Share

Bab 5. Kebimbangan Hati Al

Author: Sazthree
last update Huling Na-update: 2025-02-09 13:20:26

Navya tertegun di tangga, menyaksikan Zoya memasangkan dasi di leher Al dengan kelembutan yang terkesan sengaja dipertontonkan.

Saat mata Zoya bertemu dengannya, Navya bisa melihat senyum licik yang penuh arti di wajah perempuan itu. Tanpa basa-basi, Zoya tiba-tiba terhuyung mundur, tubuhnya bergetar seakan kehilangan keseimbangan.

"Ahh!" pekik Zoya dengan suara manja, berpura-pura hampir jatuh.

Dengan refleks, Al langsung meraih pinggang Zoya, menariknya ke dalam pelukan. "Zoya! Kamu nggak apa-apa?" tanyanya dengan nada khawatir, menatap dalam matanya.

Zoya tersenyum kecil, berbisik pelan, "Aku nggak apa-apa, Al, makasih."

Axel yang melihat adegan itu dari sudut matanya langsung menoleh ke arah tangga, di mana Navya berdiri. Wajahnya tampak tidak terkejut, tapi matanya penuh kepedihan. Axel segera berlari kecil mendekati Navya, memanggilnya dengan suara lembut, "Mama!"

Navya yang sebelumnya terpaku, langsung tersenyum hangat saat Axel mendekat dan memeluknya. "Axel, Sayang," sambutnya penuh kasih sayang.

Axel kemudian mendekatkan mulutnya ke telinga Navya, dan berbisik, "Jangan sedih, Mama. Ada Axel yang selalu sayang sama Mama. Axel akan selalu ada buat Mama, meskipun Papa nggak peduli sama Mama."

Mata Navya perlahan mengembun mendengar kata-kata polos putra sambungnya itu. 

Namun, dia menahan air matanya agar tidak tumpah. Dengan senyum yang tetap terulas, dia mengelus kepala Axel lembut, "Mama juga sayang banget sama Axel."

Zoya, yang baru saja dilepaskan dari pelukan Al, dengan tatapan penuh kemenangan melangkah mendekati Navya. Dengan suara manis, dia berkata, "Navya, ayo ke meja makan. Kata Al kamu lagi sakit. Kamu pasti belum sarapan, 'kan?" Zoya merangkul tangan Navya dengan kepura-puraan yang manis.

Akan tetapi, Navya yang sudah tak bisa lagi menahan kemarahannya, langsung menepis tangan Zoya dengan kasar. Tubuh Zoya kembali terhuyung ke belakang, tetapi kali ini dia sengaja membiarkan dirinya jatuh terduduk di lantai.

"Aduh! Sakit!" teriak Zoya, menutupi wajahnya dengan tangan.

Al yang melihat kejadian itu langsung mendekat, wajahnya berubah penuh amarah. "Navya! Kenapa kamu bersikap kasar seperti itu sama Zoya? Dia kan cuma ngajakin kamu sarapan! Apa sih salahnya, tidak perlu sampai bertindak sejauh ini!" Spontanitas yang juga tidak disadari oleh Al itu, membuat Navya terluka, tapi tak berdarah. 

Alih-alih menangis atau meminta maaf, Navya hanya tertawa sinis. "Zoya, aku saranin, sebaiknya kamu main sinetron lagi aja deh."

"Aku yakin kamu pasti kepake banget buat jadi pemeran perempuan yang teraniaya gitu. Soalnya kamu hebat banget sih, aktingnya."

"Gak heran kenapa kamu dulu pernah jadi artis. Ya, walaupun nggak tenar-tenar amat sih. Kenapa nggak sibuk shooting lagi aja, dari pada terus berusaha sibuk merusak rumah tangga orang. Enakkan syuting, dapat uang kan?" tutur Navya dengan lembut tapi penuh ketegasan yang tidak pernah dia tunjukkan selama ini.

