Sedang merapikan kertas di mejanya, Aya menemukan map putih terselip di antara kertas-kertas bekas. Ia lalu mengambil map itu dalam melihat isinya. Gadis itu cukup kaget saat membaca apa isi map putih itu.“Ini surat resign Putri,” gumam Aya dalam hati teliti membaca setiap isi kertas itu. Di dalamnya juga ada formulir persetujuan Eric atas pengunduran diri Putri dengan alasan akan mengikuti suami.“Serius amat, Ay. Gak mau pulang, sudah jam setengah enam ini,” kata Wisnu yang sudah memegang kunci motornya.“Eh iya. Sebentar lagi,” sahut Aya.“Ya udah. Aku duluan ya,” pamit Wisnu keluar dari ruangan.Aya kemudian sibuk mengutak-atik file di komputernya dan akhirnya menemukan file ia cari. Tak membuang waktu, Aya langsung melengkapi berkas pengajuan pengunjung diri itu.“Oke, besok bakal aku ajuin,” kata Aya mantap dalam hati. Sebenarnya ini Aya lakukan hanya untuk melihat reaksi Eric saja, tapi kalau nanti malah disetujui Aya juga tidak masalah. Ia bisa mencari kerja di tempat lain at
Cuti hari pertama ini, Aya nikmati dengan bersantai di rumah setelah menjemput Mama di Bandara. Gadis itu asyik membongkar tas dan koper yang Mama bawa. Apalagi, kalau bukan mencari oleh-oleh. Aneka makanan khas kota tempat tantenya tinggal, banyak Mama bawa."Kamu gak bilang kalay cuti?" tanya Mama ikut duduk di sofa sambil menonton tivi."Lupa, Ma. Cutinya dadakan sih," sahut Aya yang sedari tadi sibuk mengunyah kripik.Mama kemudian berjalan menuju dapur mengecek persediaan makanan yang ada di kulkas.***Berhubung Eric sedang ada rapat, ia lalu meminta Via untuk menyuruh supir kantor menjemput Farah di sekolah. Gadis kecil itu terlihat pucat saat supir kantor menjemputnya. Ia hanya mengangguk sesekali tersenyum kecil saat supir kantor bertanya padanya."Farah kenapa?" tanya Bu Sri saat menyambut Farah pulang.Gadis kecil itu menggeleng tidak bersemangat. Bu Sri kemudian mengajak Farah untuk berganti baju lantas menemaninya makan siang. Farah yang biasanya selalu menghabiskan makan
“Mama Aya di sini aja ya. Farah mau ditemani Mama Aya,” pinta Farah meneteskan air mata.Melihat pemandangan itu, Aya tidak bisa berkata-kata. Dengan senyum tipis Aya menganggukan kepala.“Sekarang tidur ya,” ucap Aya mengusap kepala Farah.Dari tempatnya duduk, Eric memandangi Aya yang sangat sabar menghadapi Farah. Ia jadi menyesal sudah bernada tinggi saat menyuruh Farah makan tadi.Cukup lama Farah baru benar-benar tertidur. Setiap kali Aya hendak beranjak, Farah langsung membuka mata dan menahannya untuk tidak pergi."Mama Aya, jangan pergi." Farah mengigau dan tanpa sadar melepaskan pegangan tangannya. Aya yang tadinya sudah berniat untuk pulang saat Farah tertidur, jadi merasa tidak tega meninggalkan gadis kecil itu. Jam yang ada di dinding rumah sakit telah menunjukkan pukul sepuluh malam. Khawatir Mama akan menunggunya, ia lalu keluar dari kamar dan menghubungi Mama."Boleh ya, Ma? Aya nemenin temen Aya di rumah sakit jagain anaknya?""Iya gak apa-apa. Mumpung kamu lagi cuti
Alhasil dua hari cutinya habis menemani Farah di rumah sakit, tentunya bersama dengan Eric. Menurut hasil cek darah, Farah mengalami infeksi dan harus tetap tinggal di rumah sakit hingga tiga hari ke depan sampai obat yang telah diresepkan habis."Makan dulu ya," kata Aya membawakan makanan yang baru saja di antar. Sementara Eric pamit keluar untuk mencari makanan, padahal makanan yang lain masih cukup banyak. Meski makanan yang disajikan rumah sakit tidak menggugah selera, Farah tetap menghabiskannya. Namun dengan imbalan roti coklat. Mau tak mau Aya harus mengubungi Eric untuk membelikan kue yang dimaksud oleh Farah."Ada apa?" tanya Eric yang baru saja membeli dua porsi makanan."Farah mau roti coklat.""Kalau kamu apa? Mau roti keju?" tanya Eric.Aya terdiam sejenak. Gadis itu merasa heran kenapa Eric bisa tahu kalau ia suka keju. Walau begitu Aya menolak, ia tidak mau apa-apa dari Eric.Ia kemudian menghampiri Farah yang minta ditemani ke kamar mandi. Gadis itu sempat merengek in
Terbangun masih dalam pelukan Eric, tanpa sadar Aya mengelus-elus lengan Eric yang melingkari pinggangnya.“Selamat pagi, Aya,” sapa Eric mencium belakang leher Aya membuat gadis itu bergidik geli. Sadar apa yang ia lakukan tadi adalah sebuah kesalahan, cepat ia mendorong Eric hingga membuat pria itu mengaduh.“Maaf, Pak,” ucap Aya keluar dari dalam selimut dan duduk di tepi ranjang. Bisa-bisanya ia terbuai dalam pelukan pria itu.“Masih subuh, Aya. Tidur lagi aja,” kata Eric setelah melihat jam dinding. Pria itu dengan santainya berpindah dan meletakkan kepala di pangkuan Aya. Aya sempat mematung beberapa menit sebelum akhirnya ia meminta Eric untuk beralih dari pangkuannya. Berkali-kali Aya berusaha mengangkat kepala Eric, tap pria itu malah memeluknya.“Pak, nanti ada yang lihat. Orang nanti malah mikir yang negatif,” kata Aya tidak enak.“Oke,” ucap Eric mengangkat kepalanya tapi malah memberikan ciuman kilat di bibir Aya.Aya menggigit bibir bawahnya seraya memalingkan wajahnya.
