Ardi kini memasuki ruangan setelah Pandu berdiri dan meninggalkan kursi yang dia gunakan untuk kembali bersaksi. Ardi tersenyum kepada Pandu. Dia mengucapkan sumpah akan mengatakan yang sebenarnya.Pandu berkali-kali menarik napas lega saat melihat Ardi benar-benar datang dan membantunya. Walaupun dirinya masih sangat berharap Joko yang ada di dalam ruangan itu.Ardi kini duduk di kursi saksi. Pengacara Sabrina sudah menghampirinya. Mereka akan memberikan beberapa pertanyaan yang tentunya, bisa menyudutkan Ardi. Dia sudah sangat bersiap untuk melawan semua pertanyaan itu. Bahkan, dia memandang semua pengacara Sabrina dengan tatapan yang menusuk."Sejak kapan Anda kenal dengan Raden Pandu?" Pertanyaan pertama yang membuat Ardi terkekeh."Tentu saja aku sudah kenal sangat lama. Bahkan dari kecil aku sudah mengenalnya. Untuk apa memberikan pertanyaan yang berbelit. Tanyakan saja apa yang sudah aku ketahui karena aku tidak sabar untuk mengatakannya," balasnya membuat Hakim sedikit terkej
"Arum, apa yang kau katakan? Persidangan masih belum selesai. Jangan pernah pergi," bisik Selena dengan cemas."Hanya Joko yang bisa membuat persidangan ini berakhir. Tapi dia tidak ada di tempat, Selena. Apakah kau tidak mencurigainya? Pasti Sabrina dan semua pesuruhnya itu sudah membawa Joko pergi dari sini. Bahkan mereka mungkin saja melenyapkannya.""Oh my God. Arum, tidak mungkin mereka sejahat itu dengan menghabisi nyawa seseorang. Aku yakin pasti Joko akan datang. Dia pengawal yang sangat hebat. Tidak mungkin dia kalah dengan semua pesuruh yang berada di bawahnya. Sudahlah sekarang tenang. Karena persidangan masih berjalan. Aku yakin Ardi akan bisa meyakinkan semua orang, jika Pandu memang tidak bersalah."Arum kembali duduk. Dia masih saja sangat cemas, hingga Sarah menariknya dan berbisik, "biarkan aku yang mengamati persidangan ini. Aku yakin pasti mereka akan membuat Pandu selamat. Namun, kau harus pergi menemukan wanita itu. Walaupun Ibu sangat tahu itu adalah suatu hal y
"Ibu Saras. Kenapa membiarkan Arum melakukan hal itu sendirian? Semua itu tidak akan membuktikan apa pun. Entah apa yang dia lakukan, Romo tidak akan pernah memberikan restu itu. Romo sudah sering mengatakan kepadaku saat di Yogyakarta. Walaupun nyawanya sudah terlepas dari jasadnya, dia tetap tidak akan memberikan restu itu. Dia terus mempertahankan kasta yang sudah ditetapkan oleh leluhurnya sejak dulu. Jika Ibu membiarkan Arum, maka sama saja Ibu membuat Arum dalam bahaya. Kita harus mencarinya. Aku tidak akan pernah membiarkan Arum dalam bahaya. Karena Pandu sudah memberikan pesan kepadaku barusan. Kita harus mencari dan menolongnya, Ibu," ucapan Ardi membuat Saras akhirnya menganggukkan kepala.Saras menolehkan pandangan ke arah Selena dan memegang kedua pundak wanita blasteran Inggris itu. "Beritahu Wojo tentang apa yang dilakukan oleh Arum. Hanya dia dan Ardi yang bisa membantu Arum untuk menyelesaikan masalah di luar sana. Mungkin saja Wojo bisa mencari Joko yang menghilang de