Zoya memasang wajah shock, matanya berkaca-kaca. Dengan nada tersedu-sedu, dia bertanya, "Kenapa kamu benci banget sih sama aku, Nav? Aku kan nggak pernah bermaksud jahat ke kamu, aku nggak bermaksud merusak hubungan rumah tangga kalian, aku cuma ngajak kamu sarapan lho."

Navya mendekat, tatapannya tajam, penuh kemarahan yang terpendam. "Kenapa aku benci sama kamu? Seharusnya aku yang nanya, kenapa kamu terus berusaha menjatuhkan aku, memfitnah aku di depan suamiku dan anak-anak?"

Zoya kembali terhuyung mundur dengan dramatis sambil memegang kepalanya, kali ini Al cepat menangkapnya, menarik Zoya ke dalam pelukannya. "Stop, Navya!" tegur Al keras, masih memeluk Zoya.

Navya hanya tersenyum dingin, menatap pemandangan itu tanpa ekspresi. 

Namum menyiratkan penuh kebencian, kemudian menoleh pada Axel dan Lexa yang sudah duduk di meja makan seraya mengulas senyum manisnya. "Axel, Lexa, kalian udah selesai sarapannya? Kita berangkat sekarang yuk!"

Axel mengangguk, "Iya, Mama. Ayo! Aku udah selesai kok sarapannya."

Dengan cepat, Axel mengambil tas ranselnya dan tas bekalnya dari meja, siap untuk pergi bersama Navya. 

Namun, Lexa dengan suara kecil menolak, "Aku nggak mau pergi sama Mama. Aku mau dianter sama Mami aja. Soalnya Mama jahat sama Mami Zoya."

Hati Navya terasa perih mendengar penolakan dari Lexa. Penolakan yang telah berkali-kali dia terima sejak kehadiran Zoya yang mulai memanipulasi pikiran Lexa. 

Luka itu jauh lebih dalam daripada rasa sakit yang dia rasakan saat melihat kedekatan Al dan Zoya. 

Namun, dia tidak menunjukkan kesedihannya. Dia hanya tersenyum tipis dan berkata, "Okay. Kalo Lexa mau diantar Mami, nggak apa-apa. Mama sama Axel duluan ya, Sayang." Navya hendak mengecup puncak kepalanya, tapi Lexa menghindar dan memeluk kaki Zoya, seolah mencari perlindungan, membuat hatinya semakin terasa linu.

"Nav, kamu lagi sakit, kamu balik ke kamar aja, istirahat, biar aku sama Zoya yang antar anak-anak ke sekolah," kata Al dengan tegas saat menyadari wajah Navya yang masih tampak sedikit pucat.

Navya pun mengabaikannya, dan menggenggam tangan Axel, lalu membimbingnya keluar menuju mobil. Di dalam hatinya, Navya tahu bahwa dia telah mencapai titik di mana tidak ada lagi ruang untuk terus bertahan.

Al baru saja hendak mengejar Navya ketika tiba-tiba Zoya meringis, mengeluh sambil memegang kepalanya. "Aduh, kepala aku tiba-tiba pusing banget, Al." Suara Zoya terdengar lemah, nyaris berbisik.

Al berhenti sejenak, matanya menatap punggung Navya yang sudah hampir mencapai pintu utama, namun rasa tanggung jawabnya pada Zoya membebani langkahnya. "Zoya, kamu kenapa?" Al segera berbalik, menghampiri Zoya, dan membantunya duduk di kursi ruang makan.

Zoya menutup matanya sejenak, lalu membuka perlahan dengan napas yang terengah-engah. "Mungkin tadi aku terlalu panik ... sekarang kepala aku sakit. Maaf, Al, aku jadi bikin repot kamu terus."

