Beranda / Rumah Tangga / MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN / Bab 4. Pemandangan Menyakitkan 

Share

Bab 4. Pemandangan Menyakitkan 

Penulis: Sazthree
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-09 13:19:47

Perlahan, Al melangkah mendekat, berdiri di samping tempat tidur Axel. Dia melihat Navya yang masih memeluk putranya dengan erat, seperti mencari perlindungan dari kesakitan yang dia rasakan. 

Al menelan ludah, mencoba menenangkan kegelisahan di hatinya, tetapi wajah Navya yang penuh kelelahan dalam tidurnya membuat dadanya semakin sesak.

"Navya," bisik Al pelan, meski dia tahu istrinya tidak bisa mendengarnya.

Hati Al mencelos saat melihat air mata tiba-tiba mengalir di kedua belah sudut mata Navya, bahkan dalam tidurnya.

Dia berlutut di samping tempat tidur, kakinya terasa lemas, seluruh darahnya berdesir dan menghantam dadanya. Ia menatap wajah perempuan yang dulu dia pikir hanya akan menjadi ibu dari anak-anaknya, wanita yang akan menjadi pusat dunianya. 

Namun, kini ... menyadari bahwa Navya adalah lebih dari sekadar pengasuh anak-anaknya, lebih dari apa yang pernah dia pikirkan, lebih dari dunianya. 

Dia adalah sosok yang telah memberikan hatinya sepenuh-penuhnya untuknya dan juga kedua anaknya, Navya adalah surga baginya. Tetapi, dia sendiri yang tidak pernah benar-benar menyadarinya.

"Kenapa aku nggak pernah lihat ini sebelumnya?" gumam Al, meremas jemarinya.

 "Kenapa aku membiarkan dia merasa sendirian selama ini?" lirih Al, merasa sangat bersalah. Dia tatap dalam wajah Navya yang tampak lelah.

Navya tiba-tiba bergerak lagi, tubuhnya menggeliat dalam pelukan Axel. Dengan suara lirih dan serak, dia kembali berbisik, "Maaf ... Axel ... maafin Mama ya, Nak." Pilu, terdengar suara Navya, semakin menyayat hati.

Al merasa seakan dihantam oleh ribuan ton beban yang menghujani hatinya. Dia tahu sekarang bahwa ini bukan hanya tentang dirinya yang mengecewakan Navya. 

Ini tentang bagaimana dia telah mengabaikan semua cinta dan pengorbanan yang diberikan perempuan itu. Navya sudah terlalu lama terluka, dan mungkin kini dia tak punya banyak waktu lagi untuk memperbaikinya. Pantas saja perempuan berhati lembut itu tiba-tiba meminta cerai padanya.

Al dengan hati-hati duduk di tepi tempat tidur, menundukkan kepala, membiarkan perasaannya tercurah dalam keheningan. Dia ingin memeluk Navya, membisikkan permintaan maaf, mengatakan bahwa dia tidak ingin pernikahan ini berakhir.

"Maafkan aku, Nav. Aku, ingin kita tetap bertahan, bilang sajabaku egois, tendang aku, marah aku, aku terima. Asal jangan bercerai, Nav," bisik Al. Tetapi dia tahu, tidak ada kata-kata yang bisa menghapus semua luka yang telah Navya rasakan selama ini.

Saat Al berdiri lagi, matanya tertuju pada Navya yang masih terisak pelan dalam tidurnya.

"Besok ...," bisik Al, berusaha meyakinkan dirinya sendiri. 

"Besok aku harus ngomong sama dia. Aku harus minta maaf secara langsung dan aku akan pastikan dia tau betapa pentingnya dia buat aku dan anak-anak."

Meskipun, dalam hatinya, dia tahu bahwa kata-kata saja tidak akan cukup untuk menyembuhkan hati Navya yang sudah mendapatkan banyak luka karenanya.

Melihat wajah Navya yang terus terlihat gelisah, disentuhnya kening Navya yang ternyata terasa sangat panas. 

"Dia demam?" gumamnya cemas. 

Dia segera membuka laci nakas di samping tempat tidur putranya itu, mengambil termometer infrared, dan mengarahkannya ke dahi istrinya.

"Hah? Tiga puluh sembilan derajat?" Al terkejut saat melihat angka yang tertera pada layar kecil termometernya.

 "Pantesan panas banget. Aku ambil obat sama kompresan dulu, sabar Nav, sabar." Al bergegas keluar dari dalam kamar putranya, dan berlari kecil menuruni anak tangga menuju dapur, mengambil baskom dan air untuk mengompres dahi Navya. 

