Di ruang interogasi yang dingin dan sepi, Aera dan Rocky duduk di kursi logam yang berderit, berhadapan dengan dua detektif yang siap mengungkap kebenaran. Lampu terang di atas kepala mereka menciptakan bayangan tajam di wajah keduanya, mempertegas ketegangan yang mengisi ruangan.Niko duduk di seberang mereka, membuka file dengan pelan namun tegas. Di sampingnya, detektif Arif, yang telah bekerja sama dengan Niko selama bertahun-tahun, menyiapkan alat rekaman."Baiklah, Aera, Rocky," Niko memulai dengan suara tenang namun penuh tekanan, "kalian berdua punya banyak yang harus dijelaskan. Mulai dari hubungan kalian, sampai keterlibatan kalian dalam skandal ini."Aera menatap Niko dengan pandangan penuh kebencian, sementara Rocky mencoba mempertahankan sikap tenangnya, meskipun keringat dingin mulai membasahi dahinya."Beraninya kau memperlakukan aku seperti ini Mas," kata Aera tidak terima."Aera," Arif memulai, suaranya lembut namun tegas, "kami menemukan bukti yang menunjukkan b
Suasana di rumah sakit semakin tegang ketika Bintang, Agatha, dan Aera menunggu di ruang tunggu. Matahari mulai terbenam, memancarkan cahaya oranye yang lembut melalui jendela. Di sudut ruangan, televisi menyala namun tidak ada yang benar-benar memperhatikan apa yang ditayangkan. Semua perhatian tertuju pada pintu yang akan membuka jalan menuju kebenaran.Pintu ruang laboratorium terbuka, dan Prof. Juno keluar dengan sebuah amplop di tangannya. Dia adalah seorang ahli genetika muda dan sahabat Bintang sejak kuliah. Namun, dia memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Dengan rambut hitam yang rapi dan kacamata modern, Juno membawa aura ketenangan dan kepercayaan diri.“Apa hasilnya, Juno?” tanya Bintang dengan suara tegang, tangannya menggenggam erat tangan Agatha.Aera, yang duduk agak berjauhan, menatap Juno dengan tatapan penuh harap dan ketakutan.Juno membuka amplop itu dengan hati-hati dan mengeluarkan selembar kertas. “Hasil tes DNA menunjukkan bahwa...”Dia berhenti sejenak, menat
Dessy yang menyadari tatapan aneh dari sekitarnya, segera membuka ponselnya dan menyadari berita tersebut. Dia menghela napas panjang, memberanikan diri untuk mendekati Agatha."Apa yang akan terjadi? Mereka berdua sahabat kan?" tanya seorang perempuan yang duduk di belakang Dessy."Agatha, aku bisa menjelaskan," kata Dessy dengan suara tegang.Agatha mengangkat wajahnya, menatap Dessy dengan campur aduk antara kekecewaan dan kebingungan. Agatha mengangguk pelan, dia tahu bahwa percakapan ini sudah lama tertunda.Mereka berjalan keluar kantin, mencari tempat yang tenang untuk berbicara. Sesampainya di taman yang sepi, Dessy langsung memulai pembicaraan.“Agatha, aku tahu kamu pasti bingung dan marah dengan semua ini. Aku minta maaf tidak memberitahumu tentang Niko lebih awal. Aku juga tidak tahu bagaimana berita ini bisa sampai ke media,” Dessy berkata dengan nada tulus.Agatha menatap Dessy dengan mata berkaca-kaca. “Aku tahu, Des. Lambat laun media pasti akan mengoreknya, apal