Al menatap Zoya penuh kekhawatiran, namun tetap matanya melirik ke arah pintu depan, tempat Navya hampir saja keluar bersama Axel. "Kamu istirahat di sini dulu, ya. Ada yang harus aku omongin sama Navya!" Al berkata cepat, melepaskan genggaman tangannya dari Zoya.

Zoya berusaha meraih tangan Al lagi, namun kali ini Al sudah setengah berlari ke pintu depan, hatinya cemas. Membuat Zoya mendengus kesal dengan raut wajahnya yang berubah kesal.

Sesampainya Al di pintu, suara mesin mobil terdengar keras, disertai deru mobil Navya yang mulai meninggalkan pelataran rumah. Al berhenti di ambang pintu, hanya bisa memandang mobil Navya yang kini sudah hampir menghilang dari pandangan. 

Napasnya tersengal, bukan hanya karena terburu-buru, tetapi juga karena rasa sesal yang mulai merambat masuk.

Dia berdiri diam sejenak, menatap gerbang rumahnya yang kembali ditutup oleh penjaga rumahnya. Seolah ada jarak yang semakin lebar antara dirinya dan Navya, lebih dari sekadar jarak fisik. Kepalanya menunduk, mengusap kasar wajahnya dengan frustrasi.

Kaugnay na kabanata

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 6. Menghindar

    Di belakangnya, Zoya menyandarkan diri di kursi, senyum tipis muncul di sudut bibirnya yang tadinya tampak kesakitan, karena Al gagal mengejar Navya. Dia menatap punggung Al yang masih terpaku di depan pintu, menikmati momen di mana perlahan, benih-benih keretakan dalam rumah tangga Al dan Navya semakin jelas terlihat. Al kembali ke dalam rumah, dengan raut wajah lelah dan putus asa. Dia menatap Zoya yang tampak sedang mencoba bangkit dengan raut wajah menahan sakit. "Kamu nggak apa-apa? Aku antar kamu ke rumah sakit aja, ya?" tawarnya. Zoya menggeleng pelan, berusaha tersenyum lemah. "Nggak usah, Al. Aku udah mendingan kok. Maaf, aku selalu bikin kamu khawatir ... dan maaf juga karena kehadiran aku selalu bikin masalah buat hubungan kamu sama Navya. Sebentar lagi aku bakal pergi dan nggak akan ganggu hubungan kalian lagi kok, Al." "Ssst, kamu ngomong apa sih? Kamu harus bertahan dan sembuh. Tolong lakukan itu demi anak-anak kita, hum?" kata Al sambil menyeka lembut wajah Zoya y

    Huling Na-update : 2025-03-06
  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 1. Kita Cerai Aja, Mas!

    “Mas, bisa aku minta waktunya sebentar? Aku mau ngomong penting.” Suara Navya terdengar begitu tegas, tapi tak bergetar.Pandangannya lurus menatap pria berstatus suaminya yang ada di hadapannya, tak sedikit pun ia menunduk atau merasa ragu.Aldevaro Mahendra, yang biasa dipanggil Al, enggan untuk menatapnya, dia masih saja berfokus pada laptop di hadapannya. “Ya, ngomong aja, Nav.”“Mas, tolong tutup laptop kamu dulu. Aku mau ngomong serius sama kamu!” Suara Navya mulai meninggi. Kesal karena merasa diabaikan.“Ya ngomong tinggal ngomong aja, Navya. Biasanya juga begitu,” balas Al masih serius mengetikkan sesuatu di atas keyboard laptopnya.Navya menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan air matanya, lalu dengan penuh keyakinan ia berkata dengan tegas, “Kita cerai aja, Mas!”Al seketika menghentikan gerakan tangannya yang sejak tadi jemarinya menari dengan lincah di atas keyboard. Kedua alisnya berkerut sambil mengangkat wajahnya, menatap Navya yang berdiri di depan meja kerjanya,

    Huling Na-update : 2025-02-09
  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 2. Kesakitan Hati Navya

