Share

Ponsel hadiah

Author: Shu Maya
last update Huling Na-update: 2023-07-09 21:14:59

"Apa kau sudah pernah ke Kampung Hilir itu?" Tanya Alissa dan di jawab dengan gelengan kepala oleh Rafael.

"Sudah diurus sama Dion. Buat apa ke sana. Urusanku juga masih banyak." Rafael mengajak Alissa untuk menyudahi acara makannya di cafe itu.

"Oh iya. Tulis nomor ponselmu di sini. Kalau butuh sewaktu-waktu." Ucap Rafael memberikan ponselnya pada Alissa.

"Aku belum ganti nomor, Tuan."

"Hah?" Rafael mengkerutkan alisnya. Dia tak mengerti maksud Alissa.

Alissa menunjukkan ponsel tua miliknya yang sedang mati. "Aku harus mengganti nomornya dulu. Aku nggak mau keluargaku terus menghubungiku."

"Ponsel apa itu? Buruk sekali. Lebih mirip ponsel jaman purba." Rafael tertawa lepas melihatnya.

"Memang iya. Aku membelinya empat tahun silam. Beruntung sekali dia masih mau nyala." Sungut Alissa.

Rafael melajukan mobilnya membelah jalanan besar ibu kota yang mulai macet.

"Mau ke mana?" Tanya Alissa saat Rafael mengajaknya turun ke sebuah deretan pertokoan.

"Mbak. Ambilkan ponsel keluaran terbaru. Sekalian aktifkan dan pasang nomor baru juga." Titah Rafael pada sales toko ponsel yang menyambutnya.

"Aku belikan kau ponsel baru. Berikan ponsel lamamu padaku. Asal kau tahu saja, aku belum sepenuhnya percaya padamu. Jangan karena papa mempekerjakanmu, kau jadi besar kepala. Aku masih mengawasimu."

Alissa tak menjawab. Hanya memberikan ponsel miliknya pada Rafael. Lagipula, dia memang ingin jauh-jauh dari ponsel jadulnya itu.

"Silahkan, Kak. Sudah ada nomor baru, sudah diisi pulsa juga."

Mereka pun bergegas keluar setelah membayar ke kasir.

"Kita kemana, Tuan?" Tanya Alissa. Dia melihat jam di tangan kanannya. Masih jam sebelas siang.

"Panggil aku Rafael saja. Panggilan Tuan itu sedikit risih waktu keluar dari mulutmu."

"Baiklah. Itu juga sedikit aneh." Jawab Alissa.

Rafael melajukan mobilnya sedikit pelan saat memasuki area jalan yang mulai sepi. Di kanan kirinya hanya ada persawahan lengkap dengan padi yang mulai menguning.

Tak ada mobil atau kendaraan lewat selain mobil yang mereka tumpangi.

"Masuk."

Rafael mengajak Alissa untuk masuk ke sebuah bangunan besar tiga lantai dengan pagar tinggi dan parkir luas. Alissa mengekor sambil matanya tak henti melihat ke kanan kirinya.

Mereka masuk melalui pintu kaca besar dan disambut dengan lobby yang lumayan besar. Ada sofa empuk di sisi kanan dan mini bar di sisi kiri dengan tulisan 'The Exotic' terpajang besar di dindingnya.

Beberapa orang nampak lalu lalang.

"Kau tunggu di sana. Aku ada urusan. Kalau ada orang yang tanya, bilang kau datang denganku." Ujar Rafael sambil menunjuk sofa berwarna merah cerah itu.

Alissa menghempaskan badannya ke sofa merah itu. Dia melirik beberapa poster tak senonoh yang ada di dinding. Gambar perempuan yang kebanyakan tanpa busana itu membuatnya ngeri. Nampaknya, dia tahu tempat apa itu.

"Hai, ada yang bisa kubantu?" Tanya seorang perempuan dengan rambut pirang dan pakaian minim menghampiri Alissa.