Bintang menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya sebelum menjawab. "Tidak, Aera. Aku tidak punya istri baru. Aku hanya berpikir ini yang terbaik untuk kita semua. Kita butuh ruang untuk mendinginkan kepala dan memperbaiki hubungan ini tanpa terus-menerus berada di bawah satu atap."Agatha menatap Bintang dengan tatapan bingung. "Tapi, Mas, bukankah kita sedang mencoba memperbaiki semuanya bersama? Kenapa sekarang harus berpisah?"Bintang mengangguk, mengakui kekhawatiran Agatha. "Aku mengerti, Agatha. Tapi aku juga melihat betapa sulitnya bagi kalian berdua untuk benar-benar berdamai dalam situasi seperti ini. Aku pikir, jika kita semua punya ruang masing-masing, kita bisa lebih mudah memproses perasaan kita dan menemukan cara terbaik untuk bergerak maju."Aera melipat tangan di dada, masih belum puas dengan jawaban Bintang. "Jadi, kau ingin kita tinggal terpisah sementara? Berapa lama? Sampai kapan kita harus seperti ini?"Bintang menatap keduanya dengan penuh rasa say
Setelah Bintang pergi ke kamarnya, Aera dan Agatha duduk dalam keheningan di ruang tamu. Keduanya masih merasa tegang, tetapi perasaan mereka perlahan mulai mereda.Agatha memulai percakapan. "Aera, aku tahu ini sulit untuk kita. Tapi demi bayi yang kita kandung, kita harus berusaha lebih keras untuk rukun."Aera menatap Agatha dengan tatapan yang lebih lembut dari biasanya. "Aku tahu, Agatha. Aku hanya... merasa cemburu. Kau datang ke dalam hidup kami dan segalanya berubah begitu cepat.""Aku tidak pernah bermaksud merebut Bintang darimu," kata Agatha pelan. "Aku mencintainya, sama seperti kamu. Aku hanya ingin kita bisa hidup bersama tanpa konflik."Aera menghela napas panjang. "Aku mengerti. Tapi sulit bagiku menerima kenyataan ini. Apalagi dengan kehamilanku yang... penuh dengan masalah."Agatha mengangguk. "Kita berdua sedang hamil dan itu sudah cukup berat. Kita harus saling mendukung."Aera tersenyum kecil. "Kau benar. Apa yang harus kita lakukan?""Bagaimana kalau kita
Beberapa bulan kemudian, suasana di kampus Agatha sangat meriah. Hari itu adalah hari kelulusan Agatha, dan aula kampus penuh dengan para wisudawan yang mengenakan toga, serta keluarga dan teman-teman yang datang untuk merayakan momen istimewa ini.Agatha duduk di barisan depan bersama teman-temannya, senyum kebanggaan terpancar di wajahnya. Dia merasakan kebahagiaan yang luar biasa setelah semua perjuangan dan tantangan yang dihadapinya selama ini. Di tengah-tengah keramaian, dia sesekali melirik ke arah tempat duduk penonton, mencari sosok Bintang, Aera, dan keluarganya.Di antara para penonton, Bintang duduk dengan penuh kebanggaan, sementara Aera duduk di sebelahnya dengan senyum hangat. Mereka berdua saling berbisik, membahas betapa hebatnya pencapaian Agatha. Di sebelah mereka, Niko juga hadir, memberikan dukungan penuh untuk Agatha.Saat nama Agatha dipanggil, seluruh aula dipenuhi dengan tepuk tangan yang meriah. Agatha bangkit dari tempat duduknya, berjalan menuju panggung
Niko dan Aera tetap bersembunyi di balik tirai dapur, telinga mereka waspada menguping setiap kata yang diucapkan oleh Rocky dan Bu Shinta. "Apa yang kau inginkan, Rocky?" tanya Bu Shinta dengan suara bergetar, meski berusaha terdengar tegar.Rocky tertawa kecil, tawanya penuh dengan kepahitan. "Kau tahu, Bu Shinta, penjara itu tempat yang bagus untuk memikirkan banyak hal. Dan aku banyak berpikir tentang bagaimana kalian semua menghancurkan hidupku."Bu Shinta menegakkan tubuhnya, berusaha terlihat lebih kuat. "Kau mendapatkan apa yang pantas kau dapatkan, Rocky. Apa yang kau lakukan tidak bisa dimaafkan."Rocky menyipitkan mata. "Oh, begitu? Dan bagaimana dengan putrimu yang sempurna itu? Agatha. Apa dia juga tidak melakukan kesalahan? Apakah dia juga tidak pantas mendapat hukuman?”Niko menatap Aera dengan khawatir, tahu bahwa situasi ini bisa menjadi sangat berbahaya. Mereka harus mendapatkan lebih banyak informasi, tapi juga harus mencari cara untuk keluar dari sini dengan