Saras semakin resah dia tidak percaya Arum tetap saja masuk ke dalam hutan itu untuk menyelamatkan Joko yang belum tentu berada di sana. Bahkan dia berjalan kaki untuk menuju ke sana. "Kita harus menyusul Arum, Ardi. Bukankah kita bisa menaiki mobil untuk menuju ke sana?" tanya Saras membuat Ardi menganggukkan kepala."Kita akan mencari Arum. Ibu tenang saja," jawabnya. Dia kemudian segera berjalan ke dalam mobil diikuti oleh Saras, Selena, dan Mawar yang masih saja cemas."Apa yang dikatakan oleh dia, apakah memang benar? Arum masuk ke dalam hutan itu?" tanya Selena menatap Ardi dalam tegang. Sementara Ardi menjalankan mesin mobil, dan hanya menjawab dengan menganggukkan kepala."Kenapa Arum seperti itu? Dan, kenapa aku harus membiarkannya? Seharusnya kau juga harus mencegahnya, Ibu. Dia tidak bisa berangkat ke sana sendirian. Itu terlalu berbahaya. Semoga saja mobil ini bisa melewatinya dengan cepat, karena di sana penuh dengan batu. Bisa merusak ban mobil kamu." "Tidak masalah ba
Sabrina sudah melayangkan tangannya. Dia siap untuk menghabisi Arum saat itu juga. Walaupun beberapa pesuruhnya mengamati dengan cukup serius. Mereka semua tidak ingin Sabrina menghabisi Arum. Salah satu dari mereka segera menahan tangan Sabrina. Membuat wanita itu sangat kesal. "Hentikan Nona Sabrina. Jangan pernah melakukan tindakan yang sangat tidak masuk akal. Aku akan menuruti semua keinginan Anda, Nona Sabrina. Tapi aku tidak bisa jika Anda akan menghabisi seorang di sini. Itu sama saja kau sudah menjerat kami ke dalam jalur hukum. Kami tidak bisa membiarkannya.""Aku adalah atasanmu dan kau bukan siapa-siapa! Sekarang lepaskan dan jangan membuat aku semakin marah, dan akhirnya memecatmu. Sekarang, biarkan aku membunuh wanita sialan ini dengan tanganku sendiri. Karena aku tidak akan pernah membiarkan dia mengambil sesuatu yang sangat aku inginkan!""Sabrina, dengarkan. Kau menginginkan aku? Yah, ambil nyawaku sebagai gantinya. Tapi jangan dengan Arum. Dia tidak bersalah dalam m
Mereka tidak percaya Romo dan keluarga Sabrina sudah berada di sana. Romo menatap Arum dengan tatapan menghina seperti biasanya. Dia masih bersikeras jika Arum bukan wanita yang cocok untuk anaknya.Kali ini Arum mengangkat wajahnya dan tidak akan pernah menunduk dalam takut. Dia akan menghadapi semuanya. Dia akan menunjukkan, jika dia benar-benar sangat mencintai Pandu dan hanya ingin memberikan kebahagiaan padanya."Untuk apa Romo ke sini? Bukankah sudah jelas, saya tidak akan pernah berpisah dengan Mas Pandu. Kami sudah ditakdirkan bersama. Sebesar apa pun dinding pemisah itu, akan kamu terjang. Kami tidak akan pernah menyerah," ucap Arum dengan cukup tegas."Di mana Sabrina. Kalian pasti tahu di mana Sabrina berada. Dia sudah hilang sejak dari tadi. Kalian pasti sudah membuat dia pergi. Kalian sangat membencinya. Siapa lagi yang bisa melakukan hal itu, kecuali kalian," ucap Romo yang sangat menohok. Membuat Ardi menahan amarahnya.Arum ingin sekali berteriak dan membentak Ayah Pan
"Apakah kau akan seperti itu jika bertemu dengan ayahmu sendiri? Atau kau sudah lupa jika memiliki keluarga?" kata Romo dengan nada yang tegas, membuat Pandu menundukkan kepala. Bagaimanapun juga dia harus menghormati kedua orang tuanya."Kami tidak sengaja melewati kantor polisi ini, anakku. Lalu, kita mampir dan ingin melihat keadaanmu. Ibu sangat cemas denganmu," ucapnya kemudian memeluk Pandu. Dia mendekati daun telinga Pandu dan berbisik, "Aku sudah berada di rumah Arum. Dia baik-baik saja. Sekarang kau jangan cemas. Aku tahu kau sebelumnya cemas melihat dia keluar dari ruangan persidangan itu. Ibu terus mengamatimu. Sekarang tersenyumlah, dan jangan memikirkan suatu hal yang sangat berat." Nyai melerai pelukannya dan memandang Pandu dengan senyuman bahagia. Hati Pandu sangat lega. Dia terus menarik napas berkali-kali, kemudian menatap ibunya. Dia membalas senyuman yang sangat dia rindukan."Aku tidak bisa berkata apa. Yang aku bisa katakan Pandu sangat bersyukur memiliki seora
