Pandu masih meratapi kepergian Arum. Dia terus menundukkan kepala walaupun sudah mendengar perkataan Ardi barusan. Tentu saja hatinya masih sangat kecewa. Arum tidak mengerti dengan situasinya saat itu. Dia masih bersikeras untuk berpisah dengan Pandu. Rasa kecewanya semakin dalam. Andaikan saja pada saat itu Pandu mau bertemu dengan Arum, mungkin tidak seperti ini jadinya."Lebih baik kau membangun klinik dan menjadi dokter kembali. Apa kau tidak tahu Wojo sudah benar-benar membuat keluargamu bangkrut? Surat perceraian yang aku hilangkan itu membuatnya sangat marah. Dengan sekali mengucap saja dia bisa melakukan apa pun."Sepertinya memang waktunya ayahku untuk meninggalkan semua kasta dan impiannya itu. Ini semua sudah takdir, Ardi. Dan aku yang memulai takdir ini. Andaikan saja aku menuruti semua perkataan ayahku saat itu dengan menikahi Sabrina, mungkin saja Ini semua tidak perlu terjadi.""Jangan menyesali apa pun. Yang sudah kau lakukan semua, atau ... yang terjadi kepadamu itu,
Arum masih bersujud di bawah. Dia menatap Wojo, yang pergi begitu saja dengan pandangan dingin. Bahkan memberikan sebuah perintah yang sangat sulit untuk dia lakukan. Membuat Pandu menandatangani surat perceraian. Apakah Arum harus bertemu dengan Pandu kembali dan memintanya? Mana mungkin dia bisa melakukannya tanpa seizin Wojo? Satu hal yang membuat dia sangat resah yaitu, Sunarsih sudah diancam oleh Wojo. Dia yang harus bertanggung jawab dengan kesalahan Arum."Bagaimana ini? Sunarsih dalam bahaya. Aku harus membuat Mas Pandu untuk menandatangani surat perceraian itu. Jika tidak Sunarsih akan mempertanggungjawabkan semua kesalahanku. Ini benar-benar di luar dugaanku. Seharusnya aku tidak keluar dan menuruti nafsuku untuk bertemu dengan Mas Pandu. Aku benar-benar menyesal," batin Arum segera beranjak. Dia berjalan cepat masuk ke dalam kamar Nyai Niye.Nyai terkejut melihat Arum datang dengan kedua mata yang cukup sembab. Dia segera menarik Arum untuk masuk ke dalam kamar, mendudukka
Tidak mungkin! Tidak mungkin itu terjadi. Mana mungkin Pandu dengan secepat itu menandatangani surat perceraian. Kenapa, seorang lelaki yang begitu mencintai wanita dengan mudahnya menyakiti begitu saja. Kenapa Pandu tidak melawan, walaupun Arum sudah tidak bisa lagi untuk bersama dengan dirinya. Paling tidak Arum ingin melihat lelaki itu melawan, apa yang dilakukan oleh Wojo."Apakah memang Mas Pandu benar-benar sudah menandatangani surat perceraian itu? Kenapa dia dengan mudah melakukannya?" Arum masih menekan dadanya, lalu dia mengelus-elus perutnya yang cukup sakit. Kedua matanya semakin melotot, tiba-tiba melihat flek yang keluar dan membekas di bajunya. Arum sangat panik. "Argh .... apa ini ...."Nyai yang segera masuk ke dalam, ikut terkejut saat melihat. "Astaga, Arum." Dengan cepat dia berjalan mendekati Arum lalu memapahnya untuk duduk."Sudah kamu diam saja di sini, jangan bergerak. Aku akan memanggil dokter. Kamu harus diperiksa. Tidak perlu ke rumah sakit. Aku kenal denga
Pandu masih terdiam dan tidak menjawab apa yang dikatakan oleh ibunya. Saat itu Pandu terkejut ketika dia berada di halaman belakang rumahnya. Ternyata beberapa pelayan membawa tiga pengacara Wojo dan menyodorkan surat perceraian kepadanya. Mereka mengatakan jika Arum sendiri yang menginginkan Pandu untuk menandatangani surat itu.Pandu saat itu merasa berat menerimanya. Bahkan telapak tangannya pun bergetar saat menerima dokumen surat yang akan memisahkan dirinya bersama Arum untuk selamanya. Namun, apa boleh dikata. Nasi sudah menjadi bubur. Semuanya sudah terlambat. Apa yang dilakukannya tidak mendapatkan hal positif dari Arum. Memang dalam posisi ini Arum tidak bisa disalahkan. Dia sudah menunggu sang suami untuk datang, namun malah mendapatkan sang suami pergi dengan wanita yang sudah menghancurkan hidupnya. Walaupun itu untuk tujuan mulia, seharusnya Pandu lebih memilih Arum dan mengatakan apa keinginannya. Mungkin permasalahan akan sebaliknya."Raden harus menandatangani surat
