"Keluar." Eric berdiri. Pria itu melipat tangannya di depan dada sembari menatap Aya.Dengan cepat Aya menyelesaikan pekerjaannya. Baru saja sampai di depan pintu, Aya mengaduh kesakitan sambil memegangi perutnya. Lumayan sakit hingga langkah kakinya terhenti."Auw." Aya meringis."Kamu kenapa?" tanya Eric yang tahu-tahu langsung merangkul pinggang Aya."Pak Eric, ngapain?" Aya jadi takut."Perut kamu kenapa? Duduk dulu," ucap Eric yang bersiap membawa Aya untuk duduk di sofa. Namun Aya cepat menolak. Gadis itu merasa ada sesuatu yang keluar dari tubuh bagian bawahnya dan ia harus segera ke kamar mandi sebelum semakin banyak yang keluar.Eric kemudian melepaskan tangannya dan membiarkan Aya keluar dari ruangannya.Tanpa komando, Aya lantas menuju ruangannya. Ia akhirnya bisa tenang karena apa yang ditunggu-tunggunya beberapa bulan ini akirnya datang. Untuk urusan tamu bulanan Aya, memang tidak lancar. Tapi begitu datang, rasa sakit yang mendera begitu menyiksa."Kamu pucat, Ay," ucap
"Hari ini kepala unit pada rapat ya, Nu?" tanya Aya memastikan. Padahal ia sudah membaca undangan rapat yang dibagikan oleh Via di grup whatsapp kantor."Iya. Kamu sudah tahu tapi kenapa nanya lagi," sahut Wisnu, "nanti kamu pesan snack ke toko roti yang biasa ya," lanjut Wisnu.Aya memberikan hormat pada Wisnu tanda setuju. Sedang asyik mengecek beberapa nota pembelian yang menumpuk di mejanya, Aya melotot melihat formulir pengajuan cuti atas nama Via. Ia lantas menunjukkan formulir itu pada Wisnu."Astaga, aku lupa. Untung kamu lihat," ucap Wisnu mengambil kertas itu dan membacanya. Wisnu yang tadi awalnya biasa saja, tiba-tiba senewen. Pasalnya Via mengajukan cuti mulai besok dan itu artinya ia harus menyiapkan pengganti untuk menjadi sekretaris Eric.Aya pura-pura tidak mendengar saat Wisnu menghubungi Via dan bertanya siapa yang akan menggantikannya nanti.Sepuluh menit sebelum rapat dimulai, Aya sudah menyiapkan ruang rapat beserta dengan snacknya. Beberapa kepala unit sudah dat
Ini sudah hari ketiga Aya menggantikan Via sebagai sekretaris Eric. Ada-ada saja permintaan aneh Eric, mulai dari minta bersihkan meja setiap pagi sampai minta belikan nasi uduk pagi ini. Itu semua membuat Aya harus datang lebih pagi dari Eric.“Mana nasi uduknya?” tanya Eric mengagetkan Aya yang baru saja keluar dari ruangan Eric. Pria itu baru saja tiba saat jam di dinding menunjukkan pukul tujuh kurang lima belas menit. Suasana kantor juga masih sepi dari karyawan, hanya petugas kebersihan yang sedang melakukan tugasnya.“Ini, Pak. Sebentar saya antar ke ruangan Pak Eric,” ucap Aya menuju mejanya.Dari tempatnya berdiri, Eric dapat melihat ada dua wadah makan terletak di atas meja Aya.“Bawa punya kamu juga ke ruangan saya,” perintah Eric berjalan masuk ke dalam ruangannya.Aya berdecak, memanyunkan bibirnya. Niatnya mau sarapan pagi di ruangan atas malah batal karena permintaan Eric. Ia lantas membawa bungkusan yang berisi nasi uduk itu ke ruangan Eric.“Duduk. Makan di sini,” uca