Waktu berlalu dengan cepat. Persidangan pun dimulai. Kali ini Sabrina datang dengan sangat semringah. Dia terus tersenyum mengamati semua orang. Membuat Arum sudah pasrah. Dia tidak akan pernah melihat Pandu terbebas, dan terlepas dari semua tuduhan yang sudah menderunya. Namun, kini Arum hanya bisa melihat bagaimana nanti Pandu dengan nasibnya hari ini.Kedua mata Arum kembali melebar ketika Pandu memasuki ruangan dan melambai ke arahnya. Mereka saling menatap walaupun dari kejauhan. Kerinduan meluap begitu saja. Walaupun hanya dengan pandangan, mereka terus saling memandang dengan tatapan hangat. Ingin sekali mendekat dan memeluk satu sama lain. Mengungkapkan perasaan cinta, serta bersentuhan. Tapi apalah daya. Semua itu tidak bisa dilakukan."Apa yang harus aku lakukan melihat suamiku seperti ini? Bahkan dia bisa saja di penjara selama belasan tahun. Tetapi aku akan tetap menunggunya. Walaupun kulitku nanti akan berkerut. Aku akan hidup selamanya, sampai kapanpun. Sampai maut memis
Nyai Ani dan Saras saling berpandangan. Mereka tidak percaya dengan kejadian yang sama terulang kembali. Mereka saling berpandangan, kemudian menatap tegang sang pelayan yang masih mendudukkan kepala. Hingga Ibu Arumi pun berlari datang bersujud di hadapan Nyai Ani dan Saras."Maafkan saya, Nyai. Anak saya bersalah. Tolong jangan marah dengan anak saya. Nyai ... saya yang bertanggung jawab. Saya sudah mengatakan kepada Arumi agar tidak mendekati Raden Putra. maafkan saya. Tolong jangan pecat saya karena saya sangat membutuhkan pekerjaan ini. Sekali lagi maafkan saya."Nyai Ani tersenyum. Saras pun juga ikut tersenyum. Mereka segera mendekati pelayan itu dan menariknya hingga berdiri."Tunjukkan aku di mana mereka. Tidak aku sangka, ternyata Putra menyukai wanita yang memiliki nama persis dengan nama anakku, Arum. Aku sangat terharu mendengarnya," balas Saras masih saja tersenyum haru."Ini sudah takdir kita tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Cinta kembali hadir di dalam rumah i
"Paman?" Putra terkejut melihat Ardi berada di belakangnya. Dia segera tersenyum sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak terasa gatal. Wajahnya masih bersemu ketika melihat gadis itu. Ardi tersenyum dan menggelengkan kepalanya, mengingat sosok Pandu saat pertama kali bertemu dengan Arum. Ardi sudah bercerita semua kisah Pandu dan Arum kepada Putra. Kejadian barusan, sama persis dengan sosok Putra."Kau menyukainya?" tanya Ardi sekali lagi sambil mengangkat salah satu alisnya."Entahlah, Paman. Ketika aku melihatnya. Jantungku tiba-tiba bergetar. Dia seperti bidadari. Wajahnya secerah awan. Senyumannya membuatku tidak bisa mengalihkan pandangan darinya. Bahkan, sampai sekarang pun aku memikirkannya. Bayangan wajahnya itu selalu ada di dalam pikiranku. Padahal aku baru menemuinya hanya beberapa menit saja. Hmm, siapa dia, Paman? Aku ingin sekali bertemu dengannya.""Hahaha. Itu adalah namanya cinta. Yah ... kau mencintainya. Cinta pandangan pertama. Ibunya baru bisa aja bekerja menj