Pandu tertahan oleh teriakan sang ayah. Dia tidak kembali melangkahkan kakinya. Pandu menatap Romo yang semakin cepat mendekatinya dengan tatapan tajam. Pandu tahu pasti sang ayah akan melarangnya untuk kembali menemui Arum. Selama ini kehidupan Kasoemo sekarang tergantung kepada Soewojo. Lelaki itu yang sudah membuat Kasoemo bangkit kembali, membuat perusahaan kembali normal. Bahkan Wojo juga sebagai penanam saham tertinggi di sana. Kekuasaannya semakin tak terbatas. Pandu tidak memiliki kekuasaan apa pun untuk melawan Wojo. Lelaki itu sangat berpengaruh terhadap keluarganya. Tentu saja Romo pasti akan melarang Pandu untuk menuju ke rumah Wojo dan mengambil Arum."Kau tidak akan pernah kemanapun anakku. Kau akan di sini saja dan menandatangani surat perceraian itu!" teriak Romo dengan cukup keras sambil menunjukkan jemarinya dengan tegas ke arah Pandu yang menatapnya sangat tajam."Bagaimana mungkin seorang Ayah melarang anaknya untuk bahagia bertemu dengan istri yang sedang mengandu
Pandu tidak percaya. Wojo benar-benar di hadapannya sangat marah dan menodongkan senjata api.Hendra yang berada di sebelah Pandu terkejut. "Kak! Hentikan!" Hendra spontan menghadang Pandu. "Kak aku yang membawanya ke sini. Pandu tidak bersalah. Aku tidak tega melihat Arum menderita seperti itu. Apalagi dia mengigau sepanjang malam. Aku ingin Pandu kembali bersama dengan Arum. Tolonglah, Kak. Jangan bertindak gegabah seperti ini karena aku tidak akan menerimanya!""Kenapa kau lebih memilih membela orang lain dari pada kakakmu sendiri. Apa kau lupa siapa yang sudah merawatmu selama ini? Kondisimu sangat memprihatinkan dan hanya kakakmu yang bisa membuatmu sembuh. Dia tidak memiliki apa pun. Dia sangat rendah!" teriak Wojo dengan cukup keras.Hendra menggelengkan kepalanya, masih berada tepat di hadapan sang kakak yang tetap menodongkan senjata api itu ke arah Pandu."Aku tidak lama lagi hidup di dunia ini dan aku ingin melakukan sesuatu yang benar. Aku sudah bersalah dengan semua wanit
Suara lesatan peluru terdengar sangat kencang, Membuat semua orang terpaku. Wojo melesatkan peluru itu ke atas. Dia kembali menodongkan cepat di kepala Arman yang masih bersujud di hadapan Arum."Aku sudah mengatakan kepadamu. Kau tidak perlu melakukan hal ini, Arum. Cepat masuklah ke dalam kamarmu dan jangan pernah keluar. Sudah cukup Pandu membuat keributan di rumah ini. Karena aku tidak akan pernah melepaskannya." Wojo masih saja memasang wajah dengan penuh kemarahan. Membuat Nyai benar-benar tidak bisa menerima ketika melihat sang anak berlaku seperti itu. Dia dengan cepat berjalan mendekati Wojo dan menarik lengannya, tidak peduli. Mungkin saja anaknya bisa melesatkan peluru itu ke arahnya tanpa sengaja. Nyai harus menghentikan aksi gila Soewojo."Apa kamu ini sudah gila? Sudahlah, sekarang biarkan saja mereka pergi. Jangan pernah mencegah dua orang yang saling mencintai. Mereka masih suami istri secara sah. Kau tidak akan pernah bisa mencintai wanita, atau istri orang lain. Seka
Malam yang mencekam saat terjadi perdebatan sengit dengan lelaki berkasta tertinggi dan beberapa pesuruhnya, kini menjadi malam yang sangat bahagia bagi Arum dan Pandu. Mereka akhirnya keluar dari rumah sakit itu.Di dalam mobil, mereka saling berpelukan. Saras sedikit tersenyum ketika melihat mereka akhirnya bersama kembali. Walaupun dalam hatinya tidak dipungkiri. Hati Saras masih cemas. Wojo tidak akan pernah melepaskan Arum dan Pandu begitu saja. Dia pasti sangat marah, bahkan bisa bertindak lebih kejam dari pada sebelumnya.Ardi terus mengendarai mobil yang menuju ke sebuah desa yang sangat terpencil, melewati beberapa hutan yang sangat gelap. Dia mengendarai dengan cukup hati-hati agar bisa membuat Pandu dan Arum selamat sampai di tujuan.Hingga matahari sedikit muncul menerangi bumi, membuat mereka akhirnya sampai di rumah yang sudah disewa Ardi untuk satu tahun ke depan. Rumah yang tidak terlalu besar, namun nyaman. Apalagi di depannya ada sebuah tempat yang sudah dipersiapkan