    Al bersandar pada kursi kerjanya dengan kedua mata yang terpejam sambil memijat pelipisnya, sementara pikirannya bergemuruh."Ada apa sebenarnya? Kenapa semuanya jadi serumit ini?" gumamnya.Dia ingat setiap detail hubungannya dengan Navya. Dia tak pernah memperlakukan istrinya dengan kasar, bahkan tadi adalah pertama kalinya dia membentak Navya. Egonya berkata bahwa dia selalu memperlakukan Navya dengan baik. Dia memberi kebebasan, memenuhi kebutuhan materi, dan memastikan Navya tidak pernah merasa kekurangan. Hanya satu kesalahannya, nafkah batin yang tidak pernah dia berikan.Apakah benar itu satu-satunya masalah? Pikirannya mulai dipenuhi keraguan. Apa mungkin Navya benar-benar merasa dirinya tidak dianggap hanya karena hal itu? Dia menolak untuk percaya. “Aku nggak bersalah. Sejak awal aku udah bilang kalo aku akan memberikan nafkah batin di saat aku udah bisa cinta sama dia, dan dia sendiri setuju tentang hal itu,” batinnya, mencoba meyakinkan diri. Namun di balik itu, dia ta

    Huling Na-update : 2025-02-09
  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 3. Rasa Sakit Mendalam

    Navya tiba-tiba bangkit dengan kasar sambil mendorong dada bidangnya, membuat Al tersentak. Tanpa kata-kata, Navya menancapkan tumitnya keras-keras ke kaki Al sebelum berlari ke toilet."Akh! Nav! Kenapa kamu injak kaki aku?" Al memekik kesakitan sambil memegangi kakinya. Rasa nyeri menjalar dari telapak kakinya ke seluruh tubuh, tetapi yang lebih menyakitkan adalah perasaan tersisih yang mulai merayap di hatinya."Itu pelajaran buat laki-laki buaya kayak kamu, Mas!" teriak Navya dari dalam toilet.Perempuan itu mengunci pintu toilet, menutup telinga dari segala keributan di luar. Di dalam, dia berdiri mematung di depan cermin, air matanya kembali mengalir tanpa henti.Dengan tangan gemetar, dia meremas bagian dadanya yang sesak, berusaha menenangkan diri."Aku nggak boleh kemakan rayuannya," batinnya berbisik tegas. "Ingat, Nav! Dia itu cuma anggap kamu baby sitter. Nggak akan pernah lebih dari itu! Cinta dia cuma buat Zoya!"Di luar, Al tak henti-hentinya mengetuk pintu toilet. "Na

    Huling Na-update : 2025-02-09
  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 4. Pemandangan Menyakitkan 

    Perlahan, Al melangkah mendekat, berdiri di samping tempat tidur Axel. Dia melihat Navya yang masih memeluk putranya dengan erat, seperti mencari perlindungan dari kesakitan yang dia rasakan. Al menelan ludah, mencoba menenangkan kegelisahan di hatinya, tetapi wajah Navya yang penuh kelelahan dalam tidurnya membuat dadanya semakin sesak."Navya," bisik Al pelan, meski dia tahu istrinya tidak bisa mendengarnya.Hati Al mencelos saat melihat air mata tiba-tiba mengalir di kedua belah sudut mata Navya, bahkan dalam tidurnya.Dia berlutut di samping tempat tidur, kakinya terasa lemas, seluruh darahnya berdesir dan menghantam dadanya. Ia menatap wajah perempuan yang dulu dia pikir hanya akan menjadi ibu dari anak-anaknya, wanita yang akan menjadi pusat dunianya. Namun, kini ... menyadari bahwa Navya adalah lebih dari sekadar pengasuh anak-anaknya, lebih dari apa yang pernah dia pikirkan, lebih dari dunianya. Dia adalah sosok yang telah memberikan hatinya sepenuh-penuhnya untuknya dan ju