"Romo datang?" Sunarsih seketika terpaku. Apalagi Romo dan Nyai Ani membawa beberapa kain dan perhiasan. "Maafkan kami datang dengan mendadak. Kami mendengar dari pelayan jika kalian akan menikah. Aku ada beberapa kain kebaya. Sebenarnya aku ingin memberikannya kepada Arum. Ini adalah kain dari ibuku. Aku berniat untuk memberikannya kepada Arum saat dia sudah melahirkan. Tapi ternyata takdir berkata lain dan aku berpikir ingin memberikannya kepada kalian, karena kalian adalah dua wanita yang sangat hebat."Mawar dan Sunarsih saling berpandangan. Mereka tidak menyangka, seseorang yang sangat mereka takuti sekaligus benci datang dengan pandangan lain. Senyuman terpampang di wajah angkernya selama ini.Nyai Ani menyodorkan kain itu dengan tersenyum. Mawar dan Sunarsih akhirnya tersenyum dan menerima. Mereka tidak percaya dengan semua ini."Aku tidak bisa berkata apa pun. Yang jelas, aku sangat bahagia," ucap Sunarsih. Dengan mendadak, dia mendekati Romo dan memeluknya. Semua orang terk
"Bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa seseorang yang sangat gagah seperti dirinya bisa menjadi seperti ini? Aku benar-benar tidak percaya, Hendra. Apakah kakakmu bisa sembuh? Aku harus bagaimana menghadapi kakakmu yang seperti ini?" ucap Saras kemudian meneteskan air matanya."Ibu hanya perlu mendekatinya saja. Katakan apa pun yang bisa membuat kakakku mengerti jika dia harus menjalin kehidupan ini. Kematian Pandu sudah dilupakan oleh pihak hukum, karena kondisi Kakak yang seperti ini. Mereka berharap Kakak bisa menjadi sosok seperti semula kembali. Tapi ... sepertinya itu susah, Ibu. Bahkan sekarang ibuku, Mustika, dan semua adiknya pun sangat bersedih. Tidak ada kebahagiaan lagi yang berada di rumah." Hendra menatap sang kakak dengan sangat sendu. Tubuhnya yang semakin kurus, membuatnya tidak memiliki tenaga yang cukup. Dia resah bagaimana jika dia nanti pergi dari dunia ini. Siapa yang akan menjaga keluarganya?"Baiklah, aku akan mencoba mendekatinya." Sarah mendekati Wojo yang masih
Mereka semua terkejut saat Joko tiba-tiba masuk dan mengatakan hal seperti itu. Sunarsih seketika menganga, menatap Joko dengan sangat tampan menggunakan kemeja putih, berjalan menghampirinya. Dia menatap Sunarsih dan menutup mulutnya. Sunarsih terpaku seketika."Apa ..."Joko saat itu selalu memandang Sunarsih. Sifatnya yang sangat lucu dan tomboy, mengingatkan dia kepada Sabrina. Namun, Joko harus menutup hatinya untuk Sabrina yang sudah pergi. Joko perlahan-lahan sering menemui Sunarsih dan berusaha membuka hatinya. Hingga dia paham hatinya sedikit bergetar. Ketika mendekati Sunarsih yang selalu paham dengan dirinya.Joko selalu bercerita apa pun kepada Sunarsih. Dia sangat kesepian, tidak sengaja bertemu Sunarsih di taman. Sejak saat itu mereka selalu mengobrol dan akrab. Joko terus berpikir sepanjang hari, hingga dia akhirnya memutuskan untuk melamar Sunarsih."Walah, masa aku mendapatkan lamaran dengan cara seperti ini? Hah, tiba-tiba saja datang lalu ngomong, mungkin aku. Hah,
Bagai tersambar petir. Perasaan Saras seketika hancur. Dia tidak menyangka perasaannya selama ini akhirnya terjawab. Beberapa hari sebelumnya dia selalu memandang Arum, dan sudah merasakan akan kehilangan anaknya untuk selamanya. Ternyata sekarang dia akan menghadapi hal itu. Sebuah pertanda yang selalu dia lihat, dari perkataan Arum dan Pandu. Seolah-olah mengetahui mereka tidak akan hidup lama lagi. Tanpa sadar mereka ungkapkan selama ini. Saras selalu menepis semua yang ada di pikirannya. Namun, ternyata benar. Dan terlebih lagi, dia teringat sumpahnya dan sumpah Nyai Ani, yang kini terjawab sudah."Tidak! Tolonglah dokter. Lakukan apa pun untuk menyelamatkannya. Aku mohon kepadamu dokter. Biarkan anakku hidup, karena aku belum bisa membahagiakannya. Aku mohon dokter," ucap Saras dengan lemas. Nyai Ani yang terus menangis memeluknya. Begitu juga dengan Wati dan Sunarsih yang tidak kuasa mendengar. Tidak bisa menumpu tubuhnya yang mendadak lemas, Sunarsih hampir tumbang. Joko yang b
