Sabrina sudah melayangkan tangannya. Dia siap untuk menghabisi Arum saat itu juga. Walaupun beberapa pesuruhnya mengamati dengan cukup serius. Mereka semua tidak ingin Sabrina menghabisi Arum. Salah satu dari mereka segera menahan tangan Sabrina. Membuat wanita itu sangat kesal. "Hentikan Nona Sabrina. Jangan pernah melakukan tindakan yang sangat tidak masuk akal. Aku akan menuruti semua keinginan Anda, Nona Sabrina. Tapi aku tidak bisa jika Anda akan menghabisi seorang di sini. Itu sama saja kau sudah menjerat kami ke dalam jalur hukum. Kami tidak bisa membiarkannya.""Aku adalah atasanmu dan kau bukan siapa-siapa! Sekarang lepaskan dan jangan membuat aku semakin marah, dan akhirnya memecatmu. Sekarang, biarkan aku membunuh wanita sialan ini dengan tanganku sendiri. Karena aku tidak akan pernah membiarkan dia mengambil sesuatu yang sangat aku inginkan!""Sabrina, dengarkan. Kau menginginkan aku? Yah, ambil nyawaku sebagai gantinya. Tapi jangan dengan Arum. Dia tidak bersalah dalam m
Mereka tidak percaya Romo dan keluarga Sabrina sudah berada di sana. Romo menatap Arum dengan tatapan menghina seperti biasanya. Dia masih bersikeras jika Arum bukan wanita yang cocok untuk anaknya.Kali ini Arum mengangkat wajahnya dan tidak akan pernah menunduk dalam takut. Dia akan menghadapi semuanya. Dia akan menunjukkan, jika dia benar-benar sangat mencintai Pandu dan hanya ingin memberikan kebahagiaan padanya."Untuk apa Romo ke sini? Bukankah sudah jelas, saya tidak akan pernah berpisah dengan Mas Pandu. Kami sudah ditakdirkan bersama. Sebesar apa pun dinding pemisah itu, akan kamu terjang. Kami tidak akan pernah menyerah," ucap Arum dengan cukup tegas."Di mana Sabrina. Kalian pasti tahu di mana Sabrina berada. Dia sudah hilang sejak dari tadi. Kalian pasti sudah membuat dia pergi. Kalian sangat membencinya. Siapa lagi yang bisa melakukan hal itu, kecuali kalian," ucap Romo yang sangat menohok. Membuat Ardi menahan amarahnya.Arum ingin sekali berteriak dan membentak Ayah Pan
"Apakah kau akan seperti itu jika bertemu dengan ayahmu sendiri? Atau kau sudah lupa jika memiliki keluarga?" kata Romo dengan nada yang tegas, membuat Pandu menundukkan kepala. Bagaimanapun juga dia harus menghormati kedua orang tuanya."Kami tidak sengaja melewati kantor polisi ini, anakku. Lalu, kita mampir dan ingin melihat keadaanmu. Ibu sangat cemas denganmu," ucapnya kemudian memeluk Pandu. Dia mendekati daun telinga Pandu dan berbisik, "Aku sudah berada di rumah Arum. Dia baik-baik saja. Sekarang kau jangan cemas. Aku tahu kau sebelumnya cemas melihat dia keluar dari ruangan persidangan itu. Ibu terus mengamatimu. Sekarang tersenyumlah, dan jangan memikirkan suatu hal yang sangat berat." Nyai melerai pelukannya dan memandang Pandu dengan senyuman bahagia. Hati Pandu sangat lega. Dia terus menarik napas berkali-kali, kemudian menatap ibunya. Dia membalas senyuman yang sangat dia rindukan."Aku tidak bisa berkata apa. Yang aku bisa katakan Pandu sangat bersyukur memiliki seora
Waktu berlalu dengan cepat. Persidangan pun dimulai. Kali ini Sabrina datang dengan sangat semringah. Dia terus tersenyum mengamati semua orang. Membuat Arum sudah pasrah. Dia tidak akan pernah melihat Pandu terbebas, dan terlepas dari semua tuduhan yang sudah menderunya. Namun, kini Arum hanya bisa melihat bagaimana nanti Pandu dengan nasibnya hari ini.Kedua mata Arum kembali melebar ketika Pandu memasuki ruangan dan melambai ke arahnya. Mereka saling menatap walaupun dari kejauhan. Kerinduan meluap begitu saja. Walaupun hanya dengan pandangan, mereka terus saling memandang dengan tatapan hangat. Ingin sekali mendekat dan memeluk satu sama lain. Mengungkapkan perasaan cinta, serta bersentuhan. Tapi apalah daya. Semua itu tidak bisa dilakukan."Apa yang harus aku lakukan melihat suamiku seperti ini? Bahkan dia bisa saja di penjara selama belasan tahun. Tetapi aku akan tetap menunggunya. Walaupun kulitku nanti akan berkerut. Aku akan hidup selamanya, sampai kapanpun. Sampai maut memis
