“Masuk aja, Ay. Aku lagi ribet nih, banyak banget jadwal Pak Eric minggu ini. Pusing aku ngaturnya. Biasanya juga kamu langsung-langsung aja kalau mau ketemu bos," celoteh Via yang serius menatap layar komputernya saat Aya minta tolong untuk mengantarkan beberapa berkas yang harus ditanda tangani oleh Eric."Kamu, ih," sahut Aya merengut. Ia sempat terdiam di depan pintu ruangan Eric sebelum akhirnya masuk. Dengan wajah tertunduk, Aya menyerahkan berkas itu lantas berdiri menunggu Eric selesai menandatanganinya. Ia tidak berani mengangkat wajahnya menatap Eric, gadis itu masih teringat kejadian semalam di mobil."Makasih, Pak," sahut Aya langsung menarik tangannya saat tak sengaja bersentuhan.Tangannya sampai gemetaran menutup pintu ruangan Eric. Begitu tiba di ruangannya, Aya langsung menelungkupkan wajahnya di meja. Rasanya begitu malu mengingat kejadian semalam. Aya sibuk menebak isi pikiran Eric, karena semalam ia tidak melakukan perlawanan saat Eric menciumnya."Ada apa, Ay? Sak
“Sabar-sabar, Ay. Nanti Wisnu masuk, kamu izin bolos," gumam Aya dalam hati. Sore ini yang seharusnya gadis itu pulang on time, batal karena ia harus ikut menjemput Farah. Ke bandara? bukan. Ia ikut menjemput Farah ke Jakarta. Pasalnya Ajeng atau Tari tidak bisa mengantar Farah balik karena kesibukan masing-masing. Ajeng harus mengerjakan pesanan kue, sementara Tari belum bisa bolos kuliah karena sedang ujian. Ia sudah mencari alasan agar tidak perlu ikut, tapi Eric terlanjur bilang kalau Aya akan menjemputnya.“Sudah?” tanya Eric ketika Aya kembali dengan tas kecil yang ia pegang.“Iya,” sahut Aya singkat sambil masuk ke dalam mobil.Ia masih heran kenapa ia harus selalu diikutkan kalau menyangkut masalah Farah. Memang ia sayang dengan Farah, tapi gak kayak gini juga. Apa-apa harus Aya harus terlibat.Memarkirkan mobilnya di parkir inap yang ada di bandara, mereka lantas masuk dan segera check in.“Tante jadi datang jemput Farah kan?” tanya Farah bersemangat saat panggilan videonya s
Hampir sepuluh menit Aya mondar mandir di dalam kamar, takut serta bingung mau keluar dari kamar. Takut karena ruangan di luar kamar gelap, serta bingung harus mencari tasnya kemana. Jam di layar ponselnya menunjukkan pukul setengah lima pagi dan kondisi baterai ponselnya sudah benar-benar lemah. Ia yakin beberapa menit lagi pasti akan mati.“Coba keluar aja lah,” kata Aya memberanikan diri. Ia bisa meraba-raba dinding untuk mencari saklar lampu.Berbekal cahaya lampu dari kamarnya, Aya berjalan pelan. Baru beberapa langkah menjauh dari kamarnya ia tidak sengaja menabrak seseorang yang membuatnya reflek berteriak.“Ngapain teriak-teriak? Aku Eric. Kamu ngapain jam segini keluar?" Eric menekan saklar yang tidak jauh berada di dekatnya. Suara teriakan Aya yang cukup nyaring membuat Ajeng dan Tari sampai keluar kamar hendak mengecek apa yang terjadi. Ajeng benar-benar kaget saat melihat Aya ada di depannya."Kamu ngajak Aya ke sini?" tanya Mama dengan wajah heran.Mendengar nada suara da
Aya, Farah, dan Tari baru saja selesai makan siang di mall setelah mengajak Farah bermain di salah satu wahana permainan di sana. Tidak langsung pulang ke rumah, mereka mampir dulu ke toko roti Ajeng. Setibanya di sana Aya cukup terpana dengan desain toko roti Ajeng yang sangat cozy."Mama sudah makan kan?" tanya Tari membawa Aya dan Farah masuk ke ruangan Ajeng. Farah memeluk Ajeng sejenak kemudian membaringkan diri di sofa sambil bermain mainan barunya ditemani oleh Aya."Sudah, Tar. Eric gak ikut?" tanya Ajeng."Gak. Tadi Mas Eric pergi sendiri, gak tahu kemana," sahut Tari menghampiri dan duduk dekat Aya.Adik Eric itu memperhatikan Aya dengan seksama. Caranya memperlakukan Farah yang begitu lembut dan juga keibuan sama persis seperti Fania. Terlihat Farah yang begitu bahagia saat bersama Aya. Tari bahkan sampai tidak bisa berkata-kata saat Farah dengan santainya menyebut Aya dengan sebutan mama.Asyik bermain, Farah tahu-tahu tertidur di pangkuan Aya. Perlahan ia bergeser dan mem
Menjelang siang mereka akhirnya tiba juga di rumah. Di awal Eric ingin mengantarkan Aya pulang terlebih dulu, namun Aya menolak. Gadis itu beralasan ingin pergi mencari sesuatu sebelum pulang ke rumah padahal sebenarnya tidak. Dengan dijemput taksi online, Aya meninggalkan rumah Eric.Begitu tiba di rumah, Aya langsung menyibukkan diri dengan membersihkan rumah serta mencuci pakaian kotornya. Ia juga harus menyiapkan baju kerjanya untuk seminggu ke depan.“Iya, Ma,” sahut Aya menerima panggilan dari Mama.“Lusa mungkin Mama, Ay. Pesawat sore kayaknya,” ucap Mama memberitahu.“Akhirnya. Aya kira Mama lupa punya anak,” celetuk Aya yang sudah hampir sebulan ditinggal Mama.“Ya maaf, Mama kelamaan. Ya sudah, kamu baik-baik di sana ya,” lanjut Mama mengakhiri panggilannya.Aya lantas memilih untuk tidur setelah semua pekerjaannya selesai. Gadis itu baru terbangun di pukul tujuh kurang itu juga karena ponselnya yang berdering. Tangannya meraih ponsel yang ada di atas meja samping kasurnya.
