Share

Bab 6. Menghindar

Author: Sazthree
last update Last Updated: 2025-03-06 17:05:36

Di belakangnya, Zoya menyandarkan diri di kursi, senyum tipis muncul di sudut bibirnya yang tadinya tampak kesakitan, karena Al gagal mengejar Navya. Dia menatap punggung Al yang masih terpaku di depan pintu, menikmati momen di mana perlahan, benih-benih keretakan dalam rumah tangga Al dan Navya semakin jelas terlihat.

Al kembali ke dalam rumah, dengan raut wajah lelah dan putus asa. Dia menatap Zoya yang tampak sedang mencoba bangkit dengan raut wajah menahan sakit. "Kamu nggak apa-apa? Aku antar kamu ke rumah sakit aja, ya?" tawarnya.

Zoya menggeleng pelan, berusaha tersenyum lemah. "Nggak usah, Al. Aku udah mendingan kok. Maaf, aku selalu bikin kamu khawatir ... dan maaf juga karena kehadiran aku selalu bikin masalah buat hubungan kamu sama Navya. Sebentar lagi aku bakal pergi dan nggak akan ganggu hubungan kalian lagi kok, Al."

"Ssst, kamu ngomong apa sih? Kamu harus bertahan dan sembuh. Tolong lakukan itu demi anak-anak kita, hum?" kata Al sambil menyeka lembut wajah Zoya yang sudah basah karena air mata palsunya.

Al menatap Zoya dalam diam. Sebuah keraguan mulai menggerogoti pikirannya. Namun, sebelum dia bisa berkata lebih jauh, suara Lexa yang riang memecah kesunyian, "Mami, Papa! Ayo antar Lexa ke sekolah! Lexa udah siap nih!"

Zoya tersenyum lembut pada Lexa, lalu menatap Al seakan-akan mengatakan bahwa dia baik-baik saja. "Aku aja yang antar Lexa, kamu nggak usah khawatir."

"Tapi kan katanya kepala kamu sakit."

"Aku tadi ke sini sama supir aku kok. Nanti abis antar Lexa aku juga langsung pulang aja, aku mau istirahat di rumah, Al. Lagian, kayaknya hubungan kamu sama Navya lagi nggak baik, mungkin lebih baik aku nggak ke sini dulu sampe hubungan kalian harmonis lagi."

Al hanya mengangguk pelan, tanpa kata, sebelum berjalan ke kamarnya, meninggalkan Zoya dan Lexa di ruang makan. Di balik wajahnya yang tenang, ada badai yang mengamuk di dalam dirinya—tentang pernikahannya, tentang permintaan cerai Navya, dan tentang kondisi Zoya yang terlihat semakin memburuk, yang membuatnya semakin mengkhawatirkannya, dan hal itu yang membuat seakan semua perhatiannya pada Zoya perlahan mengambil tempat di antara semuanya.

Al duduk di pinggir ranjang, menatap kosong ke arah dinding kamarnya. Napasnya berat, pikirannya penuh dengan kilasan kejadian yang baru saja terjadi. Bagaimana bisa semuanya berjalan sejauh ini? Dia mengusap wajahnya sekali lagi, berusaha menenangkan diri.

"Navya ...," gumamnya pelan, seakan memanggil dalam hening. Dia menyadari bahwa dia telah bersikap kasar padanya, tapi di sisi lain, egonya berbisik bahwa sikap Navya terhadap Zoya lah yang sudah keterlaluan. "Dia minta diperlakukan lembut, tapi dia sendiri selalu bersikap kasar sama Zoya," kata Al membatin, mencari-cari pembenaran untuk ledakan amarahnya tadi.

Akan tetapi, semakin lama dia berpikir, semakin dia sadar bahwa sikap Navya mungkin tidak sepenuhnya salah. Ada luka di hati wanita itu yang kian membesar, dan dia telah mengabaikannya. Mata Al terpejam erat. Sesaat dia merasakan dorongan kuat untuk segera menyelesaikan masalah ini dengan Navya. Dia tidak bisa terus membiarkan keretakan ini bertambah lebar.