Kesaksian Joko membuat semua yang berada di dalam persidangan makin terkejut. Terutama Pandu bisa tersenyum mendengar pernyataan Joko dengan jelas. Dia sudah mengatakan kebenaran yang seharusnya diketahui oleh semua orang. Kini dia tidak akan pernah tersudut kembali dengan semua tuduhan palsu yang sudah ditetapkan kepadanya. Apalagi Arum semakin tersenyum, bahkan meneteskan air mata bahagia mendengar pengakuan Joko yang bisa membebaskan Pandu. Dari jeratan hukum yang bisa membuatnya sangat sengsara berada di dalam penjara selama puluhan tahun.Pengacara Sabrina tidak terima. Dia melakukan keberatan kepada hakim karena Joko tidak memiliki bukti apa pun dengan pernyataannya barusan."Pak Hakim. Saya keberatan. Dia tidak memiliki bukti dan itu hanya keluar dari mulutnya. Bisa saja dia mendapatkan tekanan dan sogokan untuk memberi pengakuan palsu kepada semua orang," ucapnya dengan tegas membuat Joko berdiri, membuktikan hasil tes kehamilan Sabrina yang sudah dia dapatkan saat mengantar S
Sarman mengangkat tangannya. Dia akan menyerang Joko yang masih saja bersaksi di tengah persidangan. Bahkan jalannya yang sangat cepat, tidak bisa membuat beberapa polisi mencegahnya.Wojo spontan mengarahkan tangannya kepada beberapa pesuruh yang masih duduk di belakangnya, untuk segera mendekat. Dengan cepat pesuruh itu berlari dan mencegah Sarman. Namun, Sarman terus meronta."Hentikan! Aku tidak akan pernah membuat dia bebas. Padahal kami sudah memberikan yang terbaik kepadanya. Kehidupan dan semuanya. Dia sudah menjadi pengkhianat dan tidak pantas untuk hidup!" teriak Sarman semakin kencang. Membuat semua semakin resah. Pandu tidak ambil diam. Dia juga berdiri dan berlari mendekati Sarman. Kemudian berusaha untuk melepaskan pistol yang berada digenggamannya.Sarman terus meronta. Beberapa polisi dan pesuruh Wojo sedikit menghindar karena Sarman terus mengarahkan pistol itu. Mereka sangat takut jika terkena lesatan pelurunya."Jangan pernah melakukan ini, Tuan. Anda akan mendapatk
Letusan suara peluru terdengar begitu kencang. Semua orang yang berada di dalam tempatku melihatnya. Mereka menyorot tajam Arum dan Selena yang berpelukan, hingga selang beberapa detik tubuh mereka terjatuh di lantai.Mereka semakin terpaku saat melihat darah mengalir di salah satu tubuh mereka. Arum yang saat itu terisak, masih bergetar memeluk Selena. Begitupun juga dengan Selena yang menatap Arum. "Tidak!" Wojo berlari mendekati mereka. Begitu juga dengan Pandu."Selena ... tidak!" teriak Wojo saat menariknya dan melihat ternyata peluru itu mengenai perut Selena. Dengan cepat Wojo mengarahkan tangan pada para pesuruhnya untuk mengangkat Selena dan membawanya ke mobil agar segera menuju ke rumah sakit."Cepat bawa istriku! Kita harus menuju ke rumah sakit. Kita tidak boleh terlambat. Aku tidak ingin kehilangan istriku," ucapnya dengan cukup keras. Para pesuruh itu segera mengangkat tubuh Selena. Wojo berdiri dengan bersimbah darah. Dia menatap Sarman dan mendekatinya. Lelaki itu ya
Arum bersama Saras dan Ardi yang berada di sebelah Wojo, berusaha untuk menenangkannya. Dengan cepat Ardi menarik Wojo dan mengajaknya ke pojok ruangan. "Sudahlah, kita akan membalas mereka. Tapi tidak untuk sekarang. Simpan dulu emosimu. Kau harus berdoa agar istrimu selamat. Itu yang harus kau pikirkan," ucap Ardi mendapatkan tampisan Wojo."Untuk apa aku harus tenang? Aku benar-benar sangat marah, Ardi. Aku tidak akan pernah memaafkan mereka, dan aku sudah melayangkan ke dalam perang. Mereka akan aku habisi, sangat ... perlahan. Begitu juga dengan semua usaha mereka dulu. Yah, aku selalu menghentikan aksiku karena aku melihat Arum. Sekarang, aku tidak mau melihat siapa pun. Entahlah itu harus bertarung dengan darah, aku tidak peduli," jawab Wojo segera pergi dari hadapan Ardi."Apa yang sudah dia katakan, Ardi? Aku mohon, hentikan dia. Aku tidak ingin masalah semakin rumit. Selena memang tertembak. Tapi itu tidak sengaja. Aku tahu perasaannya sangat sakit. Mungkin aku akan mengala