Sedang merapikan kertas di mejanya, Aya menemukan map putih terselip di antara kertas-kertas bekas. Ia lalu mengambil map itu dalam melihat isinya. Gadis itu cukup kaget saat membaca apa isi map putih itu.“Ini surat resign Putri,” gumam Aya dalam hati teliti membaca setiap isi kertas itu. Di dalamnya juga ada formulir persetujuan Eric atas pengunduran diri Putri dengan alasan akan mengikuti suami.“Serius amat, Ay. Gak mau pulang, sudah jam setengah enam ini,” kata Wisnu yang sudah memegang kunci motornya.“Eh iya. Sebentar lagi,” sahut Aya.“Ya udah. Aku duluan ya,” pamit Wisnu keluar dari ruangan.Aya kemudian sibuk mengutak-atik file di komputernya dan akhirnya menemukan file ia cari. Tak membuang waktu, Aya langsung melengkapi berkas pengajuan pengunjung diri itu.“Oke, besok bakal aku ajuin,” kata Aya mantap dalam hati. Sebenarnya ini Aya lakukan hanya untuk melihat reaksi Eric saja, tapi kalau nanti malah disetujui Aya juga tidak masalah. Ia bisa mencari kerja di tempat lain at
Cuti hari pertama ini, Aya nikmati dengan bersantai di rumah setelah menjemput Mama di Bandara. Gadis itu asyik membongkar tas dan koper yang Mama bawa. Apalagi, kalau bukan mencari oleh-oleh. Aneka makanan khas kota tempat tantenya tinggal, banyak Mama bawa."Kamu gak bilang kalay cuti?" tanya Mama ikut duduk di sofa sambil menonton tivi."Lupa, Ma. Cutinya dadakan sih," sahut Aya yang sedari tadi sibuk mengunyah kripik.Mama kemudian berjalan menuju dapur mengecek persediaan makanan yang ada di kulkas.***Berhubung Eric sedang ada rapat, ia lalu meminta Via untuk menyuruh supir kantor menjemput Farah di sekolah. Gadis kecil itu terlihat pucat saat supir kantor menjemputnya. Ia hanya mengangguk sesekali tersenyum kecil saat supir kantor bertanya padanya."Farah kenapa?" tanya Bu Sri saat menyambut Farah pulang.Gadis kecil itu menggeleng tidak bersemangat. Bu Sri kemudian mengajak Farah untuk berganti baju lantas menemaninya makan siang. Farah yang biasanya selalu menghabiskan makan
“Mama Aya di sini aja ya. Farah mau ditemani Mama Aya,” pinta Farah meneteskan air mata.Melihat pemandangan itu, Aya tidak bisa berkata-kata. Dengan senyum tipis Aya menganggukan kepala.“Sekarang tidur ya,” ucap Aya mengusap kepala Farah.Dari tempatnya duduk, Eric memandangi Aya yang sangat sabar menghadapi Farah. Ia jadi menyesal sudah bernada tinggi saat menyuruh Farah makan tadi.Cukup lama Farah baru benar-benar tertidur. Setiap kali Aya hendak beranjak, Farah langsung membuka mata dan menahannya untuk tidak pergi."Mama Aya, jangan pergi." Farah mengigau dan tanpa sadar melepaskan pegangan tangannya. Aya yang tadinya sudah berniat untuk pulang saat Farah tertidur, jadi merasa tidak tega meninggalkan gadis kecil itu. Jam yang ada di dinding rumah sakit telah menunjukkan pukul sepuluh malam. Khawatir Mama akan menunggunya, ia lalu keluar dari kamar dan menghubungi Mama."Boleh ya, Ma? Aya nemenin temen Aya di rumah sakit jagain anaknya?""Iya gak apa-apa. Mumpung kamu lagi cuti