"Ah, tidak. Aku kesini dengan Rafael. Aku menunggunya di sini. Terima kasih." Balas Alissa dengan senyum manisnya.

"Oh, kau tamu tuan Rafael. Sebentar, aku akan mengambilkanmu minum."

Tak sempat menghentikannya, wanita itu langsung pergi menuju ke mini bar.

"Kurasa kau bisa minum cola. Silahkan, aku Rindu."

Alissa membalas jabat tangan wanita itu. "Aku Alissa."

Rindu kemudian duduk di samping Alissa. "Aku akan menemanimu. Bahaya jika wanita secantik kau duduk sendiri di sini. Apalagi tak ada yang tahu kalau kau tamunya tuan Rafael."

Alissa dan Rindu akrab dalam waktu yang singkat. Keduanya seperti sahabat yang lama tak bertemu. Alissa tahu seluk beluk tempat itu dari Rindu. Salah satu bisnis milik Rafael.

Alissa juga tahu jika Rindu ternyata berumur sama dengannya. Hanya saja, dia seorang janda beranak satu. Dia meninggalkan anaknya di kampung dan bekerja sebagai salah satu wanita penghibur di tempat itu.

Rindu juga menceritakan kebahagiaannya bekerja di tempat milik Rafael itu meski sebagai wanita tak benar. Menurutnya, tempat itu jauh berbeda dari tempat sejenis di luar sana.

"Aku dulu pernah ikut satu mami. Sekali main mami cuma ngasih aku dua ratus. Yang tiga ratus dimakan sama mami. Kalau di sini beda. Tamunya beda, tarif juga beda. Kalau nggak pengusaha, ya bos atau orang besar. Minimal empat juta. Dan bagian kami sebagai pekerja itu lebih besar." Terang rindu dengan semangat yang menggebu.

Mereka mengobrol tanpa henti sampai tak terasa sudah dua jam berlalu. Rafael terlihat keluar dari lift dan menghampiri Alissa.

"Kalian kenal?" Tanya Rafael heran melihat Alissa dan Rindu sedang tertawa cekikikan entah membahas apa.

"Baru kenal tadi, tuan. Alissa, kalau mampir ke sini lagi cari aku ya. Kita ngobrol lagi. Mari, Tuan." Rindu pamit dan meninggalkan Alissa dengan lambaian tangan.

"Dia perempuan baik." Ucap Alissa lirih.

"Maksudmu Rindu? Ya, dia baik. Uang yang didapatnya selalu dikirim untuk orang tuanya. Dia tak suka belanja foya-foya seperti kebanyakan temannya."

Alissa membasuh tubuhnya yang sudah berkeringat. Rasa lelah yang dirasakannya hilang berganti tubuh yang segar dengan aroma sabun strawberry yang menyegarkan.

Sembari menunggu makan malam, dia duduk di balkon dan menikmati angin.

Cekrek!

Alissa mengambil sebuah foto selfi dengan ponsel barunya. Cantik, fikirnya. Rambut hitam lurusnya tergerai indah dan nampak sangat cantik di foto itu. Lantas foto itu ia jadikan sebagai wallpaper. Iseng, dia memeriksa kontak di ponselnya. Rupanya, sudah ada nomor Rafael, Mira dan William di dalamnya. Entah kapan sales ponsel itu memasukkannya.

Telinga Alissa menangkap suara gaduh dari lantai bawah. Dia segera turun dan memastikan semuanya baik saja. Sayangnya, bukan hal baik yang dilihatnya. Rafael yang sedang sempoyongan karena mabuk berjalan tak tentu arah dan menabrak barang-barang pajangan. Dia tertawa tak jelas dengan seorang wanita berbusana dress sangat mini.

"Ada apa ini? Kau berjalan sambil menghancurkan barang-barang di rumahmu sendiri. Wanita ini siapa?" Alissa geram dan segera mencegat Rafael.

"Dia, akan menemaniku malam ini. Minggir kau!" Rafael hendak mendorong Alissa untuk menepi. Sayangnya, tubuhnya yang sudah mabuk berat itu tak punya banyak tenaga.