    Huling Na-update : 2025-02-09

Pinakabagong kabanata

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 6. Menghindar

    Di belakangnya, Zoya menyandarkan diri di kursi, senyum tipis muncul di sudut bibirnya yang tadinya tampak kesakitan, karena Al gagal mengejar Navya. Dia menatap punggung Al yang masih terpaku di depan pintu, menikmati momen di mana perlahan, benih-benih keretakan dalam rumah tangga Al dan Navya semakin jelas terlihat. Al kembali ke dalam rumah, dengan raut wajah lelah dan putus asa. Dia menatap Zoya yang tampak sedang mencoba bangkit dengan raut wajah menahan sakit. "Kamu nggak apa-apa? Aku antar kamu ke rumah sakit aja, ya?" tawarnya. Zoya menggeleng pelan, berusaha tersenyum lemah. "Nggak usah, Al. Aku udah mendingan kok. Maaf, aku selalu bikin kamu khawatir ... dan maaf juga karena kehadiran aku selalu bikin masalah buat hubungan kamu sama Navya. Sebentar lagi aku bakal pergi dan nggak akan ganggu hubungan kalian lagi kok, Al." "Ssst, kamu ngomong apa sih? Kamu harus bertahan dan sembuh. Tolong lakukan itu demi anak-anak kita, hum?" kata Al sambil menyeka lembut wajah Zoya y

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 5. Kebimbangan Hati Al

    Navya tertegun di tangga, menyaksikan Zoya memasangkan dasi di leher Al dengan kelembutan yang terkesan sengaja dipertontonkan.Saat mata Zoya bertemu dengannya, Navya bisa melihat senyum licik yang penuh arti di wajah perempuan itu. Tanpa basa-basi, Zoya tiba-tiba terhuyung mundur, tubuhnya bergetar seakan kehilangan keseimbangan."Ahh!" pekik Zoya dengan suara manja, berpura-pura hampir jatuh.Dengan refleks, Al langsung meraih pinggang Zoya, menariknya ke dalam pelukan. "Zoya! Kamu nggak apa-apa?" tanyanya dengan nada khawatir, menatap dalam matanya.Zoya tersenyum kecil, berbisik pelan, "Aku nggak apa-apa, Al, makasih."Axel yang melihat adegan itu dari sudut matanya langsung menoleh ke arah tangga, di mana Navya berdiri. Wajahnya tampak tidak terkejut, tapi matanya penuh kepedihan. Axel segera berlari kecil mendekati Navya, memanggilnya dengan suara lembut, "Mama!"Navya yang sebelumnya terpaku, langsung tersenyum hangat saat Axel mendekat dan memeluknya. "Axel, Sayang," sambutny

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 4. Pemandangan Menyakitkan 

    Perlahan, Al melangkah mendekat, berdiri di samping tempat tidur Axel. Dia melihat Navya yang masih memeluk putranya dengan erat, seperti mencari perlindungan dari kesakitan yang dia rasakan. Al menelan ludah, mencoba menenangkan kegelisahan di hatinya, tetapi wajah Navya yang penuh kelelahan dalam tidurnya membuat dadanya semakin sesak."Navya," bisik Al pelan, meski dia tahu istrinya tidak bisa mendengarnya.Hati Al mencelos saat melihat air mata tiba-tiba mengalir di kedua belah sudut mata Navya, bahkan dalam tidurnya.Dia berlutut di samping tempat tidur, kakinya terasa lemas, seluruh darahnya berdesir dan menghantam dadanya. Ia menatap wajah perempuan yang dulu dia pikir hanya akan menjadi ibu dari anak-anaknya, wanita yang akan menjadi pusat dunianya. Namun, kini ... menyadari bahwa Navya adalah lebih dari sekadar pengasuh anak-anaknya, lebih dari apa yang pernah dia pikirkan, lebih dari dunianya. Dia adalah sosok yang telah memberikan hatinya sepenuh-penuhnya untuknya dan ju

