Share

RAFAEL

Author: Shu Maya
last update Last Updated: 2023-07-07 16:06:31

Mira meminta Alissa untuk mencobanya.

"Bungkus semua size untuk ukuran itu." Titah Mira pada pegawai toko saat melihat Alissa yang cocok dengan baju barunya.

"Maaf Miss, apakah ini nggak berlebihan. Sepertinya tiga potong saja sudah cukup." Keluh Alissa.

Mira menatap Alissa tajam. "Kamu tidak boleh terlihat kumal di samping Rafael, Lissa. Semua anggota kita punya setelan baju mahal, meski hanya supir. Penampilan itu juga hal penting."

Alissa hanya mengangguk setuju. Dia tak berani banyak protes dihari pertamanya bekerja.

"Mbak, tolong bawa dia ke bagian skincare dan make up ya. Carikan yang pas buat dia."

"Siap kak," ujar pegawai toko itu sambil mengajak Alissa menuju bagian lain toko.

"Kau dapat gadis itu dari mana?" Tanya Rafael pada Mira.

"Kenapa?"

"Dia aneh." Jawab Rafael membuat Mira heran.

"Saat kau bilang kalau papa mafia, dia tak bereaksi apapun. Jangan-jangan dia mata-mata."

Mira memcoba mengingat apa yang dikatakan Rafael barusan.

"Mungkin dia pasrah kali sama nasibnya. Aku udah selidikin dia kok. Aman."

Hari sudah menjelang sore saat mereka selesai belanja.

"Kamu tidur dulu aja. Besok pagi jam delapan Rafael harus sudah bangun." Perintah Mira pada Alissa.

Alissa melewati malam dengan sedikit syukur. Dia memegang ponselnya, sedikit ragu untuk menyalakannya.

"Ayo bangun, Tuan!"

Alissa dengan susah payah mengguncang tubuh Rafael. Sayangnya, sang pemilik tubuh tegap itu nampaknya masih sangat lelap dengan mimpinya.

"Banguunnnn!"

Satu teriakan melengking milik Alissa berhasil membuat Rafael membuka matanya.

"Jam berapa ini?" tanyanya ambil mengucek mata kanannya.

"Jam sembilan." Ucap ALisa santai.

"Hah? Gimana 'sih. Aku ada janji jam sembilan." Gerutu Rafael sambil berlari masuk ke kamar mandi.

Alissa menahan tawanya. Dia kemudian membuka lemari pakaian Rafael. Mengambil sebuah celana denim berwarna navy dan kemeja putih pendek.

"Alissa, kau harusnya membangunkanku lebih awal. Jika aku telat bertemu Dion, aku bisa dipecat jadi anaknya papa." Gerutu Rafael saat keluar dari kamar mandinya.

"Setidaknya jangan cuma memakai handuk jika mau mengomeliku." Ucap Alissa yang tengah menutup mata dengan tangannya sambil meinggalkan Rafael untuk berganti baju.

"Dasar jual mahal."

Rafael turun dari lantai dua dengan tergesa-gesa.

"Ada apa?" tanya Mira heran.

"Mana Alissa? Dasar gadis menyebalkan. Lihat, dia membangunkanku jam tujuh dan mengatakan ini sudah jam sembilan." Gerutu Rafael dengan berkacak pinggang. MIra terwata terbahak-bahak mendengar penuturan Rafael.

"Dia cerdas bukan? Dia ada di ruang makan, menunggumu untuk sarapan."

Rafael segera menyusul Alissa untuk protes. Hatinya menjadi lebih kesal saat melihat Alissa duduk dengan senyum mengejeknya.

"Keterlaluan kau."

"Bangun pagi akan membuatmu sehat, Tuan. Harusnya kau lebih pagi lagi. Aku saja bangun jam empat." Ejek Alissa.

Alissa memang bangun sangat pagi tadi. Pintu kamarnya diketuk oleh anak buah Mira yang mengantarkan baju-baju baru yang kemarin dibelikan untuknya. Baju-baju yang bahkan sudah dilaundry itu lumayan banyak hingga hampir memenuhi lemari empat pintu di kamarnya.