"Hei perempuan. Aku akan menemani Tuan Rafael. Kau sebaiknya pergi siapkan makanan untuk kami!" Wanita berambut pirang itu bersikap layaknya bos.

"Rafael, siapa nama perempuan ini?"

Rafael nampak berfikir berat hanya untuk menyebutkan nama perempuan yang dibawanya.

"Ah, nama itu tidak penting. Ayo sayang, kita ke kamarku."

Alissa mencegat Rafael dan melepas gandengannya dari wanita itu.

"Kau, Nona. Silahkan pergi sekarang. Aku pengasuhnya Rafael. Apa harus ku adukan pada Tuan william atau Miss Mira?" Alissa tersenyum sadis pada wanita itu. Sadar akan ancaman, dia langsung pergi tanpa protes apapun.

Alissa kemudian memapah Rafael yang sudah hampir tak sadarkan diri karena alkohol itu ke kamarnya.

"Dasar bayi besar." Gerutu Alissa sambil mencopot sepatu Rafael dan menyelimutinya.

Kaugnay na kabanata

  • MENGASUH ANAK MAFIA   DIKI DAN JAKA

    Genap sudah tiga minggu Alissa bekerja. Mengasuh bayi besar ternyata tidak semudah yang dipikirkannya. Apalagi, membangunkan Rafael setiap pagi selalu membuat tenggorokannya lelah. Belum lagi bau alkohol yang sering keluar dari mulut pria muda dengan rambut bercat sedikit coklat itu. Namun, Alissa masih mampu menahannya. Tiga juta gaji yang ditawarkan William termasuk besar. Apalagi sudah termasuk kamar pribadi super mewah, makan sepuasnya dan kebutuhan pribadinya yang sudah ditanggung. "Aku akan menemui seseorang yang berbahaya, kau tunggu di mobil bersama Jhon." Titah Rafael sembari mengamati pemandangan dari luar jendela mobil. Alissa menyanggupi. Lagipula, menunggunya berdua dengan sang supir di mobil sudah bukan hal baru baginya. Mobil hitam pabrikan Inggris yang berisi tiga orang termasuk Alissa berhenti di sebuah bangunan besar yang terbengkalai. Sebuah mobil berwarna merah terparkir disana dengan seorang pria berumur yang berdiri di sisi kirinya. "Ingat, jangan keluar da

    Huling Na-update : 2023-07-11
  • MENGASUH ANAK MAFIA   Perkelahian singkat

    Dorr!! Sebuah tembakan mengejutkan Alissa dan preman gempal itu. Mereka memandang ke satu arah, tepat di belakang Alissa. "Pergilah, tinggalkan anak itu. Aku punya banyak peluru untuk menghabisi satu nyawamu yang menjijikkan itu. Jangan lupa bawa temanmu itu pergi dari hadapanku!" Ujar Rafael sambil menodongkan senjata apinya pada preman gempal itu. Preman itu melepaskan cengkeraman tangannya pada Diki dan berlari sambil memapah temannya yang sudah dilumpuhkan oleh Alissa. Dengan cepat, Alissa menghampiri Jaka dan Diki. "Kalian nggak apa-apa kan?" Tanya Alissa sambil memeluk mereka berdua. Jaka dan Diki menumpahkan air mata dalam pelukan Alissa. "Kakak harusnya nggak perlu nolongin kami Kak. Kami nggak mau Kakak terluka." Alissa menghapus air mata Diki dan menenangkannya. "Tidak apa. Mereka sudah pergi." Diki menggeleng pelan saat Rafael menawarkan diri untuk mengantar mereka pulang. "Lain kali jangan langsung nyelonong keluar gitu. Untung aku dateng. Kalau nggak, gimana?" Om