"Aku harus segera bicara sama dia," tekad Al akhirnya. Dia memutuskan akan menunggu Navya pulang sebelum berangkat ke rumah sakit. Masalah ini tidak boleh lagi ditunda.

***

Sementara itu, di dalam mobil, Navya dan Axel duduk dalam keheningan. Mobil melaju melewati jalan yang ramai, tapi di dalam hati Navya, ada kehampaan yang tidak bisa dijelaskan. Dia mencoba memfokuskan diri pada perjalanan mereka, tapi tatapan Axel yang tertuju padanya membuatnya sedikit terganggu.

Ketika mereka akhirnya tiba di depan lobi sekolah Axel, Navya menoleh ke arah Axel yang menatapnya dengan sorot mata penuh pertanyaan dan keingintahuan. Dengan lembut, Navya melepaskan sabuk pengamannya, lalu tersenyum pada Axel sambil mengelus pipinya.

"Axel, kenapa kamu lihatin Mama seperti itu, Nak?"

Axel tampak ragu sejenak sebelum akhirnya berkata dengan lirih, "Mama, aku minta maaf."

Navya mengerutkan keningnya, terkejut dengan kata-kata Axel. "Minta maaf? Kenapa tiba-tiba minta maaf, Sayang?"

Axel menunduk sejenak, lalu kembali menatap ibunya dengan wajah yang serius. "Karena Papa sama Mami ... mereka suka bikin Mama sedih. Aku tau Papa tadi marah sama Mama gara-gara belain Mami Zoya. Maafin Papa ya, Ma."

Senyum Navya seketika memudar. Hatinya seolah tertusuk mendengar kata-kata jujur dari anaknya yang masih begitu polos. Dia tahu Axel memperhatikan lebih banyak dari yang ia sadari, dan itu membuatnya semakin berat. Tetapi, dia tidak ingin membebani anaknya dengan masalah orang dewasa.

Detik berikutnya, Navya menarik napas dalam-dalam dan kembali mengulas senyumnya, meski hatinya terasa perih. "Mama baik-baik aja, Sayang," katanya sambil membelai lembut pipi Axel. "Axel nggak perlu khawatir. Ini urusan orang dewasa. Axel cuma perlu fokus belajar di sekolah, main sama teman-teman, dan jangan pikirin masalah yang nggak penting, okay?"

Axel menggigit bibirnya pelan, tampak masih bimbang, namun dia mengangguk. "Iya, Ma."

"Oh ya, makasih ya, Sayang, kamu udah ngerawat Mama tadi malam. Kamu pasti ngantuk nanti di sekolah karena tidurnya nggak nyenyak."

Axel mengernyitkan dahinya, "Bukan aku, Ma. Itu Papa. Papa yang rawat Mama tadi malam. Bukan aku."

Navya tertawa kecil, "Papa? Itu nggak mungkin, Sayang. Nggak mungkin Papa kamu merawat Mama. Papa kan tidur di kamarnya."

"Beneran, Ma. Papa yang lakuin itu, bukan Axel," tegas Axel lagi.

Navya tertegun sambil menatap wajah Axel yang tak terlihat kebohongan sedikit pun. Dia tahu Axel jujur padanya. Kemudian dia mengecup kening Axel dengan lembut, berusaha mengalihkan topik, dan mengabaikan rasa ragu yang menyelimuti hatinya.

"Mama sayang kamu, Nak. Sekarang, ayo turun. Jangan sampe kamu terlambat ke sekolah gara-gara kita kelamaan ngobrol. Gak ada yang perlu kamu khawatirkan. Mama baik-baik aja kok."

Axel tersenyum kecil, meskipun dalam hati dia masih merasa bersalah. Dia membuka pintu mobil dan turun, sementara Navya hanya menatapnya dengan perasaan campur aduk.