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 3. Rasa Sakit Mendalam

    Navya tiba-tiba bangkit dengan kasar sambil mendorong dada bidangnya, membuat Al tersentak. Tanpa kata-kata, Navya menancapkan tumitnya keras-keras ke kaki Al sebelum berlari ke toilet."Akh! Nav! Kenapa kamu injak kaki aku?" Al memekik kesakitan sambil memegangi kakinya. Rasa nyeri menjalar dari telapak kakinya ke seluruh tubuh, tetapi yang lebih menyakitkan adalah perasaan tersisih yang mulai merayap di hatinya."Itu pelajaran buat laki-laki buaya kayak kamu, Mas!" teriak Navya dari dalam toilet.Perempuan itu mengunci pintu toilet, menutup telinga dari segala keributan di luar. Di dalam, dia berdiri mematung di depan cermin, air matanya kembali mengalir tanpa henti.Dengan tangan gemetar, dia meremas bagian dadanya yang sesak, berusaha menenangkan diri."Aku nggak boleh kemakan rayuannya," batinnya berbisik tegas. "Ingat, Nav! Dia itu cuma anggap kamu baby sitter. Nggak akan pernah lebih dari itu! Cinta dia cuma buat Zoya!"Di luar, Al tak henti-hentinya mengetuk pintu toilet. "Na

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 2. Kesakitan Hati Navya

    Al bersandar pada kursi kerjanya dengan kedua mata yang terpejam sambil memijat pelipisnya, sementara pikirannya bergemuruh."Ada apa sebenarnya? Kenapa semuanya jadi serumit ini?" gumamnya.Dia ingat setiap detail hubungannya dengan Navya. Dia tak pernah memperlakukan istrinya dengan kasar, bahkan tadi adalah pertama kalinya dia membentak Navya. Egonya berkata bahwa dia selalu memperlakukan Navya dengan baik. Dia memberi kebebasan, memenuhi kebutuhan materi, dan memastikan Navya tidak pernah merasa kekurangan. Hanya satu kesalahannya, nafkah batin yang tidak pernah dia berikan.Apakah benar itu satu-satunya masalah? Pikirannya mulai dipenuhi keraguan. Apa mungkin Navya benar-benar merasa dirinya tidak dianggap hanya karena hal itu? Dia menolak untuk percaya. “Aku nggak bersalah. Sejak awal aku udah bilang kalo aku akan memberikan nafkah batin di saat aku udah bisa cinta sama dia, dan dia sendiri setuju tentang hal itu,” batinnya, mencoba meyakinkan diri. Namun di balik itu, dia ta

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 1. Kita Cerai Aja, Mas!

    “Mas, bisa aku minta waktunya sebentar? Aku mau ngomong penting.” Suara Navya terdengar begitu tegas, tapi tak bergetar.Pandangannya lurus menatap pria berstatus suaminya yang ada di hadapannya, tak sedikit pun ia menunduk atau merasa ragu.Aldevaro Mahendra, yang biasa dipanggil Al, enggan untuk menatapnya, dia masih saja berfokus pada laptop di hadapannya. “Ya, ngomong aja, Nav.”“Mas, tolong tutup laptop kamu dulu. Aku mau ngomong serius sama kamu!” Suara Navya mulai meninggi. Kesal karena merasa diabaikan.“Ya ngomong tinggal ngomong aja, Navya. Biasanya juga begitu,” balas Al masih serius mengetikkan sesuatu di atas keyboard laptopnya.Navya menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan air matanya, lalu dengan penuh keyakinan ia berkata dengan tegas, “Kita cerai aja, Mas!”Al seketika menghentikan gerakan tangannya yang sejak tadi jemarinya menari dengan lincah di atas keyboard. Kedua alisnya berkerut sambil mengangkat wajahnya, menatap Navya yang berdiri di depan meja kerjanya,

I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status