Akhirnya Aya terlepas juga dari tugas tambahannya menggantikan Via selama cuti. Itu artinya hari ini ia tidak perlu melayani Eric yang kadang membuatnya mengelus dada. Setelah selesai sarapan pagi, hal pertama yang Aya lakukan adalah menyelesaikan nota penggantian biaya berobat beberapa karyawan yang sudah menumpuk di mejanya. Mengecek satu per satu keaslian nota itu, ia kemudian membuat rekapnya di komputer lalu mencetaknya."Ay," panggil Wisnu yang baru saja masuk ke ruangan.Aya menoleh menatap Wisnu."Kamu ada rekomendasi tempat wisata yang oke gak?" Wisnu menarik kursi agar bisa duduk lebih dekat dengan Aya yang tengah menyusun hasil cetakannya."Tempat wisata? Emang buat apa?""Tahun ini kan jadwal kegiatan outbond kantor, Ay. Barusan Pak Tomi bilang suruh bikin panitia. Soalnya dia juga harus laporan ke Pak Eric," terang Wisnu."Aku jangan dimasukin jadi panitia ya, Nu," pinta Aya memelas. Gadis itu paling malas kalau harus repot ngurus ini itu. Belum lagi nanti dikasih tanggun
Sebelum menjemput Farah di sekolah, Eric menjemput Ajeng dulu di rumah. Kesempatan ini digunakan Ajeng untuk menginterogasi Eric mengenai Aya. Ia dapat melihat kalau gelagat Eric tidak seperti biasanya saat bersama dengan Aya. Namun Eric selalu menyangkal hal itu."Tolong ya, Ric. Mama gak mau kamu memanfaatkan dia hanya karena dia mirip sama mendiang istri kamu," ucap Ajeng menghela nafas."Eric tahu, Ma. Dia orang yang beda," sahut Eric datar memarkirkan mobilnya.Mereka berdua kemudian turun dan menghampiri Farah yang telah duduk menunggu dijemput. Ajeng menggandeng tangan Farah berjalan menuju mobil Eric. Meninggalkan sekolah Farah, Eric mengajak mereka untuk makan siang terlebih dahulu. Tak berselang lama, Eric menepikan mobil di salah satu rumah makan yang parkirannya terlihat ramai."Gimana sekolahnya, Sayang?" tanya Ajeng."Ada tugas sekolah, Oma. Nanti Oma bantuin ya," sahut Farah meraih tisu dan mengelap keringat di dahinya.Mereka menikmati menu soto dan sate sambil sesekal
Duduk sendirian di ruangan, Aya bersandar di kursi dengan mata lurus menatap ke arah jendela yang menyajikan pemandangan langit senja. Ia memilih untuk tetap tinggal di kantor meski Wisnu sudah pulang dari setengah jam yang lalu, karena gerimis yang masih setia turun."Kenapa sikap dia kayak gitu ya? Pasti ini karena wajah aku yang mirip," gumam Aya yang masih kepikiran dengan kejadian di ruangan Eric tempo lalu. Begitu seriusnya ia hingga tidak menyadari kalau ada orang yang masuk ke ruangannya. Reflek ia menoleh saat orang tersebut menutup pintu ruangan."Eh. Iya, Pak. Ada yang bisa dibantu?" Aya langsung berdiri dengan wajah yang sedikit gugup.Perlahan Eric berjalan ke arahnya, membuat Aya semakin gugup."Ngapain kamu masih di kantor jam segini?" tanya Eric menatap Aya."Nunggu gerimis reda, Pak," sahut Aya cepat. Tanpa pikir panjang ia menolak ajakan Eric yang ingin mengantarnya pulang. Ia beralasan akan menggunakan jas hujan untuk pulang.Gadis itu langsung mematikan komputernya
“Ric,” panggil Ajeng membuat Eric melepaskan Aya. Ia membiarkan Aya keluar lebih dulu kemudian menyusul.Ajeng sedikit kaget melihat mereka keluar bergantian dari dalam kamar Farah.“Farah sudah tidur, Tante, ” kata Aya seolah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Ajeng.“Eric ke dalam mau ngecek Farah, sekalian mau ajak Aya balik ke kantor, Ma,” sambung Eric kemudian pamit pada Ajeng diikuti dengan Aya.Ajeng tersenyum kecil lantas mengikuti mereka berdua hingga ke depan rumah. Wanita paruh baya itu terus memandangi mereka berdua dari masuk ke dalam mobil hingga menjauh. Sebagai seorang ibu, ia tahu ada yang lain dari anak lelakinya yang sudah lama menduda itu.Aya yang terus memperhatikan jalan, mulai bingung saat Eric tidak mengemudikan mobilnya menuju kantor.“Mau kemana, Pak?” tanya Aya.Eric menjawab dengan menunjuk tempat di depannya. Sebuah pom bensin dengan antrian yang cukup panjang. Hampir sepuluh menit mengantri hingga tiba giliran mereka. Setelah itu mereka lantas menuju k