Setelah Axel menghilang di balik gerbang sekolah, Navya terdiam beberapa saat di dalam mobil, menatap kosong ke depan. Rasa lelah, kesedihan, dan kehampaan menghimpit dadanya.

Dia tahu, semua ini sudah terlalu jauh. Tepat di saat dia berpikir untuk mengakhiri semuanya, sebuah rasa takut menggerogoti hatinya—takut tidak bisa bertemu lagi dengan Axel dan Lexa. Namun, kenyataannya, perlahan tapi pasti, keluarganya telah retak tak tertahankan.

Navya menghela napas berat saat mobilnya perlahan memasuki kawasan perumahan elit tempat tinggalnya itu. Hari itu rasanya terlalu panjang, dan yang dia inginkan hanyalah beristirahat, menjauh dari segala kekacauan yang membebani pikirannya. Namun, begitu dia tiba di depan gerbang, pandangannya langsung tertuju pada sebuah mobil yang sudah sangat ia kenal.

Ya, mobil suaminya masih terparkir di depan pintu utama rumahnya.

Navya menatap mobil itu dengan tatapan kosong. Hatinya merasakan beban yang semakin bertambah. Seharusnya Al sudah pergi ke rumah sakit untuk bekerja, tapi nyatanya dia masih di sini.

"Kenapa dia masih di sini?" Navya menggigit bibirnya, ragu. Sebuah perasaan enggan menjalar di sekujur tubuhnya. Dia tidak siap menghadapi Al sekarang—tidak, setelah pertengkaran mereka tadi.

Related chapters

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 1. Kita Cerai Aja, Mas!

    “Mas, bisa aku minta waktunya sebentar? Aku mau ngomong penting.” Suara Navya terdengar begitu tegas, tapi tak bergetar.Pandangannya lurus menatap pria berstatus suaminya yang ada di hadapannya, tak sedikit pun ia menunduk atau merasa ragu.Aldevaro Mahendra, yang biasa dipanggil Al, enggan untuk menatapnya, dia masih saja berfokus pada laptop di hadapannya. “Ya, ngomong aja, Nav.”“Mas, tolong tutup laptop kamu dulu. Aku mau ngomong serius sama kamu!” Suara Navya mulai meninggi. Kesal karena merasa diabaikan.“Ya ngomong tinggal ngomong aja, Navya. Biasanya juga begitu,” balas Al masih serius mengetikkan sesuatu di atas keyboard laptopnya.Navya menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan air matanya, lalu dengan penuh keyakinan ia berkata dengan tegas, “Kita cerai aja, Mas!”Al seketika menghentikan gerakan tangannya yang sejak tadi jemarinya menari dengan lincah di atas keyboard. Kedua alisnya berkerut sambil mengangkat wajahnya, menatap Navya yang berdiri di depan meja kerjanya,

    Last Updated : 2025-02-09
  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 2. Kesakitan Hati Navya

    Al bersandar pada kursi kerjanya dengan kedua mata yang terpejam sambil memijat pelipisnya, sementara pikirannya bergemuruh."Ada apa sebenarnya? Kenapa semuanya jadi serumit ini?" gumamnya.Dia ingat setiap detail hubungannya dengan Navya. Dia tak pernah memperlakukan istrinya dengan kasar, bahkan tadi adalah pertama kalinya dia membentak Navya. Egonya berkata bahwa dia selalu memperlakukan Navya dengan baik. Dia memberi kebebasan, memenuhi kebutuhan materi, dan memastikan Navya tidak pernah merasa kekurangan. Hanya satu kesalahannya, nafkah batin yang tidak pernah dia berikan.Apakah benar itu satu-satunya masalah? Pikirannya mulai dipenuhi keraguan. Apa mungkin Navya benar-benar merasa dirinya tidak dianggap hanya karena hal itu? Dia menolak untuk percaya. “Aku nggak bersalah. Sejak awal aku udah bilang kalo aku akan memberikan nafkah batin di saat aku udah bisa cinta sama dia, dan dia sendiri setuju tentang hal itu,” batinnya, mencoba meyakinkan diri. Namun di balik itu, dia ta