    Huling Na-update : 2023-11-01
  • MENGASUH ANAK MAFIA   PENOLAKAN

    "Nggak bisa! Alissa nggak mau nikah sama juragan Darso, Bu!"Alissa meninggikan suaranya saat mendengar keputusan ibunya yang tidak masuk akal itu. Wanita yang telah melahirkannya dua puluh dua tahun silam itu berdiri dari duduknya. Dia memegang kedua pundak Alissa, mencoba menenangkan putri satu-satunya itu. "Kita tidak punya pilihan, Alissa. Kita berhutang dua ratus juta pada Juragan Darso. Ibu mohon, mengertilah." Alissa menghembuskan nafasnya dengan kasar. Kini dia tahu kenapa orang tuanya bersikeras ingin menikahkannya dengan pria yang sudah beruban itu. "Dua ratus juta? Uang sebesar itu buat apa pak, bu?" tanya Alissa dengan geramnya. namun, tak satupun dari orang tuanya yang membuka mulut untuk menjawab pertanyaannya itu. Seorang pria paruh baya, yang sedari tadi duduk di kursi paling pojok di ruang tamu berdiri dan berjalan mendekat."Orang tuamu meminjam uang dariku untuk melunasi hutang adikmu, Angga yang kalah judi seratus delapan puluh juta." Katanya. Alissa menggele

    Huling Na-update : 2023-07-04
  • MENGASUH ANAK MAFIA   Bertemu Anak Bos

    Mobil yang ditumpangi Alissa melaju pelan melintasi kemacetan jalanan ibu kota. Alissa memandang keluar jendela. Sangat ramai dan penuh dengan kendaraan orang-orang yang tengah berlalu lalang. Mobil itu kemudian membelok menuju ruas jalan yang besar namun sangat sepi. Tak lama, mobil itu kemudian masuk melewati gerbang yang besar dan tinggi menjulang. Alissa mengintip lewat jendela. Mobil itu masih melaju melewati beberapa lelaki dengan setelan jas dan kacamata hitam. "Ayo turun." Ajak Mira saat mobil berhenti di depan rumah dengan gaya Eropa itu. Alissa mengekor Mira masuk ke dalam rumah besar itu. Dia menyapa beberapa laki-laki yang dia temui saat berjaan masuk. Persis seperti para bodyguard yang sering dia lihat di dalam sinetron. Mira mempersilahkan Alissa untuk duduk. Tak lama, seorang asisten rumah tangga membawakan jus jeruk dingin untuknya sambil menunggu sang bos untuk datang. "Tunggu bentar ya, Bos mau ke sini." Kata Mira ambil duduk di sampng Alissa. "Selamat sian

    Huling Na-update : 2023-07-05
  • MENGASUH ANAK MAFIA   RAFAEL

    Mira meminta Alissa untuk mencobanya. "Bungkus semua size untuk ukuran itu." Titah Mira pada pegawai toko saat melihat Alissa yang cocok dengan baju barunya. "Maaf Miss, apakah ini nggak berlebihan. Sepertinya tiga potong saja sudah cukup." Keluh Alissa. Mira menatap Alissa tajam. "Kamu tidak boleh terlihat kumal di samping Rafael, Lissa. Semua anggota kita punya setelan baju mahal, meski hanya supir. Penampilan itu juga hal penting." Alissa hanya mengangguk setuju. Dia tak berani banyak protes dihari pertamanya bekerja. "Mbak, tolong bawa dia ke bagian skincare dan make up ya. Carikan yang pas buat dia." "Siap kak," ujar pegawai toko itu sambil mengajak Alissa menuju bagian lain toko. "Kau dapat gadis itu dari mana?" Tanya Rafael pada Mira. "Kenapa?" "Dia aneh." Jawab Rafael membuat Mira heran. "Saat kau bilang kalau papa mafia, dia tak bereaksi apapun. Jangan-jangan dia mata-mata." Mira memcoba mengingat apa yang dikatakan Rafael barusan. "Mungkin dia pasrah kali sama na

