Arum masih berpikir bagaimana caranya dia, akan keluar dari sangkar emas lelaki berkasta tertinggi itu untuk bertemu dengan Pandu. Hingga dia teringat pernah keluar dari sana dan berhasil bersama dengan Hendra. Dia harus mengulangi hal yang sama. Sunarsih dan ibunya yang masih berada di hadapannya, menatap Arum dengan cemas."Apa yang kau pikirkan, Arum? Apakah kau takut untuk keluar dari sini dan bertemu dengan Pandu? Bukankah kau bisa keluar saat itu bersama Hendra?" Perkataan sang ibu membuat Arum melebarkan kedua matanya. Dia tidak percaya sang ibu mengetahui apa yang sudah dia lakukan."Jadi Ibu tahu saat itu aku sudah keluar dengan Hendra?" tanya Arum sedikit terkejut."Tentu saja Ibu sangat mengetahui, apa yang sudah kau lakukan. Sekarang lebih baik kau bertemu dengan Hendra sekali lagi dan meminta bantuan. Yah, karena memang hanya dia yang bisa membantumu untuk bertemu dengan Pandu," lanjut Saras sambil memeluk Arum yang masih saja meneteskan air matanya. Dia begitu merinduka
Pandu terus menundukkan kepalanya. Dia menunggu kedatangan Arum di tempat yang sudah Ardi tentukan. Surnasih sudah mengetahui tempat itu. Pandu berharap Sunarsih bisa membawa Arum dengan tepat waktu, karena dia benar-benar tidak sabar untuk menemui istrinya yang sangat dirindukannya itu.Pandu masih bertanya-tanya, apakah Arum akan menerimanya kembali setelah apa yang sudah dia lakukan? Meninggalkan Arum demi wanita yang sudah membuat pernikahannya hancur. Bahkan membuat dia masuk ke dalam penjara. Mana mungkin Arum bisa memaafkan apa yang sudah Pandu lakukan. Dia harus bersiap untuk menerima kenyataan apa pun yang akan dikatakan oleh Arum nantinya, ketika mereka bertemu."Arum, apa kah kau akan memaafkanku?" batin Pandu dengan gelisah, hingga dia melihat sosok yang sangat dirindukannya berada di hadapannya."Arum, kau sudah datang?" ucap Pandu. Dia segera beranjak dari duduknya, berjalan cepat mendekati Arum. Dia hanya menatapnya. Kedua tangannya menahan, tidak bisa untuk memeluk san
Pandu masih meratapi kepergian Arum. Dia terus menundukkan kepala walaupun sudah mendengar perkataan Ardi barusan. Tentu saja hatinya masih sangat kecewa. Arum tidak mengerti dengan situasinya saat itu. Dia masih bersikeras untuk berpisah dengan Pandu. Rasa kecewanya semakin dalam. Andaikan saja pada saat itu Pandu mau bertemu dengan Arum, mungkin tidak seperti ini jadinya."Lebih baik kau membangun klinik dan menjadi dokter kembali. Apa kau tidak tahu Wojo sudah benar-benar membuat keluargamu bangkrut? Surat perceraian yang aku hilangkan itu membuatnya sangat marah. Dengan sekali mengucap saja dia bisa melakukan apa pun."Sepertinya memang waktunya ayahku untuk meninggalkan semua kasta dan impiannya itu. Ini semua sudah takdir, Ardi. Dan aku yang memulai takdir ini. Andaikan saja aku menuruti semua perkataan ayahku saat itu dengan menikahi Sabrina, mungkin saja Ini semua tidak perlu terjadi.""Jangan menyesali apa pun. Yang sudah kau lakukan semua, atau ... yang terjadi kepadamu itu,
Arum masih bersujud di bawah. Dia menatap Wojo, yang pergi begitu saja dengan pandangan dingin. Bahkan memberikan sebuah perintah yang sangat sulit untuk dia lakukan. Membuat Pandu menandatangani surat perceraian. Apakah Arum harus bertemu dengan Pandu kembali dan memintanya? Mana mungkin dia bisa melakukannya tanpa seizin Wojo? Satu hal yang membuat dia sangat resah yaitu, Sunarsih sudah diancam oleh Wojo. Dia yang harus bertanggung jawab dengan kesalahan Arum."Bagaimana ini? Sunarsih dalam bahaya. Aku harus membuat Mas Pandu untuk menandatangani surat perceraian itu. Jika tidak Sunarsih akan mempertanggungjawabkan semua kesalahanku. Ini benar-benar di luar dugaanku. Seharusnya aku tidak keluar dan menuruti nafsuku untuk bertemu dengan Mas Pandu. Aku benar-benar menyesal," batin Arum segera beranjak. Dia berjalan cepat masuk ke dalam kamar Nyai Niye.Nyai terkejut melihat Arum datang dengan kedua mata yang cukup sembab. Dia segera menarik Arum untuk masuk ke dalam kamar, mendudukka