    Last Updated : 2025-02-09
  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 3. Rasa Sakit Mendalam

    Navya tiba-tiba bangkit dengan kasar sambil mendorong dada bidangnya, membuat Al tersentak. Tanpa kata-kata, Navya menancapkan tumitnya keras-keras ke kaki Al sebelum berlari ke toilet."Akh! Nav! Kenapa kamu injak kaki aku?" Al memekik kesakitan sambil memegangi kakinya. Rasa nyeri menjalar dari telapak kakinya ke seluruh tubuh, tetapi yang lebih menyakitkan adalah perasaan tersisih yang mulai merayap di hatinya."Itu pelajaran buat laki-laki buaya kayak kamu, Mas!" teriak Navya dari dalam toilet.Perempuan itu mengunci pintu toilet, menutup telinga dari segala keributan di luar. Di dalam, dia berdiri mematung di depan cermin, air matanya kembali mengalir tanpa henti.Dengan tangan gemetar, dia meremas bagian dadanya yang sesak, berusaha menenangkan diri."Aku nggak boleh kemakan rayuannya," batinnya berbisik tegas. "Ingat, Nav! Dia itu cuma anggap kamu baby sitter. Nggak akan pernah lebih dari itu! Cinta dia cuma buat Zoya!"Di luar, Al tak henti-hentinya mengetuk pintu toilet. "Na

    Last Updated : 2025-02-09
  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 4. Pemandangan Menyakitkan 

    Perlahan, Al melangkah mendekat, berdiri di samping tempat tidur Axel. Dia melihat Navya yang masih memeluk putranya dengan erat, seperti mencari perlindungan dari kesakitan yang dia rasakan. Al menelan ludah, mencoba menenangkan kegelisahan di hatinya, tetapi wajah Navya yang penuh kelelahan dalam tidurnya membuat dadanya semakin sesak."Navya," bisik Al pelan, meski dia tahu istrinya tidak bisa mendengarnya.Hati Al mencelos saat melihat air mata tiba-tiba mengalir di kedua belah sudut mata Navya, bahkan dalam tidurnya.Dia berlutut di samping tempat tidur, kakinya terasa lemas, seluruh darahnya berdesir dan menghantam dadanya. Ia menatap wajah perempuan yang dulu dia pikir hanya akan menjadi ibu dari anak-anaknya, wanita yang akan menjadi pusat dunianya. Namun, kini ... menyadari bahwa Navya adalah lebih dari sekadar pengasuh anak-anaknya, lebih dari apa yang pernah dia pikirkan, lebih dari dunianya. Dia adalah sosok yang telah memberikan hatinya sepenuh-penuhnya untuknya dan ju

    Last Updated : 2025-02-09
  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 5. Kebimbangan Hati Al

    Navya tertegun di tangga, menyaksikan Zoya memasangkan dasi di leher Al dengan kelembutan yang terkesan sengaja dipertontonkan.Saat mata Zoya bertemu dengannya, Navya bisa melihat senyum licik yang penuh arti di wajah perempuan itu. Tanpa basa-basi, Zoya tiba-tiba terhuyung mundur, tubuhnya bergetar seakan kehilangan keseimbangan."Ahh!" pekik Zoya dengan suara manja, berpura-pura hampir jatuh.Dengan refleks, Al langsung meraih pinggang Zoya, menariknya ke dalam pelukan. "Zoya! Kamu nggak apa-apa?" tanyanya dengan nada khawatir, menatap dalam matanya.Zoya tersenyum kecil, berbisik pelan, "Aku nggak apa-apa, Al, makasih."Axel yang melihat adegan itu dari sudut matanya langsung menoleh ke arah tangga, di mana Navya berdiri. Wajahnya tampak tidak terkejut, tapi matanya penuh kepedihan. Axel segera berlari kecil mendekati Navya, memanggilnya dengan suara lembut, "Mama!"Navya yang sebelumnya terpaku, langsung tersenyum hangat saat Axel mendekat dan memeluknya. "Axel, Sayang," sambutny

