Tiba di kantor Aya langsung menuju ruangan Via, tapi sekretaris Eric itu bilang kalau Eric masih belum kembali dari rapat. Tak perlu bertanya lagi, Aya langsung mengajak Farah ke ruangannya.“Sudah menjiwai banget kamu ya, Ay,” ucap Wisnu melihat Aya datang bersama Farah.“Menjiwai apanya coba,” kata Aya duduk di sebelah Wisnu yang akan memberitahunya tugas lainnya.Baru menjelaskan beberapa tugas, ponsel Wisnu berdering. Samar-samar Aya mendengar kalau besok Eric harus melakukan perjalanan dinas ke luar kota.“Bentar ya, Ay. Mau nyari tiket pesawat buat Pak Eric,” ucap Wisnu kemudian membuka salah satu aplikasi online lewat ponselnya. Sambil menunggu Wisnu selesai, Aya memandang Farah sejenak dan berpikir. Kalau Eric harus pergi dinas keluar kota besok, lalu siapa yang akan menjaga Farah di rumah. Seperti tidak mungkin Eric akan mengajak Farah pergi dinas. Pasalnya dari surat dinas yang dibagikan di grup w******p HRD, Eric akan pergi dinas selama dua hari dengan agenda rapat bersama j
“Saya mau ambil tas saya,” ucap Aya melangkah masuk. Namun saat akan melewati Eric, pria itu malah menarik tangan Aya dan menahannya. Tak ada kata yang keluar dari mulut pria itu. Ia hanya menatap Aya tanpa berkedip.“Pak,” lirik Aya mulai merasa tak nyaman dengan posisinya. Perlahan pria itu melepaskan tangannya. Tak membuang waktu, Aya bergegas mengambil tasnya yang berada di kamar Farah, lantas keluar rumah tanpa berkata-kata. Memasukan tasnya di kursi belakang, gadis itu bersiap untuk masuk ke dalam mobil, tapi tiba-tiba suara gemuruh terdengar dari langit bersamaan dengan kilatan petir yang menyambar.“Kenapa harus selalu turun hujan sih?” kesal Aya menatap langit yang telah menurunkan hujan dengan derasnya. Jujur saja, Aya paling takut kalau harus mengemudi dalam cuaca ekstrem begini. Hampir lima menit ia berdiri di samping mobil, menunggu hujan reda. Namun dari suara gemuruh yang terdengar, tanda-tanda hujan akan berhenti sama sekali tidak terlihat.“Masuk.” Eric berdiri di de
Sedang asyik mengerjakan laporan di komputer, telepon di mejanya berdering. Via memberitahu kalau Eric memintanya datang ke ruangan. Membawa pulpen di tangannya, Aya berjalan turun menuju ruangan Eric."Langsung masuk aja, Ay," ucap Via yang tengah serius melukis alisnya.Aya masuk setelah mengetuk pintu ruangan Eric. Perlahan ia masuk sambil terus berpikir penyebab ia dipanggil."Ada yang bisa dibantu, Pak?" tanya Aya.Eric menatap Aya beberapa detik kemudian mengambil ponselnya. Aya yang merasa ponsel di saku blazernya bergetar reflek merogohnya. Keningnya berkerut menatap layar ponsel yang hanya menampilkan nomor tidak dikenal."Kenapa gak kamu angkat?" tanya Eric membuat gerakan tangan Aya yang hendak menyimpan ponsel di sakunya terhenti.Jantung Aya mulai berdetak tak karuan saat Eric tahu-tahu berdiri dan berjalan menghampirinya. Ia menampilkan layar ponsel miliknya pada Aya. Gadis itu tak bisa berkata-kata saat melihatnya. Bagaimana tidak, layar ponsel Eric menampilkan nama dan
Sepeninggal Eric, Aya bergegas kembali masuk ke dalam rumah. Ia mempersilahkan Pak Ujang untuk pulang, lantas menghampiri Bu Sri dan Farah yang masih duduk di ruang tamu."Jadi saya harus ngapain, Bu?" tanya Bu Sri."Jangan panggil saya ibu," ucap Aya agak risih."Saya gak enak sama Pak Eric, Bu. Nanti saya dikira gak sopan sama istri majikan," kata Bu Sri.Aya tertawa kecil lalu menjelaskan bahwa ia bukan istri Eric, melainkan hanya bawahan Eric di kantor. Tahu hal itu Bu Sri malah jadi gak enak sama Aya. Berkali-kali ia mengucapkan maaf pada Aya."Gak apa-apa, Bu," sahut Aya santai. Gadis itu kemudian menjelaskan apa-apa saja yang harus Bu Sri lakukan. Terutama saat Farah pulang sekolah.Bu Sri kemudian pamit untuk mengecek area dapur, sementara Aya menemani Farah mengerjakan tugas sekolah. Setelah tugas sekolahnya selesai, Farah tidak mau tidur siang meski telah dibujuk oleh Aya. Gadis kecil itu ingin Aya menemaninya main. Tak tega untuk menolak, Aya mengikuti permintaan Farah dan m