Di rumah Bintang yang sekarang terasa sepi, Aera dan Moona duduk di ruang tamu. Moona, yang masih merasa lelah dengan perkerjaannya, menghela napas panjang dan melemparkan pandangannya ke arah Aera. Mereka berdua tampak tegang, terbungkus dalam keheningan yang berat.Aera dan Moona tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Meskipun hubungan mereka tidak selalu akur, situasi darurat ini telah memaksa mereka untuk bersatu."Jadi, bagaimana keadaan Agatha sekarang?" tanya Moona, memecah keheningan. Suaranya penuh kekhawatiran.Aera menggelengkan kepala, menatap kosong ke arah lantai. "Aku belum mendengar kabar terbaru. Mas Bintang bilang dia akan memberitahu kita begitu ada perkembangan. Aku sangat khawatir."Moona mendekat dan duduk di sebelah Aera. "Kita harus kuat. Aku tahu situasinya sulit, tapi kita harus tetap tenang untuk membantu Bintang dan Agatha."Aera menatap Moona dengan mata berkaca-kaca. "Aku merasa sangat bersalah. Seandainya aku bisa melakukan sesuatu untuk mencegah
"Mas, kamu serius?" tanya Aera gemetar.Sejenak, waktu terasa berhenti. Suara detak jarum jam di ruangan terasa semakin jelas di telinganya, seolah menegaskan betapa tidak terhindarkannya kenyataan yang ada di hadapannya."Aku tidak bisa terus seperti ini, Aera," kata Bintang dengan suara pelan tapi tegas. Matanya berkaca-kaca, namun ia tetap tegar. "Maafkan aku, tapi ini satu-satunya jalan. Semua yang terjadi di antara kita... sudah terlalu jauh. Aku harus melakukan ini demi Agatha dan diriku sendiri."Aera meremas surat itu di tangannya, suaranya tercekat di tenggorokan. "Mas, aku... aku tahu aku telah membuat kesalahan besar. Tapi, tolong... tolong jangan lakukan ini. Jangan tinggalkan aku," suaranya bergetar, penuh dengan rasa putus asa.Bintang menunduk, menghela napas panjang. "Aera, aku sudah memikirkan ini lama. Aku tidak mengambil keputusan ini dengan mudah. Tapi aku tidak bisa terus hidup dalam kebohongan dan luka. Aku butuh waktu untuk menyembuhkan diriku sendiri... dan aku
Aera tak mampu berkata-kata, dadanya terasa sesak melihat putrinya berdiri di depan pintu. Semua rencana, kebohongan, dan manipulasi yang ia lakukan selama ini tiba-tiba terasa sia-sia saat ia menatap wajah lugu Airin. Mata anak kecil itu mencari-cari jawaban di wajah ibunya, tak paham dengan kekacauan yang sedang terjadi.“Aera, kau harus memutuskan sekarang,” suara Niko terdengar lebih lembut, tapi tetap penuh penekanan. “Apakah kau akan terus menyangkal dan membiarkan anakmu terjebak dalam kekacauan ini, ataukah kau akan mengakui semuanya dan memberi dia kesempatan untuk hidup tanpa beban dosa-dosamu?”Aera menundukkan kepala, rasa bersalah dan penyesalan mulai menguasainya. Airin adalah segalanya bagi Aera. Selama ini, dia berusaha keras untuk membenarkan tindakannya demi kelangsungan hidup mereka berdua. Namun, melihat putrinya di sini, di tempat di mana Aera seharusnya melindungi dan bukan sebaliknya, membuat dinding pertahanannya perlahan runtuh.Airin melangkah maju, mendekati