    Last Updated : 2025-02-09

Latest chapter

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 6. Menghindar

    Di belakangnya, Zoya menyandarkan diri di kursi, senyum tipis muncul di sudut bibirnya yang tadinya tampak kesakitan, karena Al gagal mengejar Navya. Dia menatap punggung Al yang masih terpaku di depan pintu, menikmati momen di mana perlahan, benih-benih keretakan dalam rumah tangga Al dan Navya semakin jelas terlihat. Al kembali ke dalam rumah, dengan raut wajah lelah dan putus asa. Dia menatap Zoya yang tampak sedang mencoba bangkit dengan raut wajah menahan sakit. "Kamu nggak apa-apa? Aku antar kamu ke rumah sakit aja, ya?" tawarnya. Zoya menggeleng pelan, berusaha tersenyum lemah. "Nggak usah, Al. Aku udah mendingan kok. Maaf, aku selalu bikin kamu khawatir ... dan maaf juga karena kehadiran aku selalu bikin masalah buat hubungan kamu sama Navya. Sebentar lagi aku bakal pergi dan nggak akan ganggu hubungan kalian lagi kok, Al." "Ssst, kamu ngomong apa sih? Kamu harus bertahan dan sembuh. Tolong lakukan itu demi anak-anak kita, hum?" kata Al sambil menyeka lembut wajah Zoya y

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 5. Kebimbangan Hati Al

    Navya tertegun di tangga, menyaksikan Zoya memasangkan dasi di leher Al dengan kelembutan yang terkesan sengaja dipertontonkan.Saat mata Zoya bertemu dengannya, Navya bisa melihat senyum licik yang penuh arti di wajah perempuan itu. Tanpa basa-basi, Zoya tiba-tiba terhuyung mundur, tubuhnya bergetar seakan kehilangan keseimbangan."Ahh!" pekik Zoya dengan suara manja, berpura-pura hampir jatuh.Dengan refleks, Al langsung meraih pinggang Zoya, menariknya ke dalam pelukan. "Zoya! Kamu nggak apa-apa?" tanyanya dengan nada khawatir, menatap dalam matanya.Zoya tersenyum kecil, berbisik pelan, "Aku nggak apa-apa, Al, makasih."Axel yang melihat adegan itu dari sudut matanya langsung menoleh ke arah tangga, di mana Navya berdiri. Wajahnya tampak tidak terkejut, tapi matanya penuh kepedihan. Axel segera berlari kecil mendekati Navya, memanggilnya dengan suara lembut, "Mama!"Navya yang sebelumnya terpaku, langsung tersenyum hangat saat Axel mendekat dan memeluknya. "Axel, Sayang," sambutny

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 4. Pemandangan Menyakitkan 

    Perlahan, Al melangkah mendekat, berdiri di samping tempat tidur Axel. Dia melihat Navya yang masih memeluk putranya dengan erat, seperti mencari perlindungan dari kesakitan yang dia rasakan. Al menelan ludah, mencoba menenangkan kegelisahan di hatinya, tetapi wajah Navya yang penuh kelelahan dalam tidurnya membuat dadanya semakin sesak."Navya," bisik Al pelan, meski dia tahu istrinya tidak bisa mendengarnya.Hati Al mencelos saat melihat air mata tiba-tiba mengalir di kedua belah sudut mata Navya, bahkan dalam tidurnya.Dia berlutut di samping tempat tidur, kakinya terasa lemas, seluruh darahnya berdesir dan menghantam dadanya. Ia menatap wajah perempuan yang dulu dia pikir hanya akan menjadi ibu dari anak-anaknya, wanita yang akan menjadi pusat dunianya. Namun, kini ... menyadari bahwa Navya adalah lebih dari sekadar pengasuh anak-anaknya, lebih dari apa yang pernah dia pikirkan, lebih dari dunianya. Dia adalah sosok yang telah memberikan hatinya sepenuh-penuhnya untuknya dan ju