Kemudian kembali lagi ke kamar Axel, mencari handuk kecil untuk mengompres Navya di lemari pakaian Axel.

"Lepas, jangan ... Aku sudah lelah," lirih Navya yang kembali mengigau, membuat Al menatap sendu wajah istrinya itu. 

"Nav, aku kompres dulu ya. Kamu demam, Nav. Sudah, jangan memberontak lagi, sini biar aku kompres dulu," bujuk Al, Navya sempat membuka kedua matanya, sebelum akhirnya memejamkan kembali.

Setelah memastikan kepala Navya terkompresi dengan sempurna. Dengan telaten, Al mencoba mengangkat kepala Navya, membangunkan Navya yang masih setia memejamkan matanya. 

"Minum obat dulu yah, Nav. Buka mulut mu, ini minumnya pakai sedotan aja, biar nggak keselek," titah Al lembut dan memasukkan satu butir obat paracetamol ke dalam mulutnya.

"Ayo, minum dulu, Nav," ucap Al kembali memintanya untuk meminum air putih untuk mendorong obatnya. 

Navya pun menurut meskipun dalam keadaan setengah sadar dan kedua matanya yang terpejam.

"Pusing," lirih Navya seperti orang mengigau, seluruh wajahnya tampak merah akibat panasnya yang tinggi. 

"Iya, kamu pasti pusing. Tidur yah, Nav," ucap Al lembut. Lalu dia usap Surai lembutnya Navya dengan menatap penuh kasih sayang. 

Hatinya menyesal, kenapa baru sekarang dia menyadari betapa dirinya sangat mencintai wanita ini. 

Kenapa juga, baru kali ini, dia memperhatikan pengorbanan yang sudah diberikan oleh Navya. 

Lihatlah, bagaimana kacaunya dirinya saat ini. Saat istrinya mengucapkan kata cerai. Bagaimana hancurnya hatinya, saat melihat Navya sakit dan tidak berdaya.

Untuk pertama kalinya, sepanjang malam, Al merawat Navya dengan penuh perhatian. Dia bahkan tidak dapat tidur dan hanya terus terjaga, untuk memastikan Navya baik-baik saja. 

***

Keesokan paginya, Navya terbangun dengan handuk kecil setengah basah yang terlipat di atas dahinya. Dia mengernyitkan dahi sambil meraih handuk kecil itu dan mengambilnya. Menatap handuk kecil yang sudah setengah kering itu. 

"Kenapa aku dikompres? Emangnya aku demam, ya?" gumamnya heran. 

"Pasti ini ulah Axel deh. Kenapa sikapnya selalu manis kayak gini sih? Beda banget sama Papanya yang kayak boneka salju. Eh ... tapi boneka salju terlalu lucu."

"Dia lebih mirip sama manekin yang terbuat dari es, lebih cocok sama muka galaknya dia," lanjutnya menggerutu, lalu menatap jam yang bertengger di dinding kamar yang didominasi warna putih itu.

Kedua matanya terbuka sempurna saat melihat jarum pendek itu terarah ke angka 6, dan jarum panjangnya di angka 5.

"Astagfirullah! Udah jam segini?" pekiknya kaget, langsung bergegas bangun dari tempat tidur Axel dengan tubuhnya terhuyung seraya memegang kepalanya, karena masih merasakan sakit di kepalanya. 

"Kenapa kepala aku pusing begini sih?" gumam Navya, sambil memegang pelipisnya dan satu tangan tampak bertumpu di tembok.

Setelah mengerjapkan matanya beberapa kali untuk sedikit meredakan sakit kepalanya, dia bergegas pergi ke toilet untuk membersihkan tubuhnya.

Beruntung kemarin sore, sebelum dia membahas masalah perceraian dengan Al, dia sudah mengambil beberapa pakaiannya, dan meletakkannya di lemari pakaian Axel.

Setelah berpakaian rapi yang menutupi auratnya, dengan hijab pasmina berwarna nude yang ia kenakan untuk menutupi kepalanya, dia segera turun ke lantai bawah, bergegas untuk mengantar Axel ke sekolah.

Namun, pemandangan menyakitkan di bawah sana, berhasil membuat langkah kakinya terhenti, Navya melihat Zoya sedang memasangkan dasi di leher suaminya dengan tatapan penuh cinta.