"Silahkan, Tuan." Ucap seorang asisten rumah tangga menyajikan sandwich dan jus buah untuk sarapan mereka bertiga.

"Terma kasih Mbok Nem," Ucap Mira sambil memulai acara sarapannya.

"Aku nggak mau makan ini." Kata Rafael membuat Mbok Nem kaget.

"Aku mau nasi goreng. Alissa, buatkan aku nasi goreng. Kau pengasuhku bukan? Harusnya bisa 'dong buat nasi goreng."

"Baiklah."

Alissa berdiri dan berjalan menuju dapur.

"Harus enak ya. Kalau nggak enak mending keluar dari sni." Tantang Rafael.

Rafael tak henti-hentnya memandang punggung Alissa yang berlalu dan mengabaikan protes dari Mira.

"Kenapa sih? Mau ngerjain Alissa?"

Rafael menyungut. "Kita lihat aja, sampai kapan dia betah kerja di sini."

Sepuluh menit berlalu, Alissa pun datang membawa sepiring nasi goreng ke hadapan Rafael. Aroma sedap menyelinap ke hidung pemuda dua puluh lima tahun itu. Membuat perutnya bergetar minta segera diisi.

"Silahkan, makanlah." Pinta Alissa yang heran melihat Rafael bengong memelototi nasi goreng buatannya.

"Suapin!"

Alissa yang jengkel memaksa kakinya untuk melangkah dan duduk di samping Rafael.

'Enak!' Seru batin Rafael saat sesendok nasi goreng itu masuk ke mulutnya.

"Gimana?" Tanya Alissa.

"Baisa aja." Dusta Rafael tak mau mengakui sedapnya nasi goreng buatan Alissa.

"Yasudah buang aja." Alissa berdiri dan mengambil nasi goreng itu dari hadapan Rafael.

"Eh jangan!" Rafael memegang tangan Alissa. Berusaha menghentikannya. Dia mengambil kembali makanan itu dan menghabiskannya sendri.

'Dasar munafik.'

Usai sarapan, Rafael mengajak Alissa kut dengannya ke sebuah cafe.

"Kamu tunggu di sana aja ya, pesen apapun yang kamu mau. Aku ada urusan di lantai dua." Kata Rafael sambil menunjuk meja di sudut cafe dekat jendela. Alissa menurut dan duduk di sofa empuk pojok cafe yang masih sepi itu.

"Permisi Kak, silahkan menunya." Seorang gadis pelayan cafe datang menghampirinya.

"Ada rekomendasi nggak kak? Kayaknya enak semua jadi bingung, hehe."

Peayan itu menyarankan segelas americano, fetuccini carbonara dan pisang bakar keju.

Sambil menunggu pesenannya, Alissa mengamati sekitarnya. Kursi cafe ini hanya beberapa saja yang mengisi. Mungkin karena memang masih pagi. Rata-rata mereka adalah anak muda yang mungkin seusianya. Dengan laptop yang ada di hadapannya, Alissa menebak mungkin mereka anak kuliahan yang sedang mengerjakan tugas.

Lewat jendela dia mengintip keluar. Taman depan cafe ditanami bunga daisy dan mawar dengan aneka warna. Dia melihat ke arah area parkir. Terlihat mobil milik Rafael dengan beberapa motor pengenjung lainnya.

"Silahkan Kak."

"Makasih. Kak." Kata Alissa pada pelayan yang mengantarkan pesanannya.

Sambil makan, Alissa menggerutu karena merasa Rafael sangat lama.

Saat selesai meminum tetes terakhir kopinya, Alissa baru mendapati Rafael datang dengan santainya.

"Lama amat. Satu jam lho," gerutu Alissa.

Rafael tak menjawab. Hanya mencomot pisang bakar miliknya dan membuang muka menatap sisi lain dari jendela cafe.

"Kenapa? Ada masalah?" Tanya Alissa. Rafael mengangguk.