Mengira sudah bebas dari tugas khusus, nyatanya jam sebelas ini Aya harus menjemput Farah karena Eric ada pertemuan dengan mitra kerja sejak pagi. Dengan diantar mobil kantor, Aya menjemput Farah di sekolah."Ada Mama lagi sama Farah," gumam Aya dalam hati. Ia menunggu saja dalam mobil sampai Mama menjauh. Ia masih enggan memberitahu Mama kalau anak bosnya sekolah di tempat Mama memiliki kantin.Membuka kaca mobil, Aya melambai ke arah Farah. Gadis kecil itu lantas berlari kecil menuju mobil yang terparkir di depan sekolah lalu masuk ke kursi belakang."Asyik dijemput sama Tante Aya," sorak Farah melepaskan tasnya.Sepuluh menit kemudian mereka akhirnya tiba di rumah. Bu Sri sendiri sudah berdiri di depan pintu rumah menyambut Farah yang ternyata tidak mau turun kalau Aya tidak ikut turun."Tante Aya kan harus kerja, Sayang," bujuk Aya turun dari kursi depan kemudian berdiri di depan pintu belakang."Sebentar aja, Tante. Janji," rengek Farah dengan jari kelingking mengacung.Aya jadi
Tak ingin dituduh yang macam-macam oleh Eric, Aya akhirnya berbohong. Ia mengatakan kalau alat tes yang ia beli tadi adalah untuk sepupunya. Meski begitu Eric terlihat masih tidak percaya."Saya duluan, Pak," ucap Aya kala Eric melepaskan tangan yang sedari ia genggam.Tak membuang waktu, Aya langsung tancap gas meninggalkan apotek itu. Eric yang niat awalnya ingin membeli obat sakit kepala, malah lupa. Pria itu malah masuk mobil dan pulang.Setiba di rumah, Aya langsung masuk ke dalam kamar dan menyimpan alat tes tadi di tempat yang aman. Gadis itu tak ingin Mama sampai tahu.***Terbangun pukul lima pagi, Aya mengambil alat tes itu dan menyimpannya di saku celana tidurnya. Tanpa menyapa Mama yang sudah sibuk di dapur, Aya melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Dari petunjuk yang ia baca agar hasil yang ditunjukkan akurat, ia harus melakukan tes itu setelah bangun pagi saat buang air kecil pertama. Dengan sangat hati-hati Aya mengikuti petunjuk penggunaan alat itu. Ekspresi wajahnya t
"Keluar." Eric berdiri. Pria itu melipat tangannya di depan dada sembari menatap Aya.Dengan cepat Aya menyelesaikan pekerjaannya. Baru saja sampai di depan pintu, Aya mengaduh kesakitan sambil memegangi perutnya. Lumayan sakit hingga langkah kakinya terhenti."Auw." Aya meringis."Kamu kenapa?" tanya Eric yang tahu-tahu langsung merangkul pinggang Aya."Pak Eric, ngapain?" Aya jadi takut."Perut kamu kenapa? Duduk dulu," ucap Eric yang bersiap membawa Aya untuk duduk di sofa. Namun Aya cepat menolak. Gadis itu merasa ada sesuatu yang keluar dari tubuh bagian bawahnya dan ia harus segera ke kamar mandi sebelum semakin banyak yang keluar.Eric kemudian melepaskan tangannya dan membiarkan Aya keluar dari ruangannya.Tanpa komando, Aya lantas menuju ruangannya. Ia akhirnya bisa tenang karena apa yang ditunggu-tunggunya beberapa bulan ini akirnya datang. Untuk urusan tamu bulanan Aya, memang tidak lancar. Tapi begitu datang, rasa sakit yang mendera begitu menyiksa."Kamu pucat, Ay," ucap
"Hari ini kepala unit pada rapat ya, Nu?" tanya Aya memastikan. Padahal ia sudah membaca undangan rapat yang dibagikan oleh Via di grup whatsapp kantor."Iya. Kamu sudah tahu tapi kenapa nanya lagi," sahut Wisnu, "nanti kamu pesan snack ke toko roti yang biasa ya," lanjut Wisnu.Aya memberikan hormat pada Wisnu tanda setuju. Sedang asyik mengecek beberapa nota pembelian yang menumpuk di mejanya, Aya melotot melihat formulir pengajuan cuti atas nama Via. Ia lantas menunjukkan formulir itu pada Wisnu."Astaga, aku lupa. Untung kamu lihat," ucap Wisnu mengambil kertas itu dan membacanya. Wisnu yang tadi awalnya biasa saja, tiba-tiba senewen. Pasalnya Via mengajukan cuti mulai besok dan itu artinya ia harus menyiapkan pengganti untuk menjadi sekretaris Eric.Aya pura-pura tidak mendengar saat Wisnu menghubungi Via dan bertanya siapa yang akan menggantikannya nanti.Sepuluh menit sebelum rapat dimulai, Aya sudah menyiapkan ruang rapat beserta dengan snacknya. Beberapa kepala unit sudah dat