    Huling Na-update : 2023-07-07

Pinakabagong kabanata

  • MENGASUH ANAK MAFIA   Perkelahian singkat

    Dorr!! Sebuah tembakan mengejutkan Alissa dan preman gempal itu. Mereka memandang ke satu arah, tepat di belakang Alissa. "Pergilah, tinggalkan anak itu. Aku punya banyak peluru untuk menghabisi satu nyawamu yang menjijikkan itu. Jangan lupa bawa temanmu itu pergi dari hadapanku!" Ujar Rafael sambil menodongkan senjata apinya pada preman gempal itu. Preman itu melepaskan cengkeraman tangannya pada Diki dan berlari sambil memapah temannya yang sudah dilumpuhkan oleh Alissa. Dengan cepat, Alissa menghampiri Jaka dan Diki. "Kalian nggak apa-apa kan?" Tanya Alissa sambil memeluk mereka berdua. Jaka dan Diki menumpahkan air mata dalam pelukan Alissa. "Kakak harusnya nggak perlu nolongin kami Kak. Kami nggak mau Kakak terluka." Alissa menghapus air mata Diki dan menenangkannya. "Tidak apa. Mereka sudah pergi." Diki menggeleng pelan saat Rafael menawarkan diri untuk mengantar mereka pulang. "Lain kali jangan langsung nyelonong keluar gitu. Untung aku dateng. Kalau nggak, gimana?" Om

  • MENGASUH ANAK MAFIA   DIKI DAN JAKA

    Genap sudah tiga minggu Alissa bekerja. Mengasuh bayi besar ternyata tidak semudah yang dipikirkannya. Apalagi, membangunkan Rafael setiap pagi selalu membuat tenggorokannya lelah. Belum lagi bau alkohol yang sering keluar dari mulut pria muda dengan rambut bercat sedikit coklat itu. Namun, Alissa masih mampu menahannya. Tiga juta gaji yang ditawarkan William termasuk besar. Apalagi sudah termasuk kamar pribadi super mewah, makan sepuasnya dan kebutuhan pribadinya yang sudah ditanggung. "Aku akan menemui seseorang yang berbahaya, kau tunggu di mobil bersama Jhon." Titah Rafael sembari mengamati pemandangan dari luar jendela mobil. Alissa menyanggupi. Lagipula, menunggunya berdua dengan sang supir di mobil sudah bukan hal baru baginya. Mobil hitam pabrikan Inggris yang berisi tiga orang termasuk Alissa berhenti di sebuah bangunan besar yang terbengkalai. Sebuah mobil berwarna merah terparkir disana dengan seorang pria berumur yang berdiri di sisi kirinya. "Ingat, jangan keluar da

  • MENGASUH ANAK MAFIA   Ponsel hadiah

    "Apa kau sudah pernah ke Kampung Hilir itu?" Tanya Alissa dan di jawab dengan gelengan kepala oleh Rafael. "Sudah diurus sama Dion. Buat apa ke sana. Urusanku juga masih banyak." Rafael mengajak Alissa untuk menyudahi acara makannya di cafe itu. "Oh iya. Tulis nomor ponselmu di sini. Kalau butuh sewaktu-waktu." Ucap Rafael memberikan ponselnya pada Alissa. "Aku belum ganti nomor, Tuan." "Hah?" Rafael mengkerutkan alisnya. Dia tak mengerti maksud Alissa. Alissa menunjukkan ponsel tua miliknya yang sedang mati. "Aku harus mengganti nomornya dulu. Aku nggak mau keluargaku terus menghubungiku." "Ponsel apa itu? Buruk sekali. Lebih mirip ponsel jaman purba." Rafael tertawa lepas melihatnya. "Memang iya. Aku membelinya empat tahun silam. Beruntung sekali dia masih mau nyala." Sungut Alissa. Rafael melajukan mobilnya membelah jalanan besar ibu kota yang mulai macet. "Mau ke mana?" Tanya Alissa saat Rafael mengajaknya turun ke sebuah deretan pertokoan. "Mbak. Ambilkan ponsel keluara

