah.Awalnya, Ibu menolak dan meminta Sakha menjelaskan secara singkat lalu Ibu akan pulang sendiri, tetapi Sakha tidak bisa membiarkan Ibu pergi dalam keadaan kepikiran. Ibu yang tadinya datang ke rumah makan itu bersama teman-teman arisannya pun memutuskan untuk pulang lebih dahulu dengan beralasan ada urusan darurat. Nyatanya, urusan Sakha dan Tabitha memang masuk dalam kondisi darurat bagi Ibu tunggal itu."Bu, aku dan Tabitha nggak seda
Dulu, Tabitha bukanlah orang yang cengeng. Perceraiannya dengan Sakha-lah yang membuat Tabitha menjadi mudah sekali menangis. Tabitha pikir, setelah ia dan Sakha kembali bersama, ia akan menjadi kuat lagi seperti dulu. Nyatanya, tidak begitu. Tabitha nyaris tak bisa menghentikan tangisnya setelah berhadapan dengan Ibu yang begitu kecewa. Peluk yang diberikan Sakha saat mereka meninggalkan rumah Ibu pun tak bisa membuat Tabitha tenang. Wanita itu justru semakin kalut saja. "Malam ini kamu sendiri nggak papa? Atau mau tidur di rumah Mama dulu?" Keheningan yang tercipta selama perjalanan menuju rumah Tabitha itu terpecah oleh pertanyaan Sakha yang terlontar dengan lembut. Tabitha mengalihkan tatapan dari lampu merah di sisi jalan untuk menoleh, menatap Sakha yang ternyata sedang menatapnya juga. Sakha tersenyum padanya, seolah-olah mereka tidak sedang berada dalam masalah. "Nggak papa. Terlalu jauh kalau ke rumah Mama." Sakha manggut-manggut. "Besok supirnya Pram yang akan jemput ka
Obrolan tentang Ranis tak lagi berlanjut setelah mobil yang disetiri Albert memasuki pelataran lokasi pameran Sakha diadakan. Karena letak lahan parkir ada di belakang gedung, Albert menurunkan Tabitha dan Alex terlebih dulu agar Tabitha tak perlu menghabiskan banyak tenaga untuk berjalan. Turun dari mobil dibantu oleh Alex, pandangan Tabitha langsung tertuju pada standee banner berukuran cukup besar yang menginformasikan tentang pameran yang mengusung tema "Walk in Memories". Tabitha merasakan desakan aneh di dadanya hanya karena membaca tema pameran itu. "Kenapa, Tha?" tegur Alex saat langkah Tabitha terhenti. Senyum dilontarkan Tabitha seraya melanjutkan langkah dan membalas, "Nothing. Gue cuma penasaran aja kenapa tema pamerannya soal kenangan gitu." Alex mengendikkan bahu saat langkah mereka sudah sama lagi. "Lo tanya langsung aja sama yang ngadain pameran." Keduanya masuk ke dalam gedung setelah menunjukkan kartu undangan khusus kepada petugas yang berjaga di depan pintu. M
Tabitha tidak kembali ke galeri setelah makan siang dan memilih untuk menculik Albert—meski tadi sempat bersitegang, Tabitha merasa jauh lebih nyaman berada di sekitar laki-laki itu ketimbang bersama Alex—agar mau menemaninya window shopping karena sudah bosan berada di dalam galeri. "Bee, ingat ya. Jangan dipaksa buat jalan kalau udah mulai capek," peringat Sakha tadi dengan raut wajah keberatan. Namun, Tabitha akan selalu menjadi Tabitha yang keras kepala. Larangan Sakha itu malah membuat Tabitha memaksa kakinya sampai benar-benar lelah untuk diajak berjalan. Tidak ada alasan khusus mengapa Tabitha melakukannya. Ia hanya ingin mengalihkan pikirannya dari bayangan tentang Ranis. "Lo kenapa sih, Tha?" "Emangnya gue kenapa?" Tabitha balik bertanya setelah mengembalikan sebuah lipstick ke rak. Albert menghela napas. "Waktu gue sama Sakha nyinggung soal Ranis, lo langsung bad mood gitu. Ada sesuatu yang terjadi yang enggak gue tahu?" Kalau Albert sudah dalam mode 'kepo' seperti ini,
Entah berapa banyak foto yang ditayangkan dalam slide tadi, Tabitha larut dalam setiap momen. Tabitha mengingat setiap momen hingga tempat diambilnya foto-foto itu, tetapi angle dari setiap foto yang berbeda itu menyadarkan Tabitha bahwa foto-foto itu adalah foto yang belum pernah Sakha tunjukkan kepadanya. Entah dulu Sakha sengaja menyimpannya untuk ditunjukkan kepada Tabitha di hari-hari spesial, ulang tahun Tabitha misalnya, atau ada alasan lain yang tidak laki-lai itu beritahukan kepadanya. Tabitha begitu takjub hingga setelah beberapa menit tayangan slide yang diiringi lagu I Love You More yang dinyanyikan oleh John K ft. ROSIE itu berakhir dan di detik selanjutnya lampu menyala. Tabitha menghadap tepat ke arah dinding yang penuh dengan foto-fotonya bersama Sakha dalam bingkai yang berukuran beragam yang disusun secara acak, tetapi tampak sangat indah untuk dipandang. Foto-foto itu ada beberapa yang diambil di rumah beberapa hari lalu saat Sakha membersihkan kameranya. Tabitha
Akal sehat Tabitha yang perlahan kembali membuat segala hal yang terjadi selama satu bulan terakhir ini terasa salah di mata Tabitha. Bahwa pilihannya untuk kembali bersama Sakha dan memberikan kesempatan kedua atas hubungannya dengan laki-laki itu adalah kesalahan bodoh yang Tabitha buat. Sebab, seharusnya sejak awal Tabitha meminta Sakha menjelaskan masa lalu yang melibatkan Ranis dalam rumah tangga mereka agar ia mendapatkan gambaran yang jelas tentang apa yang terjadi dulu. Agar Tabitha tak perlu bertanya-tanya lagi tentang kedekatan Sakha dan Ranis dulu—hingga hari ini—sudah sejauh apa. Agara Tabitha bisa memutuskan dengan kepala dingin, melepaskan masa lalu dan melanjutkan hidup atau memperbaiki hubungannya dengan Sakha dan membangun kembali hubungan mereka secara sehat. Namun, kenapa Tabitha malah dengan bodohnya tetap menerima lamaran Sakha dan berniat menikahi mantan suaminya itu lagi tanpa menuntaskan segala hal yang pernah terjadi di masa lalu? Tabitha bahkan pura-pura but