Saat Aera menyusun barang-barangnya dengan panik, pikirannya melayang pada setiap langkah yang telah dia ambil selama ini. Dia teringat akan semua rencana jahatnya, dan bagaimana dia telah dengan licik mengatur semua orang untuk kepentingannya sendiri. Terlalu banyak yang dipertaruhkan dan terlalu banyak yang bisa hilang.Namun, pelariannya tidak semudah yang dia bayangkan. Saat dia keluar dari apartemennya, dia melihat beberapa mobil polisi berpatroli di sekitar area tersebut, tanda bahwa pihak berwenang mulai melakukan pencarian intensif. Dengan cepat, dia merubah arah dan menyusuri gang-gang sempit, mencoba menghindari perhatian. Di tengah kekacauan, Bintang dan Agatha, yang baru saja selesai menonton siaran pers, merasa terombang-ambing oleh berita tersebut. Keduanya duduk dalam keheningan, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Agatha, suaranya penuh kebingungan dan kekhawatiran.“Yang penting sekarang adalah memastikan bahwa
Setelah penangkapan Pak Jinwoo, sesi interogasi diatur untuk mendapatkan pengakuan resmi darinya. Niko dan tim penyidik melakukan interogasi yang intensif untuk mengungkap seluruh keterlibatan Pak Jinwoo dalam berbagai kejahatan. Dalam keadaan tertekan dan merasa tidak ada lagi jalan keluar, Pak Jinwoo akhirnya mengakui semua kesalahannya.Dalam sebuah konferensi pers yang disiarkan secara langsung, Pak Jinwoo memberikan pengakuannya di depan publik. Dengan ekspresi penuh penyesalan, dia mengungkapkan rincian dari semua rencananya.“Saya mengakui semua kesalahan saya,” kata Pak Jinwoo dengan suara gemetar. “Aera adalah otak di balik semua ini. Dia tidak bisa menerima kenyataan bahwa Bintang bersama Agatha dan berusaha menghancurkan kehidupan mereka.”Pak Jinwoo melanjutkan, “Saya juga yang menjebak Pak Johan, ayah Bintang. Semua tuduhan penggelapan yang dikenakan padanya adalah rencana saya untuk menutupi jejak-jejak saya dan mengalihkan perhatian dari aktivitas ilegal saya.”Pengakua
Di sebuah sudut kota yang sepi, mobil yang mencurigakan di rekaman CCTV ditemukan oleh tim investigasi. Detektif Arif berhasil melacak nomor plat mobil tersebut dan menemukan bahwa itu adalah kendaraan yang pernah dipakai oleh seseorang dengan hubungan langsung dengan Bu Shinta. Arif dan Niko segera menindaklanjuti petunjuk ini dengan memeriksa alamat yang terdaftar. Ketika mereka sampai di rumah kecil di pinggiran kota yang dikelilingi taman, mereka melihat tanda-tanda kehidupan. Tanpa membuang waktu, mereka memasuki rumah tersebut dengan hati-hati."Ini rumah yang sama," kata Niko, memeriksa sekeliling dengan seksama. "Kita harus sangat hati-hati."Di dalam rumah, Gio terlihat bermain dengan mainan di ruang tamu. Bu Shinta, meski terlihat cemas, mencoba tetap tenang di samping cucunya. Ketika mendengar suara pintu terbuka, wajah Bu Shinta memucat dan dia tahu bahwa waktu untuk melarikan diri semakin singkat."Jangan takut, Gio," kata Bu Shinta dengan lembut, sambil mengajak Gio ber
Saat sore hari yang tenang, Gio dan Airin bermain di halaman depan rumah Agatha. Tawa mereka menggema di udara, sementara sinar matahari sore memberikan cahaya hangat. Agatha berada di dapur, dengan hati-hati menyiapkan susu untuk anak-anaknya. Sesekali, ia melirik keluar jendela, memastikan mereka masih bermain dengan aman.Di halaman, pengasuh yang biasanya mengawasi Gio dan Airin pergi ke kamar mandi sebentar. Agatha merasa tenang karena yakin bahwa anak-anaknya berada di tempat yang aman. Namun, ketika ia keluar dari dapur dengan dua botol susu hangat di tangannya, ia merasakan ada yang tidak beres.Agatha melihat Airin berdiri sendirian di dekat gerbang dengan wajah bingung. Hatinya berdegup kencang saat ia bergegas mendekati putrinya. "Airin, ada apa? Di mana Gio?"Airin menatap Agatha dengan mata penuh kebingungan dan sedikit ketakutan. "Gio dibawa pergi seseorang, Tante."Jantung Agatha seakan berhenti mendengar jawaban itu. Cangkir susu di tangannya hampir terjatuh. "Apa maks