“Berapa, Mas?” tanya Aya hendak membayar biaya perbaikan motornya. Pagi ini Aya nebeng Wisnu yang kebetulan ada urusan keluar kantor.“Sudah dibayar sama pacar, Mbak. Saya dikasih bonus lagi, makasih banyak ya, Mbak,” ucap pemilik bengkel itu menyiapkan motor Aya.Gadis itu sempat melongo mendengar ucapan pemilik bengkel barusan.“Pacar?” Ulangnya dalam hati. Sejak kapan Eric jadi pacarnya.Setelah mengucapkan terima kasih, Aya lantas tancap gas meninggalkan tempat itu. Setiba di kantor, Aya langsung menuju ruangan Via.“Masuk aja, Pak Eric ada di dalam kok,” kata Via memberitahu.Tak membuang waktu, Aya langsung masuk. Ia benar-benar kaget melihat Ajeng ada di dalam. Dalam hati ia mengumpat kesal karena Via tidak memberi tahu kalau Eric sedang ada tamu.“Ada apa, Aya? Sini duduk,” kata Ajeng ramah melirik penuh arti ke arah Eric."Maaf, saya mengganggu. Saya kembali lagi nanti," kata Aya sembari melangkah mundur hendak keluar dari ruangan. Namun, Ajeng kembali memanggil dan meminta A
Perlahan membuka matanya, Eric merasa kram di salah satu bahunya karena Aya tidur sangat dekatnya tepat di atas dadanya. Wajah Aya begitu tenang hingga Eric tidak tega untuk membangunnya. Dengan sangat hati-hati Eric menggeser Aya lantas menyelimuti istrinya itu. Bergegas ia mengenakan pakaian yang keluar dari kamar untuk mengecek Farah. Beruntung Bu Sri sudah datang dan membantu Farah bersiap-siap."Mama mana, Pa?" tanya Farah kala melihat Eric masuk ke dapur."Masih tidur. Papa antar sekarang?""Mama sakit, Pa? Farah mau lihat," kata Farah bersiap turun dari kursi."Gak usah, Sayang. Kasian nanti Mama kebangun, biar Mama istirahat dulu ya," ucap Eric cepat mencegah Farah yang ingin menghampiri Aya. Pasalnya Aya tidur hanya berbalutkan selimut.Setelah menghabiskan makanannya, Eric mengantar Farah untuk sekolah. Ia sempat bertemu dengan Mama di sekolah yang membawakan makanan untuk Eric dan juga Aya. Eric sempat berbincang sebentar dengan Mama sebelum memutuskan untuk pulang.Setiban
Sampai tamu bulanan Aya selesai, baik Eric maupun Aya lupa pergi ke dokter karena kesibukan di kantor. Beberapa janji dengan klien yang sudah deal harus batal karena terjadi masalah yang tidak pernah diduga sebelumnya."Pokoknya kalian harus tuntut, saya gak mau tahu. Mereka harus ganti rugi!" seru Eric penuh amarah kepada divisi legal di ruang rapat. Via yang berada di ruang rapat sampai takut melihat emosi Eric. Baru kali ini ia melihat Eric seperti itu.Selesai meluapkan emosinya, Eric keluar dari ruangan dengan membanting pintu. Via sampai mematung dibuatnya. Ia kemudian menghampiri staff legal yang masih ada di ruangan dan mendengarkan mereka berdiskusi."Astaga, kok bisa sampai kena tipu?" gumam Via dalam hati mendengar obrolan mereka. Begitu mereka meninggalkan ruang rapat, Via langsung keluar hendak menemui Aya tapi tidak jadi karena Aya tahu-tahu sudah ada di dekat ruang rapat. Ia langsung menarik tangan Via dan menanyakan kebenaran berita yang ia dengar."Iya, Vi," ucap Aya