"Aku barusan ketemu sama orang suruhan papa buat proyek di Kampung Hilir. Udah sebulan belum selesai." Ujar Rafael.

"Proyek?"

"Iya, jadi papa mau bangun mall di sana. Orang kampung situ mau digusur. Tapi pada nggak mau."

Alissa mengangkat alis mendengar penjelasan Rafael.

"Tunggu dulu. Kalian yang mau bangun mall kenapa kampung orang yang digusur?"

Rafael mengambil sesuatu dari punggung belakangnya. Sebuah senjata laras pendek ditempelkannya pada kening Alissa.

Rafael mengambil sisa pisang bakar terakhir. "Memangnya kenapa?"

"Tanah itu punya kami. Ada sertifikat sah dan jelas. Mereka itu bangun rumahnya ilegal. Lagian kita ganti rugi kok. Mereka aja minta ganti ruginya sampai dua kali lipat. Nggak tahu diri banget."

Mata coklat Rafael menatap tajam Alissa, seolah ingin menelannya.

"Jangan mengurusi urusanku, Alissa. Kau cuma orang suruhan papa. Aku belum sepenuhnya percaya padamu. Aku tahu kau menyembunyikan sesuatu. Aku akan menguaknya. Dan jika kau berkhianat, peluru ini akan menembus kepalamu."

Alissa mengangguk tanda mengerti.

"Tidak ada alasan bagiku untuk berkhianat. Jika kau tak suka dengan keberadaanku, bilang saja pada Tuan william."

Related chapters

  • MENGASUH ANAK MAFIA   Ponsel hadiah

    "Apa kau sudah pernah ke Kampung Hilir itu?" Tanya Alissa dan di jawab dengan gelengan kepala oleh Rafael. "Sudah diurus sama Dion. Buat apa ke sana. Urusanku juga masih banyak." Rafael mengajak Alissa untuk menyudahi acara makannya di cafe itu. "Oh iya. Tulis nomor ponselmu di sini. Kalau butuh sewaktu-waktu." Ucap Rafael memberikan ponselnya pada Alissa. "Aku belum ganti nomor, Tuan." "Hah?" Rafael mengkerutkan alisnya. Dia tak mengerti maksud Alissa. Alissa menunjukkan ponsel tua miliknya yang sedang mati. "Aku harus mengganti nomornya dulu. Aku nggak mau keluargaku terus menghubungiku." "Ponsel apa itu? Buruk sekali. Lebih mirip ponsel jaman purba." Rafael tertawa lepas melihatnya. "Memang iya. Aku membelinya empat tahun silam. Beruntung sekali dia masih mau nyala." Sungut Alissa. Rafael melajukan mobilnya membelah jalanan besar ibu kota yang mulai macet. "Mau ke mana?" Tanya Alissa saat Rafael mengajaknya turun ke sebuah deretan pertokoan. "Mbak. Ambilkan ponsel keluara

    Last Updated : 2023-07-09
  • MENGASUH ANAK MAFIA   DIKI DAN JAKA

    Genap sudah tiga minggu Alissa bekerja. Mengasuh bayi besar ternyata tidak semudah yang dipikirkannya. Apalagi, membangunkan Rafael setiap pagi selalu membuat tenggorokannya lelah. Belum lagi bau alkohol yang sering keluar dari mulut pria muda dengan rambut bercat sedikit coklat itu. Namun, Alissa masih mampu menahannya. Tiga juta gaji yang ditawarkan William termasuk besar. Apalagi sudah termasuk kamar pribadi super mewah, makan sepuasnya dan kebutuhan pribadinya yang sudah ditanggung. "Aku akan menemui seseorang yang berbahaya, kau tunggu di mobil bersama Jhon." Titah Rafael sembari mengamati pemandangan dari luar jendela mobil. Alissa menyanggupi. Lagipula, menunggunya berdua dengan sang supir di mobil sudah bukan hal baru baginya. Mobil hitam pabrikan Inggris yang berisi tiga orang termasuk Alissa berhenti di sebuah bangunan besar yang terbengkalai. Sebuah mobil berwarna merah terparkir disana dengan seorang pria berumur yang berdiri di sisi kirinya. "Ingat, jangan keluar da