Bab terkait

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 5. Kebimbangan Hati Al

    Navya tertegun di tangga, menyaksikan Zoya memasangkan dasi di leher Al dengan kelembutan yang terkesan sengaja dipertontonkan.Saat mata Zoya bertemu dengannya, Navya bisa melihat senyum licik yang penuh arti di wajah perempuan itu. Tanpa basa-basi, Zoya tiba-tiba terhuyung mundur, tubuhnya bergetar seakan kehilangan keseimbangan."Ahh!" pekik Zoya dengan suara manja, berpura-pura hampir jatuh.Dengan refleks, Al langsung meraih pinggang Zoya, menariknya ke dalam pelukan. "Zoya! Kamu nggak apa-apa?" tanyanya dengan nada khawatir, menatap dalam matanya.Zoya tersenyum kecil, berbisik pelan, "Aku nggak apa-apa, Al, makasih."Axel yang melihat adegan itu dari sudut matanya langsung menoleh ke arah tangga, di mana Navya berdiri. Wajahnya tampak tidak terkejut, tapi matanya penuh kepedihan. Axel segera berlari kecil mendekati Navya, memanggilnya dengan suara lembut, "Mama!"Navya yang sebelumnya terpaku, langsung tersenyum hangat saat Axel mendekat dan memeluknya. "Axel, Sayang," sambutny

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-09
  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 6. Menghindar

    Di belakangnya, Zoya menyandarkan diri di kursi, senyum tipis muncul di sudut bibirnya yang tadinya tampak kesakitan, karena Al gagal mengejar Navya. Dia menatap punggung Al yang masih terpaku di depan pintu, menikmati momen di mana perlahan, benih-benih keretakan dalam rumah tangga Al dan Navya semakin jelas terlihat. Al kembali ke dalam rumah, dengan raut wajah lelah dan putus asa. Dia menatap Zoya yang tampak sedang mencoba bangkit dengan raut wajah menahan sakit. "Kamu nggak apa-apa? Aku antar kamu ke rumah sakit aja, ya?" tawarnya. Zoya menggeleng pelan, berusaha tersenyum lemah. "Nggak usah, Al. Aku udah mendingan kok. Maaf, aku selalu bikin kamu khawatir ... dan maaf juga karena kehadiran aku selalu bikin masalah buat hubungan kamu sama Navya. Sebentar lagi aku bakal pergi dan nggak akan ganggu hubungan kalian lagi kok, Al." "Ssst, kamu ngomong apa sih? Kamu harus bertahan dan sembuh. Tolong lakukan itu demi anak-anak kita, hum?" kata Al sambil menyeka lembut wajah Zoya y

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-06
  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 1. Kita Cerai Aja, Mas!

    “Mas, bisa aku minta waktunya sebentar? Aku mau ngomong penting.” Suara Navya terdengar begitu tegas, tapi tak bergetar.Pandangannya lurus menatap pria berstatus suaminya yang ada di hadapannya, tak sedikit pun ia menunduk atau merasa ragu.Aldevaro Mahendra, yang biasa dipanggil Al, enggan untuk menatapnya, dia masih saja berfokus pada laptop di hadapannya. “Ya, ngomong aja, Nav.”“Mas, tolong tutup laptop kamu dulu. Aku mau ngomong serius sama kamu!” Suara Navya mulai meninggi. Kesal karena merasa diabaikan.“Ya ngomong tinggal ngomong aja, Navya. Biasanya juga begitu,” balas Al masih serius mengetikkan sesuatu di atas keyboard laptopnya.Navya menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan air matanya, lalu dengan penuh keyakinan ia berkata dengan tegas, “Kita cerai aja, Mas!”Al seketika menghentikan gerakan tangannya yang sejak tadi jemarinya menari dengan lincah di atas keyboard. Kedua alisnya berkerut sambil mengangkat wajahnya, menatap Navya yang berdiri di depan meja kerjanya,

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-09
  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 2. Kesakitan Hati Navya

    Al bersandar pada kursi kerjanya dengan kedua mata yang terpejam sambil memijat pelipisnya, sementara pikirannya bergemuruh."Ada apa sebenarnya? Kenapa semuanya jadi serumit ini?" gumamnya.Dia ingat setiap detail hubungannya dengan Navya. Dia tak pernah memperlakukan istrinya dengan kasar, bahkan tadi adalah pertama kalinya dia membentak Navya. Egonya berkata bahwa dia selalu memperlakukan Navya dengan baik. Dia memberi kebebasan, memenuhi kebutuhan materi, dan memastikan Navya tidak pernah merasa kekurangan. Hanya satu kesalahannya, nafkah batin yang tidak pernah dia berikan.Apakah benar itu satu-satunya masalah? Pikirannya mulai dipenuhi keraguan. Apa mungkin Navya benar-benar merasa dirinya tidak dianggap hanya karena hal itu? Dia menolak untuk percaya. “Aku nggak bersalah. Sejak awal aku udah bilang kalo aku akan memberikan nafkah batin di saat aku udah bisa cinta sama dia, dan dia sendiri setuju tentang hal itu,” batinnya, mencoba meyakinkan diri. Namun di balik itu, dia ta