Aera menutup pintu rumahnya dengan keras, membiarkan suara gemuruh menggema di seluruh rumah. Dia merasa seolah-olah dunia telah menamparnya keras-keras. Di ruang tamu, dia melempar tasnya ke sofa, lalu duduk dengan mata terpejam, mencoba meredakan badai emosi yang berputar di dalam dirinya.Dalam keheningan yang menyelimuti ruangan, kenangan-kenangan bersama Rocky mulai berkelebat di benaknya. Mereka dulunya adalah sahabat baik. Mereka berbagi segala hal—dari rahasia terdalam hingga mimpi-mimpi terbesar. Namun, segalanya berubah ketika Aera mengenal Bintang di kampusnya. Persahabatan mereka terasa semakin jauh seiring dengan berkembangnya perasaan Aera terhadap Bintang.Aera mengingat saat-saat bahagia di masa lalu ketika mereka pertama kali bertemu. Senyuman hangat Rocky, sentuhan lembutnya, dan canda tawa yang mereka bagi. Semua itu terasa seperti mimpi yang jauh, hilang di balik awan kelabu masalah yang kini mereka hadapi.Dia mengingat saat mereka berjalan di taman, tangan mereka
Gio tahu bahwa ibunya tidak benar-benar fokus saat bermain dengannya. Meskipun dia masih kecil, dia bisa merasakan kesedihan yang terselubung di balik senyum ibunya. Dengan cepat, dia mencari cara untuk membuat Agatha tertawa."Mama, lihat ini!" serunya dengan antusias.Gio berlari ke kamarnya dan kembali dengan memakai topi besar dan kacamata hitam yang terlalu besar untuk wajahnya. Dia mulai berakting seperti detektif, berkeliling ruang main dengan gaya lucu sambil berbicara dengan suara dalam, "Hmm, sepertinya ada kasus besar di sini! Siapa yang mencuri senyuman Mama?"Agatha tidak bisa menahan tawa melihat aksi Gio yang menggemaskan. Gelak tawanya akhirnya pecah, membebaskan sebagian beban di hatinya.Dia meraih Gio dan memeluknya erat. "Kamu memang detektif yang hebat, Gio. Terima kasih sudah membuat Mama tertawa."Gio tersenyum lebar, senang melihat ibunya bahagia. "Apa pun buat Mama. Aku cinta Mama."Agatha mencium pipi Gio dan berkata dengan lembut, "Mama juga cinta kamu, saya
Niko dan Rocky kembali ke Indonesia dengan perasaan kecewa dan tangan kosong. Setelah berminggu-minggu mencari di Amerika, mereka tidak berhasil menemukan jejak Pak Jinwoo. Setibanya di rumah, wajah mereka tampak lelah dan penuh kekhawatiran.Di ruang tamu rumah besar Agatha, Bintang, Agatha, dan Detektif Arif sudah menunggu mereka. Melihat wajah Niko dan Rocky, mereka tahu bahwa misi itu tidak berhasil."Bintang, Agatha, kami sudah mencari di berbagai tempat di Amerika, termasuk Kanada dan Paris. Tapi Pak Jinwoo sepertinya menggunakan identitas palsu dan berhasil mengelabui kami," kata Niko, menundukkan kepalanya.Rocky menghela napas panjang. "Kami tidak menemukan apa-apa, hanya jejak yang hilang."Agatha yang duduk di sebelah Bintang mencoba tetap tenang. "Yang penting kalian sudah berusaha keras. Kita harus mencari cara lain untuk menemukannya."Bintang menggenggam tangan Agatha erat, memberikan kekuatan pada istrinya. "Kita akan terus mencari, tidak akan berhenti sampai kita mene