Tidak mungkin! Tidak mungkin itu terjadi. Mana mungkin Pandu dengan secepat itu menandatangani surat perceraian. Kenapa, seorang lelaki yang begitu mencintai wanita dengan mudahnya menyakiti begitu saja. Kenapa Pandu tidak melawan, walaupun Arum sudah tidak bisa lagi untuk bersama dengan dirinya. Paling tidak Arum ingin melihat lelaki itu melawan, apa yang dilakukan oleh Wojo."Apakah memang Mas Pandu benar-benar sudah menandatangani surat perceraian itu? Kenapa dia dengan mudah melakukannya?" Arum masih menekan dadanya, lalu dia mengelus-elus perutnya yang cukup sakit. Kedua matanya semakin melotot, tiba-tiba melihat flek yang keluar dan membekas di bajunya. Arum sangat panik. "Argh .... apa ini ...."Nyai yang segera masuk ke dalam, ikut terkejut saat melihat. "Astaga, Arum." Dengan cepat dia berjalan mendekati Arum lalu memapahnya untuk duduk."Sudah kamu diam saja di sini, jangan bergerak. Aku akan memanggil dokter. Kamu harus diperiksa. Tidak perlu ke rumah sakit. Aku kenal denga
Pandu masih terdiam dan tidak menjawab apa yang dikatakan oleh ibunya. Saat itu Pandu terkejut ketika dia berada di halaman belakang rumahnya. Ternyata beberapa pelayan membawa tiga pengacara Wojo dan menyodorkan surat perceraian kepadanya. Mereka mengatakan jika Arum sendiri yang menginginkan Pandu untuk menandatangani surat itu.Pandu saat itu merasa berat menerimanya. Bahkan telapak tangannya pun bergetar saat menerima dokumen surat yang akan memisahkan dirinya bersama Arum untuk selamanya. Namun, apa boleh dikata. Nasi sudah menjadi bubur. Semuanya sudah terlambat. Apa yang dilakukannya tidak mendapatkan hal positif dari Arum. Memang dalam posisi ini Arum tidak bisa disalahkan. Dia sudah menunggu sang suami untuk datang, namun malah mendapatkan sang suami pergi dengan wanita yang sudah menghancurkan hidupnya. Walaupun itu untuk tujuan mulia, seharusnya Pandu lebih memilih Arum dan mengatakan apa keinginannya. Mungkin permasalahan akan sebaliknya."Raden harus menandatangani surat
Pandu tertahan oleh teriakan sang ayah. Dia tidak kembali melangkahkan kakinya. Pandu menatap Romo yang semakin cepat mendekatinya dengan tatapan tajam. Pandu tahu pasti sang ayah akan melarangnya untuk kembali menemui Arum. Selama ini kehidupan Kasoemo sekarang tergantung kepada Soewojo. Lelaki itu yang sudah membuat Kasoemo bangkit kembali, membuat perusahaan kembali normal. Bahkan Wojo juga sebagai penanam saham tertinggi di sana. Kekuasaannya semakin tak terbatas. Pandu tidak memiliki kekuasaan apa pun untuk melawan Wojo. Lelaki itu sangat berpengaruh terhadap keluarganya. Tentu saja Romo pasti akan melarang Pandu untuk menuju ke rumah Wojo dan mengambil Arum."Kau tidak akan pernah kemanapun anakku. Kau akan di sini saja dan menandatangani surat perceraian itu!" teriak Romo dengan cukup keras sambil menunjukkan jemarinya dengan tegas ke arah Pandu yang menatapnya sangat tajam."Bagaimana mungkin seorang Ayah melarang anaknya untuk bahagia bertemu dengan istri yang sedang mengandu
Pandu tidak percaya. Wojo benar-benar di hadapannya sangat marah dan menodongkan senjata api.Hendra yang berada di sebelah Pandu terkejut. "Kak! Hentikan!" Hendra spontan menghadang Pandu. "Kak aku yang membawanya ke sini. Pandu tidak bersalah. Aku tidak tega melihat Arum menderita seperti itu. Apalagi dia mengigau sepanjang malam. Aku ingin Pandu kembali bersama dengan Arum. Tolonglah, Kak. Jangan bertindak gegabah seperti ini karena aku tidak akan menerimanya!""Kenapa kau lebih memilih membela orang lain dari pada kakakmu sendiri. Apa kau lupa siapa yang sudah merawatmu selama ini? Kondisimu sangat memprihatinkan dan hanya kakakmu yang bisa membuatmu sembuh. Dia tidak memiliki apa pun. Dia sangat rendah!" teriak Wojo dengan cukup keras.Hendra menggelengkan kepalanya, masih berada tepat di hadapan sang kakak yang tetap menodongkan senjata api itu ke arah Pandu."Aku tidak lama lagi hidup di dunia ini dan aku ingin melakukan sesuatu yang benar. Aku sudah bersalah dengan semua wanit