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-09
  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 3. Rasa Sakit Mendalam

    Navya tiba-tiba bangkit dengan kasar sambil mendorong dada bidangnya, membuat Al tersentak. Tanpa kata-kata, Navya menancapkan tumitnya keras-keras ke kaki Al sebelum berlari ke toilet."Akh! Nav! Kenapa kamu injak kaki aku?" Al memekik kesakitan sambil memegangi kakinya. Rasa nyeri menjalar dari telapak kakinya ke seluruh tubuh, tetapi yang lebih menyakitkan adalah perasaan tersisih yang mulai merayap di hatinya."Itu pelajaran buat laki-laki buaya kayak kamu, Mas!" teriak Navya dari dalam toilet.Perempuan itu mengunci pintu toilet, menutup telinga dari segala keributan di luar. Di dalam, dia berdiri mematung di depan cermin, air matanya kembali mengalir tanpa henti.Dengan tangan gemetar, dia meremas bagian dadanya yang sesak, berusaha menenangkan diri."Aku nggak boleh kemakan rayuannya," batinnya berbisik tegas. "Ingat, Nav! Dia itu cuma anggap kamu baby sitter. Nggak akan pernah lebih dari itu! Cinta dia cuma buat Zoya!"Di luar, Al tak henti-hentinya mengetuk pintu toilet. "Na

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-09

Bab terbaru

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 6. Menghindar

    Di belakangnya, Zoya menyandarkan diri di kursi, senyum tipis muncul di sudut bibirnya yang tadinya tampak kesakitan, karena Al gagal mengejar Navya. Dia menatap punggung Al yang masih terpaku di depan pintu, menikmati momen di mana perlahan, benih-benih keretakan dalam rumah tangga Al dan Navya semakin jelas terlihat. Al kembali ke dalam rumah, dengan raut wajah lelah dan putus asa. Dia menatap Zoya yang tampak sedang mencoba bangkit dengan raut wajah menahan sakit. "Kamu nggak apa-apa? Aku antar kamu ke rumah sakit aja, ya?" tawarnya. Zoya menggeleng pelan, berusaha tersenyum lemah. "Nggak usah, Al. Aku udah mendingan kok. Maaf, aku selalu bikin kamu khawatir ... dan maaf juga karena kehadiran aku selalu bikin masalah buat hubungan kamu sama Navya. Sebentar lagi aku bakal pergi dan nggak akan ganggu hubungan kalian lagi kok, Al." "Ssst, kamu ngomong apa sih? Kamu harus bertahan dan sembuh. Tolong lakukan itu demi anak-anak kita, hum?" kata Al sambil menyeka lembut wajah Zoya y

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 5. Kebimbangan Hati Al

    Navya tertegun di tangga, menyaksikan Zoya memasangkan dasi di leher Al dengan kelembutan yang terkesan sengaja dipertontonkan.Saat mata Zoya bertemu dengannya, Navya bisa melihat senyum licik yang penuh arti di wajah perempuan itu. Tanpa basa-basi, Zoya tiba-tiba terhuyung mundur, tubuhnya bergetar seakan kehilangan keseimbangan."Ahh!" pekik Zoya dengan suara manja, berpura-pura hampir jatuh.Dengan refleks, Al langsung meraih pinggang Zoya, menariknya ke dalam pelukan. "Zoya! Kamu nggak apa-apa?" tanyanya dengan nada khawatir, menatap dalam matanya.Zoya tersenyum kecil, berbisik pelan, "Aku nggak apa-apa, Al, makasih."Axel yang melihat adegan itu dari sudut matanya langsung menoleh ke arah tangga, di mana Navya berdiri. Wajahnya tampak tidak terkejut, tapi matanya penuh kepedihan. Axel segera berlari kecil mendekati Navya, memanggilnya dengan suara lembut, "Mama!"Navya yang sebelumnya terpaku, langsung tersenyum hangat saat Axel mendekat dan memeluknya. "Axel, Sayang," sambutny