"Kamu kenapa?" tanya Eric khawatir."Perut aku sakit, Mas," ucap Aya meremas perutnya.Eric meraih baju kimono kemudian memberikannya pada Aya. Tanpa komando Eric menggendong Aya yang tadi mengatakan ingin ke kamar mandi."Kamu di luar aja, Mas," ucap Aya kala Eric malah ikut masuk ke dalam kamar mandi. Dengan berat hati Eric keluar dari tempat itu tapi tidak menutup pintu itu dengan rapat. Beberapa menit kemudian, Aya muncul dari balik pintu dan minta diambilkan tasnya."Mau ngambil apa? Biar aku ambilkan," kata Eric ngotot hendak mengambilkan apa yang hendak Aya minta."Aku datang bulan, Mas," ucap Aya lirih dengan wajah menahan sakit.Cepat Eric mencari apa yang Aya minta. Ia juga sampai memasangkan benda itu pada tempatnya. Jelas saja itu membuat Aya malu."Ay, kamu kenapa lama? Aku masuk ya," ucap Eric mendorong sedikit pintu kamar mandi. Tidak ada jawaban, tapi beberapa detik kemudian Aya keluar dengan wajah menunduk. Eric lantas duduk di samping Aya yang sudah membaringkan diri
Mereka baru saja mendarat di Jakarta dan langsung bergegas menuju rumah Eric. Rasa lelah setelah pesta kemarin masih sangat terasa. Menempati kamar tidur Eric, Aya segera merebahkan diri setelah selesai berganti pakaian.“Katanya tadi lapar?” tanya Eric baru saja masuk kamar setelah menidurkan Farah di kamarnya.“Kayaknya tidur aja deh, Mas. Ngantuk banget,” sahut Aja menguap lebar dan masuk ke dalam selimut.Pria itu kemudian bergegas mengganti pakaiannya dan ikut membaringkan diri di samping Aya. Sambil memandangi Aya yang sepertinya sudah terlelap tidur, senyum mengambang dari bibir pria itu. Salah satu tangan Eric mengelus perutnya yang lapar. Bayangannya tadi ia masih makan bersama dengan Aya, tapi istrinya itu malah tidur duluan. Ia kemudian memutuskan untuk mengambil beberapa bungkus roti dari luar dan membawanya masuk ke dalam kamar.Meski sudah sangat pelan membuka bungkus roti itu, ternyata Aya masih bisa mendengar dan akhirnya terbangun.“Kamu gak tidur, Mas?” tanya Aya men
Setelah menunggu beberapa bulan sesuai dengan permintaan Mama, hari ini akhirnya tiba. Pernikahan Aya dan Eric akan dilangsungkan di salah satu ballroom hotel berbintang yang ada. Aya begitu beruntung karena tak perlu repot mengurus segala persiapan pernikahannya. Semua sudah diatur oleh Eric. Tamu yang datang didominasi oleh orang-orang kantor serta keluarga dan teman-teman Aya juga Mama. Penuh senyum Aya dan Eric menerima setiap tamu yang datang dan memberikan selamat."Selamat ya, Ay," ucap Via sembari memeluk Aya yang ini resmi menjadi istri bosnya itu."Jangan lupa cerita nanti gimana ya malam pertamanya," bisik Via membuat Aya melotot.Dari atas pelaminan, Aya dapat melihat kalau beberapa sepupu serta keluarga dari mendiang papanya datang dan turut mengantri hendak naik ke atas. Aya benar-benar berterima kasih karena mereka tidak berbuat yang aneh-aneh di acaranya hari ini. Meski tak ada senyum saat mereka memberikan selamat.Hingga pesta yang di mulai pukul empat sore akhirnya
Setelah terus ditanya oleh Eric, Aya akhirnya mau menceritakan sedikit mengenai keluarga papanya. Mendengar apa yang Aya ceritakan, Eric malah minta untuk dipertemukan agar ia bisa meminta izin. Jelas saja Aya menolak. Ia sudah kenyang mendengar cacian demi cacian."Tapi tetap aja kita harus minta izin, Sayang," ucap Eric mencoba membujuk."Gak penting, Pak. Minta izin atau enggak ya sama aja. Kalau kita ke sana itu namanya cari penyakit. Saya gak mau, Pak," tolak Aya tegas menatap Eric tajam.Tak ingin membuat gadis itu tambah bete, Eric kemudian melemah dan mengajaknya untuk pergi makan siang keluar.Hubungan Aya dan Eric sudah diketahui oleh semua orang kantor, jadi Eric tidak segan untuk menunjukkan perhatiannya pada Aya di depan umum. Namun hal itu terbading terbalik dengan Aya. Gadis itu masih segan bahkan enggan menunjukkan bahwa ia memiliki hubungan dengan Eric. Beberapa kali ia mendengar omongan yang tidak enak dari beberapa karyawan kantor."Kata Mama, Farah ikut pulang ke r