    Last Updated : 2023-07-11
  • MENGASUH ANAK MAFIA   Perkelahian singkat

    Dorr!! Sebuah tembakan mengejutkan Alissa dan preman gempal itu. Mereka memandang ke satu arah, tepat di belakang Alissa. "Pergilah, tinggalkan anak itu. Aku punya banyak peluru untuk menghabisi satu nyawamu yang menjijikkan itu. Jangan lupa bawa temanmu itu pergi dari hadapanku!" Ujar Rafael sambil menodongkan senjata apinya pada preman gempal itu. Preman itu melepaskan cengkeraman tangannya pada Diki dan berlari sambil memapah temannya yang sudah dilumpuhkan oleh Alissa. Dengan cepat, Alissa menghampiri Jaka dan Diki. "Kalian nggak apa-apa kan?" Tanya Alissa sambil memeluk mereka berdua. Jaka dan Diki menumpahkan air mata dalam pelukan Alissa. "Kakak harusnya nggak perlu nolongin kami Kak. Kami nggak mau Kakak terluka." Alissa menghapus air mata Diki dan menenangkannya. "Tidak apa. Mereka sudah pergi." Diki menggeleng pelan saat Rafael menawarkan diri untuk mengantar mereka pulang. "Lain kali jangan langsung nyelonong keluar gitu. Untung aku dateng. Kalau nggak, gimana?" Om

    Last Updated : 2023-11-01
  • MENGASUH ANAK MAFIA   PENOLAKAN

    "Nggak bisa! Alissa nggak mau nikah sama juragan Darso, Bu!"Alissa meninggikan suaranya saat mendengar keputusan ibunya yang tidak masuk akal itu. Wanita yang telah melahirkannya dua puluh dua tahun silam itu berdiri dari duduknya. Dia memegang kedua pundak Alissa, mencoba menenangkan putri satu-satunya itu. "Kita tidak punya pilihan, Alissa. Kita berhutang dua ratus juta pada Juragan Darso. Ibu mohon, mengertilah." Alissa menghembuskan nafasnya dengan kasar. Kini dia tahu kenapa orang tuanya bersikeras ingin menikahkannya dengan pria yang sudah beruban itu. "Dua ratus juta? Uang sebesar itu buat apa pak, bu?" tanya Alissa dengan geramnya. namun, tak satupun dari orang tuanya yang membuka mulut untuk menjawab pertanyaannya itu. Seorang pria paruh baya, yang sedari tadi duduk di kursi paling pojok di ruang tamu berdiri dan berjalan mendekat."Orang tuamu meminjam uang dariku untuk melunasi hutang adikmu, Angga yang kalah judi seratus delapan puluh juta." Katanya. Alissa menggele

    Last Updated : 2023-07-04
  • MENGASUH ANAK MAFIA   Bertemu Anak Bos

    Mobil yang ditumpangi Alissa melaju pelan melintasi kemacetan jalanan ibu kota. Alissa memandang keluar jendela. Sangat ramai dan penuh dengan kendaraan orang-orang yang tengah berlalu lalang. Mobil itu kemudian membelok menuju ruas jalan yang besar namun sangat sepi. Tak lama, mobil itu kemudian masuk melewati gerbang yang besar dan tinggi menjulang. Alissa mengintip lewat jendela. Mobil itu masih melaju melewati beberapa lelaki dengan setelan jas dan kacamata hitam. "Ayo turun." Ajak Mira saat mobil berhenti di depan rumah dengan gaya Eropa itu. Alissa mengekor Mira masuk ke dalam rumah besar itu. Dia menyapa beberapa laki-laki yang dia temui saat berjaan masuk. Persis seperti para bodyguard yang sering dia lihat di dalam sinetron. Mira mempersilahkan Alissa untuk duduk. Tak lama, seorang asisten rumah tangga membawakan jus jeruk dingin untuknya sambil menunggu sang bos untuk datang. "Tunggu bentar ya, Bos mau ke sini." Kata Mira ambil duduk di sampng Alissa. "Selamat sian