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 4. Pemandangan Menyakitkan 

    Perlahan, Al melangkah mendekat, berdiri di samping tempat tidur Axel. Dia melihat Navya yang masih memeluk putranya dengan erat, seperti mencari perlindungan dari kesakitan yang dia rasakan. Al menelan ludah, mencoba menenangkan kegelisahan di hatinya, tetapi wajah Navya yang penuh kelelahan dalam tidurnya membuat dadanya semakin sesak."Navya," bisik Al pelan, meski dia tahu istrinya tidak bisa mendengarnya.Hati Al mencelos saat melihat air mata tiba-tiba mengalir di kedua belah sudut mata Navya, bahkan dalam tidurnya.Dia berlutut di samping tempat tidur, kakinya terasa lemas, seluruh darahnya berdesir dan menghantam dadanya. Ia menatap wajah perempuan yang dulu dia pikir hanya akan menjadi ibu dari anak-anaknya, wanita yang akan menjadi pusat dunianya. Namun, kini ... menyadari bahwa Navya adalah lebih dari sekadar pengasuh anak-anaknya, lebih dari apa yang pernah dia pikirkan, lebih dari dunianya. Dia adalah sosok yang telah memberikan hatinya sepenuh-penuhnya untuknya dan ju

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 3. Rasa Sakit Mendalam

    Navya tiba-tiba bangkit dengan kasar sambil mendorong dada bidangnya, membuat Al tersentak. Tanpa kata-kata, Navya menancapkan tumitnya keras-keras ke kaki Al sebelum berlari ke toilet."Akh! Nav! Kenapa kamu injak kaki aku?" Al memekik kesakitan sambil memegangi kakinya. Rasa nyeri menjalar dari telapak kakinya ke seluruh tubuh, tetapi yang lebih menyakitkan adalah perasaan tersisih yang mulai merayap di hatinya."Itu pelajaran buat laki-laki buaya kayak kamu, Mas!" teriak Navya dari dalam toilet.Perempuan itu mengunci pintu toilet, menutup telinga dari segala keributan di luar. Di dalam, dia berdiri mematung di depan cermin, air matanya kembali mengalir tanpa henti.Dengan tangan gemetar, dia meremas bagian dadanya yang sesak, berusaha menenangkan diri."Aku nggak boleh kemakan rayuannya," batinnya berbisik tegas. "Ingat, Nav! Dia itu cuma anggap kamu baby sitter. Nggak akan pernah lebih dari itu! Cinta dia cuma buat Zoya!"Di luar, Al tak henti-hentinya mengetuk pintu toilet. "Na

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 2. Kesakitan Hati Navya

    Al bersandar pada kursi kerjanya dengan kedua mata yang terpejam sambil memijat pelipisnya, sementara pikirannya bergemuruh."Ada apa sebenarnya? Kenapa semuanya jadi serumit ini?" gumamnya.Dia ingat setiap detail hubungannya dengan Navya. Dia tak pernah memperlakukan istrinya dengan kasar, bahkan tadi adalah pertama kalinya dia membentak Navya. Egonya berkata bahwa dia selalu memperlakukan Navya dengan baik. Dia memberi kebebasan, memenuhi kebutuhan materi, dan memastikan Navya tidak pernah merasa kekurangan. Hanya satu kesalahannya, nafkah batin yang tidak pernah dia berikan.Apakah benar itu satu-satunya masalah? Pikirannya mulai dipenuhi keraguan. Apa mungkin Navya benar-benar merasa dirinya tidak dianggap hanya karena hal itu? Dia menolak untuk percaya. “Aku nggak bersalah. Sejak awal aku udah bilang kalo aku akan memberikan nafkah batin di saat aku udah bisa cinta sama dia, dan dia sendiri setuju tentang hal itu,” batinnya, mencoba meyakinkan diri. Namun di balik itu, dia ta

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 1. Kita Cerai Aja, Mas!

    “Mas, bisa aku minta waktunya sebentar? Aku mau ngomong penting.” Suara Navya terdengar begitu tegas, tapi tak bergetar.Pandangannya lurus menatap pria berstatus suaminya yang ada di hadapannya, tak sedikit pun ia menunduk atau merasa ragu.Aldevaro Mahendra, yang biasa dipanggil Al, enggan untuk menatapnya, dia masih saja berfokus pada laptop di hadapannya. “Ya, ngomong aja, Nav.”“Mas, tolong tutup laptop kamu dulu. Aku mau ngomong serius sama kamu!” Suara Navya mulai meninggi. Kesal karena merasa diabaikan.“Ya ngomong tinggal ngomong aja, Navya. Biasanya juga begitu,” balas Al masih serius mengetikkan sesuatu di atas keyboard laptopnya.Navya menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan air matanya, lalu dengan penuh keyakinan ia berkata dengan tegas, “Kita cerai aja, Mas!”Al seketika menghentikan gerakan tangannya yang sejak tadi jemarinya menari dengan lincah di atas keyboard. Kedua alisnya berkerut sambil mengangkat wajahnya, menatap Navya yang berdiri di depan meja kerjanya,

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status