  • MENGASUH ANAK MAFIA   RAFAEL

    Mira meminta Alissa untuk mencobanya. "Bungkus semua size untuk ukuran itu." Titah Mira pada pegawai toko saat melihat Alissa yang cocok dengan baju barunya. "Maaf Miss, apakah ini nggak berlebihan. Sepertinya tiga potong saja sudah cukup." Keluh Alissa. Mira menatap Alissa tajam. "Kamu tidak boleh terlihat kumal di samping Rafael, Lissa. Semua anggota kita punya setelan baju mahal, meski hanya supir. Penampilan itu juga hal penting." Alissa hanya mengangguk setuju. Dia tak berani banyak protes dihari pertamanya bekerja. "Mbak, tolong bawa dia ke bagian skincare dan make up ya. Carikan yang pas buat dia." "Siap kak," ujar pegawai toko itu sambil mengajak Alissa menuju bagian lain toko. "Kau dapat gadis itu dari mana?" Tanya Rafael pada Mira. "Kenapa?" "Dia aneh." Jawab Rafael membuat Mira heran. "Saat kau bilang kalau papa mafia, dia tak bereaksi apapun. Jangan-jangan dia mata-mata." Mira memcoba mengingat apa yang dikatakan Rafael barusan. "Mungkin dia pasrah kali sama na

  • MENGASUH ANAK MAFIA   Bertemu Anak Bos

    Mobil yang ditumpangi Alissa melaju pelan melintasi kemacetan jalanan ibu kota. Alissa memandang keluar jendela. Sangat ramai dan penuh dengan kendaraan orang-orang yang tengah berlalu lalang. Mobil itu kemudian membelok menuju ruas jalan yang besar namun sangat sepi. Tak lama, mobil itu kemudian masuk melewati gerbang yang besar dan tinggi menjulang. Alissa mengintip lewat jendela. Mobil itu masih melaju melewati beberapa lelaki dengan setelan jas dan kacamata hitam. "Ayo turun." Ajak Mira saat mobil berhenti di depan rumah dengan gaya Eropa itu. Alissa mengekor Mira masuk ke dalam rumah besar itu. Dia menyapa beberapa laki-laki yang dia temui saat berjaan masuk. Persis seperti para bodyguard yang sering dia lihat di dalam sinetron. Mira mempersilahkan Alissa untuk duduk. Tak lama, seorang asisten rumah tangga membawakan jus jeruk dingin untuknya sambil menunggu sang bos untuk datang. "Tunggu bentar ya, Bos mau ke sini." Kata Mira ambil duduk di sampng Alissa. "Selamat sian

  • MENGASUH ANAK MAFIA   PENOLAKAN

    "Nggak bisa! Alissa nggak mau nikah sama juragan Darso, Bu!"Alissa meninggikan suaranya saat mendengar keputusan ibunya yang tidak masuk akal itu. Wanita yang telah melahirkannya dua puluh dua tahun silam itu berdiri dari duduknya. Dia memegang kedua pundak Alissa, mencoba menenangkan putri satu-satunya itu. "Kita tidak punya pilihan, Alissa. Kita berhutang dua ratus juta pada Juragan Darso. Ibu mohon, mengertilah." Alissa menghembuskan nafasnya dengan kasar. Kini dia tahu kenapa orang tuanya bersikeras ingin menikahkannya dengan pria yang sudah beruban itu. "Dua ratus juta? Uang sebesar itu buat apa pak, bu?" tanya Alissa dengan geramnya. namun, tak satupun dari orang tuanya yang membuka mulut untuk menjawab pertanyaannya itu. Seorang pria paruh baya, yang sedari tadi duduk di kursi paling pojok di ruang tamu berdiri dan berjalan mendekat."Orang tuamu meminjam uang dariku untuk melunasi hutang adikmu, Angga yang kalah judi seratus delapan puluh juta." Katanya. Alissa menggele

DMCA.com Protection Status