    Last Updated : 2023-07-05

Latest chapter

  • MENGASUH ANAK MAFIA   Perkelahian singkat

    Dorr!! Sebuah tembakan mengejutkan Alissa dan preman gempal itu. Mereka memandang ke satu arah, tepat di belakang Alissa. "Pergilah, tinggalkan anak itu. Aku punya banyak peluru untuk menghabisi satu nyawamu yang menjijikkan itu. Jangan lupa bawa temanmu itu pergi dari hadapanku!" Ujar Rafael sambil menodongkan senjata apinya pada preman gempal itu. Preman itu melepaskan cengkeraman tangannya pada Diki dan berlari sambil memapah temannya yang sudah dilumpuhkan oleh Alissa. Dengan cepat, Alissa menghampiri Jaka dan Diki. "Kalian nggak apa-apa kan?" Tanya Alissa sambil memeluk mereka berdua. Jaka dan Diki menumpahkan air mata dalam pelukan Alissa. "Kakak harusnya nggak perlu nolongin kami Kak. Kami nggak mau Kakak terluka." Alissa menghapus air mata Diki dan menenangkannya. "Tidak apa. Mereka sudah pergi." Diki menggeleng pelan saat Rafael menawarkan diri untuk mengantar mereka pulang. "Lain kali jangan langsung nyelonong keluar gitu. Untung aku dateng. Kalau nggak, gimana?" Om

  • MENGASUH ANAK MAFIA   DIKI DAN JAKA

    Genap sudah tiga minggu Alissa bekerja. Mengasuh bayi besar ternyata tidak semudah yang dipikirkannya. Apalagi, membangunkan Rafael setiap pagi selalu membuat tenggorokannya lelah. Belum lagi bau alkohol yang sering keluar dari mulut pria muda dengan rambut bercat sedikit coklat itu. Namun, Alissa masih mampu menahannya. Tiga juta gaji yang ditawarkan William termasuk besar. Apalagi sudah termasuk kamar pribadi super mewah, makan sepuasnya dan kebutuhan pribadinya yang sudah ditanggung. "Aku akan menemui seseorang yang berbahaya, kau tunggu di mobil bersama Jhon." Titah Rafael sembari mengamati pemandangan dari luar jendela mobil. Alissa menyanggupi. Lagipula, menunggunya berdua dengan sang supir di mobil sudah bukan hal baru baginya. Mobil hitam pabrikan Inggris yang berisi tiga orang termasuk Alissa berhenti di sebuah bangunan besar yang terbengkalai. Sebuah mobil berwarna merah terparkir disana dengan seorang pria berumur yang berdiri di sisi kirinya. "Ingat, jangan keluar da

  • MENGASUH ANAK MAFIA   Ponsel hadiah

    "Apa kau sudah pernah ke Kampung Hilir itu?" Tanya Alissa dan di jawab dengan gelengan kepala oleh Rafael. "Sudah diurus sama Dion. Buat apa ke sana. Urusanku juga masih banyak." Rafael mengajak Alissa untuk menyudahi acara makannya di cafe itu. "Oh iya. Tulis nomor ponselmu di sini. Kalau butuh sewaktu-waktu." Ucap Rafael memberikan ponselnya pada Alissa. "Aku belum ganti nomor, Tuan." "Hah?" Rafael mengkerutkan alisnya. Dia tak mengerti maksud Alissa. Alissa menunjukkan ponsel tua miliknya yang sedang mati. "Aku harus mengganti nomornya dulu. Aku nggak mau keluargaku terus menghubungiku." "Ponsel apa itu? Buruk sekali. Lebih mirip ponsel jaman purba." Rafael tertawa lepas melihatnya. "Memang iya. Aku membelinya empat tahun silam. Beruntung sekali dia masih mau nyala." Sungut Alissa. Rafael melajukan mobilnya membelah jalanan besar ibu kota yang mulai macet. "Mau ke mana?" Tanya Alissa saat Rafael mengajaknya turun ke sebuah deretan pertokoan. "Mbak. Ambilkan ponsel keluara