Sama seperti Eric, Aya juga langsung menginterogasi Mama begitu tiba di rumah. Pertanyaan-pertanyaan yang bersarang di otaknya spontan keluar dari mulutnya. Bertubi-tubi hingga Mama tidak bisa menjawabnya."Satu-satu dong tanyanya, Ay? Kamu pikir Mama robot? Robot juga belum tentu bisa langsung jawab banyak pertanyaan," seloroh Mama melenggang menuju dapur membawa satu kardus cukup besar yang sepertinya makanan."Ya habisnya Aya heran aja, kok bisa Mama bisa akrab gitu sama Ibunya Pak Eric," ucap Aya mengekor Mama ke dapur."Namanya juga satu pesawat terus duduk sebelah-sebelah, ya kita pasti ngobrol lah," sahut Mama."Terus Mama ngomongin apa?""Urusan orang tua, Ay. Kamu banyak tanya deh," kata Mama memicingkan mata menatap anak gadisnya itu."Aya kan mau tahu, masa gak boleh?""Ini masih jam kerja, kamu gak balik kantor?"Mendengar jawaban Mama yang seperti itu, Aya memanyunkan bibirnya. Ia kemudian pamit balik ke kantor karena memang belum jam pulang kantor.Mobil Eric sudah terpa
Begitu jam di dinding menunjukkan pukul sepuluh lewat lima belas menit, Aya menghampiri Wisnu dan pamit hendak ke bandara mau menjemput Mama. Tapi sebelum itu ia minta tolong untuk tidak memberitahukan tujuannya pada Eric kalau pria itu bertanya. Ia cepat menuruni tangga dan masuk ke mobil. Namun perjalanannya menuju bandara harus terhambat karena di depannya ada kecelakaan truk terbalik. Mau tidak mau ia harus menunggu hingga truk itu bisa dievakuasi, karena posisinya yang tidak memungkinkan untuk putar balik."Ma, tunggu ya. Ini lagi ada macet," kata Aya menghubungi Mama."Iya, gak apa-apa," sahut Mama yang ternyata sedang menunggu di salah satu tempat makan bersama seorang wanita yang sempat duduk bersebelahan di dalam pesawat.Mama kemudian meletakkan ponselnya di atas meja dan kembali berbincang."Ada macet, jadi disuruh tunggu," ucap Mama memberitahu wanita yang tidak lain adalah Ajeng.Omanya Farah itu sengaja tidak memberitahukan kedatangannya pada Eric. Saat bertemu di pesawa
Tak berselang lama, Aya tiba di rumah Eric dengan membawakan pesanana makanan gadis kecil itu. Ada sup buah hingga ayam goreng."Papanya Farahnya mana?" tanya Aya masuk dan meletakkan bungkusan itu di meja tamu."Papa di kamar, Tante. Kayaknya baru selesai mandi," ucap Farah dengan wajah yang tidak sabar ingin makan makanan yang Aya bawa.Aya sedikit heran mendengar jawaban Farah tadi, karena kalau ia sakit ia pasti jarang mandi. Gaditu kemudian ke dapur dan membawa beberapa piring mangkuk serta sendok garpu ke ruang tamu depan. Langkahnya sempat terhenti saat melihat Eric sudah duduk di samping Farah dengan wajah yang terlihat sudah segar."Tapi badannya masih demam," gumam Aya dalam hati saat tak sengaja menyentuh tangan Eric saat memindahkan bungkusan sup buah ke mangkuk."Gak usah pakai es yang, Farah," kata Aya menyodorkan semangkuk penuh sup buah berwarna pink. Dengan wajah tersenyum dan menganggukan kepala, gadis kecil itu menerima mangkuk dari Aya lantas menyantapnya."Aku mau