Suara letusan peluru tiba-tiba terdengar cukup keras. Arum menatap Pandu yang tersenyum ke arahnya, membelai pipinya dengan perlahan, lalu memeluknya."Kau sangat cantik, Arum," ucap Pandu pelan.Arum mengernyitkan kedua alisnya semakin dalam. Menatap Pandu yang tiba-tiba pucat. Hingga dia merasakan basah di kedua tangannya. Perlahan, Arum bergetar saat melihat jemarinya tiba-tiba dipenuhi dengan cairan darah segar yang keluar dari punggung Pandu. "A-pa ...," ucap Arum pelan. Dia tidak bisa berkata. Mulutnya tercekat, bahkan napasnya terhenti seketika, seakan dia tidak bisa bergerak. Tubuhnya kaku. "Mas ..." Arum kembali menatap kedua mata Pandu yang masih memperlihatkan senyuman dan cinta tulusnya kepada Arum."Tidak ada hal di dunia ini yang lebih indah selain dirimu. Wanita yang tidak akan pernah tergantikan sampai kapanpun. Wanita yang selalu ada di hatiku. Wanita yang selalu aku cintai. Aku sangat ... mencintaimu. Kau tidak tergantikan," bisik Pandu masih dengan tersenyum. Arum
Wojo terdiam, menunggu Arum untuk mengatakan jawaban yang sudah ditunggunya. Arum tersenyum menganggukkan kepala dan berkata, "Aku akan menjadi istrimu dan mendampingimu sampai kapanpun. Tapi aku mohon kita pergi dari sini dan melupakan semuanya," balas Arum masih dengan tersenyum, namun meneteskan air matanya. Menahan hatinya yang terasa sesak. Padahal dia sama sekali tidak ingin berkata seperti itu. Namun, apa boleh buat. Tindakannya itu benar-benar meluluhkan lelaki yang semula memendam amarah."Ini tidak benar! Hah, benar benar sangat menyakitkan. Aku tidak akan pernah melepaskan istriku untuk lelaki lain. Bisakah aku hidup bahagia jika aku berpisah dengannya? Lebih baik aku kehilangan nyawa, dari pada aku melihat dia bersama dengan lelaki lain. Aku tidak akan pernah membiarkannya," batin Pandu. Dia berjalan mendekati Arum. Menariknya, kemudian menggelengkan kepalanya dengan perlahan."Tidak adakah cara lain yang bisa aku lakukan selain memohon untuk berada di sisimu. Tidak adakah
Pandu terkejut. Dia segera menghampiri Hendra yang masih terengah-engah mengatur napasnya. Apa yang dikatakan Hendra barusan membuatnya ketakutan. Pasti keluarganya dan keluarga Wojo sudah melakukan perdebatan sengit, dan tentu saja keluarga Wojo pasti akan memenangkan perdebatan itu."Hendra. Tenangkan dulu dirimu. Berbicaralah dengan baik. Kenapa kau ini? Ada apa sebenarnya?" balas Pandu dengan sangat panik. Hendra masih menekan dadanya yang terasa sesak. Tenaganya benar-benar terkuras. Saat itu, Hendra segera mengendarai mobilnya dan mencari Pandu ke rumah Ardi saat mengetahui sesuatu terjadi dengan sangat mengerikan. Ardi segera mengatakan di mana keberadaan Pandu. Sementara Ardi segera menuju ke kediaman Kasoemo untuk menangani masalah itu."Kakakku marah besar, Pandu. Dia berada di kantor wartawan itu, memporak-porandakan kantor itu. Lalu, mengancam semua wartawan yang berada di sana termasuk pemilik kantor itu. Dia sangat marah. Hah, setelah berhasil membuat semua orang takut,