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 3. Rasa Sakit Mendalam

    Navya tiba-tiba bangkit dengan kasar sambil mendorong dada bidangnya, membuat Al tersentak. Tanpa kata-kata, Navya menancapkan tumitnya keras-keras ke kaki Al sebelum berlari ke toilet."Akh! Nav! Kenapa kamu injak kaki aku?" Al memekik kesakitan sambil memegangi kakinya. Rasa nyeri menjalar dari telapak kakinya ke seluruh tubuh, tetapi yang lebih menyakitkan adalah perasaan tersisih yang mulai merayap di hatinya."Itu pelajaran buat laki-laki buaya kayak kamu, Mas!" teriak Navya dari dalam toilet.Perempuan itu mengunci pintu toilet, menutup telinga dari segala keributan di luar. Di dalam, dia berdiri mematung di depan cermin, air matanya kembali mengalir tanpa henti.Dengan tangan gemetar, dia meremas bagian dadanya yang sesak, berusaha menenangkan diri."Aku nggak boleh kemakan rayuannya," batinnya berbisik tegas. "Ingat, Nav! Dia itu cuma anggap kamu baby sitter. Nggak akan pernah lebih dari itu! Cinta dia cuma buat Zoya!"Di luar, Al tak henti-hentinya mengetuk pintu toilet. "Na

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 2. Kesakitan Hati Navya

    Al bersandar pada kursi kerjanya dengan kedua mata yang terpejam sambil memijat pelipisnya, sementara pikirannya bergemuruh."Ada apa sebenarnya? Kenapa semuanya jadi serumit ini?" gumamnya.Dia ingat setiap detail hubungannya dengan Navya. Dia tak pernah memperlakukan istrinya dengan kasar, bahkan tadi adalah pertama kalinya dia membentak Navya. Egonya berkata bahwa dia selalu memperlakukan Navya dengan baik. Dia memberi kebebasan, memenuhi kebutuhan materi, dan memastikan Navya tidak pernah merasa kekurangan. Hanya satu kesalahannya, nafkah batin yang tidak pernah dia berikan.Apakah benar itu satu-satunya masalah? Pikirannya mulai dipenuhi keraguan. Apa mungkin Navya benar-benar merasa dirinya tidak dianggap hanya karena hal itu? Dia menolak untuk percaya. “Aku nggak bersalah. Sejak awal aku udah bilang kalo aku akan memberikan nafkah batin di saat aku udah bisa cinta sama dia, dan dia sendiri setuju tentang hal itu,” batinnya, mencoba meyakinkan diri. Namun di balik itu, dia ta

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 1. Kita Cerai Aja, Mas!

    “Mas, bisa aku minta waktunya sebentar? Aku mau ngomong penting.” Suara Navya terdengar begitu tegas, tapi tak bergetar.Pandangannya lurus menatap pria berstatus suaminya yang ada di hadapannya, tak sedikit pun ia menunduk atau merasa ragu.Aldevaro Mahendra, yang biasa dipanggil Al, enggan untuk menatapnya, dia masih saja berfokus pada laptop di hadapannya. “Ya, ngomong aja, Nav.”“Mas, tolong tutup laptop kamu dulu. Aku mau ngomong serius sama kamu!” Suara Navya mulai meninggi. Kesal karena merasa diabaikan.“Ya ngomong tinggal ngomong aja, Navya. Biasanya juga begitu,” balas Al masih serius mengetikkan sesuatu di atas keyboard laptopnya.Navya menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan air matanya, lalu dengan penuh keyakinan ia berkata dengan tegas, “Kita cerai aja, Mas!”Al seketika menghentikan gerakan tangannya yang sejak tadi jemarinya menari dengan lincah di atas keyboard. Kedua alisnya berkerut sambil mengangkat wajahnya, menatap Navya yang berdiri di depan meja kerjanya,

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status