Bukan main terkejutnya Eric saat melihat Ajeng dan Tari tiba di rumah. Hal itu membuat Eric mau tak mau menunda dulu keberangkatannya ke kantor. Tanpa basa basi Ajeng lalu mendudukan Eric dan mengomeli anak pertamanya itu. Pada saat yang sama Tari langsung menemui Farah yang berada di kamarnya, sebelum keponakannya itu keluar dan melihat papanya di omeli.“Halo cantiknya, Tante,” ucap Tari membuka lebar kedua tangannya dan memeluk gadis kecil itu.“Tante Tari sama siapa? Sama Oma ya?” tanya Farah.Tari mengangguk tapi tidak membawa Farah keluar dari kamarnya. Ia meminta Farah untuk bercerita kenapa sampai masuk rumah sakit. Dengan antusias gadis kecil itu bercerita semuanya, termasuk saat Eric dan Aya terlihat begitu manis.“Memangnya Farah mau kalau Tante Aya jadi mamanya Farah?” tanya Tari penasaran.“Ya mau dong, Tante. Tante Aya baik, perhatian, sayang sama Farah,” ucap Farah dengan wajah penuh senyum.“Karena wajah Tante Aya mirip ya sama mamanya Farah?” selidik Tari. Ia ingin ta
Aya kemudian pamit hendak kembali ke ruangannya setelah berada di ruangan Eric hampir lima belas menit. Ia sudah berusaha menahan agar Farah tidak ikut dengannya tapi gagal. Gadis kecil itu bersikeras ingin ikut ke ruangan Aya. Tidak ingin Farah menjadi tantrum, Ajeng langsung mengiyakan dan meminta Aya membawa cucunya itu.Sepeninggal Aya dan Farah, Ajeng langsung menghujani Eric dengan berbagai macam pertanyaan seputar Aya. Apalagi ditambah dengan pemandangan tadi yang ia lihat."Mama memangnya lihat apa?" tanya Eric dengan wajah polos."Ya ampun, Mas. Tari juga lihat Mas Eric tadi itu mau –““Kamu susulin Farah aja ke atas,” kata Eric cepat memotong ucapan Tari.“Tari masih mau di sini. Mau makan cemilan ini,” sahut Tari menolak sambil meraih setoples kue coklat yang ada di meja.Eric enggan menjawab setiap pertanyaan yang Ajeng lontarkan dan lebih memilih berpura-pura sibuk mengetik sambil menatap layar laptopnya.“Kamu jawab Mama dong?” Ajeng menutup paksa laptop yang sedang Eric
Aya duduk bersandar sambil memijat-mijat keningnya. Gadis itu merasa bodoh dengan apa yang ia ucapkan saat di mobil tadi. Bisa-bisanya ia terbawa emosi lantas mengiyakan ucapan Eric. Sekarang Aya jadi bingung sendiri harus bersikap bagaimana."Cara jelasin ke Mama gimana?" gumam Aya pasrah."Jelasin apa memangnya, Ay?" Reflek Mama bertanya kala ia membuka pintu kamar Aya dan mendengar jelas ucapan anak gadisnya itu. Mama sengaja datang ke kamar Aya karena sudah pagi begini Aya tidak terlihat keluar dari dalam kamar."Nggak, Ma," ucap Aya tersenyum kecil sambil cepat memikirkan alasan, "ini perut Aya sakit, jadi hari ini izin gak masuk kantor," lanjut Aya memegangi perutnya."Oh ya sudah. Kalau gitu Mama jalan dulu ya. Di dapur Mama sudah masak, jangan lupa kamu makan ya," pesan Mama tersenyum sembari mendekat.Mengantarkan Mama hingga pintu depan, Aya lantas mengunci pintu rumah. Ia bersyukur karena Mama percaya dengan alasannya tadi. Setelah mandi, gadis itu menuju dapur dan sarapan.