  • MENGASUH ANAK MAFIA   RAFAEL

    Mira meminta Alissa untuk mencobanya. "Bungkus semua size untuk ukuran itu." Titah Mira pada pegawai toko saat melihat Alissa yang cocok dengan baju barunya. "Maaf Miss, apakah ini nggak berlebihan. Sepertinya tiga potong saja sudah cukup." Keluh Alissa. Mira menatap Alissa tajam. "Kamu tidak boleh terlihat kumal di samping Rafael, Lissa. Semua anggota kita punya setelan baju mahal, meski hanya supir. Penampilan itu juga hal penting." Alissa hanya mengangguk setuju. Dia tak berani banyak protes dihari pertamanya bekerja. "Mbak, tolong bawa dia ke bagian skincare dan make up ya. Carikan yang pas buat dia." "Siap kak," ujar pegawai toko itu sambil mengajak Alissa menuju bagian lain toko. "Kau dapat gadis itu dari mana?" Tanya Rafael pada Mira. "Kenapa?" "Dia aneh." Jawab Rafael membuat Mira heran. "Saat kau bilang kalau papa mafia, dia tak bereaksi apapun. Jangan-jangan dia mata-mata." Mira memcoba mengingat apa yang dikatakan Rafael barusan. "Mungkin dia pasrah kali sama na

  • MENGASUH ANAK MAFIA   Bertemu Anak Bos

    Mobil yang ditumpangi Alissa melaju pelan melintasi kemacetan jalanan ibu kota. Alissa memandang keluar jendela. Sangat ramai dan penuh dengan kendaraan orang-orang yang tengah berlalu lalang. Mobil itu kemudian membelok menuju ruas jalan yang besar namun sangat sepi. Tak lama, mobil itu kemudian masuk melewati gerbang yang besar dan tinggi menjulang. Alissa mengintip lewat jendela. Mobil itu masih melaju melewati beberapa lelaki dengan setelan jas dan kacamata hitam. "Ayo turun." Ajak Mira saat mobil berhenti di depan rumah dengan gaya Eropa itu. Alissa mengekor Mira masuk ke dalam rumah besar itu. Dia menyapa beberapa laki-laki yang dia temui saat berjaan masuk. Persis seperti para bodyguard yang sering dia lihat di dalam sinetron. Mira mempersilahkan Alissa untuk duduk. Tak lama, seorang asisten rumah tangga membawakan jus jeruk dingin untuknya sambil menunggu sang bos untuk datang. "Tunggu bentar ya, Bos mau ke sini." Kata Mira ambil duduk di sampng Alissa. "Selamat sian

  • MENGASUH ANAK MAFIA   PENOLAKAN

    "Nggak bisa! Alissa nggak mau nikah sama juragan Darso, Bu!"Alissa meninggikan suaranya saat mendengar keputusan ibunya yang tidak masuk akal itu. Wanita yang telah melahirkannya dua puluh dua tahun silam itu berdiri dari duduknya. Dia memegang kedua pundak Alissa, mencoba menenangkan putri satu-satunya itu. "Kita tidak punya pilihan, Alissa. Kita berhutang dua ratus juta pada Juragan Darso. Ibu mohon, mengertilah." Alissa menghembuskan nafasnya dengan kasar. Kini dia tahu kenapa orang tuanya bersikeras ingin menikahkannya dengan pria yang sudah beruban itu. "Dua ratus juta? Uang sebesar itu buat apa pak, bu?" tanya Alissa dengan geramnya. namun, tak satupun dari orang tuanya yang membuka mulut untuk menjawab pertanyaannya itu. Seorang pria paruh baya, yang sedari tadi duduk di kursi paling pojok di ruang tamu berdiri dan berjalan mendekat."Orang tuamu meminjam uang dariku untuk melunasi hutang adikmu, Angga yang kalah judi seratus delapan puluh juta." Katanya. Alissa menggele

DMCA.com Protection Status